Optimasi dan Validasi Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi pada Penetapan Kadar Natrium Sakarin dalam Sirup yang Beredar di Kota Medan

(1)

OPTIMASI DAN VALIDASI METODE KROMATOGRAFI

CAIR KINERJA TINGGI PADA PENETAPAN KADAR

NATRIUM SAKARIN DALAM SIRUP YANG BEREDAR DI

KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

ERNI APRIYANTI SINAGA

NIM 091501069

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

OPTIMASI DAN VALIDASI METODE KROMATOGRAFI

CAIR KINERJA TINGGI PADA PENETAPAN KADAR

NATRIUM SAKARIN DALAM SIRUP YANG BEREDAR DI

KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat

untukmemperolehgelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

rsitas Sumatera Utara

OLEH:

ERNI APRIYANTI SINAGA

NIM 091501069

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

OPTIMASI DAN VALIDASI METODE KROMATOGRAFI

CAIR KINERJA TINGGI PADA PENETAPAN KADAR

NATRIUM SAKARIN DALAM SIRUP YANG BEREDAR DI

KOTA MEDAN

OLEH:

ERNI APRIYANTI SINAGA

NIM 091501069

Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Pada Tanggal: 15 Juni 2013

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt.

NIP 195201041980031002

Pembimbing II,

Medan, Juli 2013 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002

Prof. Dr. Jansen Silalahi,M. App.Sc., Apt. NIP 195006071979031001

Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt. NIP 195201041980031002

Drs. Syafruddin, M.S., Apt. NIP 194811111976031003

Drs. Immanuel Meliala, M.Si., Apt. NIP 195001261983031002

Prof.Dr.rer.nat.Effendy De Lux Putra, SU., Apt. NIP 195306191983031001


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena limpahan rahmat kasih dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yangberjudul ” Optimasi dan Validasi Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi pada Penetapan Kadar Natrium Sakarin dalam Sirup yang Beredar di Kota Medan”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan fasilitas selama masa pendidikan. Bapak Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt., dan Bapak Prof. Dr. rer. nat. Effendy De Lux Putra S.U., Apt.,selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan dan nasehat selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini.Ibu Dra. Azizah Nasution, M.Sc., Apt. selaku penasehat akademik yang memberikan bimbingan kepada penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik selama perkuliahan.Bapak Kepala Laboratorium Penelitian dan Staf-Staf Laboratorium Penelitian yang telah memberikan fasilitas, petunjuk dan membantu selama penelitian. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App. Sc., Apt., Drs. Syafruddin, M.S., Apt., Drs. Immanuel Meliala, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang memberikan masukan, kritik, arahan dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis juga ingin mempersembahkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda P. Sinaga dan Ibunda M. Purba atas doa dan pengorbanannya


(5)

dengan tulus dan ikhlas, untuk abang dan adik tersayang dan teman-teman Sains dan Teknologi Farmasi 2009 yang selalu setia memberi doa, dorongan dan semangat.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang farmasi.

Medan, 20 Juni 2013 Penulis,

Erni Apriyanti Sinaga


(6)

OPTIMASI DAN VALIDASI METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI PADA PENETAPAN KADAR NATRIUM SAKARIN

DALAM SIRUP YANG BEREDAR DI KOTA MEDAN Abstrak

Natrium sakarin biasanya digunakan dalam sirup sebagai pengganti gula karena harganya yang murah dan mempunyai rasa manis 200-700 kali sukrosa. Penggunaan natrium sakarin yang melebihi batas dapat membahayakan kesehatan bahkan dapat bersifat karsinogenik. Dari penelitian sebelumnya telah dilakukan penetapan kadar natrium sakarin dalam minuman jajanan secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dengan perbandingan fase gerak metanol 60% - dapar fosfat pH 6,8 (2:98) menggunakan kolom shimpac VP-ODS (150×6 mm) dengan waktu retensi yang relatif lebih lama (12-13 menit) pada laju alir 1,5 ml/menit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari komposisi fase gerak yang optimal, efisien serta melakukan uji validasi dari metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dan metode ini diaplikasikan pada penetapan kadar natrium sakarin dalam sediaan sirup yang tersedia di pasaran Kota Medan (sirup ABC, James, Kapten, Piramid Unta dan Pohon Pinang).

Hasil optimasi komposisi fase gerak menunjukkan kondisi optimal adalah dengan perbandingan fase gerak metanol 60% – dapar fosfat pH 6,8 (40:60) v/v, laju alir 1 ml/menit menggunakan kolom shimpac VP-ODS (250×4,6 mm) dan waktu retensi natrium sakarin ± 6 menit. Uji validasi metode yang dilakukan terhadap sediaan sirup ABC menunjukkan persen perolehan kembali dan relatif standar deviasi (RSD) sebesar 107,79% dan 0,37%. Ini menunjukkan metode ini memiliki akurasi dan presisi yang baik dengan limit deteksi (LOD) 5,64 mg/kg dan limit kuantitasi (LOQ) 18,80 mg/kg.

Hasil penelitian ini menunjukkan kadar natrium sakarin dalam sirup konsentrat dari sirup ABC, James, Kapten, Piramid Unta dan Pohon Pinang Premium masing-masing adalah: 722,36 mg/kg, 302,40 mg/kg, 773,14 mg/kg, 610,92 mg/kg dan 1.034,30 mg/kg. Dapat disimpulkan bahwa semua sediaan sirup tidak memenuhi standar yang ditetapkan SNI 01-6993-2004. Namun bila dibandingkan dengan kadar natrium sakarin menurut aturan penggunaannya, maka kadar natrium sakarin dalam sediaan sirup ABC, James, Kapten, Piramid Unta dan Pohon Pinang masing-masing adalah: 99,76 mg/kg, 43,20 mg/kg, 110,44 mg/kg, 91,64 mg/kg, 142,84 mg/kg. Dapat disimpulkan bahwa semua sirup tersebut masih memenuhi standar yang ditetapkan SNI 01-6993-2004, yaitu tidak melebihi 300 mg/kg.

Kata kunci: Sirup, natrium sakarin, optimasi, validasi metode, kromatografi cair kinerja tinggi


(7)

OPTIMIZATION AND METHOD VALIDATION OF HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY IN THE DETERMINATION OF SODIUM SACCHARIN IN SYRUP THAT

CIRCULATE IN MEDAN Abstract

Sodium saccharin is commonly used in syrups to substitute sugar because it’s cheap price and has 200-700 times sweetness of sucrose. The exceed limit comsumption can endanger health even can be carcinogenic. From the previous research of determination of sodium saccharin concentration by High Performance Liquid Chromatography with ratio of mobile phase methanol 60% - phosphate buffer pH 6,8 (2:98) using shimpac VP-ODS coloumn (150×6 mm), it was obtained relative longer retention time (12-13 minutes) in flow rate 1.5 ml/min. The purpose of this research is to obtain optimum, efficient ratio of mobile phase and also doing validation test of High Performance Liquid Chromatography method and this method is applied in the determination of sodium saccharin in syrup that circulating in Medan market (ABC, James, Kapten, Piramid Unta and Pohon Pinang syrup).

The optimization’s result showed that: the ratio of methanol 60%-phosphate buffer mobile phase pH 6,8 was (40:60) v/v, flow rate was 1 ml/min using shimpac VP-ODS coloumn (250×4.6 mm) and retention time of sodium saccharin was ± 6 minutes. The result of validation method’s test against ABC syrup got the recovery test and relative standard deviation (RSD) 107,79% and 0.37% respectively. These indicated that this method had a good accuracy and precision with limit of detection (LOD) was 5.64 mg/kg and limit of quantitation (LOQ) was 18.80 mg/kg.

The result of this research showed that the sodium saccharin’s concentration in ABC, James, Kapten, Piramid Unta and Pohon Pinang Premium as the concentrated syrups were: 722.36 mg/kg, 302.40 mg/kg, 773.14 mg/kg, 610.92 mg/kg and 1.034.30 mg/kg respectively. It means that all the concentrated syrup samples were not fulfilled the Indonesian National Standard 01-6993-2004. But if the sodium saccharin’s concentration calculated according to it’s using direction, the sodium saccharin’s concentration in ABC, James, Kapten, Piramid Unta and Pohon Pinang were: 99.76 mg/kg, 43.20 mg/kg, 110.44 mg/kg, 91.64 mg/kg and 142.84 mg/kg respectively. It means that all of the syrup samples were still fulfilled the Indonesian National Standard 01-6993-2004, that were not exceed than 300 mg/kg.

Keywords: Syrup, sodium saccharin, optimization, validation method, high performance liquid chromatography


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB IPENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Bahan Tambahan Pangan ... 6

2.2 Pembagian Pemanis ... 7

2.3 Natrium Sakarin ... 7

2.3.1 Metode Analisis Natrium Sakarin Lainnya ... 8

2.3.2 Hasil Penelitian Penetapan Kadar Natrium Sakarin Sebelumnya ... 9


(9)

2.4 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ... 10

2.4.1 Jenis KCKT ... 10

2.4.2 Proses Pemisahan dalam Kolom Kromatografi Cair .. 11

2.4.3 Parameter Penting dalam Kromatografi Cair ... 12

2.4.4 Instrumen KCKT ... 17

2.5 Validasi Metode ... 21

2.4.1 Akurasi (Kecermatan) ... 21

2.4.2 Presisi (Keseksamaan) ... 21

2.4.3 Spesifisitas (Selektifitas) ... 21

2.4.4 Batas Deteksi dan Batas Kuantifikasi ... 21

2.4.5 Linearitas ... 22

2.4.6 Rentang (Kisaran) ... 22

2.4.7 Kekuatan (Ketahanan) ... 22

2.4.8 Kekasaran (Ketangguhan) ... 22

BAB III METODE PENELITIAN ... 23

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 23

3.2 Alat - alat ... 23

3.3 Bahan - bahan ... 23

3.4 Pengambilan Sampel ... 24

3.5 Prosedur Penelitian ... 24

3.5.1 Pembuatan Fase Gerak ... 24

3.5.2 Prosedur Analisis ... 25


(10)

3.5.5 Validasi Metode ... 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

4.1 Penentuan Komposisi Fase Gerak untuk Mendapatkan Kondisi Kromatografi yang Optimal ... 32

4.2 Analisis Kualitatif ... 34

4.3 Analisis Kuantitatif ... 36

4.3.1 Penentuan Kurva Kalibrasi ... 36

4.3.2 Penetapan Kadar Natrium Sakarin dalam Sirup Konsentrat dan Sirup Menurut Aturan Penggunaannya ... 36

4.4 Hasil Uji Validasi ... 38

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

5.1 Kesimpulan ... 40

5.2 Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Hasil Penelitian Penetapan Kadar Natrium Sakarin

Sebelumnya ... 9 2 Pengaruh Komposisi Fase Gerak terhadap Parameter

Kromatogram ... 33 3 Hasil Penetapan Kadar Na. Sakarin dalam Sediaan Sirup

Konsentrat dan Sirup Menurut Aturan Penggunaannya ... 37 4 Hasil Pengujian Validasi dengan Parameter Akurasi,

Presisi, Batas Deteksi (LOD), Batas Kuantitasi (LOQ) Natrium Sakarin dengan Menggunakan Metode Adisi


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Struktur Kimia Natrium Sakarin ... 8

2 Ilustrasi Proses Pemisahan yang Terjadi di Dalam Kolom Kromatografi ... 11

3 Kromatogram yang Diperoleh dari Analisis KCKT ... 12

4 Pemisahan dari Sampel Herbisida dengan Berbagai Perbandingan Komposisi Fase Gerak ... 14

5 Tiga Jenis Puncak ... 16

6 Pengukuran Derajat Asimetris Puncak ... 17

7 Instrumen Dasar KCKT ... 18

8 Kromatogram Natrium Sakarin dalam Sirup ABC dengan Perbandingan Metanol 60%-Dapar Fosfat pH 6,8 (40:60) dan laju alir 1 ml/menit ... 34

