Analisis Hukum Terhadap Perjanjian Pengadaan Barang dan Jasa Antara Dinas Pendidikan Kabupaten Humbang Hasundutan Dengan CV. Hope Doloksanggul

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abdulhay Marhainis, 1984. Hulaim Perdata Materia, Pradnya Paramita. Jakarta. 45/35

Amiruddin, 2010. Korupsi Dalam Pengadaan Barang dan Jasa, Genta Publishing. Yogyakarta. 3/1

Amiruddin dan H.Zainal Asikin, 2006. Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada. Jakarta. 10/8

Analisa Yahanan, et.al.,2009. Perjanjian Jual Beli Berklausula Perlindungan Hukum Paten, Tunggal Mandiri Publishing. Malang. 6/3

Badrulzaman, Mariam Daruz, 1994. Hukum Perdata tentang Perikatan, Fakultas Hukum USU. Medan. 42/33

Djumaialdji, 1996. Hukum Bangunan Dasar-Dasar Hukum dalam Proyek dan Sumber Daya Manusia, Rineka Cipta. Jakarta. 1/1

Gunawan Widjaya & Kartini Muljadi, 2002. Hapusnya Perikatan, Raja Grafindo Persada. Jakarta. 52/38

Herroko, Agus Yudha, 2010. Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersil, Kencana Prenada Media Group. Jakarta. 12/14

---, 2008. Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersil, Laksbang Mediatama. Yogyakarta. 88/88

Kamaroesid, Herry, 2009. Tata Cara Penyusunan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Mitra Wacana Media. Jakarta. 86/82

Meliala, A. Qirom Syamsuddin, 1985. Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, Liberty. Yogyakarta. 11/4

Miru, Ahmadi, 2013. Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Rajawali Pers. Jakarta. 16/14

Muhammad, Abdul Kadir, 1990. Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti. Bandung. 22/18


(2)

115

Purwosusilo, H, 2014. Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa, Prenada Media Group. Jakarta. 63/46

H.S Salim, 2010. Hukum Kontrak, Cetakan Ketujuh, Sinar Grafika. Jakarta. 31/26 ---, 2005. Perkembangan Hukum Kontrak Innominal di Indonesia, Sinar

Grafika. Jakarta. 20/16

Santoso, Lukman, 2012. Hukum Perjanjian Kontrak, Cakrawala. Yogyakarta. 21/16

Satrio, J, 1993. Hak-Hak Jaminan Kebendaan, Citra Aditya. Bandung. 25/23 ---, 1992. Bunga Rampai Ilmu Hukum, Alumni. Bandung. 24/22

Setiawan, R, 1987. Hukum Perikatan-Perikatan Pada Umumnya, Bina Cipta. Bandung. 14/14

Simamora, Yohannes Sogar, 2013. Hukum Kontrak-Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah di Indonesia, Laksbang Justitia. Surabaya. 62/46 Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen, 2003. Hukum Jaminan di Indonesia,

Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty Offset. Yogyakarta. 15/14

Subekti, R dan Tjitrosudibio, 2006. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita. Jakarta. 61/44

Subekti, R, 2001. Hukum Perjanjian, Cetakan 19, Intermasa. Jakarta. 17/15 ---, 2001. Hukum Pembuktian, Pradnya Paramita. Jakarta. 40/30 ---, 1992. Bunga Rampai Ilmu Hukum, Alumni. Bandung. 24/22 ---, 1966. Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa. Jakarta. 39/30

Suhardana, FX, 2009. Contract Drafting : Kerangka Dasar dan Teknik Penyusunan Kontrak Penyusunan Kontrak, Penerbit Universitas Admajaya, Yogyakarta. 19/15

Sutedi, Aldrian, 2008. Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa dan Berbagai Permasalahannya, Sinar Grafika Offset. Jakarta. 57/40

Toar, Agnes. M, 1995. Uraian Singkat tentang Arbitrase Dagang di Indonesia, Seri Dasar Hukum Ekonomi, Ghalia Indonesia. Bogor. 95/114


(3)

116

Widjaya, I. G. Rai, 2008. Merancang Suatu Kontrak, Contract Drafting Teori dan Praktik, Kesaint Blanc. Jakarta. 34/27

Wijaya, Baron dan Dyah, Sarimaya, Kitab Terlengkap Surat Perjanjian (Kontrak) Termasuk Surat Resmi dan Memo Internal, Laskar Aksara. Cipayung-Jakarta Timur. 26/23

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;

Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksanaan, Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara;.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Kontruksi;

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah;

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN;

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;

Undang No. 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Perpres No. 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres No. 54 Tahun

2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Perpres No. 4 tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Atas Perpres NO. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

C. Artikel

Sanjaya, Denny. 2013. Analisis Yuridis Pengadaan Barang/Jasa Yang Dilakukan Dinas Pendidikan Kota Tanjungbalai Ditinjau Dari Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Jurnal Hukum Ekonomi. Jakarta: Vol. I Nomor 2.


(4)

117

D. Internet

2016)

Santoso, Muji. 2012. Cara Mudah Memahami Pengadaan Barang dan

Jasa.


(5)

BAB III

TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN PENGADAAN BARANG DAN JASA MENURUT PERPRES NO. 4 TAHUN 2015

A. Pengertian Pengadaan Barang dan Jasa

Istilah pengadaan barang dan jasa diartikan secara luas, mencakup penjelasan dari tahap persiapan, penentuan dan pelaksanaan atau administrasi tender untuk pengadaan barang, lingkup pekerjaan atau jasa lainnya. Pengadaan barang dan jasa juga tak hanya sebatas pada pemilihan rekanan proyek dengan bagian pembelian (purchasing) atau perjanjian resmi kedua belah pihak saja, tetapi mencakup seluruh proses sejak awal perencanaan, persiapan, perijinan, penentuan pemenang tender hingga tahap pelaksanaan dan proses administrasi dalam pengadaan barang, pekerjaan atau jasa seperti jasa konsultasi teknis, jasa konsultasi keuangan, jasa konsultasi hukum atau jasa lainnya.

Pengadaan barang dan jasa pada hakikatnya adalah upaya pihak pengguna untuk mendapatkan atau mewujudkan barang dan jasa yang diinginkannya, dengan menggunakan metoda dan proses tertentu agar dicapai kesepakatan harga, waktu, dan kesepakatan lainnya. Agar hakekat atau esensi pengadaan barang dan jasa tersebut dapat dilaksanakan sebaik-baiknya, maka kedua belak pihak yaitu pihak pengguna dan penyedia haruslah selalu berpatokan pada filosofi pengadaan barang dan jasa, tunduk kepada etika dan norma pengadaan barang dan jasa yang berlaku, mengikuti prinsip-prinsip, metoda dan proses pengadaan barang dan jasa yang baku.57

57

Adrian Sutedi, Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa dan Berbagai Permasalahannya. (Jakarta. Sinar Grafika Offset. 2008) hal.3.


(6)

42

Pengadaan barang dan jasa memiliki kontribusi yang besar bagi perekonomian negara. Dalam rangka kebijakan fiskal, pengadaan barang dan jasa bertujuan untuk menggerakkan perekonomian dengan menumbuhkan lapangan kerja, meningkatkan daya saing, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pengadaan barang dan jasa yang pembiayaannya baik sebagian atau seluruhnya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBN/APBD) merupakan pengadaan barang jasa di lingkungan pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan barang jasa publik. Penyelenggaraan pengadaan barang dan jasa yang tidak sehat berdampak pada kerugian yang akan ditanggung masyarakat, termasuk rendahnya kualitas pelayanan yang diterima dari pemerintah.

Menurut Denny Sanjaya: “Pengadaan barang/jasa atau procurement dapat diartikan sebagai penjelasan dari tahap persiapan, penentuan dan pelaksanaan atau administrasi tender untuk pengadaan barang, lingkup pekerjaan atau jasa lainnya”58

Menurut Muji Santoso: “Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah adalah kegiatan pengadaan barang dan jasa yang dibiayai dengan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja negara (APBN) dan atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik yang dilaksanakan secara swakelola maupun oleh penyedia barang dan jasa”.59

58

Sanjaya, Denny. Analisis Yuridis Pengadaan Barang/Jasa Yang Dilakukan Dinas Pendidikan Kota Tanjungbalai Ditinjau Dari Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Jurnal Hukum Ekonomi. Jakarta: Vol. I Nomor 2, 2013. hal.6

59

Santoso, Muji. (2012). Cara Mudah Memahami Pengadaan Barang dan Jasa. Ujiosa Bloksport.com diakses tanggal 1 Maret 2016.


(7)

43

Dari defenisi tersebut diatas penulis dapat menarik suatu kesimpulan bahwa pengadaan barang dan jasa merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh Barang dan Jasa oleh Kementerian, Lembaga, Satuan Kerja Perangkat Daerah, Institusi lainnya yang prosesnya dimula dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang dan Jasa. Menurut pengertian tersebut ada 2 (dua) unsur penting yang terlibat dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa pemerintah, baik perorangan maupun lembaga, yaitu: pengguna anggaran dan penyedia barang/jasa.

Hukum Perdata dapat didefinisikan sebagai hukum yang mengatur hubungan antara subjek hukum dengan subjek hukum lainnya di bidang keperdataan. Keperdataan dimaksudkan adalah lalu lintas hukum yang berhubungan antara individu dengan individu lain, seperti hubungan hukum dengan keluarga, perjanjian antara subjek hukum, termasuk hubungan hukum di bidang pewarisan.60

Terkait dengan pengadaan barang/jasa, hukum perdata mengatur hubungan hukum antara Pengguna dan Penyedia Barang/Jasa sejak penandatangan kontrak sampai berakhir/selesainya kontrak sesuai dengan isi kontrak. Hubungan hukum antara pengguna dan penyedia terjadi pada proses penandatanganan kontrak pengadaan barang/jasa sampai proses selesainya kontrak merupakan hubungan hukum perdata khususnya hubungan kontraktual/perjanjian. Dalam proses pengadaan barang/jasa, berdasarkan pelimpahan kewenangan diwakili oleh pejabat-pejabat pengadaan, yaitu: (1) PA/KPA, (2) Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), (3) Kelompok Kerja Unit


(8)

44

Layanan Pengadaan/Pejabat Pengadaan (PPK/PP), dan Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPPHP). Sedangkan Penyedia Barang/Jasa bisa orang perorangan atau badan hukum (privat). Para Pejabat Pengadaan dalam melakukan hubungan hukum di bidang perjanjian bertindak secara individual/pribadi. Artinya, apabila terdapat kerugian negara maka mengganti kerugian negara tersebut secara pribadi, sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharan (selanjutnya disebut UU No. 1 Tahun 2004), Pasal 18 ayat (3) yang berbunyi “Pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBN/APBD bertanggung jawab atas kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti dimaksud”. Berdasarkan Perpres No. 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Pasal 55 ayat (1) bahwa tanda bukti perjanjian terdiri atas (a) bukti pembelian, (2) kuitansi, (3) Surat Perintah Kerja (SPK), dan (5) surat perjanjian. Perjanjian dalam pengadaan barang/jasa adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak lain dengan menerima suatu harga tertentu. Perjanjian merupakan dasar pelaksanaan kegiatan. Perjanjian menurut R. Subekti adalah “suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada orang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melakukan sesuatu hal”. . Setiap orang atau badan hukum dapat mengadakan perjanjian, asalkan memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam KUH Perdata. Syarat-syarat yang ditetapkan dalam KUH Perdata tercantum dalam Pasal 1320 sebagai berikut.61

61

Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta:Pradnya Paramita,2006), hal. 291.


