BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Model Arsitektur Pohon
Gambaran morfologi pohon pada suatu waktu disebut arsitektur pohon. Arsitektur pohon merupakan sebuah fase dari suatu rangkaian seri pertumbuhan
pohon, nyata dan dapat diamati setiap waktu. Sedangkan program pertumbuhan yang menentukan rangkaian fase arsitektur disebut model arsitektur. Arsitektur
berbeda dengan bentuk karena hal ini biasanya merujuk pada ekspresi bentuk akhir organisme seperti herba, semak dan pohon serta merujuk kepada ukuran
Halle et al. 1978 Gambar 1. Elemen-elemen dari arsitektur pohon terdiri dari pola pertumbuhan batang,
percabangan dan pembentukan pucuk terminal. Pola pertumbuhan pohon dapat berupa ritmik atau kontinu. Pertumbuhan ritmik berarti memiliki suatu
periodesitas dalam proses pemanjangannya, sedangkan pertumbuhan kontinu tidak memiliki periodesitas pemanjangan. Secara morfologi pertumbuhan ritmik
ditandai oleh adanya segmentasi pada batang atau cabang, sebaliknya pertumbuhan kontinu tidak memilliki segmentasi. Pola percabangan dibedakan
atas Syllepsis dan Prolepsis. Syllepsis yaitu percabangan dibentuk dari meristem lateral dengan perkembangan yang kontinu. Sedangkan pada prolepsis
perkembangan cabang diskontinu dengan beberapa periode istirahat dari meristem lateral. Adapun pertumbuhan tunas meliputi orthotropik yaitu pucuk terbentuk
berorientasi tumbuh vertikal dan sering tidak berbunga dan plagiotropik yaitu pucuk terbentuk berorientasi tumbuh horizontal dan sering menghasilkan bunga
Halle et al. 1978. Model arsitektur pohon dapat dibedakan dalam empat karakteristik utama,
yaitu : 1.
Pohon tidak bercabang yaitu bagian vegetatif pohon hanya terdiri dari satu aksis dan dibangun oleh sebuah meristem soliter, contohnya model Holttum
dan Corner. 2.
Pohon bercabang dengan aksis vegetatif yang ekivalen dan orthotropik, contohnya model Tomlinson, Chamberlain, Leuwenberg, dan Schoute.
3. Pohon bercabang dengan aksis vegetatif yang nonekivalen, contohnya model
Prevost, Rauh, Cook, Kwan-Koriba, Fagerlind, Petit, Aubreville, Theoretical, Scarrone, Attim, Nozeran, Massart, dan Roux.
4. Pohon bercabang dengan aksis vegetatif campuran ada yang ekivalen dan
nonekivalen, contohnya model troll, Champagnat, dan Mangenot Halle Oldeman 1975.
Gambar 1 Model Arsitektur Pohon 1 Corner 2 Leuwenberg 3 Kwan-Koriba 4 Attims 5 Rauh 6 Massart 7 Scarrone 8 Troll Halle et al.
1978 Pinus Pinus merkusii Junghuhn de Vriese merupakan vegetasi perintis
dan mendiami daerah ekologi luas mulai dari savana sampai habitat hutan. Daerah penyebaran pinus meliputi Burma sebelah timur, Indocina, Cina Selatan, Thailand
bagian utara, Philipina dan Indonesia dengan pusat keragaman terletak di Mexico, Amerika Serikat bagian timur dan daratan Asia Timur. Penyebaran vertikalnya
pada ketinggian 50-2000 dpl, dengan batas teratas mencapai ketinggian 3000- 4000 m dpl Soerianegara Lemmens 1994.
Pada mulanya penanaman pinus di lahan-lahan hutan khususnya jenis Pinus merkusii Junghuhn de Vriese bertujuan untuk mempercepat reboisasi dan
rehabilitasi lahan-lahan kosong dalam kawasan hutan. Kemudian berkembang menjadi hutan lindung dan hutan produksi. P. merkusii merupakan jenis pionir
yang mampu bertahan hidup dan pertumbuhannya sangat cepat fast growing spesies serta mampu tumbuh pada kondisi yang sangat sulit. P. merkusii dapat
tumbuh di tanah yang kurang subur, tanah berpasir, dan tanah berbatu dengan curah hujan tipe A-C pada ketinggian 200-1700 m dpl. Vegetasi hutan pinus yang
sudah dewasa tajuknya berbentuk limas dan selalu bertajuk, tetapi setelah tua melebar seperti payung. Daun primer daun sisik muncul dalam beberapa minggu
dan daun sekunder daun seperti jarum biasanya muncul dalam tahun kedua;
sistem akar terdiri dari akar tunggang dengan akar-akar halus dekat permukaan tanah dan dekat dengan ujung akar. Cabang-cabang sewaktu muda tumbuh
menuju ke atas dan bekas cabang terlihat sangat jelas sedang pada umur tua cabang-cabang tumbuh lebih mendatar dengan pucuk cabang ke atas dan bekas
cabang kurang jelas. Pinus mencapai tinggi 60-70 m dengan diameter batang 100 cm. Batang dengan kulit berwarna kelabu tua, beralur dalam memanjang, bulat
panjang serta lurus dan kadang-kadang juga bengkok Soerianegara Lemmens 2002.