9 Kromatogram Hasil Spike Natrium Sakarin dalam Sirup ABC Dengan Perbandingan Metanol 60% : Dapar Fosfat pH 6,8 (40:60) dan laju alir 1 ml/menit ... 35

10 Kurva Kalibrasi Natrium Sakarin BPFI ... 36

11 a,b,c,d,e dan f Merupakan Kromatogram Penyuntikan dari Larutan sirup ABC, James, Kapten, Piramid Unta dan Pohon Pinang dengan Fase Gerak Metanol 60% - Dapar Fosfat pH 6,8 (30:70), Volume Penyuntikan 20 µl, Laju Alir 1 ml/menit Pada Panjang Gelombang 225 nm ... 46

12 a,b,c,d,e dan f Merupakan Kromatogram Penyuntikan dari Larutan sirup ABC, James, Kapten, Piramid Unta dan Pohon Pinang dengan Fase Gerak Metanol 60% - Dapar Fosfat pH 6,8 (40:60), Volume Penyuntikan 20 µl, Laju Alir 1 ml/menit pada Panjang Gelombang 225 nm ... 49

13 a,b,c,d,e dan f Merupakan Kromatogram Penyuntikan dari Larutan sirup ABC, James, Kapten, Piramid Unta dan Pohon Pinang dengan Fase Gerak Metanol 60% - Dapar Fosfat pH 6,8 (50:50), Volume Penyuntikan 20 µl, Laju Alir 1 ml/menit pada Panjang Gelombang 225 nm ... 52


(13)

14 a,b,c,d,e dan f Merupakan Kromatogram Penyuntikan 6 Kali dari Sirup ABC, Fase Gerak Metanol 60%-Dapar Fosfat pH 6,8 (40:60), Volume Penyuntikan 20 µl, Laju Alir 1 ml/menit

pada Panjang Gelombang 225 nm ... 55

15 a,b,c,d,e dan f Merupakan Kromatogram Penyuntikan 6 Kali dari Sirup James, Fase Gerak Metanol 60%-Dapar Fosfat pH 6,8 (40:60), Volume Penyuntikan 20 µl, Laju Alir 1 ml/menit pada Panjang Gelombang 225 nm ... 58

16 a,b,c,d,e dan f Merupakan Kromatogram Penyuntikan 6 Kali dari Sirup Kapten, Fase Gerak Metanol 60%-Dapar Fosfat pH 6,8 (40:60), Volume Penyuntikan 20 µl, Laju Alir 1 ml/menit pada Panjang Gelombang 225 nm ... 61

17 a,b,c,d,e dan f Merupakan Kromatogram Penyuntikan 6 Kali dari Sirup Piramid Unta, Fase Gerak Metanol 60%- Dapar Fosfat pH 6,8 (40:60), Volume Penyuntikan 20 µl, Laju Alir 1 ml/menit pada Panjang Gelombang 225 nm ... 64

18 a,b,c,d,e dan f Merupakan Kromatogram Penyuntikan 6 Kali dari Sirup Pohon Pinang, Fase Gerak Metanol 60%- Dapar Fosfat pH 6,8 (40:60), Volume Penyuntikan 20 µl, Laju Alir 1 ml/menit pada Panjang Gelombang 225 nm ... 67

19 a,b,c,d,e dan f Merupakan Kromatogram dari Larutan Sirup ABC Sebelum Ditambah Natrium Sakarin BPFI, Fase Gerak Metanol 60% - Dapar Fosfat pH 6,8 (40:60), Volume Penyuntikan 20 µl, Laju Alir 1 ml/menit pada Panjang Gelombang 225 nm ... 75

20 a,b,c,d,e dan f Merupakan Kromatogram dari Larutan Sirup ABC Setelah Ditambah Natrium Sakarin BPFI, Fase Gerak Metanol 60% - Dapar Fosfat pH 6,8 (40:60), Volume Penyuntikan 20 µl, Laju Alir 1 ml/menit pada Panjang Gelombang 225 nm ... 78

21 Alat KCKT (Shimadzu) ... 98

22 Syringe KCKT ... 98

23 Sonifikator (Branson 1510) ... 99

24 Pompa Vakum (Gast DOA-PG04-BN) dan Alat Penyaring Fase Gerak ... 99

25 Sonifikator Kudos ... 100


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Kromatogram Hasil Optimasi Perbandingan Fase Gerak Metanol 60%-Dapar Fosfat pH 6,8 dan Laju Alir pada

Sampel Sirup ... 44

2 Kromatogram Hasil Penyuntikan Larutan Sirup ABC ... 53

3 Kromatogram Hasil Penyuntikan Larutan Sirup James ... 56

4 Kromatogram Hasil Penyuntikan Larutan Sirup Kapten ... 59

5 Kromatogram Hasil Penyuntikan Larutan Sirup Piramid Unta ... 62

6 Kromatogram Hasil Penyuntikan Larutan Sirup Pohon Pinang ... 65

7 Perhitungan Persamaan Garis Regresi dari Kurva Kalibrasi Natrium Sakarin BPFI ... 68

8 Contoh Perhitungan untuk Mencari Kadar Natrium Sakarindalam Sirup Konsentrat (James) ... 70

9 Hasil Perhitungan Kadar Natrium Sakarin pada sirup ABC, James, Kapten, Piramid Unta dan Pohon Pinang ... 71

10 Contoh Perhitungan untuk Mencari Kadar Natrium Sakarin dalam Sirup Siap Saji (James) ... 72

11 Kromatogram Hasil Uji Perolehan Kembali (% Recovery) dari Sirup ABC sebelum ditambah Natrium Sakarin BPFI 201,4597 µg/g sampel ... 73

12 Kromatogram Hasil Uji Perolehan Kembali (% Recovery) dari Sirup ABC setelah ditambah Natrium Sakarin BPFI 201,4597 µg/g sampel ... 76

13 Uji Validasi dari Sirup ABC ... 79

14 Analisis Data Statistik untuk Mencari Kadar Natrium Sakarin Sebenarnya dari Penyuntikan Sirup ABC ... 83

15 Analisis Data Statistik untuk Mencari Kadar Natrium Sakarin Sebenarnya dari Penyuntikan Sirup James ... 85


(15)

16 Analisis Data Statistik untuk Mencari Kadar Natrium

Sakarin Sebenarnya dari Penyuntikan Sirup Kapten ... 87

17 Analisis Data Statistik untuk Mencari Kadar Natrium Sakarin Sebenarnya dari Penyuntikan Sirup Piramid Unta ... 90

18 Analisis Data Statistik untuk Mencari Kadar Natrium Sakarin Sebenarnya dari Penyuntikan Sirup Pohon Pinang ... 92

19 Daftar Spesifikasi Sampel ... 94

20 Tabel Distribusi t ... 95

21 Sertifikat Pengujian Natrium Sakarin BPFI ... 96

22 Gambar Sampel Sirup ... 97

23 Gambar Alat KCKT (Shimadzu) dan Syringe ... 98


(16)

OPTIMASI DAN VALIDASI METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI PADA PENETAPAN KADAR NATRIUM SAKARIN

DALAM SIRUP YANG BEREDAR DI KOTA MEDAN Abstrak

Natrium sakarin biasanya digunakan dalam sirup sebagai pengganti gula karena harganya yang murah dan mempunyai rasa manis 200-700 kali sukrosa. Penggunaan natrium sakarin yang melebihi batas dapat membahayakan kesehatan bahkan dapat bersifat karsinogenik. Dari penelitian sebelumnya telah dilakukan penetapan kadar natrium sakarin dalam minuman jajanan secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dengan perbandingan fase gerak metanol 60% - dapar fosfat pH 6,8 (2:98) menggunakan kolom shimpac VP-ODS (150×6 mm) dengan waktu retensi yang relatif lebih lama (12-13 menit) pada laju alir 1,5 ml/menit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari komposisi fase gerak yang optimal, efisien serta melakukan uji validasi dari metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dan metode ini diaplikasikan pada penetapan kadar natrium sakarin dalam sediaan sirup yang tersedia di pasaran Kota Medan (sirup ABC, James, Kapten, Piramid Unta dan Pohon Pinang).

Hasil optimasi komposisi fase gerak menunjukkan kondisi optimal adalah dengan perbandingan fase gerak metanol 60% – dapar fosfat pH 6,8 (40:60) v/v, laju alir 1 ml/menit menggunakan kolom shimpac VP-ODS (250×4,6 mm) dan waktu retensi natrium sakarin ± 6 menit. Uji validasi metode yang dilakukan terhadap sediaan sirup ABC menunjukkan persen perolehan kembali dan relatif standar deviasi (RSD) sebesar 107,79% dan 0,37%. Ini menunjukkan metode ini memiliki akurasi dan presisi yang baik dengan limit deteksi (LOD) 5,64 mg/kg dan limit kuantitasi (LOQ) 18,80 mg/kg.

Hasil penelitian ini menunjukkan kadar natrium sakarin dalam sirup konsentrat dari sirup ABC, James, Kapten, Piramid Unta dan Pohon Pinang Premium masing-masing adalah: 722,36 mg/kg, 302,40 mg/kg, 773,14 mg/kg, 610,92 mg/kg dan 1.034,30 mg/kg. Dapat disimpulkan bahwa semua sediaan sirup tidak memenuhi standar yang ditetapkan SNI 01-6993-2004. Namun bila dibandingkan dengan kadar natrium sakarin menurut aturan penggunaannya, maka kadar natrium sakarin dalam sediaan sirup ABC, James, Kapten, Piramid Unta dan Pohon Pinang masing-masing adalah: 99,76 mg/kg, 43,20 mg/kg, 110,44 mg/kg, 91,64 mg/kg, 142,84 mg/kg. Dapat disimpulkan bahwa semua sirup tersebut masih memenuhi standar yang ditetapkan SNI 01-6993-2004, yaitu tidak melebihi 300 mg/kg.

Kata kunci: Sirup, natrium sakarin, optimasi, validasi metode, kromatografi cair kinerja tinggi


(17)

OPTIMIZATION AND METHOD VALIDATION OF HIGH PERFORMANCE LIQUID CHROMATOGRAPHY IN THE DETERMINATION OF SODIUM SACCHARIN IN SYRUP THAT

CIRCULATE IN MEDAN Abstract

Sodium saccharin is commonly used in syrups to substitute sugar because it’s cheap price and has 200-700 times sweetness of sucrose. The exceed limit comsumption can endanger health even can be carcinogenic. From the previous research of determination of sodium saccharin concentration by High Performance Liquid Chromatography with ratio of mobile phase methanol 60% - phosphate buffer pH 6,8 (2:98) using shimpac VP-ODS coloumn (150×6 mm), it was obtained relative longer retention time (12-13 minutes) in flow rate 1.5 ml/min. The purpose of this research is to obtain optimum, efficient ratio of mobile phase and also doing validation test of High Performance Liquid Chromatography method and this method is applied in the determination of sodium saccharin in syrup that circulating in Medan market (ABC, James, Kapten, Piramid Unta and Pohon Pinang syrup).

The optimization’s result showed that: the ratio of methanol 60%-phosphate buffer mobile phase pH 6,8 was (40:60) v/v, flow rate was 1 ml/min using shimpac VP-ODS coloumn (250×4.6 mm) and retention time of sodium saccharin was ± 6 minutes. The result of validation method’s test against ABC syrup got the recovery test and relative standard deviation (RSD) 107,79% and 0.37% respectively. These indicated that this method had a good accuracy and precision with limit of detection (LOD) was 5.64 mg/kg and limit of quantitation (LOQ) was 18.80 mg/kg.