(9)

45

1. Kata sepakat antara mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian

3. Suatu hal tertentu; dan 4. suatu sebab yang halal.

Jadi untuk sahnya suatu perjanjian haruslah memenuhi syarat-syarat seperti yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata dimaksud. Selanjutnya berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata, bahwa setiap orang bebas mengadakan perjanjian asal memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Oleh karena itu, perjanjian mempunyai “sistem terbuka”. Dengan demikian, perjanjian dapat dilakukan oleh setiap subjek hukum antara lain perjanjian jual beli, perjanjian sewa-menyewa, pinjam-meminjam, tukar menukar, perjanjian kerja pemborongan dan sebagainya. Berkaitan dengan pengadaan barang/jasa pemerintah, bentuk perjanjiannya berupa kontrak pengadaan barang/jasa yaitu dalam bentuk perjanjian tertulis antara PPK dengan Penyedia Barang/Jasa atau pelaksana swakelola. Dalam hukum perjanjian hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian bersifat timbal balik, di mana hak pada satu pihak merupakan kewajiban pihak lain, begitu pula sebaliknya. Hak dan kewajiban para pihak merupakan hak-hak yang dimiliki serta kewajiban yang harus dilaksanakan baik oleh pengguna barang/jasa maupun penyedia barang/jasa dalam melaksanakan kontrak. Dalam perjanjian pemborongan, hak dan kewajiban para pihak adalah pengguna barang/jasa. Pengguna barang/jasa menerima hasil pekerjaan melalui PPK, yang sebelumnya dilakukan oleh Panitia /Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPPHP) sesuai dengan isi perjanjian. Sedangkan kewajiban PA/KPA adalah


(10)

46

membayar harga dari pekerjaan yang telah dilaksanakan. Selanjutnya Hak pihak pemborong/penyedia adalah menerima pembayaran sesuai dengan harga kontrak dari pihak yang memborongkan pekerjaan (pengguna). Sedangkan kewajiban penyedia adalah menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan isi kontrak.Hak dan kewajiban para pihak di atas biasa disebut sebagai hak dan kewajiban yang utama/pokok dari para pihak, sementara hak dan kewajiban tambahan diatur secara khusus dalam kontrak/perjanjian.

Perjanjian/Kontrak pengadaan barang dan jasa pemerintah bersifat multi aspek dan mempunyai karakter khusus bila dibandingkan dengan kontrak komersial atau kontrak privat pada umumnya. Pertama, hubungan hukum yang terbentuk antara pemerintah dan penyedia barang dan jasa disamping hubungan kontraktual sekaligus berdimensi hukum privat dan hukum public. Kedua, bebas dalam mengatur hubungan hukum dan hubungan kontraktual bersifat mengacu pada regulasi tersendiri tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah.62 Ketiga, keabsahan dokumen kontrak ditentukan oleh persyaratan pelelangan dan isi kontrak serta terpenuhinya syarat kewenangan bagi para pejabat dalam membuat dan menandatangani kontrak selaku wakil organisasi atau pemerintah. Keempat, prosedur pengadaan, prinsip dan norma dalam kontrak privat berlaku secara berdampingan dalam kontrak pengadaan pemerintah. Kelima, mekanisme pengelolaan keuangan Negara untuk pembayaran prestasi mengacu kepada aturan tentang pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).63

62

Yohannes Sogar Simamora, Hukum Kontrak: Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah di Indonesia. (Surabaya. Laksbang Justitia. 2013) hal.3.

63

H. Purwosusilo, Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa. (Jakarta. Prenadamedia Group. 2014) hal.3.


(11)

47

Keenam, perlu perhatian terhadap kepentingan umum sebagai bagian dari strategi pembangunan ekonomi. Guna mendorong laju pertumbuhan industri dalam negeri agar terpenuhi kewajiban dalam penyediaan fasilitas umum (public utility) demi penyelenggaraan pembangunan nasional. Ketujuh, instrument hukum mengatur kontrak pengadaan barang/jasa dibuat dan ditetapkan oleh pemerintah selaku pihak yang terlibat dalam kontrak.64

B. Pengaturan Mengenai Perjanjian Pengadaan Barang dan Jasa

Peraturan hukum terkait dengan pengadaan barang/jasa pemerintah antara lain:

1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; 2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; 3. Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksanaan, Pengelolaan

dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara;.

4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Kontruksi;

5. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah;

6. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN;

7. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;

8. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata


(12)

48

9. Undang-Undang No. 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

10. Perpres No. 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

11. Perpres No. 4 tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Atas Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa (selanjutnya disebut UU No. 54 Tahun 2010) telah beberapa kali diubaah dengan Peraturan Presiden, dengan revisi yang pertama dilakukan tanggal 30 Juni 2011 yang dituangkan dalam bentuk Perpres No. 35 Tahun 2011. Alasan revisi yang pertama yaitu dianggap perlunya konsultan hukum untuk mendampingi instansi pmerintah dalam menghadapi tuntutan dari pihak ketiga. Isi revisi yang pertama adalah memasukkan jasa konsultasi di bidang hukum (meliputi konsultan hukum/advokat atau arbiter) dalam kriteria jenis pekerjaan/jasa yang boleh dilakukan dengan cara penunjukan langsung.

Revisi yang kedua dituangkan dalam Perpres No. 70 Tahun 2012 yang mengandung maksud melakukan perubahan yang menyeluruh terhadap sistem pengadaan barang/jasa yaitu dengan membuat sistem pengadaan yang lebih sederhana dan mudah dilakukan.

Revisi yang ketiga dituangkan dalam Perpres No. 172 tahun 2014 yang menimbang bahwa perlunya dilakukan percepatan penyediaan benih dan pupuk kepada petani melalui upaya khusus bantuan langsung benih unggul dan pupuk


(13)

49

untuk mencapai swasembada pangan serta mengantisipasi perubahan iklim yang berdampak pada berubahnya musim tanam. Tepat 1 Desember 2014, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 172 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Diharapkan perubahan yang cukup besar dan mendalam, khususnya terhadap beberapa Pasal-Pasal yang masih multitafsir serta perluasan terhadap ketentuan pengadaan secara elektronik. Namun hal ini rupanya masih belum termuat pada Perubahan Ketiga Perpres Nomor 54 Tahun 2010 ini. Perubahan hanya terdapat pada 1 (satu) ayat saja, yang merupakan penambahan kriteria untuk penunjukan langsung. Penambahan ini berupa sisipan satu huruf, yaitu Huruf d.1. pada Pasal 38 ayat (5), yaitu kalimat “Pekerjaan Pengadaan dan penyaluran benih unggul yang meliputi benih padi, jagung, dan kedelai, serta pupuk yang meliputi Urea, Nitrogen Phosfat Kalium (NPK), dan Zwavelzune Ammoniak (ZA) kepada petani dalam rangka menjamin ketersediaan benih dan pupuk secara tepat dan cepat untuk pelaksanaan peningkatan ketahanan pangan.”65

Revisi yang terakhir dituangkan dalam Perpres No. 4 Tahun 2015 dilakukan untuk mempercepat proses pelaksanaan belanja Negara guna mempercepat pelaksanaan pembangunan yaitu diperlukan inovasi terhadap pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dilakukan dengan pemanfaatan teknologi informasi, maka untuk pelaksanaan kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah di Indonesia diatur melalui Peraturan Presiden, yang secara teknis

65


(14)

50

diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Pasal 1 angka 1 Perpres No. 4 Tahun 2015 menyebutkan bahwa pengadaan barang/jasa pemerintah yang selanjutnya disebut pengadaan barang/jasa adalah kegiatan untuk memperoleh barang/jasa oleh Kementrian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi yang perosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang/jasa.

Perubahan yang terdapat dalam Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 yaitu perubahan sebanyak 19 Pasal yang terkait dengan proses dan pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. Perubahan tersebut adalah sebagai berikut:66

Perubahan Pasal

Perpres No. 54 Tahun 2010, 35 Tahun 2011, 70 Tahun 2012, 172

Tahun 2014

Perpres No. 4 Tahun 2015

Bab I, Ketentuan Umum Pasal I …

4.Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah uang selanjutnya disebut LKPP adalah lembaga Pemerintah yang bertugas mengembangkan dan merumuskan kebijakan Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan

Barang/Jasa Pemerintah. 9.Pejabat Pengadaan adalah personil yang ditunjuk untuk melaksanakan Pengadaan Langsung.

4.Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut LKPP adalah

Lembaga Pemerintah yang bertugas mengembangkan dan meumuskan kebijakan Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 157 Tahun 2014 tentang Oerubahan atas Peraturan Presiden

66


(15)

51

Nomor 106 Tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

9.Pejabat Pengadaan adalah personil yang ditunjuk untuk melaksanakan Pengadaan Langsung, Penunjukan Langsung, dan E-Purchasing. Bab III, Para Pihak Dalam Pengadaan Barang dan Jasa

Pasal 17 …

(1a) Persyaratan Sertifikasi Keahlian Pengadaan Barang/Jasa pada ayat (1) huruf e dapat dikecualikan untuk Kepala ULP.

(2) Tugas pokok dan

Kewenangan Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan meliputi:

h. khusus Pejabat Pengadaan: 1) menetapkan Penyedia Barang/Jasa untuk:

a) Pengadaan Langsung untuk paket Pengadaan

Barang/Pekerjaan

Konstruksi/Jasa lainnya yang bernilai paling tinggi Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); dan/atau

b) Pengadaan Langsung untuk paket Pengadaan Jasa

Konsultasi yang bernilai paling tinggi Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);

(1a) Persyaratan Sertifikasi Keahlian Pengadaan Barang/Jasa pada ayat (1) huruf e dapat dikecualikan untuk Kepala ULP.

(penjelasan : Ayat (1a) Pengecualian sebagaimana dimaksud dalam ayat ini hanya berlaku dalam hal Kepala ULP tidak merangkap anggota Kelompok Kerja

ULP/Pejabat Pengadaan) …

(2) Tugas pokok dan kewenangan Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan meliputi : h. khusus Pejabat Pengadaan:

1) menetapkan Penyedia Barang/Jasa untuk:

a) Pengadaan Langsung atau Penunjukan Langsung untuk paket Pengadaan

Barang/Pekerjaan Konsultasi/Jasa lainnya yang bernilai paling tinggi Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); dan/atau b) Pengadaan Langsungatau Penunjukan Langsung untuk


(16)

52

paket Pengadaan Jasa Konsultasi yang bernilai paling tinggi Rp.

50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);

Pasal 19 (1)Penyedia Barang/Jasa dalam pelaksanaan Pengadaan

Barang/Jasa wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: …

1.sebagai wajib pajak sudah memiliki Nomor Wajib Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah memenuhi kewajiban

perpajakan tahun terakhir (PPTK Tahunan) serta

memiliki laporan bulanan PPh Pasal 21, PPh Pasal 23 (bila ada tranksaksi), PPh Pasal 25/Pasal 29 dan PPN (bagi Pengusaha Kena Pajak) paling kurang 3 (tiga) bulan terakhir dalam tahun berjalan;

(2a)tidak ada

(1)Penyedia Barang/Jasa dalam pelakasanaan Pengadaan Barang/Jasa wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1.memiliki Nomor Wajib Pajak (NPWP) dan telah memenuhi kewajiban perpajakan tehun terakhir; …

(2a) Persyaratan pemenuh kewajiban perpajakan tahun akhir sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf I, dikecualikan untuk Pengadaan Langsung dengan menggunakan bukti pembelian atau kuitansi.

