Berikut ini beberapa tanaman pokok yang dijadikan masyarakat sebagai mata pencaharian utama:
3.1 Pertanian Padi
Tanaman padi di Desa Siogung-Ogung merupakan tanaman pokok masyarakat untuk memenuhi kelangsungan hidup. Sejak kapan tanaman padi di Desa
Siogung-Ogung diperkenalkan tidak dapat diketahui secara pasti, namun dari hasil penelitian penanaman padi di Desa Siogung-Ogung sudah turun- temurun dari nenek
moyang mereka. Tanaman padi telah dipertahankan masyarakat di Desa Siogung- Ogung selama berpuluh-puluh tahun. Hal ini menandakan bahwa masyarakat Desa
Siogung-Ogung tidak lagi tergolong ke dalam masyarakat yang berpindah-pindah, akan tetapi sudah mengenal sistem bercocok tanam , walaupun dengan sistem yang
tradisional. Padi adalah jenis tanaman yang merupakan tanaman yang mampu memenuhi
kebutuhan sehari-hari setiap tahunnya. Tanaman padi juga salah satu jenis tanaman yang dapat langsung dikonsumsi masyarakat, tanpa harus melalui pasar. Selain
menanam tanaman padi, ubi dan jagung adalah tanaman sampingan yang paling umum ditanam masyarakat Desa Siogung-Ogung. Ubi dan jagung ditanam
masyarakat sebagai tanaman tambahan dalam arti ubi berfungsi sebagai bahan makanan penduduk disamping tanaman padi. Tujuan penanaman tanaman ubi dan
jagung sebagai makanan tambahan adalah dengan tujuan untuk kebutuhan akan beras. Sudah menjadi kebiasaan dalam masyarakat Desa Siogung-Ogung, dan
masyarakat desa lainnya di Kecamatan Pangururan sebelum makan nasi harus
Universitas Sumatera Utara
terlebih dahulu makan ubi, dengan maksud untuk menghemat persediaan beras yang terbatas.
Tanaman padi yang dapat dipanen sekali setahun dengan jumlah hasil panen yang kadang tidak memuaskan, memaksa masyarakat Desa Siogung-Ogung untuk
menghemat. Inilah salah satu latar belakang masyarakat Desa Siogung-Ogung tidak dapat terlepas dari tanaman ubi dan jagung dalam kehidupannya. Tanaman padi
sebagai tanaman utama oleh masyarakat Desa Siogung-Ogung ditanam sekali dalam setahun. Jenis padi yang ditanam masyarakat adalah jenis padi lokal yaitu yang
berumur 5-6 bulan. Musim penanaman padi di Desa Siogung-Ogung adalah bulan November sampai bulan Desember, dan musim panen bulan April sampai dengan
musim bulan Mei.
13
Setelah musim panen padi selesai pada umumnya lahan dibiarkan kosong oleh masyarakat. Hal ini karena, masyarakat belum mengenal jenis
bibit padi yang bisa ditanam dua kali setahun seperti sekarang ini. Selain itu, melihat sistem penanaman yang dilakukan masyarakat dapat
digolongkan masyarakat yang tergantung akan hujan. Pada saat inilah masyarakat menanam ubi, dan jagung serta mencari ikan di Danau Toba menunggu bulan
penanaman padi. Dalam mengerjakan lahan pertanian mulai dari penanaman sampai dengan panen masyarakat Desa Siogung-Ogung biasanya melakukannya dengan
sistem Marsiadapari, yang artinya, saling membantu dengan perjanjian tenaga diganti dengan tenaga.
14
13
Hasil wawancara dengan Ibu Silalahi, salah satu petani Padi , tanggal 12 Maret 2011.
14
Marsiadapari adalah bahasa setempat masyarakat yang artinya tolong-menolong dengan cari bergantian dalam setiap penanaman tanaman padi.
Dalam pengolahan lahan pertanian masyarakat Desa Siogung-Ogung masih belum menggunakan traktor melainkan tenaga kerbau untuk
Universitas Sumatera Utara
membajak lahan pertanian. Adapun lahan yang digunakan masyarakat sebagai lahan untuk menanam
tanaman padi adalah lahan-lahan yang ada di dekat Danau Toba dan lahan kering lainnya. Dalam hal pengairan lahan yang didekat Danau Toba tidak mengalami
kekurangan pengairan , tetapi lahan yang sudah berjarak 100 meter akan sulit dalam melakukan irigasi khususnya pada musim kemarau. Sistem pengairan yang dilakukan
masyarakat Desa Siogung-Ogung masih sederhana, karena belum adanya sistem irigasi modern yang dimiliki masyarakat Desa Siogung-Ogung. Jika dilihat dari jenis
tanah yang diolah masyarakat untuk lahan penanaman padi kurang subur, hal ini disebabkan tanah yang berpasir dan juga berbatu.