The result of this research showed that the sodium saccharin’s concentration in ABC, James, Kapten, Piramid Unta and Pohon Pinang Premium as the concentrated syrups were: 722.36 mg/kg, 302.40 mg/kg, 773.14 mg/kg, 610.92 mg/kg and 1.034.30 mg/kg respectively. It means that all the concentrated syrup samples were not fulfilled the Indonesian National Standard 01-6993-2004. But if the sodium saccharin’s concentration calculated according to it’s using direction, the sodium saccharin’s concentration in ABC, James, Kapten, Piramid Unta and Pohon Pinang were: 99.76 mg/kg, 43.20 mg/kg, 110.44 mg/kg, 91.64 mg/kg and 142.84 mg/kg respectively. It means that all of the syrup samples were still fulfilled the Indonesian National Standard 01-6993-2004, that were not exceed than 300 mg/kg.

Keywords: Syrup, sodium saccharin, optimization, validation method, high performance liquid chromatography


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan produksi makanan dan minuman yang terus meningkat dapat dilihat dari berdirinya perusahaan makanan dan minuman yang mengemas produknya baik dalam wadah plastik, kaleng maupun dalam kemasan lainnya. Pemakaian zat tambahan makanan dan minuman pun semakin banyak ragamnya seperti pengawet, pemanis serta pewarna yang semakin berkembang untuk memperoleh produk yang lebih menarik perhatian konsumen (Budiyanto, 2004).

Pada makanan dan minuman jajanan sering ditambahkan pemanis buatan sebagai pengganti gula karena harganya yang murah. Sakarin merupakan pemanis buatan yang mempunyai rasa manis 200-700 kali sukrosa.Penggunaan sakarin biasanya dicampur dengan bahan pemanis lain seperti siklamat atau aspartam. Hal itu dimaksudkan untuk menutupi rasa tidak enak dari sakarin dan memperkuat rasa manis (Cahyadi, 2009).

Natrium sakarin di dalam tubuh tidak mengalami metabolisme sehingga diekskresikan melalui urin tanpa melalui perubahan kimia. Beberapa penelitian mengenai dampak konsumsi sakarin menunjukkan hasil yang menyebutkan bahwa sakarin dalam dosis tinggi dapat menyebabkan kanker pada hewan percobaan. Pada tahun 1977 Canada’s Health Protection Branch melaporkan bahwa sakarin bertanggungjawab terhadap terjadinya kanker kantong kemih (Cahyadi, 2009).

Pemerintah Indonesia mengeluarkan peraturan melalui Menteri Kesehatan RI No. 208/Menkes/Per/IV/1985 tentang pemanis buatan bahwa pada pangan dan


(19)

minuman olahan khusus, yaitu berkalori rendah dan untuk penderita penyakit diabetes mellitus kadar maksimum sakarin yang diperbolehkan adalah 300 mg/kg. Pada penggunaan natrium sakarin dalam gula dan sirup lainnya, SNI 01-6993-2004 memberikan batasan maksimal 300 mg/kg. Selain itu, produk pangan yang mengandung pemanis buatan harus mencantumkan jenis dan jumlah pemanis buatan dalam komposisi bahan. Tetapi kenyataannya di pasaran tidak terdapat pencantuman natrium sakarin dalam komposisi bahan.

Menyadari efek yang tidak baik dan keingintahuan tentang kadar Natrium Sakarin yang tidak dicantumkan dalam komposisi bahan sirup, maka peneliti tertarik melakukan pemeriksaan kadar Natrium Sakarin dalam sirup yang beredar di kota Medan.

Padapenelitian sebelumnya telah dilakukan penetapan kadar natrium sakarin pada minuman jajanan secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi dengan perbandingan fase gerak metanol 60% - dapar fosfat pH 6,8 (2:98) (Sinulingga, 2011). Dari penelitian tersebut diperoleh waktu retensi natrium sakarin 12-13 menit dengan laju alir 1,5 ml/menit menggunakan kolom shimpac VP-ODS (150×6 mm).

Pada penelitian ini dilakukan analisispemanisnatrium sakarindi dalam sirup menggunakan metode KCKT dan untuk mendapatkanhasilanalisisyangoptimal dan efisien, dilakukanoptimasiterhadapperbandingan komposisi fasegerak metanol 60% -dapar fosfat pH 6,8.Perbandingan komposisi fase gerakoptimalyangdiperoleh diterapkan padapenetapan kadar Natrium Sakarindalam

sirup.Adapun alasanmemilihmetode


(20)

Rohman, 2007).

Untukmengujivalidasidarimetodeinidilakukanpengujianantaralain ujiakurasidenganparameter%recovery,ujipresisidenganparameterkoefisien

variasi(RSD),ujisensitifitasdenganparameter limit deteksi(LOD)danlimit kuantitasi(LOQ)(Harmita, 2004).

1.2 Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Berapakah perbandingan fase gerak metanol 60%- dapar fosfat pH 6,8 sehingga diperoleh komposisi fase gerak yang optimal dan efisien dalam penetapan kadar Natrium Sakarin dalam sirup secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)?

2. Apakah komposisi optimal fase gerak metanol 60%-dapar fosfat pH 6,8 yang diperoleh dapat digunakan pada penetapan kadar Natrium Sakarin dalam sirup dengan validasi metode yang memenuhi persyaratan?

3. Apakah kadar Natrium Sakarin yang digunakan sebagai pemanis pada beberapa merek sirup memenuhi persyaratan yang ditetapkan SNI 061-6993-2004?


(21)

1.3 Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah:

1. Perbandingan fase gerak metanol 60%-dapar fosfat pH 6,8 yang terpilih merupakan komposisi fase gerak yang optimal dan efisien dalam penetapan kadar Natrium Sakarin dalam sirup secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).

2. Komposisi optimal fase gerak metanol 60%- dapar fosfat pH 6,8 yang diperoleh dapat digunakan pada penetapan kadar Natrium Sakarin dalam sirup dengan validasi metode yang memenuhi persyaratan.

3. Kadar Natrium Sakarin yang digunakan sebagai pemanis buatan pada beberapa merek sirup tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan SNI 061-6993-2004.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pada perbandingan berapa fase gerak metanol 60%-dapar fosfat pH 6,8 menghasilkan komposisi fase gerak yang optimal dan efisien dalam penetapan kadar Natrium Sakarin dalam sirup secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).

2. Untuk menerapkan komposisi optimal fase gerak metanol 60%- dapar fosfat pH 6,8 yang diperoleh pada penetapan kadar Natrium Sakarin dalam sirup dengan validasi metode yang memenuhi persyaratan.


(22)

3. Untuk mengetahui kesesuaian kadar Natrium Sakarin yang digunakan sebagai pemanis buatan pada beberapa merek sirup dengan persyaratan yang ditetapkan SNI 061-6993-2004

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kadar bahan pemanis buatan di dalam sirup yang beredar di pasaran sehingga masyarakat lebih berhati-hati memilih jenis sirup yang baik untuk dikonsumsi.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bahan Tambahan Pangan

Bahan Tambahan Makanan (BTM) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat ataupun bentuk makanan. Bahan tambahan Makanan itu bias memiliki nilai gizi, tetapi bisa pula tidak. Menurut ketentuan yang ditetapkan, ada beberapa kategori BTM. Pertama, Bahan Tambahan Makanan yang bersifat aman, dengan dosis yang tidak dibatasi, misalnya pati. Kedua, Bahan Tambahan Makanan yang digunakan dengan dosis tertentu, dan dengan demikian dosis maksimum penggunaannya juga telah ditetapkan. Ketiga, bahan tambahan yang aman dan dalam dosis yang tepat, serta telah mendapatkan izin beredar dari instansi yang berwenang, misalnya zat pewarna yang sudah dilengkapi sertifikat aman (Yuliarti, 2007).

Menurut Cahyadi (2009), Bahan Tambahan Makanan dikelompokkan menurut fungsi dasarnya, yaitu:

1. Pewarna 2. Pengawet

3. Pengatur Keasaman 4. Antioksidan

5. Antikempal 6. Pemanis buatan 7. Pengemulsi


(24)

2.2. Pembagian Pemanis a. Pemanis Alami

Pemanis alami yang sering digunakan untuk makanan, terutama adalah tebu dan bit. Kedua jenis pemanis ini sering disebut gula alam atau sukrosa. Selain itu ada berbagai pemanis lain yang dapat digunakan untuk makanan, diantaranya laktosa, maltosa, galaktosa, glukosa, fruktosa, sorbitol, manitol (Yuliarti, 2007).

b. Pemanis Buatan

Pemanis buatan merupakan bahan tambahan yang dapat memberikan rasa manis dalam makanan, tetapi tidak memiliki nilai gizi. Sebagai contoh adalah sakarin, siklamat, aspartam. Sekalipun penggunaannya diizinkan, pemanis buatan dan juga bahan kimia yang lain sesuai peraturan penggunaannya harus dibatasi. Alasannya, meskipun pemanis buatan tersebut aman dikonsumsi dalam kadar yang kecil, tetap saja dalam batas-batas tertentu akan menimbulkan bahaya kesehatan bagi manusia maupun hewan yang mengonsumsinya (Yuliarti, 2007).

2.3. Natrium Sakarin

Natrium Sakarin adalah pemanis buatan yang mempunyai rasa manis 200-700 kali sukrosa (yang biasa kita sebut gula) (Cahyadi, 2009).

Rumus molekul sakarin adalah C7H5NO3S dan berat molekulnya 183,18. Sakarin lebih stabil dalam bentuk garam sehingga sering dijumpai dalam bentuk garam Natriumnya dengan struktur seperti terlihat pada Gambar 1 berikut :


(25)

Meskipun sakarin mempunyai struktur kimia yang berlainan dengan senyawa gula, rasa manisnya tidak dapat dibedakan secara nyata oleh manusia, hanya sebagian orang yang indera perasanya sangat peka dan dapat merasakan adanya sakarin dalam suatu campuran bahan makanan dan minuman (Pearson, 2001).

Sakarin juga banyak dipakai dalam industri makanan dan minuman serta obat-obatan dan akan menimbulkan rasa ikutan yang pahit yang semakin terasa dengan bertambahnya konsentrasi. Oleh karena itu kita tidak perlu menambahkan sakarin dalam jumlah yang lebih banyak dari yang seharusnya, sebab kenaikan rasa manis dibandingkan dengan kenaikan konsentrasi bahan pemanis tidak proporsional. Secara umum dapat dikatakan bahwa tingkat kemanisan sakarin relatif menurun dengan makin meningkatnya konsentrasi (Pearson, 2001).

2.3.1. Metode Analisis Natrium Sakarin Lainnya 2.3.1.1. Uji Kualitatif dengan FeCl3

Prosedur: Larutkan ± 100 mg sampel dalam 5 ml larutan NaOH, uapkan hingga kering, lebur residu hati-hati diatas api lemah sampai tidak lagi membebaskan amonia. Biarkan residu dingin, larutkan dalam 20 ml air, netralkan dengan asam klorida 3 N, saring. Tambahkan pada filtrat satu tetes FeCl3. Sampel dinyatakan mengandung natrium sakarin jika terbentuk warna violet (Depkes RI, 1995).

2.3.1.2. Penetapan Kadar Natrium Sakarin dengan Metode Titrasi Asam Basa

Timbang seksama sejumlah sampel ke dalam corong pisah dengan bantuan 10 ml air. Tambahkan 2 ml asam klorida 3 N, ekstraksi endapan sakarin, pertama dengan 30 ml kemudian ekstraksi 5 kali dengan 20 ml campuran kloroform p dan


(26)

etanol p (9:1). Uapkan diatas penangas uap. Larutkan residu dengan 4 ml etanol p, tambahkan 40 ml air, campur dan tambahkan fenolftalein, titrasi dengan NaOH 0,1 N. Lakukan penetapan blanko dengan campuran 40 ml etanol p dan 40 ml air. Campuran 1 ml NaOH 0,1 N setara dengan 20,52 mg natrium sakarin (Depkes RI, 1995).

