Dari Petani Ke Budi Daya Ikan Di Desa Siogung-Ogung Kecamatan Pangururan Tahun 1990-2000

(1)

DARI PERTANIAN KE PERIKANAN

BUDI DAYA IKAN TAWAR DI DESA SIOGUNG-OGUNG

KECAMATAN PANGURURAN TAHUN 1990-2000

Skripsi Sarjana

Disusun Oleh,

ASTINA SITUMORANG

NIM : 070706027

DEPARTEMEN ILMU SEJARAH

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

Lembar Persetujuan Ujian Skripsi

DARI PETANI KE BUDI DAYA IKAN DI DESA SIOGUNG-OGUNG

KECAMATAN PANGURURAN TAHUN 1990-2000

Yang Diajukan Oleh Nama : Astina Situmorang

NIM : 070706027

Telah disetujui untuk selanjutnya diajukan dalam ujian skripsi sarjana sastra. Pembimbing

Dra. Nurhabsyah, M.Si

NIP.1959123119850322005 Tanggal :

Ketua Departemen Ilmu Sejarah Tanggal :

Drs. Edi Sumarno,M.Hum NIP : 196409221989031001

DEPARTEMEN ILMU SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Lembar Pengesahan Pembimbing Skripsi

DARI PETANI KE BUDI DAYA IKAN DI DESA

SIOGUNG-OGUNG KECAMATAN PANGURURAN TAHUN 1990-2000

Skripsi Sarjana Dikerjakan Oleh :

Nama : Astina Situmorang NIM : 070706027

Pembimbing

Dra. Nurhabsyah, M.Si

NIP.1959123119850322005 Tanggal :

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Medan, untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam bidang Ilmu Sejarah.

DEPARTEMEN ILMU SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Lembar Persetujuan Ketua Departemen

Disetujui Oleh :

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

DEPARTEMEN SEJARAH Ketua Departemen

Drs. Edi Sumarno,M.Hum NIP : 196409221989031001


(5)

Lembar Pengesahan Skripsi Sarjana Oleh Dekan dan Panitian Ujian

Pengesahan

Diterima oleh ;

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya USU

Untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana sastra Dalam bidang Ilmu Sejarah pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Pada

Hari/Tanggal :………. Waktu : ………..

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Dekan,

Dr. Syahron Lubis, M.A NIP : 195110131976031001


(6)

Panitia Ujian,

No. Nama Tanda Tangan

1. Drs. Edi Sumarno,M.Hum ( Ketua Jurusan ( )

2 Dra. Nurhabsyah, M.Si ( Sekretaris Jurusan ) ( )

3 Drs. Samsul Tarigan ( )

4 Dra. Penina,M.S ( )


(7)

KATA PENGANTAR

Pertama sekali puji san syukur penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nyalah penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Dari Petani Ke Budi Daya Ikan di Desa Siogung-Ogung

Kecamatan Pangururan Tahun 1990-2000.” Masih banyak kekurangan dari hasil

penelitian ini, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak dalam menyempurnakannya lagi. Penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada segala pihak yang telah membantu.

Skripsi ini membahas masalah tentang perubaha mata pencaharian masyarakat dipedesaan karena dilatarbelakangi oleh beberapa faktor. Perubahan yang terjadi membawa dampak psotif dan dampak negatif dalam berbagai bidang. Ini lah yang terjadi pada masyarakat Desa Siogung-Ogung yang mengalami perubahan mata pencaharian demi kehidupan yang lebih maju. Selain itu, penulisan skripsi ini untuk memenuhi syarat-syarat untuk mendapatkan gelar kesarjanaan dalam bidang ilmu sejarah. Semoga penulisan skripsi ini dapat menjadi bahan bacaan dan bantuan kepada semua pihak, khususnya di Departemen ilmu Sejarah untuk penulisan masalah-masaah lainnya. Atas bantuan dari semua pihak, penulis ucapkan terima kasih.

Medan, 23 Juni 2011


(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam menyelesaikan tulisan ini, penulis banyak menerima bantuan, bimbingan, pengarahan dan saran dari berbagai pihak yang sangat besar nilainya. Tulisan ini, terutama penulis persembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesehatan selama dalam penulisan, sehingga penulis mampu dan dapat menyelesaikan dengan lancar.

Selain itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang teristimewa dan tercinta serta yang saya sangat cintai Ayahanda D. Situmorang dan Ibunda R.Tamba, yang telah memberikan semangat, dukungan, dan segala pengorbanan yang tiada taranya demi tercapainya cita-cita anak nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini. Buat abang tercinta Bintar Situmorang, serta adik-adik tercinta Eksar Situmorang,S.Pd, dan Cantua Situmorang, S.Si, yang telah memberikan semangat dan dukungan sehingga penulis dengan semangat dapat menyelesaikan tulisan ini. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada segenap Pejabat, Dosen, dan Staf administrasi Fakultas Ilmu Budaya, dan Departemen Ilmu Sejarah, yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tulisan ini dan masalah-masalah perkuliahan, diantaranya kepada :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, Dekan Fakultas Ilmu Budaya Sumatera Utara.

2.Drs. Edi Sumarno, M.Hum, Ketua Departemen Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.


(9)

3.Ibu Dra. Nurhabsyah, M.Si, Sekretaris Departemen Ilmu Sejarah, sekaligus Dosen Pembimbing Skripsi bagi penulis.

4.Segenap Dosen Departemen Ilmu Sejarah Universitas Sumatera Utara, antara lain

Bapak Drs. J. Fachruddin Daulay., Ibu Dra. Fitriaty Harahap,S.U., Ibu Dra. Farida Hanum.M.SP., Ibu Dra. Ratna M.S., Bapak Drs. Samsul Tarigan., Bapak

Drs. Wara Sinuhaji.,M.Hum., Bapak Drs.Bebas Surbakti., Bapak

Dr.Suprayitno,M.Hum., Ibu Dra.Penina,M.S., Bapak Drs. Timbun Ritonga, Bapak Drs. Sentosa Tarigan,M.SP., Ibu Dra.Haswita,M.SP., Ibu Dra.Junita S. Ginting M.Si., Ibu Dra. Lila Pelita Hati,M.Si., Ibu Dra.S.P.Dewi Murni, M.A., Dr.Budi Agustono., dan seluruh Dosen yang tidak mungkin disebutkan secara

keseluruhan.

