Hemodialisis dan Kardiovaskular PENDAHULUAN

dapat berpindah dari kompartemen darah ke kompartemen cairan dialisat dengan cara menaikkan tekanan hidrostatik negatif pada kompartemen cairan dialisat. Perpindahan air ini disebut ultrafiltrasi. Besar pori pada selaput akan menentukan besar molekul zat terlarut yang berpindah. Senyawa dengan berat molekul lebih besar akan berdifusi lebih lambat dibanding dengan yang berat molekulnya lebih rendah. Kecepatan perpindahan zat terlarut makin tinggi bila 1 perbedaan konsentrasi di kedua kompartemen makin besar, 2 diberi tekanan hidrostatik di kompartemen darah, dan 3 bila tekanan osmotik di kompartemen cairan dialisis lebih tinggi. Cairan dialisis ini mengalir berlawanan arah dengan darah untuk meningkatkan efisiensi. Perpindahan zat terlarut pada awalnya berlangsung cepat tetapi kemudian melambat sampai konsentrasinya sama di kedua kompartemen Sukandar, 2006 ; Roesli, 2008 Gambar 3. Prinsip dasar hemodialisis Sherman dkk, 2006

II.5. Hemodialisis dan Kardiovaskular

Hemodialisis HD merupakan terapi pengganti ginjal pilihan bagi penderita GGTA. Namun prosesnya mempunyai efek tehadap kejadian kardiovaskular. Prosedur ini tidak seperti prosedur lain, yang mana HD akan terus diulang dan diulang lagi. Stimulus yang sering dan berulang ini sekurangnya tiga kali seminggu akan menempatkan pasien Universitas Sumatera Utara pada resiko yang tinggi secara berkelanjutan. Hemodialisis menyebabkan “stress cardiac ” dalam usaha menggantikan fungsi ginjal yang seharusnya 168 jam dalam seminggu menjadi 12 jam. Selama berlangsungnya proses HD ini akan disertai dengan perubahan yang besar dari elektrolit, tekanan osmotik dan cairan Kanbay dkk, 2010; Bleyer dkk, 2008. Meskipun tehnik HD telah mengalami kemajuan, kematian akibat kardiovaskular merupakan penyebab kematian terbesar pada pasien dengan kronik HD. Hampir separuh kematian pada regular HD adalah akibat infark miokardium dan henti jantung. Pada kenyataannya diantara pasien kronik regular HD dijumpainya diabetes, anemia, hipertiroid dan hipertensi menyebabkan kelainan struktural jantung. Selanjutnya kelebihan cairan , abnormalitas metabolisme tubuh seperti asidosis metabolik , gangguan kalium dan magnesium akan mengakibatkan meningkatnya resiko aritmia ventrikel dan kematian mendadak secara signifikan Santoro dkk, 2008. Aritmia dapat terjadi akibat dari perubahan yang cepat dari elektrolit intraselular maupun ekstraselular selama sesi HD. Pada jantung akan mengakibatkan suatu keadaan iskemia maupun fibrosis miokard. Pada pasien GGTA dengan HD reguler sering dijumpai gangguan keseimbangan elektrolit seperti kalsium, kalium dan magnesium. Ketidakseimbangan ini mempengaruhi potensial membran sel otot jantung pada saat istirahat, sehingga menyebabkan perubahan pada interval QT. Peningkatan interval QT dapat menyebabkan kejadian aritmia dan kematian pada keadaan ini. Dispersi QT merupakan pengukuran non-invasif bermanfaat untuk menilai inhomogenitas repolarisasi miokard dan predisposisi terjadinya aritmia Covic dkk, 2002; Ijoma dkk Penyakit kardiovaskular termasuk kematian mendadak, infark miokardium, henti jantung dan aritmia yang mengancam dan penyebab kardiak lain merupakan penyebab kematian utama sekitar 43 dari semua kematian pada pasien dengan dialisis baik HD maupun peritoneal dialisis Kanbay dkk, 2010; Henry dkk, 2002 . Pada HD reguler angka kematian akibat henti jantung melebihi akibat angka