Jarak antara lahan dengan Danau Toba hanya 20 meter, namun bukan berarti lahan tersebut basah tetapi lahan kering yang diolah masyarakat dengan pengairan
dari Danau Toba. Pengairan yang dilakukan masyarakat dengan cara membuat parit- parit kecil di sekitar lahan penanaman padi. Lahan yang diolah masyarakat untuk
menanam padi di Desa Siogung-Ogung dapat dikatakan sangat sempit dibandingkan dengan lahan-lahan yang ada di desa-desa lainnya yang ada di Kecamatan
Pangururan. Jika pun hasil panen baik setiap tahunnya baik, belum tentu mampu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Desa Siogung-Ogung.
Sehingga untuk menghindari resiko kegagalan panen, petani mengambil jalan keluar dengan cara yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu menanam tanaman ubi,
dan jagung sebagai tanaman sampingan. Tidak jarang ditemukan dalam masyarakat, untuk menghemat persediaan akan beras, maka jagung dicampur dengan beras. Lahan
yang kurang subur, karena berpasir dan bercampur batu maka tidak jarang
Universitas Sumatera Utara
masyarakat Desa Siogung-Ogung mengalami gagal panen, dalam arti bibit tidak sebanding dengan hasil panen. Dalam hal pemupukan masyarakat Desa Siogung-
Ogung melakukan hanya sekedar saja, hal ini dilatarbelakangi ketidakmampuan untuk membeli pupuk kimia.
Untuk lahan seluas setengah hektar masyarakat hanya menggunakan pupuk 6-8 kg pupuk dari musim tanam sampai musim panen. Inilah yang membuat
masyarakat Desa Siogung-Ogung sering mengalami kegagalan panen, karena tidak mampu untuk mengatasi masalah kurangnya kesuburan tanah. Menurut salah satu
masyarakat Desa Siogung-Ogung yang dulu sebagai petani padi, namun sudah meninggalkan mengatakan, bagaimana masyarakat Desa Siogung-Ogung dulu
sanggup membeli pupuk dan memberikan untuk tanaman padi, sementara masyarakat pada saat itu memiliki perekonomian yang sangat rendah, dan rata-rata masyarakat
dapat digolongkan kedalam masyarakat miskin. Kalaupun masyarakat Desa Siogung- Ogung memiliki uang untuk membeli pupuk, namun masyarakat enggan untuk
melakukan pemupukan karena takut akan gagal panen, dan modal tidak kembali. Salah satu sikap masyarakat adalah mereka tidak ingin mengeluarkan biaya
berupa uang untuk membeli pupuk karena takut gagal panen. Dalam biaya pengolahan lahan masyarakat tidak mengeluarkan biaya karena dilakukan dengan
cara Marsiadapari. Selain itu, resiko alam juga sering membuat takut masyarakat khusunya apabila padi sudah mulai merunduk. Resiko alam yang sering terjadi antara
lain, anging kencang yang tidak musimnya datang dalam bahasa setempat dikenal dengan alogo panakko, serta hama tikus yang menyerang tanaman padi. Masyarakat
Desa Siogung-Ogung kurang berusaha dalam mempertahankan kesuburan tanah,
Universitas Sumatera Utara
dengan melakukan pemberian pupuk. Masyarakat cenderung menerima apa yang telah disediakan alam kepada
mereka. Apabila musim panen berhasil masyarakat dapat memperoleh hasil panen 80- 100 kaleng dengan bibit 30-40 kaleng, dengan luas setengah hektar. Tetapi apabila
panen gagal dengan bibit 10 kaleng masyarakat hanya memperoleh 30 kaleng. Hal ini menunjukkan tidak sebanding tenaga yang dikeluarkan dengan hasil panen yang
dihasilkan. Hasil panen ini belum sanggup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam setahun. Alasan inilah masyarakat tetap mempertahankan tanaman ubi, jagung,
dan menangkap ikan di Danau Toba untuk mengurangi biaya hidup. Secara lambat-laun produksi padi di Desa Siogung-Ogung mengalami
penurunan yang drastis, karena kesuburan tanah. Tanaman padi yang menjadi tanaman pokok di Desa Siogung-Ogung akan mengancam masyarakat dalam
memenuhi kelangsungan hidupnya, apabila masyarakat tidak mencari jenis tanaman baru. Kesuburan tanah yang tidak dapat dipertahankan. keadaan cuaca yang sering
tidak menentu, harga padi yang kadang merosot semakin membuat masyarakat khawatir terhadap tanaman padi. Tanaman padi yang ditanam secara serempak yaitu
bulan November dan bulan Desember tidak dapat dipastikan hasilnya setiap tahunnya.
