TINJAUAN PUSTAKA PEMAHAMAN BUDAYA AIZUCHI SEBAGAI ETIKA KOMUNIKASI ORANG JEPANG (STUDI KASUS TERHADAP MAHASISWA SASTRA JEPANG FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA UNIVERSITAS UDAYANA.
Sebagai suatu proses, tuturan memiliki nilai-nilai yang dipahami dan diterima oleh masyarakat. Nilai-nilai sosial tersebut memungkinkan suatu tuturan dapat dikonstruksi dan
dinegosiasikan antar penutur. Dalam hal ini penutur dimungkinkan untuk menerapkan nilai- nilai sosial dalam suatu tuturan saat menerapkan elemen tuturan seperti penundaan pause,
intonasi, penggunaan ekspresi filler, dan membangun formulasi tuturan. Karena berkaitan dengan nilai sosial, percakapan sesungguhnya memiliki kedekatan dalam aturan dan prosedur
budaya yang spesifik. Ketidakmampuan dalam menangani suatu proses tuturan akan dianggap sama dengan ketidakmampuan memahami kondisi sosial budaya suatu masyarakat dan
bahkan mungkin menimbulkan kesalahpahaman. Karena itulah, terdapat banyak hal penting yang perlu diketahui dalam memahami suatu tuturan, seperti; masuk maupun keluar pada
suatu tuturan; berupaya untuk lebih menguasai tuturan bidding a turn, menolak tanpa menimbulkan kesan kasar atau tidak sopan, atau merubah topik. Hal-hal seperti itu wajib
dipahami penutur saat proses tuturan berlangsung. Yule 2000 mendeskripsikan sejumlah karakteristik tuturan yang penting.
Karakteristik tuturan tersebut antara lain adanya pasangan keterkaitan adjacency pairs, struktur preferen preference structure, dan penanda lain dalam percakapan. Penanda lain
dalam percakapan dapat berupa penundaan sesaat pauses, perhentian lama overlaps, dan adanya penanda unsur-unsur seperti senyum, anggukan kepala, atau bentuk ekspresi wajah
yang disebut sebagai sinyal backchannel backchannel signals. Yule 2000: 76 menjelaskan secara detail yang dimaksud dengan pasangan keterkaitan adjancency pairs sebagai bentuk
keterkaitan tuturan antara penutur pertama dengan penutur kedua. Dalam hal ini, penutur pertama mendapat respon yang sesuai dari penutur kedua. Sederhananya, apabila seorang
penutur mengucapkan salam pembuka saat percakapan dimulai, maka menjadi kewajiban penutur kedua untuk membalas dengan ucapan salam. Sedangkan apabila seorang penutur
bertanya maka penutur lainnya akan menjawab. Selain adanya pasangan keterkaitan adjacency pairs, juga terdapat istilah yang
disebut dengan rangkaian selipan insertion sequence. Bagian rangkaian selipan insertion sequence masih merupakan bagian dari pasangan keterkaitan adjacency pairs. Sesuai
dengan pengistilahannya, rangkaian selipan insertion sequence menurut Yule 2000: 77 merupakan pasangan keterkaitan yang justru tidak saling terkait. Dalam hal ini tuturan
penutur pertama tidak mendapat respon semestinya dari penutur berikutnya. Hal itu sangat mungkin terjadi dalam sebuah tuturan. Tuturan tidak selalu berjalan dengan mulus dan
komunikatif. Ada kalanya salah satu penutur justru memberikan respon tuturan yang berbeda. Sehingga jika disimpulkan, rangkaian selipan insertion sequence merupakan tuturan berbeda
dari yang diharapkan oleh penutur sebelumnya.
3
Maynard 1995: 222 membagi karakteristik para respon penutur menjadi lima bagian penting. Bagian penting tersebut berkaitan dengan komponen yang disebut aizuchi atau
respon pendengar. Kelima bagian dari aizuchi meliputi mengungkapkan konfirmasi, menunjukkan perhatian seseorang, memperlihatkan keraguan, mengekspresikan keterkejutan,
dan mengungkapkan simpati. Masing – masing bagian tentunya mempunyai karakteristik yang berbeda dalam memperlihatkan ekspresi respon pendengar.
Mengungkapkan konfirmasi dalam bahasa Jepang menurut Maynard 1995: 222 dapat dilakukan dengan sejumlah ekspresi. Ekspresi – ekspresi itu antara lain soo desu ka saya
paham, soo desu ne itu benar, yappari hal itulah yang saya pikirkan, dan naruhodo begitu ya. Secara umum, ekspresi – ekspresi aizuchi yang mengungkapkan konfirmasi
dilakukan saat penutur lain menyampaikan suatu pernyataan. Sehingga untuk memastikan kebenarannya maka pendengar lain akan menyatakan konfirmasi. Sedangkan untuk
menunjukkan perhatian seseorang dapat ditunjukkan dengan ekspresi seperti un uh-huh, huun saya paham, soo benar, dan haiee yeah benar. Ekspresi yang tergolong singkat
tersebut sesungguhnya lebih mengacu kepada upaya memberikan perhatian terhadap pernyataan atau tuturan sebelumnya. Seperti diketahui, penutur Jepang dikenal tidak pasif.
Sehingga memberikan tanggapan atau respon meskipun dengan ekspresi yang singkat dianggap menunjukkan perhatian atas tuturan yang sebelumnya disampaikan. Bahkan pada
ekspresi hai atau ee diperlihatkan dalam kondisi – kondisi formal. Karakteristik respon aizuchi yang ketiga adalah memperlihatkan keraguan. Ekspresi –
ekspresi yang munculnya antara lain saa baiklah …, maa tabun mungkin…, soo desu ka nee baiklah, saya tidak begitu yakin …, soo? betulkah?, dan soo ka naa saya berharap
…. Ungkapan keraguan menunjukkan respon yang masih belum pasti terhadap tuturan penutur sebelumnya. Sehingga dapat dilihat jika ekspresi – ekspresi yang diperlihatkan lebih
mengacu pada ekspresi ketidakyakinan. Karakteristik respon selanjutnya adalah mengekspresikan keterkejutan. Keterkejutan dalam respon penutur Jepang biasanya
diungkapkan dengan ekspresi seperti ee? apa?, honto? betulkah?, uso kamu bohong, dan masaka itu tidak mungkin, bohong. ekspresi keterkejutan dalam aizuchi lebih banyak
memperlihatkan respon pendengar yang tidak menduga terhadap tuturan yang disampaikan penutur sebelumnya. Karena memiliki pemahaman yang berbeda, maka respon keterkejutan
muncul dalam istilah aizuchi. Selain keterkejutan, karakteristik respon aizuchi yang terakhir adalah mengungkapkan simpati. Pengungkapan simpati oleh pendengar biasanya dikaitkan
dengan berita – berita yang tidak menyenangkan pada tuturan sebelumnya. Karena itulah, ekspresi simpati diungkapkan melalui tuturan seperti komarimashita nee itu masalah,
bukan?, yowatta naa oh tidak, benar – benar masalah, komatta wa nee oh, tidak, sungguh
4
masalah, zannen desu nee prihatin mendengar itu, itu terlalu buruk, dan kinodokuni saya prihatin mendengar hal itu. Jika diperhatikan secara umum maka dapat diketahui jika
ungkapan simpati lebih banyak menunjukkan adanya suatu bentuk keprihatinan pendengar terhadap tuturan penutur lainnya. Sehingga sesuatu tersebut dianggap sebagai suatu hal yang
buruk oleh pendengar lainnya.
5