kematian akibat sepsis, infeksi paru maupun keganasan dan stroke. Menurut data USRDS penyebab kematian paling banyak adalah aritmia. Sudah sejak lama diketahui bahwa kematian mendadak KM merupakan penyebab kematian utama pada pasien dialisis khususnya dengan diabetes, dan KM telah diidentifikasi sebagai salah satu penyebab kematian utama dalam Universitas Sumatera Utara dua penelitian berskala nasional di Amerika Serikat yang memakai sampel pasien HD. Henti jantung yang merupakan penyebab kematian mendadak pada pasien HD, ditandai dengan kematian jangka pendek yang ekstrem tinggi. Penelitian oleh Karnik dkk, 2001, dengan 400 pasien HD menyatakan bahwa angka kematian 48 jam pertama akibat henti jantung sebesar 60 . Penelitian oleh Kanbay dkk, 2010, menggambarkan secara skematis penyebab kematian mendadak pada pasien HD Gambar 4. Beberapa mekanisme yang dianggap bertanggungjawab terhadap morbiditas dan mortalitas pada hemodialis adalah sbb: a. Hipertrofi ventrikel kiri dan gagal jantung Hipertrofi ventrikel kiri HVK sering dijumpai pada pasien HD baik tipe konsentrik maupun eksentrik. Beberapa penelitian menunjukkan HVK adalah indikator bebas yang kuat dalam hal mortalitas dan juga faktor yang menentukan untuk terjadi aritmia pada pasien HD. Selanjutnya beberapa studi menunjukkan gagal jantung dan disfungsi sistolik sering dijumpai pada pasien HD dan hal ini akan memperburuk prognosis. Dalam satu studi, usia tua dan disfungsi ventrikel kiri merupakan indikator bebas dalam terbentuknya aritmia pada pasien HD Rempiss dkk, 2008; Parfrey dkk, 1999. b. Adanya fibrosis pada interstisial miokardium dan microvessel disease Telah diketahui bahwa fibrosis dapat mengakibatkan terjadinya aritmia. Jika jaringan fibrosis dengan tahanan listrik tinggi berada diantara miosit akan mengakibatkan hambatan lokal dalam penyebaran aksi potensial yang memudahkan terjadinya aritmia reentry atrial dan ventrikular Chen dkk, 2006. Kelainan stuktur jantung yang lain pada keadaan uremia adalah penyakit microvessel dan defisit kapiler capillary myocyte mismatch . Hal ini terjadi akibat pertumbuhan kapiler yang tidak adekuat sebagai respon terhadap hipertrofi jantung. Hal ini akan mengakibatkan kebutuhan oksigen meningkat sehingga terjadi relatif iskemia, yang merupakan faktor resiko terjadinya aritmia khususnya selama proses HD. Sehingga dikatakan PJK sering dijumpai pada GGTA dengan atau tanpa gejala infark sebelumnya yang merupakan pencetus terjadinya kematian mendadak Ritz dkk, 2008. c. Perpindahan elektrolit yang cepat dan hipervolemia Kematian dan morbiditas pada pasien HD sering terjadi beberapa jam setelah HD dimulai dan sebelum HD hari berikutnya dimulai. Kematian mendadak sering juga terjadi setelah periode interdialisis yang panjang. Hal ini secara tidak langsung menyatakan pergeseran elektrolit yang cepat dan kelebihan volume dapat memicu kematian mendadak Bleyer dkk, 2008. d. Dispersi gelombang QT Universitas Sumatera Utara Dispersi QT telah dikenal sebagai parameter noninvasif yang dapat memprediksi meningkatnya resiko terjadinya aritmia yang mengancam. Pasien HD mempunyai dispersi dan interval QT yang memanjang. Satu siklus HD lebih lanjut dapat meningkatkan dispersi QT baik pada dewasa maupun anak. Pasien HD dengan QT dispersi 74 ms mempunyai risiko tinggi untuk aritmia ventrikular yang mengancam dan kematian mendadak Beaubien dkk, 2002. Penelitian terbaru menduga acquired long QT syndrome