Penetapan Kadar Natrium Siklamat pada Sirup Markisa Madan Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

(1)

PENETAPAN KADAR NATRIUM SIKLAMAT PADA SIRUP

MARKISA MADAN SECARA KROMATOGRAFI CAIR

KINERJA TINGGI(KCKT)

KARYA ILMIAH

SURYA LESMANA

112401015

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENETAPAN KADAR NATRIUM SIKLAMAT PADA SIRUP MARKISA MADAN SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

KARYA ILMIAH

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh Ahli Madya

SURYA LESMANA 112401015

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PERSETUJUAN

Judul : Penetapan Kadar Natrium Siklamat Pada Sirup Markisa Madan Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kategori : Karya Ilmiah Nama : Surya Lesmana Nomor Induk Mahasiswa : 112401015

Program Studi : Diploma (D3) Kimia Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Juli 2014

Diketahui

Ketua Prodi D3 Kimia Dosen Pembimbing,

Dra. Emma Zaidar Nst, M.Si Dra. Emma Zaidar Nst, M.Si NIP. 195512181987012001 NIP. 195512181987012001

Disetujui Oleh

Departemen kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, MS NIP.195408301985032001


(4)

PERNYATAAN

PENETAPAN KADAR NATRIUM SIKLAMAT PADA SIRUP MARKISA MADAN SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil karya sendiri.Kecuali beberapa kutipan dari ringkasan yang masing- masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2014

SURYA LESMANA 112401015


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan kasih karuniaNya yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini dengan sebaik mungkin dan dengan waktu yang telah ditentukan. Penulisan karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat akademik dalam menyelesaikan studi program D3 Kimia di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) USU Medan.

Adapun judul karya ilmiah ini adalah “PENETAPAN KADAR NATRIUM SIKLAMAT PADA SIRUP MARKISA MADAN SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)”

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih atas segala bimbingan dan fasilitas yang telah diberikan baik sebelum atau sesudah PKL dilaksanakan, kepada :

1. Kedua orang tua penulis, Carles Ginting dan Rosalina br Surbakti,SH yang telah memberikan motivasi, dukungan moril dan materil, serta dukungan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

2. Ibu Dra.Emma Zaidar Nst,M.Si selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu penulis menyelesaikan karya ilmiah ini.


(6)

3. Ibu Dr.Rumondang Bulan,MS selaku Ketua Departemen Kimia FMIPA USU.

3. Ibu Dra.Emma Zaidar Nst, M.Si selaku koordinator Jurusan Kimia Industri FMIPA USU yang telah banyak membimbing dan membantu kelancaran studi penulis.

4. Bapak/Ibu Staff pengajar khususnya program studi Kimia Industri FMIPA USU yang telah banyak membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan.

5. Teman-teman seperjuangan Kimia Industri stambuk 2011.

6. Seluruh pegawai serta pimpinan Balai Besar Pengawasan Obat Dan Makanan ( BBPOM) di Medan yang telah banyak membantu selama PKL.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya ilmiah ini masih memiliki kekurangan dalam materi dan cara penyajiannya dengan kata lain masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritikan dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan karya ilmiah ini. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih.

Medan, Juli 2014


(7)

PENETAPAN KADAR NATRIUM SIKLAMAT PADA SIRUP MARKISA MADAN SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

ABSTRAK

Sirup markisa merupakan salah satu produk minuman yang identik dengan rasa manis yang banyak beredar dan dikonsumsi oleh masyarakat. Dalam proses pembuatannya, produsen sering kali menggunakan pemanis buatan untuk menggantikan gula alami untuk menurunkan biaya produksi. Namun, dalam sebuah penelitian, beberapa pemanis buatan dapat menyebabkan kanker kantong kemih pada tikus percobaan di laboratorium, salah satu diantaranya adalah siklamat. Ini adalah pemanis buatan yang paling sering digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah sirup markisa, baik produk lokal maupun produk nasional yang dijual di pasaran memenuhi baku mutu atau tidak. Penelitian ini menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT), hasil percobaan diperoleh kolom : oktadesilsilana, 5 µm, 250 mm x 4 mm RP 18; fase gerak buffer fosfat/KH2PO4 pH 4,5 dan metanol rasio 7:3; laju aliran : 1 ml/menit; volume

injeksi: 20 µl; dan detektor: UV-VIS 200 nm. Dari hasil penelitian, kadar siklamat yang diperoleh pada sirup markisa adalah 657 mg/kg. Menurut SNI batas konsumsi siklamat yang aman pada sirup sebelum diencerkan adalah 1000 mg/kg dan sesudah diencerkan sebesar 6000 mg/kg, jadi dapat diambil kesimpulan bahwa kadar siklamat memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan.


(8)

DETERMINATION OFSODIUMCYCLAMATEIN MADANPASSION FRUITSYRUPINHIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY

(HPLC)

ABSTRACT

Passion fruit syrup is one of the drink product that is synonymous with many outstanding sweet flavor and consumed by the public . In the manufacturing process , manufacturers often use artificial sweeteners to replace the natural sugars to lower production costs . However , in one study , some artificial sweeteners can cause bladder cancer in rats in laboratory experiments , one of which is cyclamate . It is an artificial sweetener that is most commonly used . This study purposed to see if the passion fruit syrup , both local and national products on the market meet the quality standards or not . This study uses high performance liquid chromatography ( HPLC ) , the experimental results obtained by column : oktadesilsilana , 5 lm , 250 mm x 4 mm RP 18 ; fosfat/KH2PO4 mobile phase buffer pH 4.5 and methanol ratio of 7:3 ; flow rate : 1 ml / min ; injection volume : 20 mL ; and detector : UV - VIS 200 nm . From the research , cyclamate levels obtained in passion fruit syrup is 657 mg / kg . According to ISO limit of safe consumption of cyclamate in syrup before diluted is 1000 mg / kg and after diluted at 6000 mg / kg , so it can be concluded that cyclamate levels meet established quality standards .