2.3.2. Hasil Penelitian Penetapan Kadar Natrium Sakarin Sebelumnya

Penetapan Kadar natrium sakarin telah dilakukan dalam penelitian sebelumnya dan hasil penelitian kadar natrium sakarin dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Hasil Penelitian Penetapan Kadar Natrium Sakarin Sebelumnya

No Nama

Peneliti Judul Penelitian Metode Hasil Penelitian 1 Ranitha

Sinulingga

Penentuan Kadar Sakarin Dalam Beberapa Jenis

Minuman Jajanan

Kromatografi Cair Kinerja

Tinggi

Es Ganepo = 40,475 mg/kg, Es Doger =

310,5 mg/kg, Es Krim = 117 mg/kg 2 Hennida

Simatupang

Analisa Penggunaan Zat Pemanis Buatan pada Sirup

Titrasi Asam Basa

Sirup Kapten = 60,79 mg/kg 3 Subani Penentuan Kadar Na.

Benzoat, Kalium Sorbat dan Natrium Sakarin dalam

Sirup

Kromatografi Cair Kinerja

Tinggi

Sirup Markisa Pohon Pisang = 564

mg/kg 4 Hayun,

Yahdiana Harahap dan

Citra Nur Aziza

Penetapan Kadar Sakarin, As. Benzoat, As. Sorbat, Kofeina dan Aspartam di Dalam Minuman Ringan

Kromatografi Cair Kinerja

Tinggi

Kadar Na. Sakarin dalam salah satu merk minuman =

112,13 ppm

2.4. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi 2.4.1 Jenis Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Hampir semua jenis campuran solut dapat dipisahkan dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) karena banyaknya fase diam yang tersedia dan selektifitas yang dapat ditingkatkan dengan mengatur fase gerak.


(27)

Pemisahan dapat dilakukan dengan fase normal atau fase terbalik tergantung pada polaritas relatif fase diam dan fase gerak. Berdasarkan pada kedua pemisahan ini, sering kali KCKT dikelompokkan menjadi KCKT fase normal dan KCKT fase terbalik. Berdasarkan mekanisme interaksi antara analit dengan fase diam, kromatografi cair dapat dibagi menjadi 4 metode, yakni: kromatografi fase normal (normal phase chromatography) atau disebut juga kromatografi adsorpsi (adsorption chromatography), kromatografi fase balik (reversed-phase chromatography), kromatografi penukar ion (ion-exchange chromatography) dan kromatografi eksklusi ukuran (size-exclusion chromatography) (Gandjar dan Rohman, 2007).

Pada KCKT fase terbalik paling sering digunakan fase diam berupa oktadesilsilan (ODS atau C18) dan fase gerak campuran metanol atau asetonitril dengan air atau dengan larutan buffer. Untuk solut yang bersifat asam lemah ,peranan pH sangat krusial karena bila pH fase gerak tidak diatur maka solut akan mengalami ionisasi atau protonisasi. Terbentuknya bagian yang terionisasi ini menyebabkan ikatannya dengan fase diam menjadi lebih lemah dibanding jika solut dalam bentuk yang tidak terionisasi akan terelusi lebih cepat (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.4.2 Proses Pemisahan dalam Kolom Kromatografi Cair

Pemisahan analit dalam kolom kromatografi berdasarkan pada aliran fase gerak yang membawa campuran analit melalui fase diam dan perbedaan interaksi analit dengan permukaan fase diam sehingga terjadi perbedaan waktu perpindahan setiap komponen dalam campuran (Meyer, 2004).


(28)

Sebagai contoh, campuran dua komponen dimasukkan ke dalam sistem kromatografi (partikel ● dan ▲). Di mana komponen ▲ cenderung menetap di fase diam dan komponen ● lebih cenderung di dalam fase gerak. Ilustrasi proses pemisahan dalam kolom kromatografi dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.

Gambar 2 . Ilustrasi proses pemisahan yang terjasi di dalam kolom KCKT ( Sumber: Meyer, 2004).

Masuknya eluen (fase gerak) yang baru ke dalam kolom akan menimbulkan kesetimbangan baru, molekul sampel dalam fase gerak diadsorpsi sebagian oleh permukaan fase diam berdasarkan pada koefisien distribusinya, sedangkan molekul yang sebelumnya diadsorpsi akan muncul kembali di fase gerak (Gambar 4c). Setelah proses ini terjadi berulang kali, kedua komponen akan terpisah. Komponen ● yang lebih suka dengan fase gerak akan berpindah lebih cepat daripada komponen ▲ yang cenderung menetap di fase diam, sehingga komponen ● akan muncul terlebih dahulu dalam kromatogram, kemudian diikuti oleh komponen ▲ (Meyer, 2004)

2.4.3 Parameter Penting dalam Kromatografi Cair 2.4.3.1 Tinggi dan Luas Puncak

Sebuah puncak memiliki lebar puncak (Wb), tinggi (h) dan luas puncak seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.


(29)

Gambar 3. kromatogram yang diperoleh dari analisis KCKT (Sumber: Ornaf dan Dong, 2005).

Lebar puncak yang diukur biasanya merupakan lebar pada 5% tinggi puncak (Ornaf dan Dong, 2005).

Tinggi dan luas puncak berkaitan secara proporsional dengan kadar atau jumlah analit tertentu yang terdapat dalam sampel (memiliki informasi kuantitatif). Namun demikian, luas puncak lebih umum digunakan dalam perhitungan kuantitatif karena lebih akurat/cermat daripada perhitungan menggunakan tinggi puncak. Hal ini dikarenakan luas puncak relatif tidak banyak dipengaruhi oleh kondisi kromatografi, kecuali laju alir. Sementara itu, tinggi puncak dipengaruhi oleh banyak faktor seperti misalnya faktor tambat, suhu kolom serta cara injeksi sampel (Ornaf dan Dong, 2005).

2.4.3.2 Waktu tambat

Periode waktu antara penyuntikan sampel dan puncak maksimum yang terekam oleh detector disebut sebagai waktu tambat/retention time (tR). Waktu tambat dari suatu komponen yang tidak ditahan/dihambat oleh fase diam disebut sebagai waktu hampa/void time (t0). Waktu tambat merupakan fungsi dari laju alir fase gerak dan panjang kolom. Jika fase gerak mengalir lebih lambat atau kolom semakin panjang, waktu hampa dan waktu tambat akan semakin besar, dan


(30)

sebaliknya bila fase gerak mengalir lebih cepat atau kolom semakin pendek, maka waktu hampa dan waktu tambat akan semakin kecil (Meyer, 2004).

2.4.3.3 Faktor Kapasitas

Waktu tambat dipengaruhi oleh laju alir, ukuran kolom dan parameter yang lain. Oleh karena itu, diperlukan suatu ukuran derajat tambatan dari analit yang lebih independen yaitu faktor kapasitas (k’). Faktor kapasitas dihitung dengan membagi waktu tambat bersih (t’R) dengan waktu hampa (t0) seperti yang dapat dilihat pada rumus berikut ini (Ornaf dan Dong, 2005).

Dalam beberapa literatur lain, faktor kapasitas juga disebut sebagai faktor tambat (k). Idealnya, analit yang sama jika diukur pada dua instrumen yang berbeda namun memiliki fase diam dan fase gerak yang sama, maka faktor tambat dari analit pada kedua system KCKT tersebut secara teoritis adalah sama (Meyer, 2004).

Faktor tambat yang disukai berada diantara nilai 1 hingga 10. Jika nilai k terlalu kecil menunjukkan bahwa analit terlalu cepat melewati kolom sehingga tidak terjadi interaksi dengan fase diam dan oleh karena itu tidak akan muncul dalam kromatogram. Sebaliknya nilai k yang terlalu besar mengindikasikan waktu analisis akan panjang (Meyer, 2004).

Faktor kapasitas dipengaruhi oleh perbandingan komposisi fase gerak yang digunakan sehingga akan menghasilkan resolusi dan waktu retensi dari puncak-puncak kromatogram yang berbeda pada setiap perbandingan komposisi fase gerak seperti yang terlihat pada Gambar 4 berikut (Snyder, dkk, 2010).


(31)

Gambar 4. Pemisahan dari Sampel Herbisida dengan Berbagai Perbandingan Komposisi Fase Gerak (Sumber: Snyder, dkk, 2010).

2.4.3.4 Selektivitas

Kemampuan system kromatografi dalam memisahkan/membedakan analit yang berbeda dikenal sebagai selektivitas (α). Selektivitas umumnya tergantung pada sifat analit itu sendiri, interaksinya dengan permukaan fase diam serta jenis fase gerak yang digunakan (Meyer, 2004).

Selektivitas ditentukan sebagai rasio perbandingan dua faktor kapasitas dari analit yang berbeda. Selektivitas ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

Nilai selektivitas yang didapatkan dalam sistem KCKT harus lebih besar dari 1 (Ornaf dan Dong, 2005).


(32)

2.4.3.5 Efisiensi Kolom

Ukuran kuantitatif dari efisiensi kolom disebut sebagai nilai lempeng/plate number (N) (Ornaf dan Dong, 2005). Kolom yang efisien adalah kolom yang mampu menghasilkan puncak yang sempit dan memisahkan analit dengan baik. Nilai lempeng akan semakin tinggi jika ukuran kolom semakin panjang, hal ini berarti proses pemisahan yang terjadi semakin baik. Hubungan proporsionalitas antara nilai lempeng dengan panjang kolom disebut sebagai nilai HETP/High Equivalent of a Theoritical Plate. Praktik HPLC yang baik adalah mendapatkan nilai HETP yang kecil untuk nilai N yang maksimum dan efisiensi kolom yang tertinggi (Snyder dan Kirkland, 1979).

Parameter yang dapat mempengaruhi nilai lempeng antara lain waktu tambat puncak, ukuran partikel kolom, laju alir fase gerak, suhu kolom, viskositas fase gerak dan berat molekul analit. FDA merekomendasikan agar tiap analisis KCKT yang valid mempunyai nilai lempeng lebih besar dari 2000 (Meyer, 2004). 2.4.3.6 Resolusi

Resolusi merupakan derajat pemisahan dari dua puncak analit yang bersebelahan (Ornaf dan Dong, 2005).

Harga resolusi yang semakin besar memiliki arti proses pemisahan semakin bagus dan sebaliknya resolusi yang kecil merupakan pertanda proses pemisahan yang buruk. Dua puncak yang tidak terpisah dengan sempurna namun sudah dapat terlihat memiliki resolusi 1. Sedangkan bila kedua puncak yang saling berdekatan terpisah sempurna tepat pada garis alas, resolusi bernilai 1,5. Oleh karena itu pada analisis kuantitatif, resolusi yang ditunjukkan harus lebih besar


(33)

dari 1,5. Sementara bila kedua puncak memiliki perbedaan yang signifikan, maka diperlukan nilai resolusi yang lebih besar (Meyer, 2004).

Pemisahan yang kurang baik dalam kromatografi fase balik biasanya disebabkan oleh tahanan yang lemah untuk senyawa yang sangat polar, sensitifitas deteksi yang kurang bagus dan ukuran sampel terutama dalam senyawa kompleks. Puncak yang tumpang tindih biasanya ditemukan bila satu puncak lebih besar dari puncak yang lain (Snyder, dkk, 2010).