Bab IV, Rencana Umum Pengadaan Barang dan Jasa Pasal 25 …

(1a)PA pada Pemerintah Daerah mengumumkan Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa secara terbuka kepada masyarakat luas,

setelah APBD yang merupakan rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD. …

(1a)PA pada Pemerintah Daerah mengumumkan Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa secara terbuka kepada masyarakat luas, setelah rancangan peraturan daerah tentang APBD yang merupakan rencana

keuangan tahunan

Pemerintah Daerah disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD …


(17)

53

Bab VI, Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia Barang/Jasa Pasal 45 (1)Pengadaan Langsung dapat

dilakukan terhadap Pengadaan Jasa Konsultasi yang memiliki karakteristik sebagai berikut: a. merupakan kebutuhan operasional K/L/D/I; dan/atau b. bernilai paling tinggi

Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

(1)Pengadaan Langsung dapat dilakukan terhadap Pengadaan Jasa Konsultasi yang bernilai paling tinggi Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). …

Pasal 55 (1)Tanda bukti perjanjian terdiri atas:

a. bukti pembelian; b. kuitansi;

c. Surat Perintah Kerja (SPK); dan

d. surat perjanjian …

(6) Tidak ada

(1)Tanda bukti perjanjian terdiri atas:

a. bukti pembelian; b. kuitansi;

c. Surat Perintah Kerja (SPK); dan

d. surat perjanjian e. surat pemesanan …

(6) Surat Pemesanan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e digunakan untuk Pengadaan

Barang/Jasa melalui E-Purching dan pembelian secara online.

Pasal 70 …

(2)Jaminan Pelaksanaan dapat diminta PPK kepada Penyedia Jasa Lainnya untuk Kontrak bernilai di atas Rp.

200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah), kecuali untuk

Pengadaan Jasa Lainnya dimana aset Penyedia sudah dikuasai oleh Pengguna. …

(2)Jaminan Pelaksanaan tidak diperlukan dalam hal: a. Pengadaan

Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang dilaksanakan dengan metode Pengadaan

Langsung, Penunjukan Langsung Untuk Penanganan Darurat, Kontes, atau Sayembara; b. Pengadaan Jasa Lainnya, dimana aset Penyedia sudah dikuasai oleh Pengguna; atau


(18)

54

c. Pengadaan Barang/Jasa dalam Katalog Elektrik melalui E-Purching. …

Pasal 73 (1)Dalam rangka percepatan pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa, Kelompok Kerja ULP dapat mengumumkan pelaksanaan Pengadaan

Barang/Jasa secara luas kepada masyarakat dengan syarat: a. setelah penetapan APBD untuk Pengadaan Barang/Jasa yang bersumber dari APBD; b. setelah rencana kerja dan anggaran

Kementerian/Lembaga/Institusi disetujui oleh DPR untuk pengadaan yang bersumber dari APBN.

(2) Dalam hal DIPA/DPA yang tidak ditetapkan atau alokasi anggaran yang diadakan, proses Pemilihan dibatalkan. …

(1)Kelompok Kerja ULP segera mengumumkan pelaksanaan pemilihan Penyedia Barang/Jasa secara luas kepada mayarakat setelah RUP diumumkan. (2)Untuk Pengadaan Barang/Jasa tertentu.

Kelompok Kerja ULP dapat mengumumkan pelaksanaan pemilihan Penyedia

Barang/Jasa secara luas kepada masyarakat sebelum RUP diumumkan.

Pasal 86 …

(2a)Tidak ada

(3)Para pihak menandakan Kontrak setelah Penyedia Barang/Jasa menyerahkan Jaminan Pelaksanaan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak

diterbitkannya SPPBJ. …

(2a) Dalam proses pemilihan Penyedia Barang/Jasa dilaksanakan mendahului pengesahan DIPA/DPA dan alokasi anggaran dalam DIPA/DPA tidak disetujui atau

ditetapkan kurang dari nilai Pengadaan Barang/Jasa yang diadakan, proses pemilihan Penyedia Barang/Jasa dilanjutkan ketahap penandatanganan kontrak setelah dilakukan revisi DIPA/DPA atau proses pemilihan Penyedia Barang/Jasa dibatalkan. (3)Para pihak


(19)

55

menandatangani Kontrak setelah Penyedia

Barang/Jasa menyerahkan Jaminan Pelaksanaan. Pasal 89 …

(2)Pembayaran prestasi kerja diberikan kepada Penyedia Barang/Jasa setelah dikurangi angsuran pengembalian Uang Muka, dan denda apabila ada, serta pajak.

(3)Permintaan pembayaran kepada PPK untuk Kontrak yanag menggunakan

subkontrak, harus dilengkapi bukti pembayaran kepada seluruh subkontraktor sesuai dengan perkembangan (progress) pekerjaannya. … (4a)Tidak ada … … (2)Pembayaran prestasi pekerjaan diberikan kepada Penyedia Barang/Jasa senilai prestasi pekerjaan yang diterima setelah dikurangi angsuran

pengembalian Uang Muka dan denda apabila ada, serta pajak.

(2a)Pembayaran untuk pekerjaan konstruksi, dilakukan senilai pekerjaan yang telah terpasang. (3)Permintaan pembayaran kepada PPK untuk Kontrak yang menggunakan

subkontrak, harus dilengkapi bukti

pembayaran kepada seluruh subkontraktor sesuai dengan perkembangan (progress) pekerjaannya.

(4a)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara

pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, termasuk bentuk jaminan diatur oleh Menteri Keuangan.

… Pasal 91 …

(2)Yang dapat digolongkan sebagai Keadaan Kahar dalam Kontrak Pengadaan

Barang/Jasa meliputi: a. bencana alam; b. bencana non alam;

(2)Dihapus …

(Penjelasan Ayat (1) Contoh Keadaan Kahar dalam


(20)

56

c. bencana sosial; d. pemogokan;

e. kebakaran; dan/atau f. gangguan industry lainnya sebagaimana dinyatakan melalui keputusan bersama Menteri Keuangan dan Menteri teknis terkait.

Kontrak Pengadaan Barang/Jasa antara lain namun tidak terbatas pada: bencana alam, bencana non alam, bencana sosial, pemogokan, kebakaran, gangguan industri lainnya sebagaimana dinyatakan melalui keputusan bersama Menteri Keuangan dan menteri teknis terkait. Pasal 93 …

(1a) Tidak ada …

(3) Tidak ada

(1)PPK dapat memutuskan Kontrak secara sepihak, apabila:

(1a) Pemberian kesempatan kepada Penyedia

Barang/Jasa menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender, sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.1. dan huruf a.2., dapat melampaui Tahun Anggaran …

(3) Dalam hal dilakukan pemutusan Kontrak secara sepihak oleh PPK karena kesalahan Penyedia Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kelompok Kerja ULP dapat melakukan Penunjukan Langsung kepada pemenang cadangan berikutnya pada paket pekerjaan yang sama atau Penyedia Barang/Jasa mampu dan memenuhi syarat.

Bab VII, Pengadaan Secara Elektronik Pasal 106 (1)Pengadaan Barang/Jasa

Pemerintah dapat dilakukan

(1)Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dilakukan secara


(21)

57

secara elektronik. …

elektronik. …

Pasal 108 …

(3)Tidak ada (4)Tidak ada … (3)K/L/D/I mempergunakan Sistem Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Secara Elektronik yang dikembangkan oleh LKPP> (4)Ketentuan lebih lanjut tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah secara elektronik ditetapkan oleh LKPP.

Pasal 109 …

(7)Tidak ada (8)Tidak ada

(7)Dalam pelaksanaan E-Tendering dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. tidak diperlukan Jaminan Penawaran;

b. tidak diperlukan sanggahan;

c. apabila penawaran yang masuk kurang dari 3 (tiga) peserta, pemilihan penyedia dilanjutkan dengan

dilakukan negosiasi teknis dan harga/biaya;

d.tidak diperlukan sanggahan banding;

e. untuk pemilihan Penyedia Jasa Konsultasi:

1) daftar pendek berjumlah 3 (tiga) sampai 5 (lima) penyedia Jasa Konsultasi; 2) seleksi sederhana dilakukan dengn metode pascakualifikasi.

(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai E-Tendering ditetapkan oleh LKPP. Pasal 109A Tidak ada (1)Percepatan pelaksanaan

E-Tendering dilakukan dengan memanfaatkan Informasi Kinerja Penyedia Barang/Jasa


(22)

58

(2)Pelaksanaan E-Tendering sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan hanya memasukkan penawaran harga untuk Pengadaan Barang/Jasa yang tidak memerlukan penilaian kualifikasi, administrasi, dan teknis, serta tidak ada sanggahan dan sanggahan banding. (3)Tahapan E-Tendering sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang terdiri atas:

a. undangan;

b. pemasukan penawaran harga;

c. pengumuman pemenang. Pasal 110 (1)Dalam rangka

E-Purchasing, sistem catalog elektronik (E-Cataloque) sekurang-kurangnya memuat informasi teknis dan harga Barang/Jasa.

(2)Sistem catalog elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh LKKP.

(2a)Barang/Jasa yang dicantumkan dalam catalog elektronik ditetapkan oleh Kepala LKPP.

(3)Dalam rangka pengelolaan sistem catalog elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LKPP melaksanakan Kontrak Payung dengan Penyedia Barang/Jasa untuk Barang/Jasa tertentu.

(1)Dalam rangka

E-Purchasing, sistem catalog elektronik (E-Catalogue) sekurang-kurangnya memuat informasi teknis dan harga Barang/Jasa. (2)Sistem catalog elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh LKKP.

(2a)Barang/Jasa yang dicantumkan dalam catalog elektronik ditetapkan oleh Kepala LKPP.

(3)Dihapus

(4)K/L/D/I wajib melakukan E-Purchasing terhadap barang/jasa yang sudah dimuat dalam sistem catalog elektronik sesuai dengan kebutuhan K/L/D/I.


(23)

59

(4)K/L/D/I melakukan E-Purchasing terhadap

barang/jasa yang sudah dimuat dalam sistem catalog

elektronik.

(5)E-Purchasing

dilaksanakan oleh Pejabat Pengadaan/PKK atau pejabat yang telah ditetapkan Pimpinan Instansi/Institusi.