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN i

PERNYATAAN ii

PENGHARGAAN iii

ABSTRAK v

ABSTRACT vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR TABEL x

Bab 1. Pendahuluan 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 3

1.3. Tujuan 3

1.4. Manfaat 3

Bab 2. Tinjauan Pustaka 4

2.1. Bahan Tambahan Pangan 4

2.2. Sirup 4

2.3. Markisa 5

2.4. Pemanis Buatan 7

2.4.1. Siklamat 8

2.5. Kromatografi 9

2.5.1. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi 9


(10)

2.5.2 Komponen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi 11

2.5.3 Jenis Kromatografi 17

Bab 3.Bahan dan Metode 19

3.1. Peralatan 19

3.2. Bahan Pereaksi 20

3.3. Prosedur Kerja 20

3.3.1. Preparasi Sampel 20

3.3.2. Pembuatan Larutan Fase Gerak 20

3.3.3. Pembuatan Larutan Baku 21

Bab 4. Hasil dan Pembahasan 23

4.1. Hasil Penelitian 23

4.1.1. Perhitungan 24

4.2. Pembahasan 26

Bab 5. Kesimpulan dan Saran 29

5.1. Kesimpulan 29

5.2. Saran 29

Daftar Pustaka 30 Lampiran :

1. Lampiran catatan pengujian sampel

2. Lampiran kromatogram dan informasi sampel

3. Lampiran catatan pengujian kromatografi cair kinerja tinggi 4. Lampiran perhitungan kadar siklamat


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Buah Markisa 6

Gambar 2.2. Struktur Natrium Siklamat 8 Gambar 2.3. komponen kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) 12 Gambar 2.4. Skema Penyuntikan Sampel Metode Valve 13


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kandungan nilai gizi markisa dalam 100 g bahan 7 Tabel 4.1. Larutan Baku Na-Siklamat 23 Tabel 4.2. Sampel Sirup Marisa Madan 24 Tabel 4.3. Hasil Perhitungan Kadar Natrium Siklamat 24


(13)

PENETAPAN KADAR NATRIUM SIKLAMAT PADA SIRUP MARKISA MADAN SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

ABSTRAK

Sirup markisa merupakan salah satu produk minuman yang identik dengan rasa manis yang banyak beredar dan dikonsumsi oleh masyarakat. Dalam proses pembuatannya, produsen sering kali menggunakan pemanis buatan untuk menggantikan gula alami untuk menurunkan biaya produksi. Namun, dalam sebuah penelitian, beberapa pemanis buatan dapat menyebabkan kanker kantong kemih pada tikus percobaan di laboratorium, salah satu diantaranya adalah siklamat. Ini adalah pemanis buatan yang paling sering digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah sirup markisa, baik produk lokal maupun produk nasional yang dijual di pasaran memenuhi baku mutu atau tidak. Penelitian ini menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT), hasil percobaan diperoleh kolom : oktadesilsilana, 5 µm, 250 mm x 4 mm RP 18; fase gerak buffer fosfat/KH2PO4 pH 4,5 dan metanol rasio 7:3; laju aliran : 1 ml/menit; volume

injeksi: 20 µl; dan detektor: UV-VIS 200 nm. Dari hasil penelitian, kadar siklamat yang diperoleh pada sirup markisa adalah 657 mg/kg. Menurut SNI batas konsumsi siklamat yang aman pada sirup sebelum diencerkan adalah 1000 mg/kg dan sesudah diencerkan sebesar 6000 mg/kg, jadi dapat diambil kesimpulan bahwa kadar siklamat memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan.


(14)

DETERMINATION OFSODIUMCYCLAMATEIN MADANPASSION FRUITSYRUPINHIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY

(HPLC)

ABSTRACT

Passion fruit syrup is one of the drink product that is synonymous with many outstanding sweet flavor and consumed by the public . In the manufacturing process , manufacturers often use artificial sweeteners to replace the natural sugars to lower production costs . However , in one study , some artificial sweeteners can cause bladder cancer in rats in laboratory experiments , one of which is cyclamate . It is an artificial sweetener that is most commonly used . This study purposed to see if the passion fruit syrup , both local and national products on the market meet the quality standards or not . This study uses high performance liquid chromatography ( HPLC ) , the experimental results obtained by column : oktadesilsilana , 5 lm , 250 mm x 4 mm RP 18 ; fosfat/KH2PO4 mobile phase buffer pH 4.5 and methanol ratio of 7:3 ; flow rate : 1 ml / min ; injection volume : 20 mL ; and detector : UV - VIS 200 nm . From the research , cyclamate levels obtained in passion fruit syrup is 657 mg / kg . According to ISO limit of safe consumption of cyclamate in syrup before diluted is 1000 mg / kg and after diluted at 6000 mg / kg , so it can be concluded that cyclamate levels meet established quality standards .