5. Bapak Amperawira, selaku Staff administrasi Departemen Ilmu Sejarah.

Penulis juga tak lupa mengucapakan terima kasih kepada Bapak Naibalok selaku Kepala Desa Siogung-Ogung dan seluruh perangkat desa, Bapak Camat dan staff di Kantor Camat Pangururan, serta Pegawai Dinas Pertanian Bidang Perikanan Kecamatan Pangururan, yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian. Selain itu, penulis ucapkan terima kasih kepada masyarakat Desa Siogung-Ogung yang menjadi responden penulis dalam melakukan penelitian.

Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kepada teman-teman angkatan 2007 yang telah memberikan semangat dan dorongan, seperti Siti, Aprilianty Surbakti, Naf’an Rathomi, Antonius Lambok Ginting,Olida Manik, Nora


(10)

Santi, Eta Ludika Keliat, Shoji, Martogi, Krisman, Andika, dan teman-teman lainnya yang tidak mungkin disebutkan secara keseluruhan.

Penulis tidak dapat langsung membalas segala budi baik yang telah diberikan kepada penulis, kiranya Tuhan Yang Maha Esa memberikan berkat-Nya yang melimpah. Akhir kata penulis sampaikan terima kasih.

Medan, 23 Juni 2011

Penulis


(11)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar Ucapan Terima Kasih Abstrak

Daftar Tabel

BAB I : PENDAHULUAN……….. ……..1

1.1. Latar Belakang……… …….1

1.2. Rumusan Masalah………... 10

1.3. Tujuan dan Manfaat……… …….11

1.4. Tinjauan Pustaka……….. 11

1.5. Metode Penelitian……… 17

BAB II : GAMBARAN UMUM DESA SIOGUNG- OGUNG……… …19

2.1. Keadaan Geografi……… ……22

2.2. Keadaan Penduduk………...24

BAB III : MATA PENCAHARIAN MASYARAKAT DESA SIOGUNG -OGUNG SEBELUM TAHUN 1990………..29

3.1. Pertanian Padi………...30

3.2. Pertanian Bawang……….36


(12)

BAB IV : BUDI DAYA IKAN DI DESA SIOGUNG-OGUNG

TAHUN 1990-2000……….57

4.1. Awal Pembudidayaan………...57

4.2. Sistem Budi Daya Ikan……….62

4.2.1 Persiapan Keramba………..62

4.2.2 Padat Penebaran Benih………65

4.2.3 Pakan/ Makanan Ikan………...68

4.2.4 Pemeliharaan ikan………70

4.2.5 Panen………73

4.3. Perkembangan Budi Daya Ikan di Desa Siogung-Ogung ………75

4.4 Dampak Budi Daya Ikan di Desa Siogung-Ogung………79

4.4.1. Positif………..79

4.4.2. Negatif………86

BAB V : KESIMPULAN………90

5.1 Kesimpulan………90

5.2 Saran………..92 DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR INFORMAN LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

1.Tabel

Tabel 1. Penggunaan lahan tanah yang terdapat di Desa Siogung-Ogung…………..23

Tabel 2. Peningkatan jumlah penduduk Desa Siogung-Ogung………. .25

Tabel 3: Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin……….... 26

Tabel 4. Mata Pencaharian Masyarakat Desa Siogung-Ogung……… 27

Tabel 5: Hasil Panen Ikan Mas Responden……….. 74

Tabel 6: Pemilik Keramba di Desa Siogung-Ogung………..76

Tabel 7: Hasil Panen Ikan Mas Responden……… 81


(14)

ABSTRAK

Desa Siogung-Ogung merupakan salah satu desa di Kecamatan Pangururan yang terletak di tepi Danau Toba. Jarak Desa+ Siogung-Ogung dengan Kecamatan Pangururan sekitar 2 km, dan penduduknya adalah suku Batak Toba yang didominasi marga Naibaho. Sebelum Tahun 1990, mata pencaharian utama masyarakat Desa Siogung-Ogung adalah bertani, yaitu petani padi, dan petani bawang. Dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, mata pencaharian masyarakat Desa Siogung-Ogung mengalami perubahan di awal tahun 1990. Awal Tahun 1990 merupakan titik awal masyarakat memulai budi daya ikan dengan sistem Keramba Jaring Apung (KJA ), yang berstatus illegal karena tidak ada izin yang resmi dari pemerintah. Jenis ikan yang dibudidayakan masyarakat Desa Siogung-Ogung antara lain ikan mas, ikan Mujair, ikan Sibahut ( lele ). Sejak Tahun 1990-2000 mata pencaharian utama masyarakat Desa Siogung-Ogung adalah budi daya ikan dan tanaman padi, bawang menjadi mata pencaharian sampingan masyarakat. Perubahan mata pencaharian masyarakat dari petani menjadi budi daya ikan membawa dampak positif dan dampak negatif. Salah satu tujuan utama masyarakat dari perubahan mata pencaharian adalah untuk kehidupan ekonomi yang lebih baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mata pencaharian masyarakat Desa Siogung-Ogung sebelum tahun 1990 dan sesudah tahun 1990 sampai tahun 2000. Dalam memperoleh informasi penulis melakukan study kepustakaan dan juga wawancara dengan masyarakat Desa Siogung-Ogung.