merupakan salah satu pencetus KM. Hal ini akibat penurunan saluran ion K+ menurunkan cadangan repolarisasi dan meningkatnya sensitifitas ion K+ yang tersisa untuk inhibisi Gussak dkk, 2007. Genovasi dkk 2008, meneliti mengenai efek perbedaan kombinasi dari konsentrasi kalium dan kalsium terhadap QT interval pada pasien HD. Ditemukan bahwa kombinasi dari konsentrasi kalium dan kalsium yang rendah pada dialisat berhubungan dengan nilai QT yang semakin panjang selama dan segera setelah satu sesi HD, sedangkan konsentrasi kalium dan kalsium yang tinggi akan ditemukan nilai QT interval yang memendek selama kondisi ini. Juga ada variasi genetik dari sindroma long QT . Sesi HD dapat mencetuskan KM pada pasien dengan variasi genetik long QT yang tidak dikenal. Pasien ini ditandai dengan disfungsi saluran ion yang dikenal sebagai channelopathy . e. Hiperaktifitas dari simpatis Pada studi sebelumnya telah dikatakan aktifitas simpatis yang berlebih merupakan indikator risiko kardiovaskular. Konsentrasi norepinefrin plasma merupakan prediktor kematian dan kejadian kardiovaskular pada HD tanpa gagal jantung. Sistem saraf simpatis bekerja melalui reseptor β1 dan β2 yang meningkatkan denyut jantung yang bukan saja dapat memperburuk kebutuhan dan suplai oksigen tetapi juga merangsang hipertrofi kardiak dan fibrosis yang merupakan faktor resiko untuk kematian mendadak. f. Hipertensi Hipertensi merupakan penyebab aritmia pada sindroma uremia. De Lima dkk 1999, menemukan penyakit jantung koroner PJK dan hipertensi merupakan penentu dalam terjadinya aritmia ventrikular pada pasien GGTA. Studi lain menyatakan bahwa hipertensi bersama dengan diabetes dan usia merupakan prediktor aritmia pada pasien uremia. Hipertensi mengakibatkan mekanikal stress dan memprovokasi iskemia, khususnya pada pasien dengan HVK atau fibrosis. g. Mekanisme Renin Angiotensin Aldosteron Sistem Universitas Sumatera Utara Pada percobaan dengan hewan, pengeluaran yang berlebihan dari angiotensin II berhubungan dengan kematian. Pada manusia hal ini masih menjadi perdebatan. h. Penumpukan kalsium dan fosfat Penumpukan kalsium dan fosfat pada ruang interstitial dan pada dinding arteri intra miokard mungkin merupakan salah satu mekanisme terjadinya PKV pada pasien HD. Juga dihipotesiskan bahwa hiperfosfatemia mempengaruhi intracellular handling dari kalsium dan mempengaruhi stabilitas elektrik. Kalsium-fosfat mempercepat terbentuknya faktor yang menyebabkan kondisi abnormal dan terbentuknya late potential pada PGK. i. Keadaan inflamasi Dengan begitu tingginya angka mortalitas akibat PKV pada pasien HD, beberapa penelitian mencoba mencari hubungannya dengan inflamasi. Dalam suatu studi besar dengan 1041 pasien HD, menunjukkan bahwa mortalitas berhubungan dengan inflamasi . Hubungan ini bersifat langsung dan terlepas dari faktor resiko tradisional kardiovaskular. Inflamasi dapat merangsang KM melalui ateroskerosis atau efek langsung pada miokard dan sistem konduksi listrik Parekh dkk, 2008. j. Faktor lain seperti: anemia, dislipidemia, hiperhomosistein, disfungsi endotel, penurunan cadangan perfusi, berkurangnya toleransi terhadap iskemia dan gangguan keseimbangan asam basa dicurigai sebagai faktor risiko lain dan berperan terhadap meningkatnya kerentanan paasien HD terhadap kematian mendadak Herzog dkk, 2008. Gambar 4. Faktor penyebab kematian pada pasien hemodialisis Kanbay dkk, 2010

II.6. Interval dan Dispersi Gelombang QT