(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Sejak pertengahan abad ke-20 ini, peranan bahan tambahan pangan khususnya bahan pengawet menjadi semakin penting sejalan dengan kemajuan teknologi produksi bahan tambahan pangan sintetis. Banyaknya bahan tambahan pangan dalam bentuk lebih murni dan tersedia secara komersil dengan harga yang relatif murah akan mendorong meningkatnya pemakaian bahan tambahan pangan yang berarti meningkatkan konsumsi bahan tersebut bagi setiap individu(Cahyadi,2008).

Namun demikian, perlu kita sadari bahwa seringkali makanan hasil buatan industri buatan rumah tangga mengandung bahan tambahan makanan yang berbahaya, salah satunya adalah pemanis buatan yang dilarang atau pemanis buatan yang diizinkan, tetapi dalam jumlah yang berlebihan(Yuliarti,2007).

Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan digunakan untuk keperluan produk olahan pangan, industri, serta minuman dan makanan kesehatan. Pemanis berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma, memperbaiki sifat fisik, sebagai pengawet, memperbaiki sifat-sifat kimia sekaligus merupakan sumber kalori bagi tubuh, mengembangkan jenis minuman dan makanan dengan jumlah kalori terkontrol, mengontrol program pemeliharaan


(16)

dan penurunan berat badan, mengurangi kerusakan gigi, dan sebagai bahan substitusi pemanis utama (Eriawan R. dan Imam P.,2002).

Zat pemanis sintetis merupakan zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau dapat membantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis tersebut, sedangkan kalori yang dihasilkannya jauh lebih rendah daripada gula(Winarno,1997).

Dalam kehidupan sehari-hari pemanis buatan sakarin dan siklamat maupun campuran keduanya sering ditambahkan kedalam berbagai jenis jajanan anak-anak yang banyak dijajakan pedagang keliling seperti snack, cendol, limun, makanan tradisional dan sirup.Sebuah penelitian menunjukkan bahwa sakarin dapat menimbulkan kanker kandung kemih pada tikus. Seperti halnya sakarin, penggunaan siklamat dapat pula berbahaya mengingat hasil metabolismenya, yaitu sikloheksamina bersifat karsiogenik sehingga ekskresi lewat urin dapat merangsang pertumbuhan tumor pada kandung kemih tikus(Yuliarti,2007).

Penggunaan bahan tambahan pangan dalam proses produksi pangan perlu diwaspadai bersama, baik oleh produsen maupun konsumen. Dampak penggunaannya dapat bersifat positif maupun negatif bagi masyarakat.Penyimpangan dalam penggunaannya dapat membahayakan kita bersama, khususnya generasi muda sebagai penerus pembangunan bangsa. Kita memerlukan pangan yang lebih baik untuk masa yang akan datang, yaitu pangan yang aman untuk dikonsumsi, bermutu tinggi, bergizi tinggi , dan mampu untuk bersaing di pasar global.


(17)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi permasalahan adalah apakah kandungan zat pemanis buatan natrium siklamat yang digunakan pada Sirup Markisa Madan memenuhi baku mutu atau tidak.

1.1.1 1.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam analisa kadar

pemanis buatan natrium siklamat dalam Sirup Markisa Madan

2. Untuk mengetahui kadar zat pemanis buatan natrium siklamat pada

Sirup Markisa Madan

3. Untuk mengetahui apakah kadar natrium siklamat pada Sirup

Markisa Madan memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan

1.1.2 1.4. Manfaat

1. Memberikan informasi tentang kadar natrium siklamat pada Sirup Markisa Madan

2. Memberikan informasi apakah kadar pemanis buatan natrium siklamat memenuhi standar sesuai SNI 01-6993-2004

3. Menambah wawasan berpikir bagi penelitian terutama yang berhubungan dengan penggunaan pemanis buatan pada sirup


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Tambahan Pangan

Bahan tambahan pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, baik yang mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi (BSN, 2004). BTP merupakan bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam produk pangan dalam jumlah kecil dengan tujuan untuk memperbaiki penampilan, cita rasa, memperpanjang daya simpan dan lain- lain (BSN, 1995a).

Bahan tambahan pangan bukan bagian dari bahan pangan, tetapi terdapat dalam produk pangan tersebut karena perlakuan saat pengolahan, penyimpanan atau pengemasan. BTP meliputi bahan pengawet, pemanis, pewarna, penguat rasa, pemutih, anti kempal dan anti oksidan (BSN, 1995a). Batas penggunaan

maksimum atau konsentrasi maksimum yang diizinkan untuk ditambahkan ke dalam produk pangan dinyatakan dalam milligram per kilogram bahan sesuai dengan nomor kategori pangan (Badan POM RI, 2006; BSN, 2004).