(15)

ABSTRAK

Desa Siogung-Ogung merupakan salah satu desa di Kecamatan Pangururan yang terletak di tepi Danau Toba. Jarak Desa+ Siogung-Ogung dengan Kecamatan Pangururan sekitar 2 km, dan penduduknya adalah suku Batak Toba yang didominasi marga Naibaho. Sebelum Tahun 1990, mata pencaharian utama masyarakat Desa Siogung-Ogung adalah bertani, yaitu petani padi, dan petani bawang. Dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, mata pencaharian masyarakat Desa Siogung-Ogung mengalami perubahan di awal tahun 1990. Awal Tahun 1990 merupakan titik awal masyarakat memulai budi daya ikan dengan sistem Keramba Jaring Apung (KJA ), yang berstatus illegal karena tidak ada izin yang resmi dari pemerintah. Jenis ikan yang dibudidayakan masyarakat Desa Siogung-Ogung antara lain ikan mas, ikan Mujair, ikan Sibahut ( lele ). Sejak Tahun 1990-2000 mata pencaharian utama masyarakat Desa Siogung-Ogung adalah budi daya ikan dan tanaman padi, bawang menjadi mata pencaharian sampingan masyarakat. Perubahan mata pencaharian masyarakat dari petani menjadi budi daya ikan membawa dampak positif dan dampak negatif. Salah satu tujuan utama masyarakat dari perubahan mata pencaharian adalah untuk kehidupan ekonomi yang lebih baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mata pencaharian masyarakat Desa Siogung-Ogung sebelum tahun 1990 dan sesudah tahun 1990 sampai tahun 2000. Dalam memperoleh informasi penulis melakukan study kepustakaan dan juga wawancara dengan masyarakat Desa Siogung-Ogung.


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Kemajuan suatu daerah dapat dilihat dari kehidupan masyarakat, serta perkembangan pembangunan infrastruktur. Kehidupan masyarakat pada umumnya mengalami perubahan baik secara cepat atau lambat. Akibat adanya perubahan maka terjadi suatu perkembangan atau kemerosotan. Berbicara tentang perubahan tertuju pada masalah “apakah yang berubah”. Hal ini disebabkan karena sumber-sumber dan arah perubahan sedikit banyaknya pada tipe-tipe khusus sistem-sistem sosial yang ada.1

1

Soerjono Soekanto, Teori Sosiologi Tentang Perubahan Sosial, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983, hal.42

Demikian halnya dengan perubahan mata pencaharian masyarakat sebuah daerah.

Perubahan dapat terjadi karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhi setiap individu di dalam masyarakat. Beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan mata pencaharian masyarakat antara lain adanya mata pencaharian yang lebih baik, dan perubahan mata pencaharian dapat menambah variasi mata pencaharian masyarakat. Perubahan yang dimaksud dalam hal ini adalah perubahan dari suatu yang kurang baik menuju keadaan yang lebih baik. Bukti-bukti sejarah akan dapat mengklasifikasikan proses-proses perubahan sesuai dengan bidang-bidang kehidupan


(17)

seperti ekonomi, politik, agama, sosial, hukum, dan seterusnya. Kecuali dari itu maka dapat diadakan studi-studi terhadap sejauh manakah proses perubahan itu terjadi dalam bidang-bidang lain dalam masyarakat yang bersangkutan.2 Begitu juga halnya dengan Desa Siogung-Ogung yang terletak di Kecamatan Pangururan.

Sebelum tahun 1990-an masyarakat Desa Siogung-Ogung memiliki mata pencaharian sebagai petani, pencari ikan di Danau Toba, serta bekerja menjadi pegawai di kantor-kantor pemerintahan. Namun, pada umumnya masyarakat Desa Siogung-Ogung memiliki mata pencaharian sebagai petani. Adapun tanaman yang menjadi mata pencaharian masyarakat Desa Siogung-Ogung adalah padi, bawang, ubi, dan jagung. Tanaman ubi dan jagung adalah tanaman sampingan masyarakat, dan yang menjadi tanaman pokok adalah padi.

Ubi dan jagung hanya sebatas tambahan makanan pokok masyarakat Desa Siogung-Ogung. Mencari ikan di Danau Toba dilakukan masyarakat hanya untuk kebutuhan sehari-hari dengan tujuan untuk mengurangi biaya pengeluaran, dan apabila hasil tangkapan banyak baru dijual kepasar. Tanaman padi sudah berpuluh-puluh tahun dijadikan masyarakat Desa Siogung-Ogung sebagai tanaman pokok. Keberadaan tanaman padi di Desa Siogung-Ogung tidak dapat dipertahankan oleh masyarakat dari tahun ke tahun. Menjelang tahun 1970 hasil panen padi setiap tahunnya mengalami penurunan dari Desa Siogung-Ogung, dan tidak jarang para petani mengalami kegagalan panen. 3

2

Ibid.,hal.31

3

Hasil Wawancara dengan Bapak Naibaho, Salah satu petani padi di Desa Siogung-Ogung, tanggal 22 Februari 2011


(18)

Siogung-Ogung setelah masuknya tanaman bawang. Tahun 1970 tanaman bawang masuk ke Desa Siogung-Ogung dan mendapat respon yang baik dari para petani. Masuknya tanaman bawang ke Desa Siogung-Ogung tidak berarti tanaman padi ditinggalkan oleh masyarakat tetapi tetap ditanam dengan jumlah yang sedikit. Akibat masuknya tanaman bawang ke Desa Siogung-Ogung tidak jarang ditemui masyarakat yang sudah meninggalkan tanaman padi, dengan alasan tanaman bawang lebih menguntungkan. Keberadaan tanaman bawang sebenarnya sudah ada sejak tahun 1950 di Kecamatan Pangururan, tetapi baru masuk tahun1970 ke Desa Siogung-Ogung.4

4

Hasil wawancara dengan Bapak Naibaho, salah satu petani Padi, di Desa Siogung-Ogung, tanggal 22 Februari 2011

Hal ini karena masyarakat lebih memberikan perhatian penuh terhadap tanaman padi dan kurang memberikan respon yang baik terhadap jenis tanaman baru.

Permintaan dan harga yang tinggi terhadap tanaman bawang tahun 1970 dari pasar dan daerah-daerah lain membuat masyarakat mulai memberikan perhatian terhadap tanaman bawang. Tahun 1970 dapat dikatakan titik awal masyarakat Desa Siogung-Ogung mulai menanam tanaman bawang. Penanaman tanaman bawang secara cepat berkembang di Desa Siogung-Ogung. Jika dilihat dari permintaan dan harga , tanaman bawang lebih menguntungkan dibandingkan tanaman padi. Hal ini disebabkan desa-desa yang ada di Kecamatan Pangururan pada umumnya adalah penghasil padi, sedangkan tanaman bawang hanya ditanam dibeberapa desa. Tingginya permintaan dibandingkan penawaran terhadap tanaman bawang membuat harga bawang melambung tinggi.