2.4.3.7 Faktor Ikutan dan Faktor Asimetri

Puncak kromatogram dalam kondisi ideal akan memperlihatkan bentuk Gaussian dengan derajat simetris yang sempurna (Ornaf dan Dong, 2005). Namun kenyataannya dalam praktik kromatografi, puncak yang simetris secara sempurna jarang dijumpai. Jika diperhatikan dengan cermat, maka hampir setiap puncak dalam kromatografi memperlihatkan tailing dalam derajat tertentu (Dolan, 2003). Jenis – jenis puncak kromatogram dapat dilihat pada Gambar 5 berikut ini.

Gambar 5. Tiga jenis puncak. (Sumber: Meyer,2004)

Ada dua cara yang digunakan untuk pengukuran derajat asimetris puncak, yakni faktor ikutan dan faktor asimetri. Faktor ikutan/tailing factor (Tf) seperti yang diterangkan dalam Farmakope Amerika Serikat (USP) Edisi Ketigapuluh dihitung dengan menggunakan lebar puncak pada ketinggian 5% (W0,05), rumusnya dituliskan sebagai berikut:


(34)

Dengan nilai a dan b merupakan setengah lebar puncak pada ketinggian 5% seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6. Pengukuran derajat asimetris puncak (Sumber: Dolan, 2003). Sementara itu, faktor asimetri/asymmetry factor (As) dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Namun nilai a dan b dalam perhitungan faktor asimetri merupakan setengah lebar puncak pada ketinggian 10% seperti yang ditunjukkan di Gambar . Jika nilai a sama dengan b, maka faktor ikutan dan asimetri bernilai 1. Kondisi ini menunjukkan bentuk puncak yang simetris sempurna (Dolan, 2003). Bila puncak berbentuk tailing, maka kedua faktor ini akan bernilai lebih besar dari 1 dan sebaliknya bila puncak berbentuk fronting, maka faktor ikutan dan asimetri akan bernilai lebih kecil dari 1 (Hinshaw, 2004).

2.4.4 Instrumen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Instrumen KCKT tersusun atas 6 bagian dasar, yakni wadah fase gerak (reservoir), pompa (pump), tempat injeksi sampel (injector), kolom (coloumn), detector (detector) dan perekam (recorder). Ilustrasi instrumen dasar KCKT dapat dilihat pada Gambar 7 (Mc.Master, 2007).


(35)

Gambar 7. Instrumen dasar KCKT (Sumber: Mc. Master, 2007)

2.4.4.1 Wadah Fase Gerak

Wadah fase gerak harus bersih dan inert. Wadah pelarut kosong ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut.Fase gerak sebelum digunakan harus dilakukan degassing(penghilangan gas) yang ada pada fase gerak, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama dipompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.4.4.2 Pompa

Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni : pompa harus inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 6000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 0,1-10 ml/menit. Aliran pelarut dari pompa harus tanpa denyut untuk menghindari hasil yang menyimpang pada detektor (Gandjar dan Rohman,


(36)

2.4.4.3 Tempat Injeksi Sampel

Ada 3 jenis injektor, yakni syringe injector, loop valve dan automatic injector (autosampler). Syringe injector merupakan bentuk injektor yang paling sederhana (Meyer, 2004).

Pada waktu sampel diinjeksikan ke dalam kolom, diharapkan agar aliran pelarut tidak mengganggu masuknya keseluruhan sampel ke dalam kolom. Sampel dapat langsung diinjeksikan ke dalam kolom (on column injection) atau digunakan katup injeksi (Adnan, 1998).

Katup putaran (loop valve), tipe injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi volume lebih besar daripada 10 µl dan sekarang digunakan dengan cara otomatis (dengan adaptor khusus, volume-volume lebih kecil dapat diinjeksikan secara manual). Bila katup difungsikan, maka cuplikan di dalam putaran akan bergerak ke dalam kolom. Automatic injector atau disebut juga

autosampler memiliki prinsip yang mirip, hanya saja sistem penyuntikannya

bekerja secara otomatis (Meyer, 2004).

2.4.4.4 Kolom

Kolom merupakan jantung dari system kromatografi. Kolom fase terikat banyak digunakan dalam kromatografi konvensional, dengan ukuran panjang yang berbeda (5, 10, 25 cm). Kolom yang paling sering digunakan berukuran (250×4,6 mm) atau (100×4,6 mm). Kolom yang pendek (5 cm) biasanya digunakan untuk LC-MS. Pengemas kolom konvensional umumnya terbuat dari baja tahan karat karena tahan terhadap tekanan tinggi, suhu yang tinggi dan senyawa yang tahan korosif (Siouffi, 1998).

Kolom pelindung diselipkan diantara injektor dan kolom analisis. Gunanya untuk memperpanjang masa kerja karena mampu mengumpulkan sisa dari


(37)

penyangga kolom/pelarut atau senyawa yang tertahan kuat di dalam kolom . Ketika nilai lempengan untuk pemisahan rendah, kolom pelindung dapat digunakan sebagai kolom analisis (Siouffi, 1998).

2.4.4.5 Detektor

Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen cuplikan dalam aliran yang keluar dari kolom. Detektor-detektor yang baik memiliki sensitifitas yang tinggi, gangguan (noise) yang rendah, kisar respons linier yang luas, dan memberi tanggapan/respon untuk semua tipe senyawa. Suatu kepekaan yang rendah terhadap aliran dan fluktuasi temperatur sangat diinginkan, tetapi tidak selalu dapat diperoleh (Johnson dan Stevenson, 1991).

Detektor yang paling banyak digunakan dalam kromatografi cair modern kecepatan tinggi adalah detektor spektrofotometer UV 254 nm. Bermacam-macam detektor dengan variasi panjang gelombang UV-Vis sekarang menjadi populer karena mereka dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa-senyawa dalam rentang yang luas. Detektor lainnya, antara lain: detektor fluometer, detektor ionisasi nyala, detektor elektrokimia dan lain-lain juga telah digunakan (Johnson dan Stevenson, 1991).

2.4.4.6 Perekam Data

Komponen yang terelusi mengalir ke detektor dan dicatat sebagai puncak-puncak yang secara keseluruhan disebut sebagai kromatogram (Johnson dan Stevenson, 1991).


(38)

2.5 Validasi Metode

Validasi merupakan persyaratan mendasar yang diperlukan untuk menjamin kualitas dan hasil dari semua aplikasi analitik (Ermer dan Miller, 2005).

Adapun karakteristik dalam validasi metode menurut USP (United States Pharmacopeia) XXX yaitu akurasi (ketepatan), presisi, spesifisitas/selektifitas, batas deteksi, batas kuantitasi, linieritas, rentang/kisaran dan kekuatan/ketahanan dan kekasaran/ketangguhan.

2.5.1 Akurasi

Akurasi merupakan ketlitian metode analisis atau kedekatan antara nilai terukur dengan nilai sebenarnya. Akurasi dinyatakan dalam persen perolehan kembali (% recovery) (Harmita, 2004).

2.5.2 Presisi

Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis yang diperoleh dari beberapa kali pengukuran pada sampel yang sama dan biasanya diekspresikan sebagai Relatif Standar Deviasi (RSD) (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.5.3 Spesifisitas

Spesifisitas/selektifitas adalah kemampuan untuk mengukur analit yang dituju secara tepat dan spesifik dengan adanya komponen lain dalam matriks sampel seperti ketidakmurnian, produk degradatif dan komponen matriks (Ermer dan Miller, 2005).

2.5.4 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi adalah konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. Sedangkan batas kuantitasi adalah konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan


(39)

dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi metode yang digunakan (USP, 2006).

2.5.5 Linearitas

Linieritas adalah kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil uji yang secara langsung proposional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang diberikan. Linieritas dapat ditentukan secara langsung dengan pengukuran sampel (analit) yang ditambahkan baku pada sekurang-kurangnya lima titik konsentrasi yang mencakup seluruh rentang konsentrasi kerja (Ermer dan Miller, 2005). 2.5.6 Rentang

Rentang/kisaran adalah konsentrasi terendah dan tertinggi yang mana suatu metode analitik menunjukkan akurasi, presisi dan linieritas yang dapat digunakan untuk menganalisis sampel (Ermer dan Miller, 2005).

2.5.7 Kekuatan

Kekuatan/ketahanan merupakan pengujian kemampuan dari suatu metode untuk tidak terpengaruh oleh adanya perubahan parameter dalam melakukan metode analitik seperti persentase kandungan pelarut organik dalam fase gerak, pH larutan dapar, waktu pengekstraksian analit, komposisi pengekstraksi dan perbandingan konsentrasi fase gerak (Épshtein, 2004).

2.5.8 Kekasaran

Kekasaran/ketangguhan merupakan tingkat reprodusibilitas hasil yang diperoleh dengan kondisi yang bervariasi dan dinyatakan sebagai simpangan baku relatif/relative standard deviation (RSD). Kondisi ini meliputi laboratorium, analis, reagen dan waktu percobaan yang berbeda (Gandjar dan Rohman, 2007).


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara pada bulan September2012 sampai Maret 2013.

3.2Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat

instrumenKCKTlengkap(Shimadzuprominenceseries)denganpompa(LC-20AD),degasser(DGU- 20As),injektor(Rheodyne7225i),kolomShimadzu

shimpacVP- ODS(250mmx4,6 mm),detektorUV/Vis(SPD-20A),syringe100μl (Syringe perfection), spektrofotometer UV-Vis (UV Probe 1800 Shimadzu), wadahfasegerak, sonifikator(Branson1510),pompavakum(GastDOA- P604– BN),neracaanalitik(MettlerToledo),membranfilterPTFE0,5dan 0,2 µm,membranfiltercellulosenitrate 0,45µm,dan alat-alat gelas laboratorium.

3.3Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah metanolgrade HPLC (Merck), akuabides (PT. Ikapharmindo), Natrium Sakarin BPFI, Kalium dihidrogenfosfat

(Merck), Dikalium hidrogenfosfat (Merck),

aquabidestilata(PT.IkapharmindoPutramas),sirupABC rasa jeruk,sirupJames rasa melon,sirupKapten rasa Leychee, sirup Piramid Unta dan sirupPohon Pinang Premium rasa markuisa.


(41)

3.4Pengambilan Sampel

Pemilihan sampel yang akan dianalisis dilakukan dengan cara pemilihan secara acak (random sampling) terhadap sirup-sirup yang tidak mencantumkan natrium sakarin dalam komposisi bahan. Informasi tentang komposisi bahan sirup terdapat pada Lampiran 19 Halaman 94.

Prosessamplingminuman ringan dilakukan dengan menggunakan rumus:

�= √�+ 1

Keterangan:

n = jumlah sampel yang diteliti N = jumlah sampel dalam populasi (Nickerson, 2011 dan Torbeck, 2009).

3.5Prosedur Penelitian

3.5.1 Pembuatan Fase Gerak 3.5.1.1 Pembuatan Metanol 60%

Disaring 300 ml metanol grade

HPLCdenganmenggunakanmembranfilterPTFE0,5µm, kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 500 ml dan dicukupkan dengan aquabidest yang telah disaring dengan menggunakan membran filtercellulose nitrate , kemudian diawaudarakan± 30menit.

3.5.1.2 Pembuatan Dapar Fosfat pH 6,8

Ditimbang KaliumDihidrogenfosfat (KH2PO4)0,68 g danDikalium Hidrogenfosfat (K2HPO4) 0,8709 g, dimasukkankedalamlabu

tentukur1000mlkemudian dilarutkan dan

dicukupkandenganaquabidestsampaigaris tanda(larutandaparfosfatpH6,8 ), dicek pH lalu disaring dengan menggunakan membran filtercelllulosa nitrate0,45 µm, kemudiandiawaudarakan± 30menit.