2.2 Sirup

Sirup adalah larutan gula pekat dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan pangan yang diizinkan (BSN, 1994). Berdasarkan bahan baku yang digunakan untuk pembuatan sirup, maka sirup dibedakan menjadi lima, yaitu:


(19)

Sirup maltosa, sirup glukosa, sirup fruktosa, sirup buah dan sirup esens (BSN, 1992a; BSN, 1992b; BSN, 1992c; Satuhu, 1994). Berdasarkan kategori pangan sirup fruktosa, glukosa dan maltosa sebagai pemanis. Sedangkan sirup buah, berperisa, squash dan squash berperisa sebagai minuman (Badan POM RI, 2006). Sirup glukosa, fruktosa atau maltosa merupakan cairan kental dan jernih dengan komponen utama glukosa, fruktosa atau maltosa yang diperoleh dari hidrolisis pati dengan cara kimia atau enzematis (BSN, 1992a; BSN, 1992b; BSN, 1992c). Sirup buah atau minuman squash adalah sirup yang aroma dan rasanya ditentukan oleh buah segar (BSN, 1998; Satuhu, 1994).

Sirup buah atau squash adalah produk minuman yang cita rasanya ditentukan oleh sari buah yang ditambahkan. Sirup esens atau sirup berperisa adalah produk minuman yang cita rasanya ditentukan oleh esens yang ditambahkan misalnya: esens jeruk, mangga, markisa atau nenas dan lain-lain (Badan POM RI, 2006; Satuhu, 1994). Squash berperisa adalah produk minuman yang cita rasanya ditentukan oleh esens dengan atau tanpa cita rasa buah (Badan POM RI, 2006).

2.3 Markisa

Markisa mula-mula disebut passion fruit. Menurut sejarah, tanaman markisa berasal dari daerah tropis Amerika Selatan, tepatnya di daerah Brasil, Venezuela, Kolumbia, dan Peru. Nikolai Ivanovich Vavilov, ahli Botani Soviet, memastikan bahwa sentra utama asal tanaman markisa adalah daerah Amerika Selatan, terutama Peru, Ekuador, dan Bolivia. Markisa merupakan tumbuhan semak atau pohon yang hidup menahun (perennial) dan bersifat merambat atau menjalar hingga sepanjang 20 meter atau lebih.


(20)

Batang tanaman berkayu tipis, bersulur, dan memiliki banyak percabangan yang kadang-kadang tumbuh tumpang tindih. Pada stadium muda, cabang tanaman berwarna hijau dan setelah tua berubah menjadi hijau kecokelatan. Daun tanaman sangat rimbun, tumbuh secara bergantian pada batang atau cabang. Tiap helai daun bercaping tiga dan bergerigi, berwarna hijau mengkilap.

Sumber : Gambar 2.1 Buah Markisa

Menurut Rukmana (2003), kedudukan taksonomi markisa yaitu : Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Passiflorae

Famili : Passifloraceae

Genus : Passiflora


(21)

Tabel 2.1 Kandungan nilai gizi markisa dalam 100 g bahan No. Jenis Zat Gizi Kandungan

1 Air (g%) 80

2 Energi (Kal) 70 3 Protein (g%) 0,6

4 Lemak (g%) 0

5 Karoten (g%) 18,9

6 Ca (mg%) 11

7 P (mg%) 50

8 Fe (mg%) 1,1

9 Vit A (SI/100g) 10 10 Vit B1 (mg%) 0 11 Vit C (mg%) 16

2.4 Pemanis Buatan

Perkembangan industri pangan dan minuman akan kebutuhan pemanis dari tahun ke tahun semakin meningkat. Industri pangan dan minuman lebih menyukai menggunakan pemanis sintetis karena selain harganya relatif murah, tingkat kemanisan pemanis sintetis jauh lebih tinggi dari pemanis alami. Hal tersebut mengakibatkan terus meningkatnya penggunaan pemanis sintetis terutama sakarin dan siklamat (Cahyadi, 2009).

Dalam buku ‘The Additives Guide’, Christopher C. Hughes mengartikan bahwa pemanis adalah bumbu-bumbu pangan yang dapat memberikan rasa manis pada makanan.


(22)

Zat pemanis sintetis merupakan zat yang dapat menimbulkan rasa manis atau dapat mambantu mempertajam penerimaan terhadap rasa manis tersebut, sedangkan kalori yang dihasilkannya jauh lebih rendah daripada gula (Winarno, 1997).

2.4.1 Siklamat

Siklamat pertama kali ditemukan dengan tidak sengaja oleh Michael Sveda pada tahun 1937. Sejak tahun 1950 siklamat ditambahkan kedalam pangan dan minuman.

Tidak seperti sakarin, siklamat berasa manis tanpa rasa ikutan yang kurang disenangi. Bersifat mudah larut dalam air dan intensitas kemanisannya ±30 kali kemanisan sukrosa. Siklamat biasanya tersedia dalam bentuk garam natrium dari asam siklamat dengan rumus molekul C6H11NHSO3Na.

Adapun struktur kimianya dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.2 Struktur Natrium Siklamat

Kombinasi dengan sakarin bersifat sinergis. JECFA menetapkan

acceptable daily intake (ADI) untuk siklamat sebesar 11 mg/kg bb/hari. Penggunaan pada sirup esens tidak lebih dari 1000 mg/kg (BSN, 2004).


(23)

2.5 Kromatografi

Kromatografi pertama sekali diperkenalkan oleh Mikhail Tswett, seorang ahli botani Rusia pada tahun 1903. Beliau memisahkan pigmen yang terdapat dalam daun dengan kolom gelas vertikal yang diisi serbuk kalsium karbonat. Pada waktu yang hampir bersamaan, D.T. Day juga menggunakan kromatografi untuk memisahkan fraksi-fraksi petroleum, namun Mikhail Tswett yang diakui sebagai penemu dan yang menjelaskan tentang proses kromatografi (Dong, 2006; De Lux, 2004; Grob dan Barry, 2004).