(19)

untuk menanam tanaman bawang. Jika dilihat dari kesuburan tanah dan keadaan tanah di Desa Siogung-Ogung tidak sepenuhnya mendukung untuk mengembangkan tanaman bawang. Keadaan tanah tidak membuat masyarakat Desa Siogung-Ogung langsung menyerah, melainkan mengolah lahan-lahan yang kosong untuk dijadikan lahan penanaman tanaman bawang. Akibat harga dan permintaan yang tinggi dipasaran, maka tidak jarang ditemui di Desa Siogung-Ogung banyaknya para petani yang mengolah lahan bekas penanaman tanaman padi untuk dijadikan lahan menanam tanaman bawang. Tujuan utama melakukan hal demikian adalah untuk memanfaatkan harga yang tinggi, dan meningkatkan hasil panen. Jenis bawang yang paling menarik perhatian masyarakat adalah jenis bawang merah dan bawang putih. Kesuburan tanah dipertahankan masyarakat Desa Siogung-Ogung dengan cara pemberian pupuk kandang yang banyak sebelum ditanaman bawang.

Salah satu yang membuat masyarakat kesulitan untuk mengolah lahan-lahan kosong adalah keadaan lahan yang terjal sehingga tidak dapat dimanfaatkan masyarakat untuk meningkatkan hasil panen. Penanaman tanaman bawang dapat dilakukan masyarakat sebanyak 3-4 kali dalam setahun, tergantung keadaan alam dan jenis bawang yang ditanam. Keberadaan tanaman bawang sebagai jenis tanaman baru dalam masyarakat memberikan keuntungan yang sangat baik bagi masyarakat Desa Siogung-Ogung. Akibat permintaan bawang dan harga yang tinggi dari pasar maka penggunaan pupuk kimia dari tahun ke tahun mulai digunakan masyarakat dengan tujuan untuk meningkatkan hasil panen.

Masyarakat secara perlahan sudah dapat mengatasi masalah kehidupan ekonomi yang selama ini mengalami kesulitan. Selama 15 tahun tanaman bawang


(20)

menjadi tanaman yang menarik perhatian masyarakat. Tanaman bawang menjadi tanaman pokok masyarakat selama 15 tahun , sedangkan padi, jagung, dan ubi menjadi tanaman sampingan masyarakat. Keberadaan tanaman bawang tidak jauh berbeda dengan tanaman padi yang akhirnya mengalami penurunan hasil panen. Puncak penurunan hasil panen bawang di Desa Siogung-Ogung terjadi menjelang tahun 1990. Berdasarkan hasil penelitian dilapangan ada beberapa faktor yang melatarbelakangi hasil panen bawang dari Desa Siogung-Ogung mengalami penurunan menjelang tahun 1990 , antara lain;

a. Kesuburan tanah yang mulai berkurang akibat penggunaan pupuk kimia dari tahun ke tahun.

b. Lahan yang terjal sehingga masyarakat mengalami kesulitan mengolah lahan untuk meningkatkan hasil panen.

c. Terpengaruh dengan kesuksesan para peternak ikan yang ada di sekitar Danau Toba.

Penurunan hasil panen dari tahun ke tahun kembali membuat masyarakat Desa Siogung-Ogung mengalami kesulitan ekonomi. Namun, satu hal yang menarik akibat penurunan hasil panen tanaman bawang adalah masyarakat melirik mata pencaharian baru yang berbeda dari biasanya. Tanaman bawang tidak sepenuhnya dipertahankan masyarakat Desa Siogung-Ogung seperti disaat mereka mempertahankan tanaman padi. Mata pencaharian yang menarik perhatian masyarakat Desa Siogung-Ogung adalah pemeliharaan ikan di Danau Toba dengan sistem keramba. Kesuksesan pembudidayaan ikan dengan sistem keramba diketahui masyarakat dari para pedagang-pedagang ikan yang datang berjualan ke pusat pasar di kecamatan


(21)

Pangururan , misalnya dari Haranggaol, dan Desa Silahi Bunga.

Melalui interaksi yang dilakukan setiap minggu membuat masyarakat yang dari desa-desa Kecamatan Pangururan semakin tertarik untuk membuat keramba di Danau Toba. Tahun 1990 sudah banyak ditemukan desa-desa di Kecamatan Pangururan khususnya yang terletak persis di pinggir Danau Toba menjadi pembudidaya ikan. Salah satunya adalah Desa Siogung-Ogung, yang letaknya persis dipinggir Danau Toba. Berdasarkan hasil wawancara dilapangan, Tahun 1990 adalah awal masyarakat mengenal pembudidayaan ikan dengan sistem keramba.

Di awal masyarakat Desa Siogung-Ogung mengenal pembudidayaan ikan, hanya ditemukan 2-3 rumah tangga yang mulai mencoba dengan jumlah petak 2-3 petak. Namun hal ini tidak bertahan lama, tiga tahun berikutnya sudah ada 8-10 rumah tangga yang membuat keramba di Danau Toba. Tahun 1995 masyarakat Desa Siogung-Ogung berlomba-lomba untuk membuat keramba di Danau Toba karena terpengaruh dengan kesuksesan peternak ikan yang lebih dulu membudidayakan ikan. Berdasarkan hasil penelitian dilapangan ada beberapa faktor yang melatarbelakangi masyarakat Desa Siogung-Ogung belomba-lomba untuk membuat keramba Di Danau Toba, antara lain :

a. terpengaruh dengan kesuksean para pemilik keramba yang lebih dulu membuat keramba di Danau Toba.

b. Sistem kerja dalam pembudidayaan ikan yang tidak memakan waktu satu harian penuh.


