Pengukuran Dispersi QT Interval dan Dispersi Gelombang QT pada Hemodialisis

Interval QT merupakan pencerminan dari penjumlahan durasi potensial aksi ventrikular. Interval QT akan memendek seiring dengan peningkatan denyut nadi dan umumnya dikoreksi dengan mengunakan rumus dari Bazett yang memiliki nilai keterbatasan Zabel dkk, 2000. Nilai normal interval QT yang terkoreksi lebih pendek pada pria dibandingkan dengan perempuan. Pengukuran interval QT dipengaruhi oleh penggunaan sandapan elektroda yang tersedia untuk analisis hasil rekaman EKG Macfarlane dkk, 1998. Pengukuran interval QT telah terbukti cukup baik dalam hal kesahihan Sahu dkk, 2000; Lund dkk, 2001. Interval QT yang memanjang telah dikaitkan dengan kematian dalam beberapa penelitian observasional pada pasien dengan fungsi ventrikel kiri yang menurun, namun tidak pada kondisi yang lain. Hubungan antara interval QT dengan risiko kardiovaskular secara keseluruhan telah terbukti pada populasi besar. Elming dkk 1998 dan Okin dkk 2000 telah meneliti manfaat dispersi QT pada populasi di Denmark dan Indian Amerika. Penelitian tentang interval QT sebagai prediktor terhadap kematian jantung mendadak pada individu tanpa sindroma QT memanjang memperlihatkan hasil yang bervariasi, namun secara umum interval QT yang memanjang meningkatkan resiko terhadap kematian Spargias dkk, 1999; Choi dkk, 1999; Lazar dkk, 2008; Brooksby dkk, 1999. Variabilitas intra-observer dan inter-observer masih dapat diterima. Dispersi QT adalah perbedaan maksimal antara interval QT pada EKG, dipostulasikan sebagai cerminan pemulihan miokard dan dihubungkan dengan resiko terjadinya aritmia. Pada beberapa penelitian observasi, QT dispersi dinyatakan berkaitan dengan meningkatnya resiko kematian. Perubahan dinamis interval QT selama periode perekaman dianggap sebagai petanda ketidakstabilan repolarisasi yang berkaitan dengan kerentanan terjadinya aritmia Murray dkk, 1997; Malik dkk, 2000

II.7. Pengukuran Dispersi QT

Sampai saat ini terdapat dua macam metode pengukuran dispersi QT, yaitu secara otomatis dan manual. Namun telah diketahui sejak beberapa waktu lalu bahwa penentuan akhir gelombang T sulit dipercaya. Akan tetapi pengukuran otomatis yang tersedia tidak berhasil memperlihatkan superioritasnya terhadap metode manual. Sumber kesalahan yang utama bagi ke dua metode pengukuran tersebut adalah amplitudo Universitas Sumatera Utara gelombang T yang rendah serta bergabungnya gelombang T dengan gelombang U dan atau gelombang P. Morfologi gelombang T juga sangat mempengaruhi pengukuran QT interval. Terdapat beberapa algoritme dasar untuk menentukan secara otomatis akhir gelombang T. Metode “threshold” melokalisir akhir T sebagai penanda gelombang T atau bagian dari threshold di atas garis isolektrik yang biasanya mencerminkan sebagai bagian persentase amplitudo gelombang T. Jelaslah bahwa nilai interval QT bergantung kepada bentuk dari bagian gelombang T yang menurun. Amplitudo gelombang T mempengaruhi realibilitas pengukuran baik otomatis ataupun manual Malik dkk, 2000; Macfarlene dkk, 1998 Gambar 5. Tehnik pengukuran interval T secara otomatis Malik, 2000