Akibat penurunan produksi padi yang cenderung tidak sanggup dalam memenuhi kebutuhan masyarakat setiap tahunnya, maka sulit bagi petani untuk tetap
mempertahankan tanaman padi sebagai tanaman pokok masyarakat. Rasa putus asa sering terjadi dalam masyarakat Desa Siogung-Ogung dalam mempertahankan
Universitas Sumatera Utara
tanaman padi sebagai tanaman pokok masyarakat. Berikut ini salah satu jawaban seorang petani ketika penulis menanyakan tentang tanaman padi.
“ Saya dan masyarakat di desa ini sering mengalami kekhawatiran terhadap tanaman padi yang kami tanam setiap tahunnya, karena hasilnya tidak
sebanding dengan bibit yang kami keluarkan. Untuk mengatasi masalah ini kami harus tetap menanam ubi dan jagung yang kami makan sebelum makan
nasi. Tidak jarang pagi hari saya bahkan masyarakat di desa ini setiap pagi hanya makan ubi, dan siang hari baru makan nasi, sama ubi. Saya menangkap
ikan di Danau ini, untuk menghemat pengeluaran, jadi kami tidak lagi mengeluarkan uang untuk membeli ikan. Kalau tidak demikian, saya tidak
akan mampu memenuhi kebutuhan hidup kami, dan bahkan saya tidak akan mampu menyekolahkan anak-anak saya sekalipun hanya sebatas Sekolah
Menengah Pertama.”
15
Hasil panen padi setiap tahunnya digunakan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari, namun tidak jarang juga masyarakat menjual kepasar apabila hasil panen
berhasil. Hasil penjualan digunakan masyarakat untuk biaya sekolah dan pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Kehidupan ekonomi masyarakat Desa Siogung-Ogung yang
pada umumnya memiliki mata pencaharian sebagai petani dapat digolongkan masih rendah. Tanaman padi yang ditanam masyarakat sekali dalam setahun , jika dilihat
hanya mampu untuk memenuhi kebutuhan sepanjang tahun dengan kriteria panen
15
Hasil wawancara dengan Bapak Sitanggang yang sekarang menjadi pembudidaya ikan, tanggal 23 Maret 2011, di Desa Siogung-Ogung.
Universitas Sumatera Utara
harus berhasil. Masyarakat Desa Siogung-Ogung berusaha untuk mengatasi masalah kebutuhan hidup dengan cara menanam tanaman ubi, dan jagung.
Lain lagi jika petani mengalami kegagalan panen, maka masyarakat Desa Siogung-Ogung harus berusaha menghemat bahan makanan sehemat mungkin.
Keterbatasan ekonomi di Desa Siogung-Ogung sebelum tahun 1990, jelas kelihatan dari tingkat pendidikan yang rendah. Sebelum tahun 1990, masih banyak masyarakat
Desa Siogung-Ogung yang menempuh pendidikan hanya sebatas Sekolah Dasar SD, Sekolah Lanjut Tingkat Pertama SLTP , dan sedikit yang mampu sampai
Sekolah Menengah Atas SMA . Rendahnya perekonomian masyarakat pada mengandalkan tanaman padi sebagai mata pencaharian pokok juga dapat dilihat dari
bentuk-bentuk rumah yang ada di Desa Siogung-Ogung. Rumah-rumah penduduk masih sederhana seperti rumah-rumah adat, dan masih ditemukan rumah-rumah
penduduk dengan tanah sebagai lantai rumah. Pembangunan terhadap infrastruktur belum maju di Desa Siogung-Ogung, salah satu contohnya adalah sekolah yang ada
di Desa Siogung-Ogung hanya sebatas Sekolah Dasar Negeri.
3.2 Pertanian Bawang