(22)

Masyarakat Desa Siogung-Ogung menyebut mereka bukan sebagai pembudidaya ikan melainkan peternak ikan dan keramba di Desa Siogung-Ogung dikenal dengan Keramba Jaring Apung ( KJA ). Dalam pembudidayaan ikan dengan sistem keramba waktu masyarakat tidak sepenuhnya digunakan untuk perawatan ikan-ikan. Waktu dalam pemeliharaan ikan hanya 4-5 jam setiap harinya, yaitu setiap pagi, siang, dan sore hari untuk memberikan pakan.5

5

Pakan adalah jenis makanan ikan baik terbuat dari pellet, ubi, atau jenis lainya.

Waktu yang kosong digunakan masyarakat untuk melakukan pekerjaan lainnya untuk menambah penghasilan. Tidak jarang ditemukan di Desa Siogung-Ogung para pemilik keramba mengisi waktu kosong mereka menangkap ikan di Danau Toba. Hasil tangkapan dipelihara kembali di dalam keramba, dan dipanen bersama ikan-ikan yang dipelihara di keramba.

Tanaman padi, bawang, ubi, dan jagung tidak dapat dikatakan tidak ada setelah masyarakat mengenal mata pencaharian baru sebagai pembudidaya ikan. Tanaman padi, ubi , bawang, dan jagung masih tetap ditanam tetapi dalam jumlah yang kecil dan dijadikan sebagai tanaman sampingan. Perhatian masyarakat Desa Siogung-Ogung lebih difokuskan untuk pengembangan pembudidayaan ikan. Jika dibandingkan keuntungan, pembudidayaan ikan lebih menguntungkan dibandingkan tanaman padi, dan bawang. Jenis ikan yang dibesarkan masyarakat di dalam keramba adalah ikan mas, ikan mujair ( ikan Nila ), Ikan Sibahut ( ikan lele ) dan bibit ikan diperoleh dengan cara membeli langsung.

Budi daya perikanan mencakup bidang yang luas dan diberi batasan yaitu semua kegiatan yang ada hubungannya dengan manfaat sumber hayati perairan baik hewan maupun tumbuhan dengan tujuan hasilnya untuk dijual atau dipergunakan


(23)

sendiri.6

Perubahan mata pencaharian yang dilakukan masyarakat Desa Siogung-Ogung dengan beberapa kali bertujuan untuk meningkatkan perekonomian keluarga untuk mencapai kesejahteraan. Tahun 2000 adalah puncak pembudidayaan ikan di Desa Siogung-Ogung, di mana rata-rata rumah tangga memiliki keramba jaring apung walaupun hanya 3-4 petak. Tahun 2000, Desa Siogung-Ogung terkenal sebagai pemilik keramba jaring apung terbanyak di Kecamatan Pangururan dan pemasok ikan setiap harinya.

Dalam hal modal, masyarakat memerlukan modal yang lebih besar dibandingkan modal dalam penanaman tanaman padi dan jagung. Harga ikan dipasaran dan tingginya permintaan dari daerah-daerah lain maka budidaya ikan memiliki peluang besar untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Dalam hal pemasaran masyarakat Desa Siogung-Ogung tidak mengalami kesulitan karena jarak pasar dari Desa Siogung-Ogung hanya sekitar 2 km, dan banyaknya toke-toke yang langsung datang untuk membeli baik toke lokal atau toke dari luar Desa Siogung-Ogung. Dalam pemeliharaan ikan dengan sistem keramba jaring apung, faktor yang paling diperhatikan masyarakat adalah sebagai berikut:

a. Kondisi air

b.Jenis ikan yang dipelihara di dalam keramba jaring apung

c.Padat penebaran benih ikan pada setiap petak keramba jaring apung

d.Pemberian pakan / makanan ikan.

6


(24)

Tahun 2000 mata pencaharian pokok masyarakat Desa Siogung-Ogung adalah budidaya ikan di Danau Toba. Dampak positif dari perubahan ini dapat dilihat dengan peningkatan taraf hidup masyarakat Desa Siogung-Ogung, keadaan masyarakat yang semakin maju, tingkat kecerdasan masyarakat yang semakin tinggi untuk melanjutkan sekolah sampai perguruan tinggi. Berdasarkan pemikiran di atas, penulis mencoba mengkaji perubahan mata pencaharian masyarakat Desa Siogung-Ogung dengan judul “ Dari Pertanian Ke Perikanan ( Budi Daya Ikan Tawar di Desa Siogung-Ogung Kecamatan Pangururan Tahun 1990-2000 ). Tahun 1990 menjadi tahun awal penelitian ini karena tahun 1990 adalah titik awal masyarakat Desa Siogung-Ogung mengenal pemeliharaan ikan dengan sistem keramba jaring apung, yang pada awalnya hanya dicoba 2-3 rumah tangga.

Perubahan yang terjadi di sini tidak secara drastis akan tetapi prosesnya secara lambat laun. Pemeliharaan ikan dengan sistem keramba jaring apung mulai memainkan peranannya dan mulai terlihat pergeseran nilai pandang masyarakat Desa Siogung-Ogung terhadap keramba ikan adalah awal tahun 1990. Penulisan diakhiri pada tahun 2000, bukanlah tahun di mana tanaman bawang tidak ada lagi. Tanaman bawang, padi masih ada ditemukan namun dalam jumlah yang kecil, masyarakat Desa Siogung-Ogung menjelang tahun 2000 sebagian besar adalah pembudidaya ikan dengan sistem keramba jaring apung ( KJA ).

1.2

Rumusan Masalah

Kehidupan masyarakat petani di Desa Siogung-Ogung mengalami peningkatan setelah adanya perubahan dari petani menjadi pembudidaya ikan di Danau Toba.


(25)

Untuk melihat peningkatan karena perubahan mata pencaharian perlu dibuat suatu rumusan masalah sebagai landasan utama dalam sebuah penelitian dan substansi dari penulisan. Di samping itu, untuk mempermudah penulisan, ditetapkan beberapa masalah dalam penulisan yang objektif.