(6)Ketentuan lebih lanjut mengenai E-Purchasing ditetpkan oleh LKKP. Bab XV, Pengendalian, Pengawasan, Pengaduan dan Sanksi

Pasal 115 (3)Tidak ada (4) Tidak ada

(3)Pimpinan K/L/D/I wajib memberikan pelayanan hokum kepada PA/KPA/PPK/ULP/Pejabat Pengadaan/PPHP/PPSPM/ Bendahara/APIP dalam menghadapi permasalahan hukum dalam lingkup Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

(4)Khusus untuk tindak pidana dan pelanggaran persaingan usaha, pelaynan hokum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya diberikan hingga tahap penyelidikan. Bab XVII, Ketentuan Lain-lain

Pasal 129 (6) Tidak ada (7) Tidak ada

(6)Ketentuan Pengadaan Barang/Jasa di Desa diatur dengan peraturan

Bupati/Walikota yang mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh LKKP. (7)Pimpinan K/L/D/I

mendorong konsolidasi pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Sumber


(24)

60

Pengadaan barang dan jasa harus dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip pengadaan dengan menerapkan prinsip-prinsip efisien, efektif, transparan, keterbukaan, bersaing, adil/tidak diskriminatif dan akuntabel akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap proses Pengadaan Barang/Jasa, karena hasilnya dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dari segi administrasi, teknis dan keuangan. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 5 Perpres No. 4 Tahun 2015 yaitu:

a. Efisien, berarti Pengadaan Barang/Jasa harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang minimum untuk mencapai kualitas dan sasaran dalam waktu yang ditetapkan atau menggunakan dana yang telah ditetapkan untuk mencapai hasil dan sasaran dengan kualitas yang maksimum. b. Efektif, berarti Pengadaan Barang/Jasa harus sesuai dengan kebutuhan dan sasaran yang telah ditetapkan serta memberikan manfaat yang sebesar-besarnya

c. Transparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai Pengadan Barang/Jasa bersifat jelas dan dapat diketahui secara luas oleh Penyedia Barang/Jasa yang berminat serta oleh masyarakat pada umumnya.

d. Terbuka, berarti Pengadaan Barang/Jasa dapat diikuti oleh semua Penyedia Barang/Jasa yang memenuhi persyaratan/criteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas.

e. Bersaing, berarti Pengadaan Barang/Jasa harus dilakukan melalui persaingan yang sehat di antara sebanyak mungkin Penyedia Barang/Jasa yang setara dan memenuhi persyaratan, sehingga dapat diperoleh Barang/Jasa yang ditawarkan


(25)

61

secara kompetitif dan tidak ada intervensi yang mengganggu terciptanya mekanisme pasar dalam Pengadaan Barang/Jasa.

f. Adil/tidak diskriminatif, berarti memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon Penyedia Barang/Jasa dan tidak mengarah untuk memberi keuntungan kepada pihak tertentu, dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional. g. Akuntabel, berarti harus sesuai dengan ketentuan yang terkait dengan

Pengadaan Barang/Jasa sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Penetapan prinsip-prinsip dasar tersebut bertujuan untuk :67

1. Mendorong terwujudnya pelaksanaan pengadaan barang dan jasa yang lebih baik;

2. Menekan kebocoran anggaran pemerintah;

3. Meningkatkan efisiensi penggunaan uang Negara; 4. Mewujudkan pemerintahan yang baik.

C. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Pengadaan Barang

dan Jasa

Pengadaan barang/jasa pemerintah adalah kegiatan yang dibiayai dengan dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN) dan atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), baik yang dilaksanakan secara swakelola maupun oleh penyedia barang/jasa. Menurut pengertian tersebut terdapat dua unsur penting yang juga merupakan pihak dalam kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah, baik perorangan maupun lembaga, yaitu pemerintah dan penyedia barang/jasa.

67

Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Pengedalian Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Bahan Ajar DTSS Pengadaan Barang dan Jasa (Jakarta, 2007) hal.19.


(26)

62

Para pihak dalam kontrak pengadaan barang/jasa terdiri dari pemerintah yang merupakan pihak pemberi kerja dan pihak penyedia barang/jasa. Dalam Pasal 1 angka 2 Perpres No. 4 Tahun 2015 dirumuskan bahwa Kementrian/Lembaga Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi, yang selanjutnya disebut K/L/D/I adalah instansi/institusi yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa yang dimaksud dengan “pemerintah” dalam pengadaan barang/jasa adalah K/L/D/I. Namun, dalam hal penandatanganan kontrak pengadaan, pemerintah yang dalam hal ini K/L/D/I diwakili oleh Pejabat Pembuat Komitmen (yang selanjutnya disebut PPK).

Berikut ini para pihak dalam kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah menurut Perpres No. 4 Tahun 2015, meliputi:

1. Pengguna Barang/Jasa

Pemerintah selaku pihak pengguna barang/jasa dalam struktur organisasi pengadaan diwakili oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran (PA/KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Panitia Pengadaan/ULP (Unit Layanan Pengadaan), Panitia/ Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) dan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP).

2. Pengguna Anggaran (PA)

PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Pejabat yang disamakan pada Institusi Pengguna APBN/APBD.68

68


(27)

63

Pejabat yang ditunjuk sebagai PA tersebut adalah : a. Menteri/pimpinan lembaga

b. Gubernur/Bupati/Walikota selaku kepala pemerintahan daerah

c. Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah bagi satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya.

Dengan demikian, PA merupakan pejabat tertinggi yang mewakili pemerintah pada K/L.D/I yang dipimpinnya dalam pengelolaan keuangan Negara yang dibantu oleh beberapa perangkat di bawahnya. Dalam prakteknya kewenangan pimpinan K/L/D/I selaku Pengguna Anggaran dapat didelegasikan kepada pejabat di bawahnya.

Tugas dan kewenangan PA adalah :

1. Menetapkan dan mengumumkan rencana umum pengadaan (RUP) 2. Mengawasi pelaksanaan anggaran

3. Menetapkan PPK, PP, PPHP, tim teknis, dan tim juri 4. Menetapkan pemenang pengadaan, yakni :

a.Barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya lebih dari Rp100 miliar b.Jasa Konsultasi lebih dari Rp10 miliar

c.Pelaporan Keuangan

d.Menyimpan seluruh dokumen


(28)

64

3. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)

KPA adalah pejabat yang ditetapkan oleh PA untuk menggunakan APBN atau ditetapkan oleh kepala daerah untuk menggunakan APBD.69

PPK adalah pejabat yang diangkat oleh Pengguna Anggaran/ Kuasa Pengguna Anggaran sebagai pemilik pekerjaan, yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa.

Tugas pokok KPA adalah melaksanakan sebagian kewenangan pengguna anggaran yang dilimpahkan kepadanya

4. Pejabat Pembuat Komitemen (PPK)

70

Pejabat Pembuat Komitmen bertanggung jawab dari segi administrasi, fisik, keuangan dan fungsional atas pengadaan barang/jasa yang dilaksanakannya.71

i. Menetapkan rencana pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah (spesifikasi teknis, harga perkiraan sendiri (HPS), dan rancangan kontrak). Tugas pokok PPK, sebagai berikut :

ii. Menerbitkan surat penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ) dan menandatangani kontrak.

iii. Melaksanakan dan mengendalikan kontrak.

iv. Melaporkan kemajuan pekerjaan dan hambatannya.

v. Melaporkan pelaksanaan dan menyerahkan hasil pekerjaannya. vi. Menyimpan seluruh dokumen pelaksanaan.

69

Perpres No. 54 Tahun 2010, Pasal 1 Ayat (6)

70

Perpres No. 54 Tahun 2010, Pasal 1 Ayat (7)

71

Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemrintah, (Jakarta:CV Eko Jaya, 2006) hal.28-35.


(29)

65

Pejabat Pembuat Komitmen harus memiliki persyaratan sebagai berikut :72 a. Memiliki integritas;

b. Memiliki integritas yang tinggi;

c. Memiliki tanggung jawab dan kualifikasi teknis serta manajerial untuk melaksanakan tugas. Yang dimaksud dengan kualifikasi manajerial tersebut adalah :

1) Berpendidikan paling kurang Sarjana Strata Satu (S1) dengan bidang keahlian yang sedapat mungkin sesuai dengan tuntutan pekerjaan, atau berdasarkan Perpres No. 70 Tahun 2012 dapat diganti dengan paling kurang golongan IIIa atau disetarakan dengan golongan IIIa apabila jumlah Pegawai Negeri yang memenuhi persyaratan terbatas;

2) Memiliki pengalaman paling kurang 2 (dua) tahun terlibat secara aktif dalam kegiatan dengan Pengadaan Barang/Jasa;

3) Memiliki kemampuan kerja secara berkelompok dalam melaksanakan setiap tugas/pekerjaannya.73

d. Mampu mengambil keputusan, bertindak tegas dan memiliki keteladanan dalam sikap perilaku serta tidak pernah terlibat korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN);

e. Menandatangani Pakta Integritas;

f. Tidak menjabat sebagai Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar (PPSPM) dan bendahara, kecuali PPK yang dijabat oleh PA/PPK pada Pemerintah Daerah; dan

72

Perpres No. 54 Tahun 2010, Pasal 12 Ayat (2)

73


(30)

66

g. Memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa. 5. Unit Layanan Pengadaan (ULP) / Pejabat Pengadaan

Unit Layanan Pengadaan (ULP) adalah unit yang dibentuk oleh Menteri/Pimpinan Lembaga/Kepala Daerah/Pimpinan Institusi yang dapat memberikan pelayanan pembinaan dibidang pengadaan barang/jasa.74 Keanggotaan ULP tersebut wajib ditetapkan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa lainnya dengan nilainya adalah di atas Rp. 200.000.000 dan pengadaan Jasa Konsultasi dengan nilai diatas Rp. 50.000.000,00. Pengadaan Langsung dilaksanakan oleh ULP atau 1 (satu) orang Pejabat Pengadaan.75

Pemilihan Penyedia Barang/Jasa dalam ULP dilakukan oleh Kelompok Kerja di mana anggota Kelompok Kerja tersebut berjumlah asal dengan beranggotakan paling kurang 3 (tiga) orang dan dapat ditambah sesuai dengan kompleksitas pekerjaan serta dapat dibantu oleh tim atau tenaga ahli pemberi penjelasan teknis (aanwijzer).76

Anggota ULP/Pejabat Pengadaan berasal dari pegawai negeri baik instansi sendiri maupun instansi lainnya, kecuali Lembaga/Institusi Pengguna APBN/APBD yang memiliki keterbatasan pegawai yang berstatus Pegawai Negeri, Kepala ULP/anggota Pokja ULP dapat berasal dari pegawai tetap Lembaga/Istitusi Pengguna APBN/APBD yang bukan Pegawai Negeri, dan juga untuk Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola, Kepala ULP/anggota Kelompok Kerja ULP dapat berasal dari bukan pegawai negeri. Apabila

74

Perpres No. 54 Tahun 2010, Pasal 1Ayat (8)

75

Perpres 70 Tahun 2012, Pasal 16 Ayat (1) (2) (3)

76


(31)

67

Pengadaan Barang/Jasa bersifat khusus sehingga memerlukan keahlian khusus, maka ULP/Pejabat Pengadaan dapat menggunakan tenaga ahli yang berasal dari pegawai negeri atau swasta.77

a. Memiliki integritas, disiplin dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas;

Pegawai/Pejabat yang ditunjuk sebagai Kepala ULP/anggota kelompok kerja ULP/Pejabat Pengadaan tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

b. Memahami pekerjaan yang akan diadakan;

c. Memahami jenis pekerjaan tertentu yang menjadi tugas ULP/Pejabat Pengadaan yang bersangkutan;

d. Memahami isi dokumen, metode dan prosedur Pengadaan;

e. Tidak mempunyai hubungan keluarga dengan Pejabat yang menetapkannya sebagai anggota ULP/Pejabat Pengadaan;

f. Memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa sesuai dengan kompetensi yang diisyaratkan; dan

g. Manandatangani Pakta Integritas.78

Tugas pokok dan kewenangan ULP/Pejabat Pengadaan adalah sebagai berikut :

a. Menyusun rencana pemilihan Penyedia Barang/Jasa b. Menetapkan dokumen pengadaan

c. Menetapkan besaran nominal jaminan penawaran

77

Perpres 70 Tahun 2012, Pasal 17 Ayat (2a) angka (4) (5) (6)