Kromatografi merupakan teknik pemisahan campuran menggunakan fase diam dan fase gerak. Fase gerak mengalir melalui fase diam dan membawa komponen-komponen campuran dengan laju yang berbeda, sehingga terjadi pemisahan karena pembedaan daya adsorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul atau muatan ion.

Berdasarkan fase gerak, kromatografi dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu: Kromatografi Gas dan Kromatografi Cair. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi merupakan salah satu jenis Kromatografi Cair (Dong, 2006; De Lux, 2004; Grob dan Barry, 2004).

2.5.1 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi. Hal ini karena didukung oleh kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sangat sensitif dan beragam.


(24)

KCKT mampu menganalisa berbagai cuplikan secara kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran (Ditjen POM, 1995).

KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang antara lain; farmasi, lingkungan dan industri-industri makanan. Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis, analisis ketidakmurnian (impurities) dan analisis senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap (nonvolatil). KCKT paling sering digunakan untuk: menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat dan protein-protein dalam cairan fisiologis, menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat dan lain-lain.

Kelebihan KCKT antara lain:

a. Mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran b. Resolusinya baik

c. Mudah melaksanakannya

d. Kecepatan analisis dan kepekaannya tinggi

e. Dapat dihindari terjadinya dekomposisi/kerusakan bahan yang dianalisis f. Dapat digunakan bermacam-macam detektor

g. Kolom dapat digunakan kembali h. Mudah melakukan rekoveri cuplikan

i. Tekniknya tidak begitu tergantung pada keahlian operator dan reprodusibilitasnya lebih baik


(25)

k. Waktu analisis umumnya singkat

l. Kromatografi cair preparatif memungkinkan dalam skala besar m. Ideal untuk molekul besar dan ion (Putra, 2007)

Keterbatasan metode KCKT adalah untuk identifikasi senyawa, kecuali jika KCKT dihubungkan dengan spektrometer massa (MS). Keterbatasan lainnya adalah jika sampelnya sangat kompleks, maka resolusi yang baik sulit diperoleh (Munson, 1991).

2.5.1.1 Cara Kerja KCKT

Kromatografi merupakan teknik yang mana solute atau zat-zat terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solute ini melewati suatu kolom kromatografi. Pemisahan solute ini diatur oleh distribusi dalam fase gerak dan fase diam. Penggunaan kromatografi cair membutuhkan penggabungan secara tepat dari berbagai macam kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel (Rohman, 2007).

2.5.2 Komponen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

1. Wadah Fase Gerak

Wadah fase gerak terbuat dari bahan yang inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum digunakan adalah gelas dan baja anti karat. Daya tampung wadah harus lebih besar dari 500 ml, yang dapat digunakan selama 4 jam untuk kecepatan alir yang umumnya 1-2 ml/menit.


(26)

Gambar 2.3 Komponen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) 2. Pompa

Untuk mengerakkan fase gerak melalui kolom diperlukan pompa. Pompa harus mampu menghasilkan tekanan 6000 psi pada kecepatan alir 0,1–10ml/menit. Pompa ada 2 jenis yaitu pompa volume konstan dan pompa tekanan konstan. Pompa terbuat dari bahan yang inert terhadap semua pelarut. Bahan yang umum digunakan adalah gelas baja antikarat dan teflon. Aliran pelarut dari pompa harus tanpa denyut untuk menghindari hasil yang menyimpang pada detektor.

3. Injektor

Cuplikan harus dimasukkan kedalam pangkal kolom (kepala kolom), diusahakan agas sesedikit mungkin terjadi gangguan pada kemasan kolom.

Ada tiga jenis dasar injektor, yaitu:

a. Hentikan aliran/stop flow: aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada kinerja atmosfir, sistem tertutup, dan aliran dilanjutkan lagi. Teknik ini bisa digunakan karena difusi di dalam aliran kecil dan resolusi tidak dipengaruhi.

b. Septum: injektor-injektor langsung ke aliran fase gerak umumnya sama dengan yang digunakan pada kromatografi gas. Injektor ini dapat digunakan pada kinerja


(27)

sampai 60-70 atmosfir. Tetapi septum ini tidak tahan dengan semua pelarut-pelarut kromatografi cair. Disamping itu, partikel kecil dari septum yang terkoyak (akibat jarum injektor) dapat menyebabkan penyumbatan.

c. Katup putaran (loop valve): ditunjukkan secara skematik dalam Gambar 2, tipe injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi volume lebih besar daripada 10 µl dan sekarang digunakan dengan cara otomatis (dengan adaptor khusus, volume-volume lebih kecil dapat diinjeksikan secara manual).

Pada posisi LOAD, sampel loop (cuplikan dalam putaran) diisi pada tekanan atmosfir. Bila katup difungsikan, maka cuplikan di dalam putaran akan bergerak ke dalam kolom.

Gambar 2.4 Skema Penyuntikan Sampel Metode Valve

4. Kolom

Kolom adalah jantung kromatografi. Berhasil atau gagalnya suatu analisis tergantung pada pemilihan kolom dan kondisi percobaan yang sesuai. Kolom dapat dibagi menjadi dua kelompok:

1. Kolom analitik: diameter khas adalah 2-6 mm. Panjang kolom tergantung pada jenis kemasan. Untuk kemasan pelikel biasanya panjang kolom 50-100 cm. Untuk kemasan mikropartikel berpori, umumnya 10-30 cm. Dewasa ini ada yang 5 cm.