Untuk itu, penulis mengemukakan permasalahan sebagai berikut :

1. Apa mata pencaharian masyarakat Desa Siogung-Ogung sebelum Tahun 1990?

2. Apa mata pencaharian masyarakat Desa Siogung-Ogung Tahun 1990-2000?

3. Apa manfaat yang dirasakan masyarakat setelah perubahan mata pencaharian dari petani menjadi pembudidaya ikan di Desa Siogung-Ogung?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menjelaskan mata pencaharian masyarakat Desa Siogung-Ogung sebelum tahun 1990.

2. Untuk mengetahui dan menjelaskan mata pencaharian masyarakat Desa Siogung-Ogung tahun 1990-2000?

3. Untuk mengetahui manfaat yang dirasakan masyarakat Desa Siogung-Ogung dengan peralihan mata pencaharian dari petani menjadi pembudidaya ikan.


(26)

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Menambah literatur bacaan dalam Ilmu sejarah mengenai peralihan mata pencaharian masyarakat dari petani menjadi pembudidaya ikan.

2. Memberikan sumbangan pemahaman kepada masyarakat mengenai kehidupan masyarakat petani dan pembudidaya ikan

3. Berguna bagi pemerintah dalam meningkatkan kehidupan masyarakat dalam segala bidang.

1.4

Tinjauan Pustaka

Untuk melakukan kegiatan penelitian dan penulisan, perlu dilakukan telaah pustaka dengan menggunakan buku-buku yang berhubungan dengan tulisan ini. Telaah pustaka dilakukan bertujuan untuk mencari kerangka teoritis yang hendak dipergunakan sebagai acuan penulisan. Salah satu buku yang mendukung adalah Menurut Darsono Wisadirana, dalam bukunya Sosiologi Pedesaan tahun 2004, menjelaskan modernisasi masyarakat desa bertujuan untuk mencapai kesejahteraan sosial dan ekonomi bagi masyarakat desa. Untuk mencapi cita-cita dan tujuan tersebut, maka modernisasi harus ditempuh dengan perubahan sosial dan pertumbuhan ekonomi.

Perubahan sosial, selain mencakup perubahan pengetahuan dan keterampilan juga mencakup perubahan sikap sebagai aspek penting dalam modernisasi. Selain itu, menurut masyarakat di pedesaan hidup yang baik adalah hidup yang sesuai dengan


(27)

aturan-aturan dan nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat , tidak menentang norma-norma yang telah ada dalam masyarakat. Tipologi masyarakat desa berdasarkan aktivitas dalam pencaharian kebutuhan pokok hidup adalah sebagai berikut ;

a. Tipe masyarakat pertanian, dicirikan pada masyarakat yang tinggal dipedesaan memiliki sumber mata pencarian di bidang pertanian.

b. Tipe masyarakat nelayan, tipe desa ini ditandai dengan sebagian besar masyarakatnya bermatapencaharian sebagai penangkap ikan dan budidaya ikan di darat dan tambak.

c. Tipe masyarakat desa industri, tipe masyarakat ini ditandai dengan sebagian besar masyarakat mempunyai mata pencaharian hidup di bidang industri, baik industri kecil seperti, anyaman, industri makanan kecil dan ringan.

Buku ini membimbing penelitian dalam hal membedakan jenis-jenis desa yang ada di Indonesia berdasarkan jenis mata pencaharian masyarakat. Dari ketiga tipe desa yang diungkapkan Desa Siogung-Ogung setelah mengalami perubahan mata pencaharian dapat digolongkan kedalam desa yang bergerak dalam bidang pertanian.

Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dalam bukunya Dinamika Masyarakat Pedesaan tahun 1983, menjelaskan guna mencapai pembangunan pedesaan dimana sektor pertanian merupakan salah satu sasaran utama perlu diciptakan suatu kondisi bagi masyarakat untuk membangun. Masyarakat pedesaan di Indonesia sebagaimana dari negara-negara berkembang masih memerlukan ditumbuhkannya suatu iklim sosial yang lebih baik untuk mencapai kehidupan yang


(28)

lebih baik. Di masyarakat pedesaan masih dapat dijumpai adanya eksploitasi oleh sekelompok kecil warga desa, upah yang tidak adil, bunga pinjaman yang tinggi dan pembagian hasil panen antara penyakap dan pemilik tanah yang tidak adil.

Perombakan struktur sosial tanpa diikuti oleh perombakan struktur ekonomi maupun ditunjang oleh penyediaan yang cukup, kegiatan pembangunan juga tak bisa diharapkan berhasil. Buku ini membantu menjelaskan bagaimana sebuah pergerakan menuju kehidupan yang lebih baik terjadi juga dalam masyarakat pedesaan. Dinamika yang dimaksud dalam buku ini adalah pergerakan yang dilakukan melalui perubahan yang terjadi di dalam masyarakat. Demikian halnya dengan Desa Siogung-Ogung yang mengalami beberapa kali peralihan mata pencaharian untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.

Menurut Seno Teguh Pribadi SP,dkk dalam bukunya yang berjudul Pembesaran Ikan Mas, tempat pemeliharaan ikan dibagi dalam berbgai jenis yaitu:

a. Mina Padi

Sistem mina padi merupakan perpaduan antara budi daya padi dan ikan yang dilakukan di tanah sawah. Pada dasarnya sistem ini cukup baik dan relatif tidak menggunakan biaya yang cukup besar sebagai modal awal. Produksi ikan yang dihasilkanpun dapat mencapai bobot yang cukup baik.Namun terdapat resiko yaang harus dialami yaitu kondisi sawah yang dangkal dan begitu terbuka akan menyebabkan predator lain yang akan mengganggu keberadaan ikan misalnya ular.