78


(32)

68

d. Mengumumkan pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa di website Kementrian/ Lembaga/ Pemerintah Daerah/ Institusi masing-masing dan papan pengumuman resmi untuk masyarakat serta menyampaikan ke LPSE untuk diumumkan dalam Portal Pengadaan Nasional

e. Menilai kualifikasi Penyedia Barang/Jasa melalui prakualifikasi atau pascakualifikasi

f. Melakukan evaluasi administrasi, teknis dan harga terhadap penawaran yang masuk

6. Panitia /Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP)

Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan adalah pejabat atau pegawai yang ditetapkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran yang bertugas memeriksa dan menerima hasil pekerjaan.79 Anggota Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan berasal dari pegawai negeri baik dari instansi sendiri maupun instansi lainnya, kecuali apabila Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan pada Instansi lain Pengguna APBN/APBD atau Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola dapat berasal dari bukan pegawai negeri.80

1) Melakukan pemeriksaan hasil pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak;

Adapun tugas pokok dan wewenang Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan meliputi ;

2) Menerima hasil Pengadaan Barang/Jasa setelah melalui pemeriksaan/pengujian; dan

79

Perpres No. 54 Tahun 2010, Pasal 1 Ayat (10)

80


(33)

69

3) Membuat dan menandatangani Berita Acara Serah Terima Hasil Pekerjaan. 81

7. Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP)

Aparat Pengawas Intern Pemerintah atau pengawas intern pada institusi yang selanjutnya disebut APIP adalah aparat yang melakukan pengawasan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi.

8. Penyedia Barang/Jasa

Pihak kedua yang merupakan bagian penting setelah pihak pemerintah dalam pengadaan barang/jasa adalah penyedia barang/jasa. Penyedia dalam hal ini adalah badan usaha atau orang perseorangan yang menyediakan barang/pekerjaan konstruksi/jasa konsultasi/jasa lainnya.

Penyedia barang/jasa dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa wajib memenuhi pesyaratan sebagai berikut :

a. Memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjalankan kegiatan/usaha.

b. Memiliki keahlian, pengalaman, kemampuan teknis dan manajerial untuk menyediakan barang/jasa.

c. Memperoleh paling kurang 1 (satu) pekerjaan sebagai penyedia barang/jasa dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir, baik di lingkungan pemerintah maupun swasta, termasuk pengalaman

81


(34)

70

subkontrak, kecuali bagi penyedia barang/jasa yang harus berdiri kurang dari 3 (tiga) tahun.

d. Memiliki sumber daya manusia, modal, peralatan dan fasilitas lain yang diperlukan dalam pengadaan barang/jasa.

e. Jika penyedia barang/jasa yang akan melakukan kemitraan harus mempunyai perjanjian kerja sama operasi/kemitraan yang memuat persentase kemitraan dan perusahaan yang mewakili kemitraan tersebut. f. Memiliki kemampuan pada bidang pekerjaan yang sesuai untuk usaha

mikro, usaha kecil, dan koperasi kecil serta kemampuan pada subbidang pekerjaan yang sesuai untuk usaha nonkecil.

g. Memiliki kemampuan dasar (KD) untuk usaha nonkecil, kecuali untuk pengadaan barang dan jasa konsultasi.

h. Khusus untuk pelelangan dan pemilihan langsung pengadaan pekerjaan konstruksi memiliki dukungan keuangan dari bank.

i. Khusus untuk pengadaan pekerjaan konstruksi dan jasa lainnya, harus memperhitungkan sisa kemampuan paket (SKP) sebagai berikut :

SKP = KP – P

KP = nilai Kemampuan Paket, dengan ketentuan :

a) untuk Usaha Kecil, nilai Kemampuan Paket (KP) ditentukan sebanyak 5 (lima) paket pekerjaan, dan

b) untuk usaha non kecil, nilai Kemampuan Paket (KP) ditentukan sebanyak 6 (enam) atau 1,2 (satu koma dua) N.


(35)

71

N = jumlah paket pekerjaan terbanyak yang dapat ditangani pada saat bersamaan selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir.

c) Tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak pailit, kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan dan/atau direksi yang bertindak untuk dan atas nama perusahaan tidak sedang dalam menjalani sanksi pidana, yang dibuktikan dengan surat pernyataan yang ditandatangani penyedia barang/jasa.

d) Sebagai wajib pajak sudah memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP), telah memenuhi kewajiban perpajakan tahun terakhir (PPTK Tahunan), dan memilki laporan bulanan PPh Pasal 21, PPh Pasal 23 (bila ada tranksaksi), PPh Pasal 25/Pasal 29 atau PPh Pasal 4 ayat (2).

e) PPN bagi pengusaha kena pajak (PKP) paling kurang 3 (tiga) bulan terakhir dalam tahun berjalan.

f) Secara hukum mempunyai kapasitas untuk mengikatkan diri pada kontrak.

g) Tidak masuk dalam daftar hitam.

h) Memiliki alamat tetap dan jelas serta dapat dijangkau dengan jasa pengiriman.

i) Menandatangani pakta integritas.82

Perpres 70 Tahun 2014 tanggal 28 Maret 2012 menambahkan satu persyaratan lagi yaitu khusus untuk Pengadaan Jasa Konsultansi Badan Usaha, apabila Penyedia Jasa Konsultansi pernah melaksanakan pekerjaan Jasa

82


(36)

72

Konsultansi yang bernilai di atas Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) maka Penyedia Jasa Konsultansi tersebut tidak dapat mengikuti paket yang bernilai sampai dengan Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Hal-hal yang dikecualikan terhadap syarat-syarat tersebut diatas serta larangan-larangan terhadap Penyedia Barang/Jasa adalah sebagai berikut :

1) Penyedia Barang/Jasa Perorangan tidak dikenakan syarat pada huruf c, huruf d, huruf f, huruf h dan huruf I di atas.83

2) Pegawai K/L/D/I dilarang menjadi penyedia Barang/Jasa, kecuali yang bersangkutan mengambil cuti diluar tanggungan K/L/D/I.84

3) Penyedia Barang/Jasa yang keikutsertaannya menimbulkan pertentangan kepentingan dilarang menjadi Penyedia Barang/Jasa.85

Menurut Perpres No. 54 tahun 2010 terdapat ketentuan mengenai hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan olek PPK dan Penyedia dalam melaksanakan kontrak. Hak dan kewajiban para pihak adalah ketentuan mengenai hak-hak yang dimiliki serta kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pengguna barang/jasa dan penyedia barang/jasa dalam melaksanakan kontrak. Hak dan kewajiban para pihak adalah :86

1. Hak dan kewajiban PPK :

a. Mengawasi dan memeriksa pekerjaan yang dilaksanakan oleh penyedia; b. Meminta laporan-laporan secara periodik mengenai pelaksanaan

pekerjaan yang dilakukan oleh penyedia;

83

Perpres 70 Tahun 2012, Pasal 19 Ayat (2)

84

Perpres 70 Tahun 2012, Pasal 19 Ayat (3)

85


(37)

73

c. Membayar pekerjaan sesuai dengan harga yang tercantum dalam kontrak yang telah ditetapkan kepada penyedia;

d. Memberikan fasilitas berupa sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh penyedia untuk kelancaran pelaksanaan pekerjaan sesuai kontrak.

2. Hak dan kewajiban Penyedia :

a. Menerima pembayaran untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan harga yang telah ditentukan dalam kontrak;

b. Berhak meminta fasilitas-fasilitas dalam bentuk sarana dan prasarana dari PPK untuk kelancaran pelaksanaan pekerjaan sesuai ketentuan kontrak ;

c. Melaporkan pelaksanaan pekerjaan secara periodic kepada PPK;

d. Melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan yang telah ditetapkan dalam kontrak;

e. Memberikan keterangan-keterangan yang diperlukan dalam pemeriksaan pelaksanaan pekerjaan secara periodik kepada PPK;

f. Menyerahkan hasil pekerjaan sesuai dengan jadwal penyerahan pekerjaan yang telah ditetapkan dalam kontrak.

g. Penyedia harus mengambil langkah-langkah yang cukup memadai untuk melindungi lingkungan tempat kerja dan membatasi perusakan dan gangguan kepada masyarakat maupun pemiliknya akibat kegiatan penyedia.

86

Herry Kamaroesid, Tata Cara Penyusunan Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. (Jakarta : Mitra Wacana Media,2009) hal.13.


(38)

74

D. Metode pengadaan barang dan jasa

Metode pengadaan barang dan jasa pemerintah adalah dengan melakukan metode pelelangan umum dengan menggunakan dua proses penilaian kompetensi dan kemampuan penyedia yaitu Prakualifikasi dan Pasca kualifikasi.

Adapun tata cara prakualifikasi dan pasca kualifikasi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah adalah sebagai berikut:

1. Tata Cara Prakualifikasi

a. Pengumuman prakualifikasi untuk pelelangan umum; b. Pendaftaran dan pengambilan dokumen prakualifikasi;

c. Penyampaian dokumen prakualifikasi oleh penyedia barang/jasa;

d. Evaluasi dokumen prakualifikasi yang telah dilengkapi oleh penyedia barang/jasa;

e. Penyedia barang/jasa dinyatakan lulus kualifikasi apabila memenuhi persyaratan kualifikasi pada Pasal 19 Ayat (1) Perpres 54 Tahun 2010;

f. Penetapan daftar penyedia barang/jasa yang lulus prakualifikasi oleh panitia/pejabat pengadaan

g. Pengesahan hasil prakualifikasi oleh pengguna barang/jasa; h. Pengumuman hasil prakualifikasi;

i. Penelitian dan tindak lanjut atas sanggahan terhadap hasil prakualifikasi; j. Pengumuman hasil prakualifikasi sekurang-kurangnya memuat:


(39)

75

2) Nama dan alamat penyedia barang/jasa dan nama pengurus yang berhak menandatangani kontrak pekerjaan untuk setiap calon penyedia barang/jasa;

3) Nama dan nilai paket tertinggi pengalaman pada bidang pekerjaan yang sesuai untuk usaha kecil termasuk koperasi kecil dan subbidang pekerjaan yang sesuai untuk bukan usaha kecil dalam kurun waktu 7 (tujuh) tahun terakhir;

4) Keputusan lulus tidaknya setiap calon penyedia barang/jasa;

k. Penyedia barang/jasa yang tidak lulus prakualifikasi dapat menyatakan keberatan/mengajukan sanggahan kepada pengguna barang/jasa;

l. Apabila sanggahan/keberatan penyedia barang/jasa terbukti benar maka panitia/pejabat pengadaan melakukan evaluasi ulang dan daftar penyedia barang/jasa yang lulus prakualifikasi hasil evaluasi ulang diumumkan;

m. Dalam rangka efisiensi pelaksanaan penelitian kualifikasi, pengguna barang/jasa wajib menyediakan formulir isian kualifikasi penyedia barang/jasa yang memuat ringkasan informasi dari persyaratan kualifikasi sesuai Perpres No. 70 Tahun 2010 Pasal 19 butir (1) huruf (a) sampai dengan huruf (q). formulir isian tersebut disertai pernyataan penyedia barang/jasa yang ditandatangani di atas materai, bahwa informasi yang disampaikan dalam formulir tersebut adalah benar dan bersedia untuk dituntut secara pidana dan perdata serta bersedia dimasukkan dalam daftar hitam sekuurang-kurangnya 2 (dua) tahun sehingga tidak boleh mengikuti pengadaan untuk 2 (dua) tahun


(40)

76

berikutnya, apabila terbukti informasi yang disampaikan merupakan pembohongan. Formulir isian tersebut sebagai pengganti dokumen yang dipersyaratkan.