(28)

2. Kolom preparatif: umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih besar dan panjang kolom 25-100 cm.

Kolom umumnya dibuat dari stainless steel dan biasanya dioperasikan pada temperatur kamar, tetapi bisa juga digunakan temperatur lebih tinggi, terutama untuk kromatografi penukar ion dan kromatografi eksklusi. Kemasan kolom tergantung pada mode KCKT yang digunakan.

5. Detektor

Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen cuplikan dalam aliran yang keluar dari kolom. Detektor-detektor yang baik memiliki sensitifitas yang tinggi, gangguan (noise) yang rendah, kisar respons linier yang luas, dan memberi tanggapan/respon untuk semua tipe senyawa. Suatu kepekaan yang rendah terhadap aliran dan fluktuasi temperatur sangat diinginkan, tetapi tidak selalu dapat diperoleh.

Detektor yang paling banyak digunakan dalam kromatografi cair modern kecepatan tinggi adalah detektor spektrofotometer UV 254 nm. Bermacam-macam detektor dengan variasi panjang gelombang UV-Vis sekarang menjadi popular karena mereka dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa-senyawa dalam rentang yang luas. Detektor indeks refraksi juga secara luas digunakan, terutama dalam kromatografi eksklusi, tetapi umumnya kurang sensitif dari pada detector spektrofotometer UV. Detektor lainnya, antara lain: detektor fluometer, detektor ionisasi nyala, detektor elektrokimia dan lain-lain juga telah digunakan.

6. Pengolahan Data

Komponen yang terelusi mengalir ke detektor dan dicatat sebagai puncak-puncak yang secara keseluruhan disebut sebagai kromatogram.


(29)

Kegunaan kromatogram: 1. Kualitatif

Waktu retensi selalu konstan dalam setiap kondisi kromatografi yang sama dapat digunakan untuk identifikasi.

2. Kuantitatif

Luas puncak proporsional dengan jumlah sampel yang diinjeksikan dan dapat digunakan untuk menghitung konsentrasi.

3. Kromatogram dapat digunakan untuk mengevaluasi efisiensi pemisahan dan kinerja kolom (kapasitas ‘k’, selektifitas ‘฀’, jumlah pelat teoritis ‘N’, jarak

setara dengan pelat teoritis ‘HETP’ dan resolusi ‘R’). 7. Fase Gerak

Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen sampel (Johnson dan Stevenson, 1991). Dalam kromatografi cair komposisi pelarut atau fase gerak adalah satu variabel yang mempengaruhi pemisahan. Terdapat keragaman yang luas dari fase gerak yang digunakan dalam semua mode KCKT, tetapi ada beberapa sifat-sifat yang diinginkan yang mana umumnya harus dipenuhi oleh semua fase gerak.

Fase gerak harus:

a. Murni; tidak ada pencemar/kontaminan b. Tidak bereaksi dengan pengemas c. Sesuai dengan detektor


(30)

e. Mempunyai viskositas rendah

f. Mudah rekoveri cuplikan, bila diinginkan

g. Tersedia diperdagangan dengan harga yang pantas

Umumnya, pelarut-pelarut dibuang setelah digunakan karena prosedur pemurnian kembali membosankan dan mahal. Dari semua persyaratan di atas, 4 persyaratan pertama adalah yang paling penting. Gelembung udara (degassing) yang ada harus dihilangkan dari pelarut, karena udara yang terlarut keluar melewati detektor dapat menghasilkan banyak gangguan (noise) sehingga data tidak dapat digunakan (Putra, 2007).

Elusi Gradien dan Isokratik

Elusi pada KCKT dapat dibagi menjadi dua sistem yaitu:

1. Sistem elusi isokratik. Pada sistem ini, elusi dilakukan dengan satu macam atau lebih fase gerak dengan perbandingan tetap (komposisi fase gerak tetap selama elusi).

2. Sistem elusi gradien. Pada sistem ini, elusi dilakukan dengan campuran fase gerak yang perbandingannya berubah-ubah dalam waktu tertentu (komposisi fase gerak berubah-ubah selama elusi).

Elusi gradien didefinisikan sebagai penambahan kekuatan fase gerak selama suatu analisis kromatografi berlangsung. Digunakan untuk meningkatkan resolusi campuran yang kompleks terutama jika sampel mempunyai kisaran polaritas yang luas. Pengaruh yang menguntungkan dari elusi gradien adalah memperpendek waktu analisis senyawa-senyawa yang secara kuat ditahan di dalam kolom (Putra, 2007).


(31)

2.5.3 Jenis Kromatografi

1. Kromatografi Adsorbsi

Pemisahan kromatografi adsorbsi biasanya menggunakan fase normal dengan menggunakan fase diam silika gel dan alumina, meskipun demikian sekitar 90% kromatografi ini memakai silika gel sebagai fase diamnya. Pada silika dan alumina terdapat gugus hidroksi yang akan berinteraksi dengan solut. Gugus silanol pada silika mempunyai reaktifitas yang berbeda, karenanya solut dapat terikat secara kuat sehingga dapat menyebabkan puncak yang berekor (tailling). Fase gerak yang digunakan untuk fase diam silika atau alumina berupa pelarut non polar yang ditambah dengan pelarut polar seperti air atau alkohol rantai pendek untuk meningkatkan kemampuan elusinya sehingga tidak timbul pengekor puncak, misalnya n-heksan ditambah dengan metanol (Rohman, 2007).