(29)

b. Keramba

Keramba adalah wadah yang dipergunakan untuk memelihara ikan yang ditempatkan dalam wadah air , sehingga sebagian keramba akan muncul dalam permukaan air. Untuk budi daya ikan dalam keramba harus diberi pakan buatan seperti pelet dan jumlah intensitas cahaya yang cukup masuk ke dalam keramba. Satu ha\l yang perlu di ingat dalam budi daya ikan di keramba adalah tidak semua jenis ikan dapat dipelihara dalam wadah keramba. Ikan –ikan sungai yang memiliki bentuk lebar dan pipih akan mengalami sedikit hambatan dalam gerakan apabila dibesarkan di dalam keramba.

c. Jaring Terapung

Hampir semua jenis ikan termasuk udang galah dapat dipelihara dalam keramba jaring apung.Sistem pembesaran ini berupa kantung jaring yang diikat ke empat sudutnya dengan menggunakan tali yang cukup kuat. Bahan kantung jaring harus bersifat tahan air dan dapat menahan beban yang tinggi terutama pada waktu panen karena dilakukan dengan cara mengangkat jaring ke permukaan. Pembesaran ikan mas dengan cara keramba harus mengandalakan pakan buatan seperti pelet. Hal ini dapat disebabkan persediaan pakan alami mengalami keterbatasan.

d. Kolam Tadah Hujan

Kolam tadah hujan adalah kolam yang dibangun di atas hamparan berbentuk bujur sangkar dengan ukuran yang bervariasi antara 5-10 meter x5-10 meter. Kolam ini mengandalkan curah hujan dalam hal penyediaan air. Untuk menambah kadar


(30)

oksigen yang terlarut, kolam ini memanfaatkan tiupan angin yang akan membantu untuk mengaduk air.

e. Sistem kolam air deras

Kolam air deras merupakan kolam tempat pembesaran ikan yang airnya mengalir secara terus menerus dalam jumlah tertentu. Teknologi pembuatan kolam sistem air deras diadopsi dari negara Sakura yaitu Jepang. Di Indonesia sistem ini sudah ada sejak dulu, khususnya di daerah Jawa Barat. Meskipun pada awalnya keramba ini digunakan petani sebagai tempat penampungan sementara ikan-ikan yang akan di jual kepasaran. Buku ini, membimbing penulis dalam melakukan penelitian tentang jenis keramba yang umumnya di gunakan oleh masyarakat Desa Siogung-Ogung dalam pemeliharaan ikan mas, ikan mujair ( ikan Nila ),dan ikan Sibahut.

Menurut Zuraida Tanjung,dkk, dalam bukunya Dampak Pembangunan Ekonomi (pasar) Terhadap Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Daerah Sumatera Utara tahun 1994, menjelaskan dengan masuknya ekonomi pasar pada masyarakat pedesaan, dengan sendirinya terjadi beberapa perubahan sosial dan kebudayaan dalam berbagai sektor kehidupan. Dalam sektor pertanian perubahan-perubahan ini akan menjadi faktor dinamika bagi kalangan petani untuk menyesuaikan diri antara pola-pola yang lama dengan unsur-unsur yang baru. Selain itu, dalam pemasaran hasil produksi pertanian, masyarakat desa membutuhkan pasar.

Masyarakat dapat menentukan dan mengetahui harga barang dari interaksi yang terjadi dipasaran. Dalam hal ini, pasar menentukan berapa permintaan dan berapa penawaran terhadap hasil produksi pertanian. Semakin banyak penawaran


(31)

maka akan menimbulkan harga dipasaran akan menurun, namun sebaliknya apabila permintaan meningkat tetapi penawaran berkurang menyebabkan terjadinya lonjakan harga terhadap hasil produksi. Buku ini menjelaskan kepada penulis, pasar dan peningkatan hasil produksi pertanian memiliki hubungan yang saling menguntungkan. Tanpa adanya pasar, maka masyarakat Desa Siogung-Ogung serta masyarakat dari desa lain yang ada di Kecamatan Pangururan akan mengalami kesulitan dalam hal pemasaran.

1.5

Metode Penelitian

Metodologi penelitian ini mengacu pada proses penelitian sejarah yang dikenal dengan metode sejarah. Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dari peninggalan masa lalu. 7

7

Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah ( Terjemahan) Nugroho Notosusanto, Jakarta : UI-Pres,

1985.hal.32

Dalam metode sejarah ada empat tahapan yaitu heuristik, verifikasi, interpretasi dan historiografi.

Tahap pertama dari penelitian ini adalah tahap heuristik yaitu: mengumpulkan literatur termasuk bahan-bahan keterangan berkenaan dengan permasalahan penelitian. Metode yang digunakan untuk pengumpulan data adalah studi pustaka dan wawancara. Studi pustaka dilakukan dengan mengumpulkan sejumlah sumber tertulis, baik primer maupun sekunder, yakni berupa arsip, laporan, dan skripsi, tesis, disertasi, serta buku-buku yang berkaitan dengan obyek penelitian. Sementara itu metode wawancara dilakukan kepada orang-orang yang mengalami perubahan mata pencaharian dari petani menjadi pembudidaya ikan di Danau Toba.


(32)

Setelah data terkumpul maka tahapan selanjutnya dilakukan kritik sumber baik kritik intern maupun kritik ekstern. Kritik ekstern menyangkut dokumennya yaitu meneliti apakah dokumen itu memang dibutuhkan, apakah palsu atau asli, utuh atau sudah diubah sebagaian. Kritik intern berupa meneliti isi dari data itu untuk menilai kelayakan data akan permasalahan penelitian. Hal ini dilakukan melalui pengelompokan data dan membandingkannya dengan data yang lain.

Tahapan selanjutnya adalah interpretasi yaitu membuat analisis dan sintesis terhadap data yang telah diverifikasi. Hal ini diperlukan untuk membuat sumber-sumber yang tampaknya terlepas satu dengan lainnya menjadi satu hubungan yang saling berkaitan. Tahapan ini dilakukan dengan cara menafsirkan fakta sehingga terdapat pemahaman terhadap fakta sejarah baik secara tematis maupun kronologis dapat diungkapkan .

Tahapan yang terakhir dalam metode sejarah adalah historiografi. Historiografi merupakan konstruksi fakta yang terlepas satu sama lain untuk digabungkan menjadi satu perpaduan yang harmonis dan logis. Tahapan ini dilakukan melalui perangkaian fakta-fakta dalam bentuk penulisan sejarah.


