22
Adanya prestasi yang akan dilangsungkan. Bila telah ada persetujuan, maka dengan sendirinya akan timbul suatu
kewajiban untuk melaksanakannya. Prestasi merupakan kewajiban yang haruss dipenuhi oleh pihak-pihak sesuai dengan syarat-syarat perjanjian.
4. Adanya bentuk tertentu.
Dalam suatu perjanjian bentuk itu sangat penting, karena ada ketentuan undang-undang bahwa hanya dengan bentuk tertentu maka perjanjian
mempunyai kekuatan mengikat sebagai bukti. Biasanya bukti tersebut dibuat berupa fakta.
5. Adanya syarat tertentu.
Mengenai syarat tertentu ini sebenarnya sebagai isi dari perjanjian, karena dengan syarat-syarat itulah dapat diketahui adanya hak dan kewajiban dari
pihak-pihak. Dan semua unsur tersebut dapat dihubungkan dengan ketentuan tentang syarat-syarat sahnya perjanjian Pasal 1320 KUH Perdata.
C. Syarat–syarat Sahnya Perjanjian
Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, suatu perjanjian itu sah harus terpenuhi 4 syarat, yaitu:
1. Adanya kata sepakat; 2. Kecakapan untuk membuat perjanjian;
3. Adanya suatu hal tertentu; 4. Adanya causa yang halal.
Syarat pertama dan kedua adalah syarat yang harus dipenuhi oleh subyek suatu perjanjian, oleh karena itu disebut sebagai syarat subyektif. Syarat ketiga
dan keempat adalah syarat yang harus dipenuhi oleh obyek perjanjian oleh karena
Universitas Sumatera Utara
23
itu disebut syarat obyektif. Adapun penjelasan dari masing-masing adalah sebagai berikut:
1. Kata sepakat
Kata sepakat berarti persesuaian kehendak, maksudnya memberikan persetujuan atau kesepakatan. Jadi sepakat merupakan pertemuan dua kehendak
dimana kehendak pihak yang satu saling mengisi dengan apa yang dikehendaki pihak lain dan kehendak tersebut saling bertemu.
Menurut Subekti, yang dimaksud dengan kata sepakat adalah persesuaian kehendak antara dua pihak yaitu apa yang dikehendaki oleh pihak ke satu juga
dikehendaki oleh pihak lain dan kedua kehendak tersebut menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik. Dan dijelaskan lebih lanjut bahwa dengan hanya
disebutkannya sepakat saja tanpa tuntutan sesuatu bentuk cara formalitas apapun seperti tulisan, pemberian tanda atau panjer dan lain sebagainya, dapat
disimpulkan bahwa bilamana sudah tercapai sepakat itu, maka sahlah sudah perjanjian itu atau mengikatlah perjanjian itu atau berlakulah ia sebagai
Undangundang bagi mereka yang membuatnya.
24
J. Satrio, menyatakan, kata sepakat sebagai persesuaian kehendak antara dua orang di mana dua kehendak saling bertemu dan kehendak tersebut harus
dinyatakan. Pernyataan kehendak harus merupakan pernyataan bahwa ia menghendaki timbulnya hubungan hukum. Dengan demikian adanya kehendak
24
R. Subekti, Bunga Rampai Ilmu Hukum, Bandung:Alumni, 1992, hal. 4.
Universitas Sumatera Utara
24
saja belum melahirkan suatu perjanjian karena kehendak tersebut harus diutarakan, harus nyata bagi yang lain dan harus dimengerti oleh pihak lain.
25
Di dalam KUH Perdata tidak dijelaskan mengenai kata sepakat ini, tetapi di dalam Pasal 1321 ditentukan syarat bahwa tidak ada sepakat yang sah apabila
sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau diperolehnya karena dengan paksaan atau penipuan.
26
Dari Pasal ini dapat disimpulkan bahwa terjadinya kata sepakat antara masing-masing pihak harus diberikan secara bebas atau tidak boleh ada
paksaan, kekhilafan dan penipuan. Menurut Soebekti,
27
yang dimaksud paksaan adalah paksaan rohani atau paksaan jiwa psychis jadi bukan paksaan badan
fisik. Selanjutnya kekhilafan terjadi apabila salah satu pihak khilaf tentang hal- hal yang pokok dari apa yang diperjanjikan atau tentang sifat-sifat yang penting
dari barang yang menjadi objek perjanjian. Kekhilafan tersebut harus sedemikian rupa sehingga seandainya orang itu tidak khilaf mengenai hal-hal tersebut ia tidak
akan memberikan persetujuan. Kemudian penipuan terjadi apabila satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan-keterangan yang palsu atau tidak benar
disertai dengan tipu muslihat unuk membujuk pihak lawannya memberikan perizinannya. Dengan demikian suatu perjanjian yang kata sepakatnya didasarkan
paksaan, kekhilafan, penipuan maka perjanjian itu di kemudian hari dapat dimintakan pembatalannya oleh salah satu pihak.