(42)

3.5.2 Prosedur Analisis

3.5.2.1Penyiapan Larutan Sampel

Ditimbang sirup 1 gram untuk masing-masing jenis sirup, kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, dilarutkan dan dicukupkan dengan metanol 60% hingga garis tanda, dikocok ± 15 menit, lalu disaring dengan membran filter PTFE 0,2 µm dan diawaudarakan ± 30 menit

3.5.2.2Penyiapan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Masing-masing unit diatur, kolom yang digunakan Shimadzu VP-ODS (250 x 4,6 mm), detektor UV-Vis dan dideteksi pada panjang gelombang 225 nm. Setelah alat KCKT dihidupkan, maka pompa dijalankan dan fase gerak dibiarkan mengalir selama 30 menit dengan laju alir 1 ml/menit sampai diperoleh garis alas yang datar, menandakan sistem tersebut telah stabil.

3.5.2.3Penentuan Perbandingan Fase Gerak yang Optimum

Pada kondisi kromatografi komposisi fase gerak divariasikan untuk menda patkan hasil analisis yang optimum. Perbandingan fase gerak metanol 60%:dapar fosfat pH6,8 yang divariasikan adalah 50:50, 60:40, 70:30 dengan laju alir 1 ml/menit. Kondisi kromatografi yang memberikan waktu retensi yang singkat, resolusi yang baik, nilai lempeng teoritis yang valid dan tailing faktor paling kecil yang akan dipilih dan digunakan dalam penelitian ini.

3.5.3Analisis Kualitatif Menggunakan KCKT

3.5.3.1 Uji Identifikasi Natrium Sakarin dalam Sirup menggunakan KCKT Diinjeksikan sebanyak 20µl larutan sampel, dianalisis pada kondisi KCKT dengan perbandingan fase gerak metanol 60%:dapar fosfat pH 6,8(40:60) dan laju alir 1 ml/menit serta panjang gelombang 225 nm. Selanjutnya untuk identifikasi,


(43)

pada larutan sampel sirup tersebut ditambahkan sedikit larutan Natrium SakarinBPFI (spiking) kemudian diinjeksikan dan dianalisis kembali pada kondisi KCKT yang sama. Diamati kembali luas area dan dibandingkan antara kromatogram hasil spiking dengan kromatogram larutan sampel sebelum spiking. Sampel dinyatakan mengandung Natrium Sakarin, jika terjadi peningkatan tinggi puncak dan luas area pada kromatogram hasil spiking.

3.5.4 Analisis Kuantitatif

3.5.4.1Pembuatan Larutan Induk Baku Natrium Sakarin BPFI

Ditimbang seksama sejumlah 50,0 mg Natrium Sakarin BPFI, dimasukkan kedalam labu tentukur 50 ml, dilarutkan dan diencerkan dengan pelarut (metanol 60%) hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 1000 µg/ml (LIB I).

Dari LIB I dipipet 10 ml, lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, dilarutkan dan diencerkan dengan pelarut (metanol 60%) hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 200 µg/ml (LIB II).

3.5.4.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Natrium Sakarin BPFI

Dipipet LIB II sebanyak 1,25 ml; 2,5 ml; 5 ml dan 7,5 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, diencerkan dengan pelarut hingga garis tanda. Kocok sehingga diperoleh konsentrasi 25 µg/ml, 50 µg/ml, 100 µg/ml dan150 µg/ml. Sedangkan untuk konsentrasi 200 µg/ml diambil langsung dari LIB II. Kemudian masing-masing larutan disaring dengan membran filter PTFE 0,2 µm, dan diinjeksikan ke sistem KCKT sebanyak 20 µl dan dideteksi pada panjang gelombang 225 nm. Dari luas area yang diperoleh pada kromatogram dibuat kurva kalibrasi kemudian dihitung persamaan garis regresi dan faktor korelasinya.


(44)

3.5.4.3Penetapan Kadar Natrium Sakarin dalam Sirup Konsentrat

Diinjeksikan sebanyak 20 µl larutan sampel ke sistem KCKT dan dideteksi pada panjang gelombang 225 nm dengan perbandingan fase gerak metanol 60%:dapar fosfat pH 6,8 (40:60), laju alir 1 ml/menit. Dilakukan sebanyak 6 kali perlakuan untuk setiap sampel.

Kadar Natrium Sakarin dapat dihitung dengan mensubstitusikan luas area sampel pada Y dari persamaan regresi : Y = ax + b.

Hasilnya lalu dikali dengan volume pengenceran, kemudian dibagi dengan berat penimbangan sampel sehingga diperoleh kadar Natrium Sakarin dalam sirup dengan satuan µg/g sampel.

Menurut Cahyadi (2009), rumus perhitungan kadar Natrium Sakarin dalam sirup dituliskan sebagai berikut:

(g) Sampel Berat (ml) Larutan Volume x g/ml) ( i Konsentras g/g) ( Sakarin Natrium

Kadar µ = µ

3.5.4.4Perhitungan Kadar Natrium Sakarin dalam Sirup Sesuai Aturan Penggunaannya

Sirup yang sesuai dengan aturan penggunaannya adalah sirup yang telah ditambahkan dengan air sesuai dengan aturan penyajiannya, misalnya volume 1 botol sirup untuk 21 gelas air dengan ukuran gelas 200 ml.

Menurut Simatupang (2009), kadar natrium sakarin dalam sirup sesuai aturan penggunaan dapat dihitung dengan membagi volume 1 botol sirup sesuai aturan penyajiannya. Hasilnya kemudian dibagikan dengan volume 1 gelas air (200 ml), kemudian dikalikan dengan kadar natrium sakarin dalam 1 botol sirup.


(45)

D

m = ×

C B A g/kg) ( nya penggunaan aturan sesuai sirup dalam Sakarin Na. Kadar Keterangan:

A = Volume total sirup B = Saran penyajian (gelas) C = Volume 1 gelas (200 ml)

D = Kadar Na. Sakarin dalam sediaan sirup

3.5.4.5Analisis Data Penetapan Kadar Natrium Sakarin dalam Sirup Secara Statistik

Data perhitungan kadar dianalisis secara statistik menggunakan uji t.

Menurut Harmita (2004), rumus yang digunakan untuk menghitung Standar Deviasi (SD) adalah :

1 ) ( 2 − − =

n X X SD

Kadar dapat dihitung dengan persamaan garis regresi dan untuk menentukan data diterima atau ditolak digunakan rumus:

t hitung =

n SD X Xi / −

Dengan dasar penolakan apabila t hitung ≥ t tabel , pada taraf kepercayaan 99% dengan nilai α = 0,01, dk = n – 1.

Keterangan :

SD = Standar deviasi

X = Kadar dalam satu perlakuan

X = Kadar rata-rata dalam satu sampel

n = Jumlah perlakuan

Sedangkan untuk mencari kadar sebenarnya dapat digunakan rumus:

n SD x t

X (11/2α)dk


(46)

Keterangan:

μ = Kadar sebenarnya X = Kadar sampel N = Jumlah perlakuan

t = Harga ttabel sesuai dengan derajat kepercayaan dk= Derajat kebebasan

3.5.5 Validasi Metode

3.5.5.1 Akurasi (kecermatan)

Uji akurasi dengan parameter % recovery dilakukan secara metode penambahan baku (standard addition method) kemudian dianalisis dengan perlakuan yang sama seperti pada penetapan kadar sampel. Metode adisi ini dapat dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang akan diperiksa. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan tadi dapat ditemukan.

Menurut Harmita (2004), hasil dinyatakan dalam persen perolehan kembali (% recovery). Persen perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus:

% Perolehan kembali =

A A F C C C *

x 100 %

Keterangan :

CF = Kadar Na. Sakarin dalam sampel setelah penambahan baku CA = Kadar Na.Sakarin dalam sampel sebelum penambahan baku C*A = Kadar larutan baku yang ditambahkan

3.5.5.2 Presisi (keseksamaan)

Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan urutan yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen. Menurut Gandjar dan Rohman (2007), nilai RSD dirumuskan dengan:


(47)

% 100 x X SD RSD= Keterangan:

RSD = Relatif Standar Deviasi (%) SD = Standar deviasi

X = Kadar rata-rata sampel

Sementara itu, nilai SD dihitung dengan:

SD =

(

)

(

)

2 1 − −

n X X Dimana :

X = nilai dari masing-masing pengukuran

X = rata-rata (mean) dari pengukuran

n = banyaknya data

3.5.5.3 Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ)

Menurut Harmita (2004), batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan. Sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama.

Batas Deteksi (Limit Of Detection/ LOD) dan Batas Kuantitasi (Limit Of Quantitation/ LOQ)ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: 2 ) ( / 2 − − =

n Yi Y x Sy Slope x Sy x LOD=3 /

Slope x Sy x LOQ=10 /


(48)

Keterangan:

Sy/x = Simpangan Baku Slope = Derajat Kemiringan


(49)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penentuan komposisi fase gerak untuk mendapatkan kondisi kromato- grafi yang optimal

Pada awal penelitian ini dilakukan optimasi untuk mendapatkan kondisi kromatografi yang optimal. Adapun perbandingan fase gerak yang dioptimasi adalah metanol 60% - dapar fosfat pH 6,8 dengan perbandingan 50:50, 40:60, 30:70, pada laju alir 1 ml/menit, deteksi dilakukan pada panjang gelombang 225 nm. Dari hasil optimasi menggunakan kolom Shimadzu VP-ODS (4,6x250 mm) diperoleh perbandingan komposisi fase gerak yang terbaik yaitu pada perbandingan metanol 60% - dapar fosfat pH 6,8 (40:60). Pemilihan komposisi fase gerak yang terbaik ini didasarkan pada waktu retensi yang singkat, pemisahan kromatogram (resolusi) yang baik, nilai Lempeng Teoritis yang valid dan faktor ikutan (tailing) yang paling kecil. Hubungan antara pengaruh komposisi fase gerak terhadap parameter kromatogram dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini. Kromatogram dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 44-52.


(50)

Tabel 2.Pengaruh Komposisi Fase Gerak terhadap Parameter Kromatogram Perbandingan Fase Gerak Tekanan Pompa Sampel Sirup Waktu Retensi

Resolusi Lempeng Teoritis

Faktor Ikutan

30 : 70

153-154

Kgf/cm2

ABC 7,335 4,149 4494,268 1,300 James 7,222 0,000 3749,717 1,741 Kapten 7,240 0,000 2611,702 1,557 Piramid

Unta

7,223 0,000 4186,874 1,822

Pohon Pinang

7,258 0,000 3980,061 1,983

40 : 60

164-165

Kgf/cm2 ABC 6,085 1,369 4000,031 1,536 James 6,004 0,000 3455,775 1,577 Kapten 5,979 0,000 2874,014 1,671 Piramid

Unta

5,993 0,000 3317,232 1,657

Pohon

Pinang 5,951 0,000 3134,824 1,983

50 : 50

178-179

Kgf/cm2 ABC 5,161 1,686 4387,984 1,470 James 5,102 0,000 3274,889 1,590 Kapten 5,087 1,259 3761,540 1,721 Piramid

Unta

5,080 1,263 3798,257 1,699

Pohon Pinang


(51)

4.2 Analisis Kualitatif

Hasil optimasi pada penentuan kondisi kromatografi yang terbaik untuk natrium sakarin, diperoleh komposisi fase gerak metanol 60% : dapar fosfat pH 6,8 (40:60), waktu retensi yang lebih singkat (± 6 menit) dan laju alir yang lebih kecil (1 ml/menit) dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya (Sinulingga, 2011). Untuk mengetahui bahwa sampel yang dianalisis mengandung natrium sakarin maka dilakukan spikingyaitu menambahkan bahan baku ke dalam sampel pada kondisi kromatografi yang sama. Hal ini dilakukan dengan cara: Pertama, dilakukan proses kromatografi sampel tanpa penambahan baku. Kedua, dilakukan proses kromatografi dengan penambahan baku. Hasil kromatogram dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9di bawah ini.