Selain di lahan datar, tanaman kopi juga banyak dibudidayakan pada lahan miring di daerah pegunungan. Curah hujan yang tinggi terkonsentrasi pada bulan-
bulan tertentu, sehingga erosivitasnya sangat besar. Lahan miring merupakan lahan yang peka terhadap degradasipenurunan kualitas. Erosi merupakan
penyebab utama kemunduran lahan kering di daerah tropika basah. Tanah yang hilang karena erosi merupakan tanah lapisan atas yang subur, sehingga erosi akan
menurunkan kesuburan tanah secara nyata. Sifat-sifat botani dan standar budidaya tanaman kopi yang berperan dalam
konservasi tanah dan air adalah: 1.
Tajuk berlapis-lapis dengan pangkasan batang tunggal dapat melindungi tanah dari tetesan air hujan langsung rain drop impact sehingga mencegah
splash erosion. 2.
Tanaman pendek dengan sistem pangkasan batang tunggal mengurangi energi potensial daya erosif tetesan air hujan yang tertahan daun kopi sampai
permukaan tanah. 3.
Di atas tajuk tanaman kopi terdapat tajuk tanaman penaung tetap berupa tanaman pinus, sehingga terbentuk strata lapisan tajuk yang sangat berperan
dalam mengurangi rain drop impact. 4.
Kopi mempunyai akar tunggang yang kuat sampai kedalaman hingga 3 m, dan akar lateral sampai sepanjang 2 m dengan ketebalan sekitar 0,5 m dari
permukaan tanah dan membentuk anyaman ke segala arah. Sifat ini dapat melindungi dan memegang tanah dari daya erosif air hujan.
5. Metode kultur teknik pada tanaman kopi sejalan dengan prinsip konservasi
tanah dan air, meliputi penanaman pohon penaung tetap, pengaturan jarak
tanam dan tata tanam sejajar kontur, pemangkasan, pemberian bahan organik, dan pembuatan rorak.
6. Guna menciptakan lingkungan tumbuh yang ideal bagi tanaman kopi, setiap
luasan tertentu penanaman kopi dikelilingi oleh tanaman kayu, yang berfungsi sebagai pengendali iklim mikro sekaligus sebagai pematah angin.
Metode ini disebut box system. Bibit kopi ditanam pada lubang berukuran 40 cm x 40 cm x 40 cm. Karena
lahan bergelombang dan berteras-teras maka bibit kopi ditanam langsung diantara pohon pinus sehingga berada di tepi-tepi teras dengan jarak tanam 2 m. Adanya
tanaman kopi diantara pohon pinus dan banyaknya tumbuhan bawah yang tumbuh membantu mencegah erosi dan melindungi tanah dari sinar matahari yang terlalu
terik dan juga dapat melindungi permukaan tanah dari air hujan dan mengurangi erosi terutama pada tanah yang permukaannya miring, curam atau bergelombang,
sehingga mengurangi kehilangan unsur hara akibat pencucian, serta berfungsi mengembalikan unsur hara yang tercuci dari lapisan dalam dan permukaan tanah
Simanjuntak Matanari 2004. Penanaman kopi secara mutistrata selain dapat membantu konservasi tanah
dan air, secara finansial juga mampu memberikan keuntungan pada masyarakat sekaligus memberikan lapangan kerja secara berkelanjutan Budidarsono
Wijaya 2004. Menurut Lee 1998, ekosistem hutan dan perkebunan mempunyai peranan
penting dalam mengendalikan air di permukaan tanah dan sebagai sistem pengatur siklus air. Hujan yang turun di atas kanopi tanaman, sebelum sampai ke
permukaan tanah akan ditahan dan dihambat oleh daun-daunan, cabang dan batang pohon sehingga permukaan tanah akan terlindungi dari timpaan energi
kinetik titik-titik hujan. Menurut Pudjiharta 2001, air hujan yang tertahan oleh tajuk, cabang dan batang tersebut akan sampai ke permukaan tanah melalui air
tirisan throughfall dan aliran batang stemflow yang energi kinetiknya relatif lebih kecil.
2.2 Konservasi Tanah dan Air