2. Tata Cara Pascakualifikasi, antara lain:

a. Pengumuman pelelangan umum dengan pascakualifikasi;

b. Penyampaian dokumen kualifikasi bersamaan (menjadi satu) dengan dokumen penawaran;

c. Evaluasi dokumen kualifikasi dilaksanakan setelah evaluasi dokumen penawaran;

d. Penyedia barang/jasa yang dinyatakan lulus kualifikasi lulus kualifikasi apabila memenuhi persyaratan kualifikasi pada Pasal 19 Ayat (1) Perpres 54 Tahun 2010;

e. Penawaran yang tidak memenuhi syarat kualifikasi dinyatakan gugur.

E. Wanprestasi dan Akibat Hukum

Kapan debitur dapat dikatakan dalam keadaan sengaja atau lalai tidak memenuhi prestasi, hal ini sangat perlu dipersoalkan, karena wanprestasi tersebut memiliki konsekuensi atau akibat hukum bagi debitur. Kapan debitur itu dalam keadaan wanprestasi, maka perlu diperhatikan apakah di dalam perikatan yang disepakati tersebut ditentukan atau tidak tenggang pelaksanaan pemenuhan prestasi. Dalam perjanjian untuk memberikan sesuatu atau untuk melakukan sesuatu pihak-pihak menentukan dan dapat juga tidak menentukan tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi oleh debitur. Dalam hal tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi tidak ditentukan maka dipandang perlu untuk


(41)

77

memperingatkan debitur guna memenuhi prestasinya tersebut dan dalam hal tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi ditentukan maka menurut ketentuan Pasal 1238 KUHPerdata debitur dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.

Suatu perjanjian dapat terlaksana dengan baik apabila para pihak telah memenuhi prestasinya masing-masing seperti yang telah diperjanjikan tanpa ada pihak yang dirugikan. Tetapi adakalanya perjanjian tersebut tidak terlaksana dengan baik karena adanya wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak atau debitur.

Istilah wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang artinya prestasi buruk. Adapun yang dimaksud wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian dan bukan dalam keadaan memaksa.87

1. Memenuhi/melaksanakan perjanjian;

Akibat wanprestasi yang dilakukan oleh para pihak dalam perjanjian yang mempunyai kewajiban melaksanakan prestasi, dapat menimbulkan kerugian bagi pihak yang mempunyai hak menerima prestasi. Dalam hal debitur atau pihak yang mempunyai kewajiban melaksanakan prestasi dalam kontrak tetapi melakukan wanprestasi, kreditur atau pihak yang mempunyai hak menerima prestasi dapat memilih dan mengajukan tuntutan hak berdasarkan Pasal 1267 KUHPerdata, ada lima kemungkinan sebagai berikut:

87


(42)

78

2. Memenuhi perjanjian disertai keharusan membayar ganti rugi; 3. Membayar ganti rugi;

4. Membatalkan perjanjian; dan

5. Membatalkan perjanjian disertai dengan ganti rugi.

Penggantian kerugian bagi pihak yang melakukan wanprestasi harus sesuai dengan kesepakatan yang telah tertuang dalam perjanjian. Perjanjian merupakan bentuk persetujuan dari dua pihak atau lebih, yang saling berjanji untuk mengikatkan diri untuk melakukan sesuatu. Oleh karenanya perjanjian ini sangat penting, sehingga dalam pelaksanaannya hendaknya selalu di buat dalam bentuk tertulis agar memiliki kekuatan hukum dan kepastian hukum. Menurut KUHPerdata pengertian rugi, adalah kerugian nyata yang dapat diduga atau diperkirakan oleh para pihak pada saat mereka membuat kontrak, yang timbul sebagai akibat dari wanprestasi. Keharusan adanya hubungan sebab akibat yang langsung dan konkrit antara kerugian nyata dan wanprestasi ditegaskan dalam Pasal 1248 KUHPerdata bahwa jika hal tidak dipenuhinya kontrak itu disebabkan karena tipu daya debitur, penggantian biaya, rugi dan bunga sekedar mengenai kerugian yang diderita oleh kreditur dan keuntungan yang terhilang baginya, hanyalah terdiri atas apa yang merupakan akibat langsung dari tidak dipenuhinya kontrak.

Ganti rugi sebagai upaya untuk memulihkan kerugian yang prestasinya bersifat subsidair. Hal ini memiliki makna bahwa apabila pemenuhan prestasi tidak lagi dimungkinkan atau sudah tidak diharapkan lagi, maka ganti rugi


(43)

79

merupakan alternatif yang dapat dipilih oleh kreditur. Ganti kerugian terdiri dari:88

1. Ganti rugi pengganti adalah ganti rugi yang diakibatkan oleh tidak adanya prestasi yang seharusnya menjadi hak kreditur

2. Ganti rugi pelengkap adalah ganti rugi sebagai akibat terlambat atau tidak dipenuhinya prestasi debitor sebagaimana mestinya atau karena adanya pemutusan kontrak Dalam Pasal 1246 KUHPerdata, ada tiga komponen ganti kerugian, yaitu :

a) Biaya (konsten), yakni segala pengeluaran atau ongkos yang nyata-nyata telah dikeluarkan;

b) Rugi (schaden), yakni kerugian karena kerusakan barang-barang milik kreditur atau pihak yang mempunyai hak menerima prestasi, yang disebabkan oleh kelalaian debitor atau pihak yang mempunyai kewajiban melaksanakan prestasi dalam kontrak;

c) Bunga (interessen), yakni keuntungan yang seharusnya diperoleh atau diharapkan oleh kreditur atau pihak yang mempunyai kewajiban melaksanakan prestasi dalam kontrak ternyata lalai melaksanakan prestasi yang dijanjikan dalam kontrak tersebut.

Tidak semua kerugian dapat dimintakan penggantian. Kerugian yang dapat dibayarkan sebagai akibat wanprestasi, adalah :

a. Kerugian yang dapat diduga pada saat kontrak dibuat Berdasarkan Pasal 1247 KUHPerdata, debitur atau pihak yang mempunyai kewajiban melaksanakan

88

Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian : Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial, (Yogyakarta:Laksbang Mediatama, 2008) hal236


(44)

80

prestasi dalam kontrak hanya diwajibkan membayar ganti kerugia yang nyata telah atau seharusnya dapat diduganya pada saat kontrak dibuat, kecuali jika hal tidak dilaksanakannya kontrak itu karena tipu daya olehnya.

b. Kerugian sebagai akibat langsung dari wanprestasi. Dalam Pasal 1248 KUHPerdata memiliki makna bahwa jika tidak dilaksanakannya kontrak karena tipu daya debitor atau pihak yang mempunyai kewajiban melaksanakan prestasi dalam kontrak, maka pembayaran ganti kerugian yang diderita oleh kreditur atau pihak yang mempunyai hak menerima prestasi dan keuntungan yang hilang baginya, hanya terdiri atas apa yang merupakan akibat langsung dari tidak dilaksanakannya kontrak


(45)

BAB IV

ANALISIS HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGADAAN BARANG DAN JASA ANTARA DINAS

PENDIDIKAN KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN DENGAN CV. HOPE

DOLOKSANGGUL

E. Gambaran Umum tentang Dinas Pendidikan Humbang Hasundutan dan

CV. Hope Doloksanggul

1. Gambaran Umum tentang Dinas Pendidikan Humbang Hasundutan

1.1Visi dan Misi

Untuk memberikan gambaran pandangan masa depan yang ingin dicapai oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Hunbang Hasundutan agar dapat berperan aktif, antisipatif, inovatif, dan produktif sesuai dengan eksistensinya dalam kerangka pembangunan Kabupaten Humbang Hasundutan, maka ditetapkan visi Dinas Pendidikan Kabupaten Humbang Hasundutan adalah “TERWUJUDNYA

PENDIDIKAN BERMUTU DAN RELIGIUS”.89

89

Rencana Kerja SKPD Dinas Pendidikan Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2015

Pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang dapat menghasilkan sumber daya manusia yang sesuai dengan apa yang ditentukan dalam tujuan pendidikan nasional, yaitu menghasilkan sumber daya manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, cerdas, terampil, berbudi pekerti luhur, bertanggung jawab, sehat jasmani dan rohani, berahklak mulia, dan mandiri.

Religius merujuk pada sifat dari pendidikan itu sendiri yang harus mampu menghasilkan peserta didik yang berahklak mulia atau berbudi pekerti luhur serta senantiasa taat dalam menjalankan nilai-nilai agama dan keyakinannya.


(46)

82

Untuk mencapai visi Dinas Pendidikan Kabupaten Humbang Hasundutan, maka ditetapkan 5 misi yaitu:90

1. Meningkatkan kompetensi tenaga pendidikan tenaga kependidikan. 2. Memutakhirkan materi kurikulum.

3. Meningkatkan kreativitas dan budi pekerti siswa.

4. Meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana pendidikan. 5. Meningkatkan perberdayaan sarana penunjang pembelajaran.

1.2Tujuan

Tujuan dalam Rencana Startegis Dinas Pendidikan Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2011-2015 harus lebih tajam dari misi, tetapi masih cukup luas dapat mendorong lahirnya kreatifitas dan inovasi bagi semua unit kerja yang ada di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Humbang Hasundutan termasuk sarana pendidikan, untuk mencapainya. Dengan mengacu pada visi dan misi Dinas Pendidikan Kabupaten Humbang Hasundutan, maka tujuan Dinas Pendidikan Kabupaten Humbang Hasundutan dirumuskan sebagai berikut:

Misi Pertama:

90

Rencana Kerja SKPD Dinas Pendidikan Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2015

Meningkatkan kompetensi tenaga pendidikan tenaga

kependidikan.

Tujuan yang ingin dicapai dari misi ini adalah meningkatkan komptensi tenaga pendidik yang meliputi: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional melalui pelaksanaan pendidikan dan pelatihan secara bertahap.


(47)

83

Misi Kedua :

Tujuan yang ingin dicapai dari misi ini pengemban materi kurikulum sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan melalui kegiatan KKG dan K3S, MGMP dan MKKS.

Memutakhirkan materi kurikulum.

Misi Ketiga :

Tujuan yang ingin dicapai dari misi ini: Penyajian metode pembelajaran yang lebih kreatif melalui penerapan metode pembelajaran Kontextual Teaching and Learning.

meningkatkan kreativitas dan budi pekerti siswa

Misi Keempat :

Tujuan yang ingin dicapai dari misi ini bahwa untuk mendukung peningkatan mutu pendidikan perlu didukung dengan ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai.

Meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana

pendidikan.

Misi Kelima :

Tujuan yang ingin dicapai dari misi ini bahwa sarana pembelajaran yang telah ada harus dimanfaatkan seoptimal mungkin.