2. Kromatografi Partisi

Tenik ini tergantung pada partisi solute diantara dua pelarut yang tidak dapat bercampur, salah satu diantaranya bertindak sebagai fase diam dan yang lainnya sebagai fase gerak (Putra, 2007).

3. Kromatografi Penukar Ion

KCKT penukar ion menggunakan fase diam yang dapat menukar kation atau anion dengan suatu fase gerak. Ada banyak penukar ion yang beredar dipasaran, meskipun demikian yang paling luas penggunaannya adalah polistiren resin. Kebanyakan pemisahan kromatografi ion dilakukan dengan menggunakan media air karena sifat ionisasinya. Dalam beberapa hal digunakan pelarut campuran misalnya air-alkohol dan juga pelarut organik.


(32)

Kromatografi penukar ion dengan fase gerak air, retensi puncak dipengaruhi oleh kadar garam total atau kekuatan ionik serta oleh pH fase gerak. Kenaikan kadar garam dalam fase gerak menurunkan retensi solut. Hal ini disebabkan oleh penurunan kemampuan ion sampel bersaing dengan ion fase gerak untuk gugus penukar ion pada resin (Rohman, 2007).

4. Kromatografi Ekslusi

Fase diam yang digunakan dapat berupa silika atau polimer yang bersifat porus sehingga solut dapat melewati porus (lewat diantara partikel), atau berdifusi lewat fase diam. Molekul solute yang mempunyai berat molekul yang jauh lebih besar, akan terelusi lebih dahulu, kemudian molekul-molekul yang ukuran medium dan terakhir adalah molekul yang jauh lebih kecil. Hal ini disebabkan solut dengan berat molekul yang besar tidak melewati poros, akan tetapi lewat diantara partikel fase diam. Dengan demikian dalam pemisahan dengan ekslusi ukuran ini terjadi interaksi kimia antara solute dan fase diam seperti kromatografi yang lain (Rohman, 2007).


(33)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1 Peralatan

1. KCKT LC 20 AD Shimadzu 2. Labu ukur 10 ml, 50 ml, 1 L Pyrex 3. Membran filter 0,45 µm

4. Millipore 0,45 µm 5. Vakum rotasi

6. Beaker glass Pyrex

7. Pipet volume Pyrex

8. pH meter Mettler Toledo 9. Neraca analitis

10.Batang pengaduk 11.Sonorex


(34)

3.2 Bahan pereaksi

1. Kalium dihidrogen fosfat (s) 2. Metanol 60% (l)

3. H3PO4 85% (aq)

4. Aquabidest (aq) 5. Sirup Markisa Madan

3.3. Prosedur Kerja

3.1.1 Preparasi sampel

− Ditimbang 5 g Sirup Markisa Madan, dimasukkan kedalam labu ukur 50 ml

− Ditambahkam metanol 60% hingga garis tanda

− Disaring dengan menggunakan penyaring membran 0,45 µm

− Disonikasi selama 10 menit

3.3.2 Pembuatan Larutan Fase Gerak

− Ditimbang 1,701 g kalium dihidrogenfosfat

− Dimasukkan kedalam labu ukur 1 L, dilarutkan dengan aquabidest sampai garis tanda


(35)

− Diambil 700 ml dapar + 300 ml metanol (7 : 3) dan diukur hingga pH 4,5 ( apabila terlalu basa ditambahkan asam posfat 85%)

− Disaring dengan menggunakan penyaring membran 0,45 µm

− Disonikasi selama 10 menit

3.3.3 Pembuatan Larutan Baku

a. Larutan baku induk

− Ditimbang 50 mg natrium siklamat

− Dimasukkan kedalam labu ukur 50 ml

− Dilarutkan dengan methanol 60% sampai garis tanda ( larutan A)

a. Larutan baku kerja

− Dipipet berturut-turut 0,1;1;2;3;4;5;6;7;8 ml larutan baku induk

− Dimasukkan kedalam labu ukur 10 ml

− Diencerkan dengan metanol 60% hingga garis tanda

− Disaring dengan menggunakan penyaring membran 0,45 µm


(36)

Cara penetapan :

Larutan A dan B masing-masing disuntikkan kedalam kromatografi cair kinerja inggi dengan kondisi sebagai berikut :

Kolom : oktadesilsilana, 5 µm, 250 mm x 4 mm RP 18

Fase gerak : larutan kalium dihidrogen fosfat 0,0125 mol/ L : metanol= (7 : 3) pH 4,5

Laju aliran : 1 ml/menit

Detektor : UV VIS 200 nm


(37)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Metode yang digunakan untuk penetapan kadar natrium siklamat pada Sirup Markisa Madan adalah kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).

2. Dari identifikasi yang dilakukan dengan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) diperoleh kadar natrium siklamat pada Sirup Markisa Madan adalah 657 mg/kg.

3. Kadar pemanis buatan natrium siklamat yang terdapat pada Sirup Markisa Madan memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan sesuai dengan SNI 01-6993-2004 mengenai Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan yaitu 1000mg/kg.