Gambar 8. Kromatogram sirup ABC secara KCKT menggunakan kolom Shimadzu VP-ODS (250 x 4,6 mm) dengan perbandingan fase gerak metanol 60%:dapar fosfat pH 6,8 (40:60) dan laju alir 1 ml/menit, volume penyuntikan 20 µl dan deteksi pada panjang gelombang 225 nm.


(52)

Gambar 9. Kromatogram hasil spike secara KCKT menggunakan kolom Shimadzu VP-ODS (250 x 4,6 mm) dengan perbandingan fase gerak

metanol 60%:dapar fosfat (40:60) dan laju alir 1 ml/menit, volume penyuntikan 20 µl dan deteksi pada panjang gelombang 225 nm.

Pada kromatogram tersebut dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan luas area dan tinggi puncak pada kromatogram setelah penambahan baku dibandingkan dengan sebelum penambahan bahan baku maka dapat diidentifikasi bahwa sampel sirup mengandung natrium sakarin (Johnson dan Stevenson, 1991).

Natrium sakarin sering dikombinasi dengan pemanis buatan lainnya (misalnya natrium siklamat, aspartam, dll) untuk meningkatkan rasa manis yang diinginkan, mengurangi biaya produksi dan untuk mencegah penggunaan pemanis buatan yang melebihi batas maksimal penggunaan bila hanya menggunakan 1 jenis pemanis buatan.


(53)

4.3 Analisis Kuantitatif

4.3.1 Penentuan Kurva Kalibrasi

Penentuan kurva kalibrasi natrium sakarin BPFI ditentukan berdasarkan luas area pada konsentrasi 25, 50, 100, 150, 200 µg/ml, diperoleh hubungan yang linier dengan koefisien korelasi, r = 0,9996 dan persamaan regresi Y = 75625,76152 X + 265097,1.Nilai r ≥ 0,995 menunjukkan adanya korelasi linier yang menyatakan adanya hubungan antara X dan Y (Moffat, dkk., 2005).Hasil penentuan kalibrasi dapat dilihat pada Gambar 10di bawah ini.

Gambar 10. Kurva kalibrasi natrium sakarin BPFI secara KCKT menggunakan kolom Shimadzu VP-ODS (250 x 4,6 mm) dengan perbandingan fase gerak metanol 60%:dapar fosfat pH 6,8 (40:60) dan laju alir 1 ml/menit, volume penyuntikan 20 µl dan deteksi pada panjang gelombang 225 nm.

4.3.2 Penetapan Kadar Natrium Sakarin dalam Sirup Konsentrat dan Sirup Menurut Aturan Penggunaannya

Hasil penetapan kadar natrium sakarin dalam sediaan sirup konsentrat dan sirup menurut aturan penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 3di bawah ini. Kromatogram natrium sakarin dalam sirup konsentrat dapat dilihat pada Lampiran 2-6 halaman . Contoh perhitungan kadar natrium sakarin dalam sediaan sirup konsentrat dapat dilihat pada Lampiran 8 halaman dan contoh perhitungan kadar


(54)

natrium sakarin dalam sediaan sirup menurut aturan penggunaannya dapat dilihat pada Lampiran 10 halaman 72.

Tabel 3. Hasil penetapan kadar natrium sakarin dalam sediaan sirup konsentrat dan sirup menurut aturan penggunaannya

Berdasarkan perhitungan kadar natrium sakarin dalam sirup konsentrat yang ditentukan berdasarkan luas area, keseluruhan sirup tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan SNI yaitu 300 mg/kg (SNI 01-6993, 2004) karena masing-masing sirup memiliki kadar natrium sakarin melebihi 300 mg/kg.

Namun sirup yang dikonsumsi sehari-hari oleh masyarakat adalah sirup yang telah dicampurkan dengan air sesuai dengan aturan penggunaannya. Dalam hal ini aturan penggunaan yang digunakan adalah sesuai dengan petunjuk yang ditempelkan pada botol sirup yaitu ± 600 ml sirup konsentrat untuk 21 gelas air dengan ukuran gelas 200 ml.

Berdasarkan perhitungan kadar natrium sakarin dalam sirup menurut aturan penggunaannya, keseluruhan sirup masih memenuhi persyaratan yang ditetapkan SNI, yaitu 300 mg/kg karena masing-masing sirup menurut aturan penggunaannya memiliki kadar natrium sakarin yang tidak melebihi 300 mg/kg.

No. Sirup

Kadar Na. Sakarin Sirup konsentrat (mg/kg)

Kadar Na. Sakarin sirup menurut aturan penggunaannya (mg/kg)

1 ABC 722,0502 ± 6,7647 ± 99,7585

2 James 302,3955 ± 26,6602 ± 43,1972

3 Kapten 776,2667 ± 10,5603 ± 110,4427

4 Piramid

Unta 610,9154 ± 18,9082

± 91,6373 5 Pohon

Pinang


(55)

4.4 Hasil Uji Validasi

Pada penelitian ini dilakukan uji validasi metode dengan metode standar adisi terhadap sirup ABC yang meliputi uji akurasi dengan parameter % recovery dan uji presisi dengan parameter RSD(Relative Standard Deviasi), LOD (Limit of Detection) dan LOQ (Limit of Quantitation).

Data hasil ujivalidasi, parameter akurasi dan presisi natrium sakarin pada sirup ABC dengan metode adisi standar dapat dilihat padaTabel 4 di bawah ini. Perhitungan uji validasi dari sirup ABC dapat dilihat pada Lampiran 13 halaman 79.

Tabel 4. Hasil Pengujian Validasi, dengan parameter Akurasi, Presisi, Batas Deteksi, Batas Kuantitasi natrium sakarin pada sirup konsentrat

ABC dengan Menggunakan Metode Adisi Standar

Pada Tabel 4 di atas dapat dilihat hasil pengujian akurasi dengan kadar rata-rata % recovery 107,7851%, % recovery dapat diterima karena memenuhi syarat akurasi, bahwa rentang rata-rata % recovery ialah 80-120%. Maka dapat disimpulkan bahwa metode ini mempunyai akurasi yang baik (Ermer dan Miller, 2009).

N o

Kadar natrium sakarin (mg/kg) Kadar bahan baku yang ditambahkan (mg/kg) Recovery (%) Sebelum penambahan Sesudah penambahan

1 718,0677 932,8074 201,4597 106,5919

2 716,2605 940,6034 111,3587

3 725,9610 941,6823 107,0791

4 723,3605 940,2124 107,6403

5 726,2873 942,5692 107,3574

6 724,2486 939,1721 106,6831

Kadar rata-rata % Recovery= 107,7851% RSD = 0,3712%

Batas Deteksi (LOD) = 5,6415 mg/kg Batas Kuantitasi (LOQ) = 18,8094 mg/kg


(56)

Hasil uji presisi dengan parameter RSD (Relative Standard Deviasi) diperoleh 0,3712%, persyaratan nilaiRSD yang ditentukan adalah < 2%. Maka dapat disimpulkan bahwa metode analisis mempunyai presisi yang baik (Harmita, 2004).

Batas deteksi dan batas kuantitasi dihitung dari persamaan regresi yang diperoleh dalam kurva kalibrasi. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai LOD 5,6415 mg/kg dan nilai LOQ 18,8049mg/kg.


(57)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Penetapan kadar natrium sakarin pada beberapa merek sirup dapat dilakukan secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi menggunakan kolom Shimpac VP-ODS (250 x 4,6 mm) dengan perbandingan fase gerak metanol 60% - dapar fosfat pH 6,8 (40:60), laju alir 1 ml/menit, pada panjang gelombang 225 nm. Metode ini memberikan uji validasi dengan parameter akurasi, presisi dan sensifisitas yang memenuhi persyaratan.

Hasil analisis menunjukkan waktu retensi natrium sakarin ± 6 menit sedangkan kadar natrium sakarin dalam kelima merek sirup konsentrat sebagai berikut: sirup Abc 722,3643 mg/kg; sirup James 302,3955 mg/kg; sirup Kapten 773,1373 mg/kg; sirup Piramid Unta 610,9154 mg/kg; sirup Pohon Pinang 1.034,2962 mg/kg. Kadar natrium sakarin dari kelima merek sirup tersebut tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI 01-6993-04) yaitu maksimal 300 mg/kg. Namun sirup yang dikonsumsi sehari-hari oleh masyarakat adalah sirup yang telah dicampurkan dengan air sesuai dengan aturan penggunaannya. Kadar natrium sakarin dari sediaan sirup sesuai aturan penggunaannya adalah: Abc 99,7585 mg/kg; James 43,1972 mg/kg; Kapten 110,4427 mg/kg; Piramid Unta 91,6373 mg/kg; Pohon Pinang 142,8363 mg/kg. Kadar natrium sakarin dari kelima merek sirup sesuai aturan penggunaannya tersebut masih memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI 01-6993-04) yaitu tidak melebihi 300 mg/kg.


(58)

5.2 Saran

Disarankan agar dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap penetapan kadar pemanis buatan lainnya dalam sirup yang dikombinasi dengan natrium sakarin (natrium siklamat, aspartam, dll) secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.


(59)

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, M. (1998). Teknik Kromatografi untuk Analisis Makanan. Edisi I. Yogyakarta: Penerbit Andi. Halaman 40.

Budiyanto, A. (2004). Dasar-dasar Ilmu Gizi. Malang: Universitas Muhammadiyah. Halaman 207.

Cahyadi, W.(2009). Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Halaman 77-78, 82.

DepkesRI.(1995).FarmakopeIndonesia.EdisiIV.DepartemenKesehatanRI. Jakarta.Halaman 750-751.

Dolan, J.W. (2003). Why Do Peaks Tail?. LC GC North America 21(7): 612-616. Ephstein, N.A. (2004). Validation of HPLC Techniques for Pharmaceutical

Analysis. Pharmaceutical Chemistry Journal 38(4): 212-228.

Ermer, J. dan Miller, J.H.McB. (2005). Method Validation in PharmaceuticalAnalysis. Weiheim: Wiley-VCH Verlag GmbH and Co. KGaH. Halaman 200.

Gandjar, I.G. dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Cetakan I. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Halaman378-379, 394-400.

Harmita. (2004). PetunjukPelaksana ValidasiMetodedan CaraPerhitungannya.Majalah Ilmu Kefarmasian. 1 (3): 117-135.

Hayun, Harahap, Y dan Nur Aziza, C. (2004). Penetapan Kadar Sakarin, Asam Benzoat, Asam Sorbat, Kofeina dan Aspartam di Dalam Minuman Ringan Bersoda. Jakarta. Majalah Ilmu Kefarmasian. 1(3): 148-159.

Hinshaw, J.V. (2004). Anatomy of a Peak. LC GC North America 22(3): 252- 260.

Johnson, E. L danStevenson, R. (1991).Basic Liquid Chromatography. Penerjemah: Kosasih Padwinata. DasarKromatografiCair.Bandung: ITB. Halaman 236.

Mc. Master, M.C. (2007). HPLC a Practical User’s Guide. Edisi ke-2. New Jersey: John Wiley and Sons, Inc. Halaman 106.

Meyer, V.R. (2004). Practical High Performance Liquid Chromatography. Edisi ke-4. St. Gallen: John Wiley and Sons, Ltd. Halaman 7-8, 15-16, 20-24, 52-55, 69-70, 106.


(60)

Moffat,A.C.,Osselton, M. D. danWiddop, B. (2005). Clarke’sAnalysis OfDrug And Poisons. Edisi ke-3.London:Pharmaceutical Press.Electronic version.Halaman686,1565.