Meningkatkan pemberdayaan sarana penunjang pembelajar.

(catatan : perlu mengacu pada tujuan yang tertulis pada RPJMD Kabupaten Humbang Hasundutan 2011-2015 sektor pendidikan, setelah RPJMD selesai disusun.

2. Gambaran Umum tentang CV. Hope Doloksanggul

Pada hari ini, Rabu tanggal satu bulan Februari tahun duaribu enam (01-02-2006), pukul 08.05 WIB (delapan lewat lima menit) Waktu Indonesia Bagian Barat.


(48)

84

Berhadapan dengan saya EMMI BANJARNAHOR, Sarjana Hukum. Notaris di Tarutung, dengan dihadiri oleh saksi-saksi yang akan disebut pada bahagian akhir akte ini dan telah dikenal oleh saya. Notaris.

Tuan MIDUK PURBA, lahir di Hutaraja, pada tanggal dua Maret seribu sembilanratus tujuhpuluh satu (02-03-1971), Wiraswasta, Warga Negara Indonesia, bertempat tinggal di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kecamatan Doloksanggul, Desa Bonanionan, Jalan Pemuda nomor 24, pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor : 1.00276/2004/16/HH/2006, tertanggal duapuluh tujuh Januari duaribu enam (27-01-2006) yang dikeluarkan oleh Camat Kecamatan Doloksanggul, untuk sementara berada di Tarutung.

Menurut keterangannya dalam hal ini bertindak : a. Untuk diri sendiri

b. Sebagai kuasa lisan dari dan dengan demikian untuk dan atas nama dan seberapa perlu menguatkan diri guna bertanggung jawab untuk kepentingan:

1. Tuan POLMER PURBA, lahir di Hutaraja, pada tanggal tujuh belas Maret seribu sembilanratus enampuluh sembilan (17-03-1969), Wiraswasta, Warga Negara Indonesia, bertempat tinggal di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kecamatan Doloksanggul, Kelurahan Pasar Doloksanggul, Jalan Siliwangi nomor 42, pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor : 1.0011/1.002/16/HH/2005, yang dikeluarkan oleh Lurah Kelurahan Pasar Doloksanggul, dan


(49)

85

2. Nyonya RONITA JUNIATI RAJAGUKGUK, Wiraswasta, bertempat tinggal bersama penghadap.

Penghadap telah dikenal oleh saya, Notaris.

Penghadap untuk diri sendiri dan menjalani seperti tersebut diatas menerangkan dengan akte ini:

Bahwa penghadap beserta yang diwakilinya tersebut diatas telah saling setuju dan mufakat untuk mendirikan satu perseroan komanditer dengan memakai syarat-syarat dan perjanjian-perjanjian sebagai berikut:

Pasal 1

Perseroan Komanditer ini memakai nama: C.V. HOPE

Berkedudukan dan pertama kali berkantor pusat di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kecamatan Doloksanggul, Kelurahan Pasar Doloksanggul, Jalan Sliwangi nomor 42, dengan mempunyai cabang-cabang atau perwakilan-perwakilan di tempat-tempat lain yang dianggap perlu.

Pasal 2

Maksud dan tujuan dari perseroan ini ialah:

1. Menjalankan usaha pemborongan/kontraktor bangunan-bangunan, jalan-jalan, jembatan-jembatan, gedung-gedung, rumah-rumah, pekerjaan-pekerjaan dari beton pengerukan, pembuatan saluran air, pemasangan instalasi listrik, air leiding, pemeliharaan dan perawatan


(50)

bangunan-86

bangunan dan lain-lain pembangunan atau bertindak sebagai general kontraktor.

2. Menjalankan usaha perdagangan umum segala rupa barang, termasuk import, eksport, dagang iterinsuler dan lokal, baik untuk perhitungan sendiri maupun perhitungan orang atau badan lain atas dasar komisi atau secara amanat.

3. Menjalankan usaha dibidang industri kayu (sawmill, moulding), meubelair serta serbuk kayu, dan lain-lain.

4. Menjalankan usaha pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan. 5. Menjalankan usaha pengangkutan umum.

6. Menjalankan usaha sebagai leveransir/supplier,

Grossir, distributor perwakilan peragenan dari perusahaan-perusahaan atau badan-badan lain baik dari dalam maupun luar negeri.

7. Menjalankan jasa konsultan, biro bangunan, perencanaan bangunan, tehknik bangunan, architect dan constructor, surveying, dan investigation. 8. Menjalankan usaha dibidang percetakan, penerbitan, penjilitan, dan

sejenisnya, serta toko buku dan alat-alat kantor.

9. Menjalankan usaha dalam bidang industri kecil/kerajinan rakyat, dan selanjutnya melakukan segala tindakan dan perbuatan yang bertalian dengan maksud dan tujuan tersebut serta usaha-usaha lainnya yang dapat memberikan keuntungan bagi perseroan, semuanya dalam arti kata seluas-luasnya dan dengan mengindahkan Undang-Undang dan peraturan-peraturan yang berlaku.


(51)

87

Perseroan ini didirikan dan dimulai sejak akte ini ditandatangani dan didirikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan lamanya. Masing-masing persero berhak untuk mengundurkan diri dan keluar dari perseroan ini sewaktu-waktu asalkan saj memberitahukan maksud itu kepada persero lainnya sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sebelumnya.

Dalam hal demikian, maka bagian dalam perseroan kepunyaan persero yang mengundurkan diri itu akan dibayar dengan tunai kepadanya dalam tempo 3 (tiga) bulan terhitung dari dan menurut keadaan pada hari dan tangal keluarnya persero tersebut, sedangkan perseroan untuk selanjutnya diteruskan oleh para persero lainnya. Modal perseroan ini demikian pula bahagian dari para persero dalam modal perseroan tidak ditentukan besarnya dan setiap waktu dapat diketahui dari catatan dan buku-buku perseroan.

Tiap-tiap penyetoran selanjutnya dalam modal tersebut sebagai bagian dari masing-masing persero dapat dilakukan atas permufakatan para persero bersama-sama dan harus dinyatakan dengan suatu kwitansi yang ditandatangani oleh semua persero atas nama perseroan.

Selain uang, maka persero pengurus memasukkan pula tenaga, kecakapan, waktu, relasi dan langganannya ke dalam perseroan ini, demikian seperlunya untuk mengurus dan mengusahai perseroan ini dengan sebaik-baiknya.

Bahwa para persero tuan MIDUK PURBA, dan tuan PLME PURBA, adalah para persero pengurus masing-masing dan berturut-turut dengan gelar “DIREKTUR” dan “WAKIL DIREKTUR”.


(52)

88

F. Hubungan Hukum Para Pihak dalam Pelaksanaan Pengadaan Barang

dan Jasa pada Dinas Pendidikan Kabupaten Humbang Hasundutan

Hubungan hukum yang merupakan hubungan hukum administrasi negara atau tata usaha negara. adalah hubungan hukum antara pengguna dengan penyedia barang/jasa pada proses persiapan sampai proses penerbitan surat penetapan penyedia barang/jasa instansi pemerintah.

Hukum perjanjian yang sifatnya timbal balik dimana hak pada satu pihak merupakan kewajiban pihak lain dan sebaliknya. Hak dan kewajiban para pihak adalah ketentuan mengenai hak-hak yang dimiliki serta kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pengguna barang/jasa dan penyedia barang/jasa dalam melaksanakan kontrak. Di dalam perjanjian pemborongan maka hak-hak dan kewajiban para pihak adalah Pengguna barang/jasa menerima hasil pekerjaan sesuai dengan perjanjian. Kewajibannya adalah membayar harga dari pekerjaan yang telah direncanakan. Hak pihak pemborong adalah menerima pembayaran sesuai dengan harga kontrak dari pihak yang memborongkan pekerjaan. Kewajiban pemborong adalah menyelesaikan pemborongan sesuai dengan harga kontrak.

Hak dan kewajiban para pihak di atas bisa disebut juga sebagai hak dan kewajiban yang utama dari para pihak, sementara hak dan kewajiban tambahan diatur secara khusus dalam kontrak pemborongan.

Hak dan Kewajiban Penyedia

(1) Hak dan Kewajiban Penyedia


(53)

89

a. Menerima pembayaran untuk pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan harga yang telah ditentukan dalam kontrak;

b. Berhak meminta fasilitas-fasilitas dalam bentuk sarana dan prasarana dari PPK untuk kelancaran pelaksanaan pekerjaan sesuai ketentuan kontrak;

c. Mepalorkan pelaksanaan pekerjaan secara periodik kepada PPK;

d. Melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan jadwal pelaksanaan pekerjaan yang telah ditetapkan dalam kontrak;

e. Memberikan keterangan-keterangan yang diperlukan untuk pemeriksaan pelaksanaan yang dilakukan PPK;

f. Menyerahkan hasil pekerjaan sesuai dengan jadwal penyerahan pekerjaan yang telah ditetapkan dalam kontrak; dan

g. Penyedia harus mengambil langkah-langkah yang cukup memadai untuk melindungi lingkungan tempat kerja dan membatasi perusakan dan gangguan kepada masyarakat maupun miliknya akibat kegiatan Penyedia.

(2) Tanggung Jawab

Penyedia berkewajiban untuk memasok Barang sesuai dengan Lingkup Pengadaan, dan Jadwal Pengiriman dan Penyelesaian.

(3) Penggunaan Dokumen-Dokumen Kontrak dan Informasi

Penyedia tidak diperkenankan menggunakan dan menginformasikan dokumen kontrak atau dokumen lainnya yang berhubungan dengan


(54)

90

kontrak untuk kepentingan pihak lain, misalnya spesifikasi teknis dan/atau gambar-gambar, kecuali dengan ijin tertulis dari PPK.

Hak dan Kewajiban Pejabat Pembuat Komitmen

(1) Hak dan Kewajiban PPK

PPK mempunyai Hak dan Kewajiban:

a. Mengawasi dan memeriksa pekerjaan yang dilaksanakan oleh Penyedia;

b. Meminta laporan-laporan secara periodik mengenai pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh Penyedia;

c. Membayar pekerjaan sesuai dengan harga yang tercantum dalm kontrak yang telah ditetapkan kepada Penyedia; dan

d. Memberikan fasilitas berupa saran dan prasarana yang dibutuhkan oleh Penyedia untuk kelancaran pelaksanaan pekerjaan sesuai ketentuan kontrak.

(2) Fasilitas

PPK dapat memberikan fasilitas berupa sarana dan prasarana atau kemudahan lainnya untuk kelancaran pelaksanaan pengadaan sebagaimana yang tercantum dalam SSKK.

(3) Pembayaran a. Uang muka

1. Uang Muka dapat diberikan kepada Penyedia untuk:

a. Pembayaran uang tanda jadi kepada pemasok barang/material; dan/atau


(55)

91

b. Persiapan teknis lain yang diperlukan bagi pelaksanaan Pengadaan Barang.