5.2 Saran

1. Perlunya kerjasama Balai Pengawasan Obat Dan Makanan (BPOM) dengan perindustrian untuk mengadakan sosialisasi baik kepada produsen maupun konsumen tentang penggunaan zat pemanis buatan agar produk-produk yang beredar lebih aman dan memenuhi persyaratan.

2. Agar dilakukan pemeriksaan pemanis buatan yang terdapat pada setiap produk sirup yang diedarkan di pasaran.

3. Agar konsumen lebih berhati-hati dalam memilih produk-produk yang akan dikonsumsinya.


(38)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standarisasi Nasional-BSN. SNI 01-6993-2004. Tentang Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan. Jakarta.

Cahyadi, W. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.

Edisi kedua. Bumi aksara. Jakarta.

Hughes, C.C. 1987. The Additives Guide. John Wiley and Sons. New York. Rismana, E. dan Paryanto, I. 2002. Beberapa Bahan Pemanis Alternatif Yang

Aman. Kompas Cyber Media. Jakarta.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Yuliarti, N. 2007. Awas ! Bahaya Dibalik Lezatnya Makanan. Andi. Yogyakarta.


(1)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1 Peralatan

1. KCKT LC 20 AD Shimadzu

2. Labu ukur 10 ml, 50 ml, 1 L Pyrex 3. Membran filter 0,45 µm

4. Millipore 0,45 µm 5. Vakum rotasi

6. Beaker glass Pyrex

7. Pipet volume Pyrex

8. pH meter Mettler Toledo

9. Neraca analitis 10.Batang pengaduk 11.Sonorex


(2)

3.2 Bahan pereaksi

1. Kalium dihidrogen fosfat (s)

2. Metanol 60% (l)

3. H3PO4 85% (aq)

4. Aquabidest (aq)

5. Sirup Markisa Madan

3.3. Prosedur Kerja

3.1.1 Preparasi sampel

− Ditimbang 5 g Sirup Markisa Madan, dimasukkan kedalam labu ukur 50 ml

− Ditambahkam metanol 60% hingga garis tanda

− Disaring dengan menggunakan penyaring membran 0,45 µm − Disonikasi selama 10 menit

3.3.2 Pembuatan Larutan Fase Gerak

− Ditimbang 1,701 g kalium dihidrogenfosfat

− Dimasukkan kedalam labu ukur 1 L, dilarutkan dengan aquabidest sampai garis tanda


(3)

− Diambil 700 ml dapar + 300 ml metanol (7 : 3) dan diukur hingga pH 4,5 ( apabila terlalu basa ditambahkan asam posfat 85%)

− Disaring dengan menggunakan penyaring membran 0,45 µm − Disonikasi selama 10 menit

3.3.3 Pembuatan Larutan Baku

a. Larutan baku induk

− Ditimbang 50 mg natrium siklamat − Dimasukkan kedalam labu ukur 50 ml

− Dilarutkan dengan methanol 60% sampai garis tanda ( larutan A) a. Larutan baku kerja

− Dipipet berturut-turut 0,1;1;2;3;4;5;6;7;8 ml larutan baku induk − Dimasukkan kedalam labu ukur 10 ml

− Diencerkan dengan metanol 60% hingga garis tanda

− Disaring dengan menggunakan penyaring membran 0,45 µm − Disonikasi selama 10 menit ( larutan B)


(4)

Cara penetapan :

Larutan A dan B masing-masing disuntikkan kedalam kromatografi cair kinerja inggi dengan kondisi sebagai berikut :

Kolom : oktadesilsilana, 5 µm, 250 mm x 4 mm RP 18

Fase gerak : larutan kalium dihidrogen fosfat 0,0125 mol/ L : metanol= (7 : 3) pH 4,5

Laju aliran : 1 ml/menit

Detektor : UV VIS 200 nm


(5)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Metode yang digunakan untuk penetapan kadar natrium siklamat pada Sirup Markisa Madan adalah kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).

2. Dari identifikasi yang dilakukan dengan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) diperoleh kadar natrium siklamat pada Sirup Markisa Madan adalah 657 mg/kg.

3. Kadar pemanis buatan natrium siklamat yang terdapat pada Sirup Markisa Madan memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan sesuai dengan SNI 01-6993-2004 mengenai Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan yaitu 1000mg/kg.

5.2 Saran

1. Perlunya kerjasama Balai Pengawasan Obat Dan Makanan (BPOM) dengan perindustrian untuk mengadakan sosialisasi baik kepada produsen maupun konsumen tentang penggunaan zat pemanis buatan agar produk-produk yang beredar lebih aman dan memenuhi persyaratan.

2. Agar dilakukan pemeriksaan pemanis buatan yang terdapat pada setiap produk sirup yang diedarkan di pasaran.

3. Agar konsumen lebih berhati-hati dalam memilih produk-produk yang akan dikonsumsinya.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standarisasi Nasional-BSN. SNI 01-6993-2004. Tentang Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan. Jakarta.

Cahyadi, W. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.

Edisi kedua. Bumi aksara. Jakarta.

Hughes, C.C. 1987. The Additives Guide. John Wiley and Sons. New York. Rismana, E. dan Paryanto, I. 2002. Beberapa Bahan Pemanis Alternatif Yang

Aman. Kompas Cyber Media. Jakarta.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Yuliarti, N. 2007. Awas ! Bahaya Dibalik Lezatnya Makanan. Andi. Yogyakarta.