II.8. Interval dan Dispersi Gelombang QT pada Hemodialisis

Universitas Sumatera Utara Seperti telah dijelaskan sebelumnya, banyak pasien HD meninggal akibat PKV. Meskipun pasien HD memiliki banyak variasi dari gangguan EKG, namun satu sesi HD itu sendiri akan mengakibatkan gangguan elektrofisiologi jantung. Aritmia sering didapati setelah permulaan HD dan sekurangnya 4-5 jam setelah proses ini berakhir. Terbentuknya aritmia ini tergantung beberapa faktor antara lain: tonus automatisasi dan abnormalitas struktur anatomi maupun metabolisme ventrikel. Hal inilah yang sangat berperan terhadap terbentuknya aritmia ventrikel Meier dkk, 2001 Gangguan elektrofisiologi ini utamanya berasal dari aritmia ventrikular khususnya ventrikular takikardi VT dan ventrikular fibrilasi VF yang diakibatkan beberapa mekanisme. Pengamatan yang dilakukan menduga kejadian kematian mendadak dari VF merupakan akibat dari pengaruh 2 faktor yaitu : adanya pencetus yang akan menginisiasi VT dan degenerasi VT menjadi VF. Triggered automaticity . Depolarisasi normal dari sel otot jantung melibatkan aliran masuk yang cepat dari ion positif natrium dan kalsium . Dilain pihak, repolarisasi sel miokardium terjadi ketika aliran keluar dari ion positif kalium melebihi penurunan aliran masuk ion natrium dan kalsium. Tergantung dari saluran mana yang mengalami malfungsi, sebagai hasilnya dapat terjadi aliran keluar dari ion kalium yang tidak adekuat atau aliran masuk natrium yang berlebihan. Kelebihan ion positif intrasel selanjutnya akan menunda repolarisasi ventrikel. Pemanjangan masa repolarisasi selanjutnya akan menunda pengnonaktifan saluran kalsium. Hasil dari lambatnya aliran masuk kalsium akan menyebabkan terbentuknya early afterdepolarisation AEDs. Beberapa bagian ventrikel khususnya bagian subendokardium yang dalam, akan menunjukkan pemanjangan repolarisasi dan AEDs. Hasil dari heterogenitas repolarisasi ini adalah terjadinya onset dari aritmia reentrant yang khusus. Kebanyakan AEDs berada dibawah ambang batas dan tidak menunjukkan efek klinis yang nyata. Akan tetapi dalam keadaan tertentu, amplitudo dari osilasi ini meningkat dan dapat mencapai ambang batas potensial, merangsang suatu aksi potensial yang spontan. Jika proses ini terus berlanjut akan menyebabkan takiaritmia yang menetap. Salah satu faktor yang dapat meningkatkan aliran masuk kalsium sehingga meningkatkan amplitudo AEDs adalah rangsangan sistem saraf simpatis. Schwartz dkk melaporkan, rangsangan dari ganglion stellate kiri menyebabkan memanjangnya durasi Universitas Sumatera Utara aksi potensial atau waktu depolarisasi, yang pada EKG bermanifestasi sebagai pemanjangan dari interval QT Meier dkk, 2001 Reentry . Merupakan mekanisme yang berperan terhadap terjadinya VT secara klinis, termasuk VT dan VF yang berhubungan dengan penyakit jantung iskemik. Takiaritmia ventrikel merupakan penyebab utama kematian mendadak pada penyakit jantung iskemik. Studi dari Chung dkk, melakukan pemetaan kardiak intraoperatif dan menganalisa urutan lokasi miokard yang menginisiasi terjadi VT sustained maupun non- sustained . Hal yang menentukan jenis VT ini adalah lokasi dimana terjadi aktifitas tercepat selama inisiasi dan pemeliharaan. VT sustained biasanya menginisiasi satu tempat dan berpindah ke tempat inisiasi lain pada denyut selanjutnya. VT nonsustained menginisiasi dan menjaga tempat berlawanan dengan sustained VT. Reentry tergantung dari terbentuknya keterlambatan konduksi. Studi terbaru menemukan adanya perubahan histomorfologi miokardium berupa fibrosis interstisial pada penderita uremia dan HD kronis yang berperan untuk terjadinya aritmia ventrikel. Propagasi ireguler dan fragmentasi dari tenaga elektromotif pada perbatasan daerah yang masih baik dan yang telah mengalami parut dinyatakan bertanggungjawab untuk terjadinya VT sustained akibat reentry . Studi histomorfologis pada jantung pasien uremia dan HD kronis menunjukkan adanya fibrosis intermiokardium, yang dapat mengakibatkan ketidakstabilan rangsangan listrik dan mencetuskan terjadinya reentry. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, ada bukti epidemiologi yang menyatakan bahwa terjadinya aritmia ventrikel yang signifikan, khususnya dengan adanya penyakit jantung yang mendasarinya, akan meningkatkan pasien HD dalam kerentanan yang tinggi untuk terjadinya aritmia yang fatal. Penelitian oleh Kimura dkk, menemukan bahwa insiden Premature ventricular contraction PVC secara signifikan meningkat selama HD dan 4 jam setelahnya dbandingkan sebelum HD p 0.05. Non-sustained VT juga sering muncul selama HD. Interval dan dispersi QT yang memanjang telah dikenal sebagai cerminan ketidakseragaman recovery dari rangsangan ventrikel. Interval QT, dispersi QT, QT terkoreksi QTc, dispersi QT terkoreksi QTcd lebih panjang pada pasien kronik HD dibandingkan kontrol, dan meningkat setelah HD seperti pada pasien tanpa uremia setelah infark miokardium. Selama HD ion kalium dan fosfat turun serta kalsium naik secara signifikan dengan p 0.001 Meier dkk, 2001 Universitas Sumatera Utara Dalam beberapa penelitian, pelebaran dari dispersi QT merupakan faktor resiko untuk aritmia pada penderita setelah infark miokardium, gagal jantung, penyakit pembuluh darah perifer dan aritmia akibat obat-obatan. Penelitian tersebut juga menunjukkan pelebaran dispersi QT dapat membaik setelah pemberian enalapril, dan pemberian trombolitik pada kasus infark akut. Dispersi QT juga dapat memprediksi kematian pada populasi umum. Pada pasien PGK dengan HD hal ini dipengaruhi oleh perpindahan kalium selama dialisis. Dispersi QT secara signifikan akan memanjang pada pasien yang mendapat terapi HD pada awal dan akan memanjang setelah HD. Pada suatu studi pada 34 pasien nondiabetes dengan HD yang memakai kalium standard 2.0 mEq, dispersi QT meningkat dari 56 ± 15 menjadi 85± 12 ms p0.001. Pada studi lain, QT dispersi terkoreksi meningkat selama dialisis yang memakai kalium pada dialisat sebesar 2 mEqL, namun tidak berubah jika dialisat tersebut disesuaikan sehingga kalium serum tidak berubah konsentrasinya Bleyer, 2008 Mekanisme pemanjangan dispersi QT pada kronik HD adalah multifaktor. Terjadinya aritmogenesis tergantung tonus autonom, struktur dan metabolisme ventrikel yang abnormal, perbedaan tekanan dinding ventrikel regional dan hipertrofi miosit Meier dkk, 2001 Universitas Sumatera Utara

II.9. Kerangka Teori