Nickerson, B. (2011). Sample Preparation of Pharmaceutical Dosage Forms.New York: Springer. Halaman 27.

Ornaf, R M dan Dong, M.W. (2005). Handbook of Pharmaceutical Analysis by HPLC. San Diego: Elsevier, Inc. Halaman 22-29.

Pearson, R.L. (2001). Saccharin. Dalam Alternative Sweeteners. Editor: Lyn O’Brien Nabors. Edisi ke-3. Switzerland: Marcel Dekker, Inc. Halaman 150, 159-162.

Sinulingga, R. (2011). Penentuan Kadar Sakarin dalam Beberapa Jenis Minuman Jajanan yang Dipasarkan di SD Negeri No. 064025 Jln. Flamboyan Kelurahan Simpang Selayang Kecamatan Medan Tuntungan Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Tesis. Medan: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam-USU.

Simatupang, H. (2009). Analisa Penggunaan Zat Pemanis Buatan Pada SirupYang Dijual Di Pasar Tradisional Kota Medan. Skripsi. Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat-USU.

Siouffi, A. M. (1998). Food Analysis by HPLC. 2nd Edition. New York: Marcel Dekker, Inc. Halaman 29.

SNI 01-6993-2004. Tentang Penggunaan Sakarin Bedasarkan Kategori Pangan. Snyder, L.R dan Kirkland, J.J. (1979). Introduction to Modern

LiquidChromatography. 2nd Edition. New York: John Wiley and Sons,

Inc.Halaman 17-18, 28,34, 52, 98-100, 112-116, 250.

Snyder, L.R., Kirkland, J.J., Dolan, J. W. (2010). Introduction to Modern

LiquidChromatography. 3nd Edition. New York: John Wiley and Sons,

Inc.Halaman 56, 68.

Subani. (2008). Penentuan Kadar Natrium Benzoat, Kalium Sorbat dan Natrium Sakarin dalam Sirup dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) di Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan. Karya Ilmiah. Medan: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam-USU.

The United States Pharmacopeia Convention. (2006). The United State Pharmacopeia (USP). Edisi ke-30. United State. Halaman 680.

Torbeck, L.D. (2009). Statistical Solution: Square Root of (N) + One SamplingPlan. Pharmaceutical Technology. 33: 128.

Yuliarti, N. (2007). Awas! Bahaya Di Balik Lezatnya Makanan. Yogyakarta: Penerbit ANDI. Halaman 7-8.


(61)

Lampiran 1. Kromatogram Hasil Optimasi Perbandingan Fase Gerak Metanol 60% - Dapar Fosfat pH 6,8 dan Laju Alir 1 ml/menit pada Sampel Sirup

1.1. Kromatogram Optimasi pada Sampel Sirup dengan Fase Gerak Metanol 60% - Dapar Fosfat pH 6,8 (30:70) dan Laju Alir 1 ml/menit

a. Sirup ABC


(62)

c. Sirup Kapten


(63)

e. Sirup Pohon Pinang

Gambar11.

a, b, c, d, e

dan

f

merupakankromatogrampenyuntikandari larutan

sirup ABC, James, Kapten, Piramid Unta dan Pohon Pinang denganfasegerak metanol 60% - dapar fosfat pH 6,8 (30:70), volumepenyuntikan20µl, laju alir1 ml/menit padapanjang gelombang225nm


(64)

1.2. Kromatogram Optimasi pada Sampel Sirup dengan Fase Gerak Metanol 60% - Dapar Fosfat pH 6,8 (40:60) dan Laju Alir 1 ml/menit

a. Sirup ABC


(65)

c. Sirup Kapten


(66)

e. Sirup Pohon Pinang

Gambar12.

a, b, c, d, e

dan

f

merupakankromatogrampenyuntikandari larutan

sirup ABC, James, Kapten, Piramid Unta dan Pohon Pinang denganfasegerak metanol 60% - dapar fosfat pH 6,8 (40:60), volumepenyuntikan20µl, laju alir1 ml/menit padapanjang gelombang225nm


(67)

1.3. Kromatogram Optimasi pada Sampel Sirup dengan Fase Gerak Metanol 60% - Dapar Fosfat pH 6,8 (50:50) dan Laju Alir 1 ml/menit

a. Sirup ABC


(68)

c. Sirup Kapten


(69)

e. Sirup Pohon Pinang

Gambar13.

a, b, c, d, e

dan

f

merupakankromatogrampenyuntikandari larutan

sirup ABC, James, Kapten, Piramid Unta dan Pohon Pinang denganfasegerak metanol 60% - dapar fosfat pH 6,8 (50:50), volumepenyuntikan20µl, laju alir1 ml/menit padapanjang gelombang225nm


(70)

a


(71)

c


(72)

e

f

Gambar14.

a, b, c, d, e

dan

f

merupakankromatogrampenyuntikan6kalidari

larutansirup ABC,fasegerak metanol 60% - dapar fosfat pH 6,8 (40:60), volumepenyuntikan20µl, laju alir1 ml/menit padapanjang gelombang225nm


(73)

a


(74)

c


(75)

e

f

Gambar15.

a, b, c, d, e

dan

f

merupakankromatogrampenyuntikan6kalidari larutansirupJAMES,fasegerak metanol 60% : dapar fosfat pH 6,8

(40:60), volumepenyuntikan20µl, laju alir 1 ml/menit pada Panjang gelombang225nm


(76)

Lampiran 4. KromatogramHasilPenyuntikanLarutanSirupKAPTEN

a


(77)

c


(78)

e

f

Gambar16.

a, b, c, d, e

dan

f

merupakankromatogrampenyuntikan6kalidari larutansirup KAPTEN,fasegerak metanol 60% : dapar fosfat pH

6,8 (40:60), volumepenyuntikan20µl, laju alir 1 ml/menit pada panjang gelombang225nm


(79)

Lampiran 5. KromatogramHasilPenyuntikanLarutanSirupPIRAMID UNTA

a


(80)

c


(81)

e

f

Gambar17.

a, b, c, d, e

dan

f

merupakankromatogrampenyuntikan6kalidari

larutansirup PIRAMID UNTA,fasegerak metanol 60% : dapar fosfat pH 6,8 (40:60), volumepenyuntikan20µl, laju alir1 ml/menit padapanjang gelombang225nm


(82)

Lampiran 6. KromatogramHasilPenyuntikanLarutanSirupPOHON PINANG

a


(83)

c


(84)

e

f

Gambar18.

a, b, c, d, e

dan

f

merupakankromatogrampenyuntikan6kalidari

larutansirup POHON PINANG,fasegerak metanol 60% - dapar fosfat pH 6,8 (40:60), volumepenyuntikan20µl, laju alir 1 ml/menit padapanjang gelombang 225 nm


(85)

Lampiran 7. Perhitungan Persamaan Regresi dari Kurva Kalibrasi Natrium SakarinBPFI

DataHasilPenyuntikanLarutanNatrium SakarinBPFI BerdasarkanLuas Puncak

No Konsentrasi(ppm) LuasArea

1 25 2255624,3

2 50 4231920,4

3 100 7895845,7

4 150 11626808,1

5 200 15283908,9

TabelKonsentrasi(X)Vs Luas Area(Y)untukNatrium Sakarin

No Konsentrasi (ppm) LuasArea XY X2 Y2

X Y

1 0 0 0 0 0

2 25 2255624,3 56390607,5 625 5,08784x1012

3 50 4231920,4 211596020 2500 17,90915x1012

4 100 7895845,7 789584570 10000 62,34438x1012

5 150 11626808,1 1744021215 22500 135,18267x1012 6 200 15283908,9 3056781780 40000 233,59787x1012 ∑ 525 41294107,4 5858374193 75625 454,12191x1012 Rata2 87,5 6882351,233 976395698,8 12604,166 75,686985x1012

a =

(

X

)

n X n Y X XY / / 2 2

∑ ∑

− − =

( )(

)

( )

525 /6 75625 6 / 4 , 41294107 525 5858374193 2 − − = 75625,76152

Y = a X + b

b = Y− aX

= 6882351,233 – (75625,76252)(87,5) = 265097,1

Maka persamaan garis regresinya adalah: Y = 75625,76152X + 34676853,2

(

)

∑ ∑

− = n Y Y n X X n Y X XY r / ) ( )( / ) ( / 2 2 2 2


(86)

=

( )(

)

( )

{

75625 525 /6

}

{

454,12191 10

(

41294107,4

)

/6

}

6 / 4 , 41294107 5 , 52 5858374193 2 10

2 ×

= 10

10 10 34703252 , 1 10 347083877 , 1 × × = 0,996


(87)

Lampiran 8. ContohPerhitunganuntukMencariKadarNatriumSakarin dalam Sirup Konsentrat (Sirup James)

Berat sampel yang ditimbang = 1,2495

Luas Area (Y) = 3233499

Persamaan Regresi : Y = 75625,76152X + 265097,1

X = 76152 , 75625 1 , 265097 3233499−

= 39,2512 µg/ml

Konsentrasi Na. Sakarin = 39,2512 µg/ml

(g) Sampel Berat (ml) Larutan Volume x (µg/ml) i Konsentras (µg/g) Sakarin Na.

Kadar =

= g ml ml g 2495 , 1 10 / µ 39,2512 ×

= 314, 1353 µg/g = 314, 1353 mg/kg


(88)

Lampiran 9. HasilPerhitunganKadarNatriumSakarin padasirupABC, JAMES, KAPTEN, PIRAMID UNTA dan POHON PINANG

No Sirup LuasArea Kadar(mg/kg) Kadar rata-rata (mg/kg)

1 ABC

5707052 718,0677

722,3643

5693358 716,2605

5766873 725,9610

5747163 723,3605

5769341 726,2873

5753895 722,3643

2 JAMES

3233499 314,1353

302,3955

3214145 312,0976

3170977 307,5190

3258579 316,7891

2918559 280

2947152 283,8319

3 KAPTEN

7528679 767,0212

773,1373

7438420 757,4900

7614343 776,0669

7645895 779,3987

7648524 779,6766

7643729 779,1703

4 PIRAMID UNTA

6172301 622,1010

610,9154

6154296 620,2047

6134898 618,1618

5963086 600,0677

5907742 594,2394

6064210 610,7176

5 POHON PINANG

9284732 938,3690

1.034,2962 10201864 1.033,7836

10129721 1.026,2785 131,6380 1.035,7042 10321778 1.046,2596 11082310 1.125,3824


(89)

Lampiran 10. ContohPerhitunganuntukMencariKadarNatriumSakarin dalam Sirup Sesuai Aturan Penggunaannya (Sirup James)

D

m = ×

C B A g/kg) ( nya penggunaan aturan sesuai sirup dalam Sakarin Na. Kadar Keterangan:

A = Volume total sirup B = Saran penyajian (gelas) C = Volume 1 gelas (200 ml)

D = Kadar Na. Sakarin dalam sediaan sirup

D

m = ×

C B A g/kg) ( nya penggunaan aturan sesuai James sirup dalam Sakarin Na. Kadar

= 302,3955mg/kg

ml/gelas 200 gelas 21 ml 600 ×


(90)

Lampiran 11. KomatogramHasilUjiPerolehanKembali(%recovery)dariSirup ABCsebelumDitambah Natrium Sakarin BPFI 201,4597µg/gsampel

a


(1)

97


(2)

98 Lampiran 22. Gambar Sampel Sirup


(3)

99


(4)

100

Gambar 21.Alat KCKT (Shimadzu)

Gambar 22. Syringe KCKT


(5)

101 Gambar 23.Sonifikator (Branson 1510)

Gambar24. Pompa Vakum (Gast DO A-PG04-BN) dan alat penyaring fase gerak


(6)

102 Gambar 25.Sonifikator Kudos