2. Besaran uang muka ditentukan dalam SSKK dan dibayar setelah Penyedia menyerahkan Jaminan Uang Muka senilai uang muka yang diterima;

3. Penyedia harus mengajukan permohonan pengambilan uang muka secara tertulis kepada PPK disertai dengan rencana penggunaan uang muka untuk melaksanakan pekerjaan sesuai Kontrak;

4. PPK harus mengajukan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) kepada Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSMP) untuk permohonan tersebut pada huruf c, paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah Jaminan Uang Muka diterima;

5. Jaminan Uang Muka diterbitkan oleh bank umum;

6. Pengembalian uang muka harus diperhitungkan berangsur-angsur secara proporsional pada setiap pembayaraan prestasi pekerjaan dan paling lambat harus lunas pada saat pekerjaan mencapai prestasi pekerjaan 100% (seratus perseratus);

7. Untuk kontrak tahun jamak, nilai Jaminan Uang Muka secara bertahap dapat dikurangi sesuai dengan pencapaian prestasi pekerjaan.

b. Prestasi pekerjaan

1. Pembayaran prestasi hasil pekerjaan yang disepakati dilakukan oleh PPK, dengan ketentuan:


(56)

92

a. Penyedia telah mengajukan tagihan disertai laporan kemajuan hasil pekerjaan;

b. Pembayaran dilakukan dengan system bulanan, system termin atau pembayaran secara sekaligus, sesuai ketentuan dalam SSKK;

c. Pembayaran harus dipotong angsuran uang muka, denda (apabila ada), pajak dan uang retensi; dan

d. Untuk kontrak yang mempunyai sub kontrak, permintaan pembayaran harus dilengkapi bukti pembayaran kepada seluruh sub Penyedia sesuai dengan prestasi pekerjaan.

2. Penyelesaian pembayaran hanya dapat dilaksanakan setelah barang dinyatakan diterima sesuai dengan berita acara serah terima barang dan bilamana dianggap perlu dilengkapi dengan berita acara hasil uji coba.

3. Pembayaran dengan L/C diikuti ketentuan umum yang berlaku di bidang perdagangan.

4. PPK dalam kurun waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah pengajuan permintaan pembayaran dari Penyedia harus sudah mengajukakn Surat Permintaan Pembayaran (SPP) kepada Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar (PPSMP).

5. Bila terdapat ketidaksesuaian dalam perhitungan angsuran, tidak akan menjadi alasan untuk menunda pembayaran. PPK dapat meminta Penyedia untuk menyampaikan perhitungan prestasi


(57)

93

sementara dengan mengesampingkan hal-hal yang sedang menjadi perselisihan dan besarnya tagihan yang dapat disetujui untuk dibayar setinggi-tingginya sesuai ketentuan dalam SSKK.

c. Denda dan ganti rugi

1. Denda merupakan sanksi finansial yang dikenakan kepada Penyedia karena terjadinya cidera janji/wanprestasi;

2. Ganti rugi merupakan sanksi finansial yang dikenakan kepada PPK karena terjadinya cidera janji/wanprestasi;

3. Besarnya denda yang dikenakan kepada Penyedia atas keterlambatan penyelesaian pekerjaan untuk setiap hari keterlambatan adalah:

a. 1/1000 (satu perseribu) dari sisa harga bagian kontrak yang belum dikerjakan, apabila bagian pekerjaan yang sudah dilaksanakan dapat berfungsi; atau

b. 1/1000 (satu perseribu) dari harga kontrak, apabila bagian pekerjaan yang sudah dilaksanakan belum berfungsi sesuai yang ditetapkan dalam SSKK;

4. Besarnya ganti rugi yang dibayar oleh PPK atas keterlambatan pembayaran adalah sebesar bunga dari nilai tagihan yang terlambat dibayar, berdasarkan tingkat suku bunga yang berlaku pada saat itu menurut ketetapan Bank Indonesia, atau dapat diberikan kompensasi;


(1)

ABSTRAK

*Malem Ginting, SH., M.Hum ** Maria Kaban, SH., M.Hum

*** Satya Frida Lestari

Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah adalah kegiatan untuk memperoleh Barang dan Jasa oleh Kementerian, Lembaga, Satuan Kerja Perangkat Daerah, Institusi lainnya yang prosesnya dimula dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang dan Jasa. Pengadaan Barang dan Jasa di K/L/D/I yang bersifat permanen, dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah hubungan hukum para pihak yang timbul di dalam pelaksanaan perjanjian pengadaan barang dan jasa antara Dinas Pendidikan Kabupaten Humbang Hasundutan dengan CV. Hope Doloksanggul. Proses pelaksanaan perjanjian pengadaan barang dan jasa antara Dinas Pendidikan Kabupaten Humbang Hasundutan dengan CV. Hope Doloksanggul sudah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hambatan-hambatan apa saja yang timbul dalam pelaksanaan perjanjian pengadaan barang dan jasa dan bagaimana upaya penyelesaian terhadap sengketa yang timbul dalam pelaksanaan perjanjian pengadaan barang dan jasa tersebut.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian normatif dan empiris. Penelitian normatif yaitu dengan meneliti bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi buku-buku serta norma-norma hukum yang terdapat pada peraturan peundang-undangan, asas-asas hukum, kaidah hukum, dan sistematika hukum. Penelitian empiris yaitu penelitian hukum yang menggunakan sumber data primer. Dengan melakukan penelitian pada Dinas Pendidikan Kabupaten Humbang Hasundutan dan CV. Hope Doloksanggul. Adapun sifat dari penulisan ini adalah deskriptif yaitu menggambarkan secara sistematis dan jelas dimana melakukan penelitian termasuk survey ke lapangan untuk memperoleh data.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa hubungan hukum diantara para pihak merupakan hubungan hukum administrasi negara atau tata usaha negara, yaitu hubungan hukum antara pengguna dengan penyedia barang/jasa pada proses persiapan sampai proses penerbitan surat penetapan penyedia barang/jasa instansi pemerintah, pelaksanaan perjanjian pemborongan antara Dinas Pendidikan Kabupaten Humbang Hasundutan dengan CV. Hope dilakukan dengan metode pelelangan umum dengan pasca kualifikasi dengan menggunakan kontrak jenis lumpsum, Hambatan/kendala dalam pelaksanaan perjanjian Pengadaan Barang dan Jasa pada Dinas Pendidikan Kabupaten Humbang Hasundutan dengan CV. Hope Doloksanggul, yaitu hambatan oleh kelalaian manusia dan hambatan yang diakibatkan peristiwa diluar kekuasaan manusia atau force mejeur. Apabila terjadi perselisihan para pihak menyelesaikan dengan cara musyawarah, arbitrase, mediasi, konsilasi atau pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kata Kunci :Pengadaan Barang dan Jasa, Dinas Pendidikan, C.V Hope

* Pembimbing I Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Pembimbing II Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara *** Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmad dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. Adapun judul dari skripsi ini adalah Analisis Hukum Terhadap Perjanjian Pengadaan Barang dan Jasa Antara Dinas Pendidikan Kabupaten Humbang Hasundutan Dengan CV. Hope Doloksanggul.

Untuk penulisan skripsi ini penulis berusaha agar hasil penulisan skripsi ini mendekati kesempurnaan yang diharapkan, tetapi walaupun demikian penulisan ini belumlah dapat dicapai dengan maksimal, karena ilmu pengetahuan penulis masih terbatas. Oleh karena itu, segala saran dan kritik akan penulis terima dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan penulisan skripsi ini.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kapada :

1. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH, MH, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. OK. Saidin, SH, MHum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(3)

5. Bapak Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan.

6. Bapak Malem Ginting, SH., M.Hum selaku Dosen Pembimbing I, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk dan bimbingan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Ibu Maria Kaban, SH., M.Hum selaku Dosen Pembimbing II, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk dan bimbingan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Seluruh staf dan pengajar Fakultas Hukum USU yang dengan penuh dedikasi menuntun dan membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan sampai dengan menyelesaikan skripsi ini.

9. Skripsi ini saya persembahkan kepada Ayahanda Samsuddin Amri dan Ibunda Radna Fride Marbun yang telah membesarkan dan mendidik saya hingga saya kini telah berada di jenjang perkuliahan saya sekarang ini. Terimakasih yang sebesar-besarnya atas kasih sayang sepanjang masa yang tak pernah usai, atas doa yang tiada henti dipanjatkan untuk penulis, atas segala pengorbanan, motivasi dan dukungan baik moril maupun materil yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini dengan baik. Dan juga kepada kakanda Tri Puji Astuti terimakasih atas doa dan dukungannya. Semoga kelak kita dapat membahagiakan ayahanda dan ibunda tercinta.

10. Buat teman-teman stambuk 012, Lia, Judith, Natali, Hana, Rio, Monang, Eldbert, Linton, Anthoni, Goklas, Denis, Stefano dan yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu terima kasih atas dukungan dan motivasinya sehingga terselesaikan skripsi ini.


(4)

11. Buat teman-teman SMA Mayagita, Desy, Mentari, Agnes, Deta, Wastu, Billy, Ryan, Hardian, yang selalu memberikan dukungan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

12. Terimakasih kepada Bapak Christison R. Marbun selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Dinas Pendidikan Kabupaten Humbang Hasundutan dan Bapak Miduk Purba selaku Direktur CV. Hope yang telah bersedia membagi ilmunya sehingga membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih mempunyai kekurangan baik dari segi materi maupun formatnya dikarenakan keterbatasan akan kemampuan penulis. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan dan keberhasilan penulis dimasa yang akan datang. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca dan pihak lain yang memerlukannya.

Medan, September 2016 Penulis,

Satya Frida Lestari 120200441


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ………...…v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 6

C. Tujuan Penulisan ... 6

D. Manfaat Penulisan ... 7

E. Metode Penulisan ... 8

F. Keaslian Penulisan ... 10

G. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN MENURUT KUH PERDATA…………...…….………..…13

A. Pengertian Perjanjian ………..13

B. Unsur-unsur Perjanjian………19

C. Syarat-syarat Sahnya Perjanjian.………...…………..21

D. Asas-asas Perjanjian………..………..26

E. Subjek dan Objek Perjanjian………...…….……31

F. Berakhirnya Suatu Perjanjian………..…………33

BAB III TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN PENGADAAN BARANG DAN JASA MENURUT PERPRES NO. 4 TAHUN 2015……..………...………..40

A. Pengertian Pengadaan Barang dan Jasa………...40

B. Pengaturan Mengenai Perjanjian Pengadaan Barang dan Jasa………....…46

C. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Pengadaan Barang dan Jasa………...………71


(6)

D. Metode dalam Pengadaan Barang dan Jasa………...…..83

E. Wanprestasi dan Akibat Hukum ………...86

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANIAN PENGADAAN BARANG DAN JASA ANTARA DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN DENGAN CV. HOPE DOLOKSANGGUL ………..………..……….…..91

A. Gambaran Umum tentang Dinas Pendidikan Humbang Hasundutan dan CV. Hope Doloksanggul…………..…………..71

B. Hubungan Hukum Para Pihak dalam Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa pada Dinas Pendidikan Kabupaten Humbang Hasundutan……….98

C. Pelaksanaan Perjanjian Pengadaan Barang dan Jasa Dinas Pendidikan Kabupaten Humbang Hasundutan Dengan CV. Hope Doloksanggul…………..……….…..107

D. Hambatan dan Upaya Penyelesain Sengketa Para Pihak dalam Pelaksanaan Perjanjian Pengadaan Barang dan Jasa pada Dinas Pendidikan Kabupaten Humbang Hasundutan dengan CV. Hope Doloksanggul…………...………..……..110

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………..………..…….………122

A. Kesimpulan……….………..122

B. Saran……….…….123

DAFTAR PUSTAKA………….………...124 LAMPIRAN