25
J. Satrio, Hukum jaminan, Hak-hak Jaminan Kebendaan, Bandung: Citra Aditya, 1993, hal. 129.
26
Wijaya Baron Dyah Sarimaya. Kitab Terlengkap Surat Perjanjian kontrak termasuk surat resmi memo internal Laskar Aksara, Cipayung-Jakarta Timur hal.1.
Universitas Sumatera Utara
25
2. Kecakapan untuk membuat perjanjian bertindak
Cakap atau bekwaam menurut hukum adalah orang yang sudah dewasa, yaitu sudah berumur 18 tahun atau sudah menikah, hal ini diatur dalam Pasal 39
ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris selanjutnya disebut UU
No. 2 Tahun 2004. Mengenai orang yang tidak cakap membuat perjanjian diatur dalam Pasal
1330 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa orang yang tidak cakap membuat perjanjian adalah :
a. Orang yang belum dewasa
b. Mereka yang berada di bawah pengampunan perwalian dan
c. Orang perempuanisteri dalam hal telah ditetapkan oleh Undang-Undang dan
semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.
Menurut hukum nasional, perempuan bersuami sudah dianggap cakap melakukan perbuatan hukum, sehingga tidak lagi harus seijin suaminya. Perbuatan
hukum yang dilakukan perempuan tersebut sah menurut hukum dan tidak dapat dimintakan pembatalannya kepada hakim. Hal ini sesuai dengan dikeluarkannya
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963 selanjutnya disebut SE MA No. 3 Thn 1963 oleh karena itu, bagi mereka yang belum dianggap dewasa
minderjarig underage diwakili oleh walinya, sedangkan untuk orang yang tidak sehat pikirannya mental incompetent intoxicated person diwakili oleh
27
Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 1996, hal. 23-24.
Universitas Sumatera Utara
26
pengampunya karena dianggap tidak mampu onbevoegd untuk bertindak sendiri.
28
3. Adanya suatu hal tertentu
Suatu hal tertentu dalam suatu perjanjian adalah objek perjanjian. Objek perjanjian adalah prestasi yang menjadi pokok perjanjian yang bersangkutan.
Prestasi itu sendiri bisa berupa memberikan sesuatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Prestasi itu harus tertentu atau sekurang-kurangnya dapat
ditentukan jenisnya Pasal 1333 ayat 1 KUHPerdata. Mengenai jumlahnya tidak menjadi masalah asalkan di kemudian hari ditentukan Pasal 1333 ayat 2
KUHPerdata. Maksudnya adalah apa yang diperjanjikan harus cukup jelas, ditentukan jenisnya, jumlahnya boleh tidak disebutkan asal dapat dihitung atau
ditetapkan.
29
4. Adanya suatu sebabcausa yang halal
Suatu sebab atau kausa di sini bukanlah sebab yang mendorong orang tersebut melakukan perjanjian. Sebab atau kausa suatu perjanjian adalah tujuan
bersama yang hendak dicapai oleh para pihak,
30
Pasal 1337 KUHPerdata menyebutkan bahwa suatu sebab atau kausa yang halal adalah apabila tidak dilarang oleh undang-undang, maksudnya isi kontrak
tidak boleh bertentangan dengan perundangan yang sifatnya memaksa, ketertiban umum dan kesusilaan. Didalam Pasal 1337 KUH Perdata hanya disebutkan kausa
sedangkan sebagaimana disebutkan R. Subekti, adanya suatu sebab yang dimaksud tiada lain dari isi
perjanjian.
28
Abdul Kadir Muhammad, Op. Cit., hal. 92.
29
Ibid, hal. 93.
Universitas Sumatera Utara
27
yang terlarang. Suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan undang- undang, kesusilaan dan ketertiban umum.
31
Perjanjian yang bercausa tidak halal yang dilarang undang-undang adalah jual-beli candu, ganja, dan lain-lain. Perjanjian yang bercausa tidak halal yang
bertentangan dengan ketertiban umum misalnya perdagangan manusia sebagai budak, mengacaukan ajaran agama tertentu. Perjanjian yang bercausa tidak halal
yang bertentangan dengan kesusilaan akan menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum perjanjian yang berisi causa yang tidak halal ialah bahwa perjanjian itu
batal demi hukum. Dengan demikian tidak ada dasar untuk menuntut pemenuhan perjanjian di muka hakim, karena sejak semula dianggap tidak pernah ada
perjanjian. Demikian juga perjanjian yang dibuat tanpa sebab, ia dianggap tidak pernah ada Pasal 1335 KUHPerdata.
32
D. Asas-asas Perjanjian