BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Levinson dalam Nunan, 1993: 85 menegaskan jika bentuk dasar sebuah komunikasi adalah prototype bahasa yang digunakan, bentuk yang pertama kali manusia ketahui tentang
bahasa, dan hal itu juga berkaitan dengan pemerolehan bahasa. Pernyataan tersebut mengindikasikan jika komunikasi berkaitan dengan bahasa dan lingkungan sekitarnya. Selain
itu, penggunaan bahasa juga memiliki keterkaitan dengan budaya yang melatarbelakangi penutur dan tuturan. Dengan adanya budaya yang melekat pada seorang penutur dan budaya
yang menaungi tuturan tertentu, maka dapat dipastikan jika penutur dalam melakukan tuturan mencerminkan suatu kondisi masyarakat dengan budaya tertentu. Nunan 1993: 94
menyimpulkan jika hal yang paling menantang dan sulit dalam suatu komunikasi terletak pada penutur kedua danatau penutur asing. Mereka mengalami kesulitan untuk dapat
menunjukkan kedinamisan dan penampilan tuturan yang berbeda dari satu bahasa dengan bahasa lainnya serta satu budaya dengan budaya lainnya.
Nunan 1993: 94 menyimpulkan jika hal yang paling menantang dan sulit dalam suatu komunikasi terletak pada penutur kedua danatau penutur asing. Mereka mengalami
kesulitan untuk dapat menunjukkan kedinamisan dan penampilan tuturan yang berbeda dari satu bahasa dengan bahasa lainnya serta satu budaya dengan budaya lainnya.
Lebih lanjut, Nunan 1993: 96 mengkaitkan budaya dengan manajemen percakapan yang terjadi antar dua penutur. Dalam manajemen percakapan terdapat sejumlah faktor yang
patut diperhitungkan mulai dari tingkatan kesopanan, tingkatan formalitas percakapan, dan tingkatan penerimaan penutur terhadap rentang penundaan pause dari penutur lain. Faktor-
faktor itu bervariasi dari satu budaya ke budaya lainnya. Selain itu, ketiganya memiliki pengaruh yang dapat menyebabkan kelangsungan suatu komunikasi lancar atau tidak.
Contohnya, terdapat pandangan budaya berbeda terhadap penundaan pause dan kelancaran smooth dalam percakapan. Bagi orang Barat, posisi diam saat berbicara hanya dapat
ditoleransi jika berbicara dengan teman atau seseorang yang telah dikenal dengan baik. Sehingga apabila mereka berbicara dengan orang asing atau orang yang baru dikenal, mereka
akan berusaha menjaga kelancaran komunikasi tanpa melakukan penundaan pause. Sedangkan dalam budaya Jepang, justru kelancaran smooth komunikasi seperti yang
terdapat dalam budaya Barat malah membingungkan. Hal itu dikarenakan mereka terbiasa untuk melakukan penundaan singkat short pause guna memastikan lawan bicara dapat
memahami topik yang sedang diperbincangkan.
2
Sebagai suatu proses, tuturan memiliki nilai-nilai yang dipahami dan diterima oleh masyarakat. Nilai-nilai sosial tersebut memungkinkan suatu tuturan dapat dikonstruksi dan
dinegosiasikan antar penutur. Dalam hal ini penutur dimungkinkan untuk menerapkan nilai- nilai sosial dalam suatu tuturan saat menerapkan elemen tuturan seperti penundaan pause,
intonasi, penggunaan ekspresi filler, dan membangun formulasi tuturan. Karena berkaitan dengan nilai sosial, percakapan sesungguhnya memiliki kedekatan dalam aturan dan prosedur
budaya yang spesifik. Ketidakmampuan dalam menangani suatu proses tuturan akan dianggap sama dengan ketidakmampuan memahami kondisi sosial budaya suatu masyarakat dan
bahkan mungkin menimbulkan kesalahpahaman. Karena itulah, terdapat banyak hal penting yang perlu diketahui dalam memahami suatu tuturan, seperti; masuk maupun keluar pada
suatu tuturan; berupaya untuk lebih menguasai tuturan bidding a turn, menolak tanpa menimbulkan kesan kasar atau tidak sopan, atau merubah topik. Hal-hal seperti itu wajib
dipahami penutur saat proses tuturan berlangsung. Yule 2000 mendeskripsikan sejumlah karakteristik tuturan yang penting.
Karakteristik tuturan tersebut antara lain adanya pasangan keterkaitan adjacency pairs, struktur preferen preference structure, dan penanda lain dalam percakapan. Penanda lain
dalam percakapan dapat berupa penundaan sesaat pauses, perhentian lama overlaps, dan adanya penanda unsur-unsur seperti senyum, anggukan kepala, atau bentuk ekspresi wajah
yang disebut sebagai sinyal backchannel backchannel signals. Yule 2000: 76 menjelaskan secara detail yang dimaksud dengan pasangan keterkaitan adjancency pairs sebagai bentuk
keterkaitan tuturan antara penutur pertama dengan penutur kedua. Dalam hal ini, penutur pertama mendapat respon yang sesuai dari penutur kedua. Sederhananya, apabila seorang
penutur mengucapkan salam pembuka saat percakapan dimulai, maka menjadi kewajiban penutur kedua untuk membalas dengan ucapan salam. Sedangkan apabila seorang penutur
bertanya maka penutur lainnya akan menjawab. Selain adanya pasangan keterkaitan adjacency pairs, juga terdapat istilah yang
disebut dengan rangkaian selipan insertion sequence. Bagian rangkaian selipan insertion sequence masih merupakan bagian dari pasangan keterkaitan adjacency pairs. Sesuai
dengan pengistilahannya, rangkaian selipan insertion sequence menurut Yule 2000: 77 merupakan pasangan keterkaitan yang justru tidak saling terkait. Dalam hal ini tuturan
penutur pertama tidak mendapat respon semestinya dari penutur berikutnya. Hal itu sangat mungkin terjadi dalam sebuah tuturan. Tuturan tidak selalu berjalan dengan mulus dan
komunikatif. Ada kalanya salah satu penutur justru memberikan respon tuturan yang berbeda. Sehingga jika disimpulkan, rangkaian selipan insertion sequence merupakan tuturan berbeda
dari yang diharapkan oleh penutur sebelumnya.
3