(33)

BAB II

GAMBARAN UMUM DESA SIOGUNG-OGUNG

Desa merupakan suatu wilayah yang memiliki administrasi kecil bagi komunitas masyarakat. Di dalam kehidupan masyarakat pedesaan, sistem gotong royong, kekeluargaan, serta adat istiadat masih tertanam kuat. Demikian halnya dengan Desa Siogung-Ogung yang merupakan salah salah desa di Kecamatan Pangururan dengan letak persis dipinggir Danau Toba. Desa Siogung-Ogung adalah salah satu desa kecil yang memiliki sifat gotong royong dan sistem kekerabatan yang masih kuat. Sistem kekerabatan dalam suku Batak Toba dikenal dengan istilah Dalihan Natolu, demikian halnya dengan Desa Siogung-Ogung, Dalihan Natolu masih tertanam kuat dalam kehidupan masyarakat.8

8

Dalihan Natolu adalah istilah kekerabatan pada masyarakat Batak Toba yang terdiri dari tiga unsure yaitu dongan sabutuhan ( teman semarga ), hula-hula (keluarga dari pihak istri ),dan boru (keluarga dari pihak menantu )

Adat yang masih kuat ditunjukkan dengan masih adanya kepercayaan kepada roh nenek moyang yang sering dilakukan masyarakat dengan mengadakan upacara-upacara penghormatan leluhur.

Pada umumnya masyarakat Batak Toba khususnya di Desa Siogung-Ogung baik secara pribadi maupun kelompok, mengakui adanya kuasa diluar kuasa manusia yaitu dari roh leluhur. Dalam menghormati kuasa tersebut, maka mereka mempunyai cara dengan melakukan penyembahan. Motif penghormatan pada umumnya ditujukan untuk mendapat perlindungan agar terhindar dari bahaya, penyakit menular, atau pun serangan dari binatang buas. Demikian pula untuk mendapat restu, baik dalam


(34)

perkawinan maupun untuk usaha mencari rezeki dilaksanakan melalui pemujaan. Upacara-upacara penghormatan kepada leluhur salah satu latar belakang pemberian nama Desa Siogung-Ogung. Sebuah kebiasaan dalam masyarakat khususnya Batak Toba, di dalam pemberian nama sebuah kampung atau desa, haruslah disesuaikan dengan kebiasaan yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Kampung atau desa dalam suku Batak Toba dikenal dengan sebutan Huta.

Di masyarakat pedesaan pemberian nama huta, biasanya diberikan oleh Tunggane Huta yang memiliki kedudukan yang paling tinggi, tetapi ada pula pemberian nama desa yang terbentuk dengan sendirinya, misalnya karena adanya marga tertentu, adat yang sering dilakukan masyarakat, dan lain-lain.9 Dilihat berdasarkan nama Desa Siogung-Ogung, nama desa ini diambil dari sebuah nama alat musik Batak Toba. Kata Ogung adalah sebuah alat musik Batak Toba yang ukurannya sedang dan apabila dipukul akan mengeluarkan suara yang besar dan khas yang berbeda dengan suara alat musik lainya.10

9

Tunggane huta ialah sebagai perintis dan pendiri huta atau yang mula-mula membukanya dan sekaligus sebagai pemilik pertapakan huta tersebut.

10

Ogung adalah salah satu bagian musik dalam Batak Toba yang bentuknya bulat.

Akibat Suara yang besar dari Ogung akan mampu terdengar sampai kedesa-desa lainya yang ada disekitar kaki Gunung Pusuk Buhit. Gunung Pusuk Buhit adalah salah satu gunung yang berada di sekitar Danau Toba yang selalu dihormati masyarakat Batak Toba.

Alat musik Ogung dipakai pada upacara atau pesta-pesta besar yang dilakukan masyakat misalnya dalam upacara pemindahan tulang-belulang nenek moyang dari tanah ke kuburan yang sudah disemen, serta dalam pesta kematian. Menurut


(35)

masyarakat pesta yang dilakukan tanpa adanya alat musik Ogung tidak akan lengkap. Namun, berdasarkan penelitian dilapangan, tidak diketahui kapan terbentuknya Desa Siogung-Ogung, serta tidak ketahui dengan jelas siapa yang memberikan nama Siogung-Ogung. Sejak kapan nama Siogung-Ogung digunakan masyarakat menjadi nama desa mereka sampai sekarang ini tidak diketahui.

Namun berdasarkan cerita yang ada dikalangan masyarakat Desa Siogung-Ogung, nama Siogung-Ogung terbentuk karena kebiasaan nenek moyang mereka melakukan upacara-upacara adat di kaki Gunung Pusuk Buhit. Upacara dilakukan untuk menyembah roh nenek moyang yang tinggal di Gunung Pusuk Buhit. Upacara-upacara yang dilakukan dengan mengadakan Gondang Sabangunan.11 Gondang Sabangunan ini terdiri dari Ogung, Ogung Sabangunan, Gondang, Porhas Naualu.12

11

Gondang Sabangunan merupakan alat music tradisional Batak Toba yang digunakan pada upacara yang berkaitan dengan adat dan religi.

12

Porlas Naualu maksudnya adalah perkakas alat music yang terdiri dari delapan buah. Bagian Gondang Sabangunan ini lah yaitu Ogung yang diambil menjadi nama Desa Siogung-Ogung. Selain itu, Masyarakat Desa Siogung-Ogung meyakini bahwa nenek moyang mereka berasal dari Gunung Pusuk Buhit.

Gunung Pusuk Buhit ini adalah salah satu gunung yang terdapat di Samosir, dengan jarak 1 (satu ) km dari Desa Siogung-Ogung. Inilah kepercayaan masyarakat Desa Siogung-Ogung mengenai asal mereka, dan hal ini pula yang membuat masyarakat sering melakukan upacara penyembahan dikaki Gunung Pusuk Buhit dengan berbagai sesajen. Dilihat dari marga yang menghuni Desa Siogung-Ogung, marga Naibaho adalah marga yang paling banyak. Huta dalam masyarakat adalah


(36)

milik bersama oleh karena itu pembangunan harus dilakukan secara serempak, dan di setiap Huta harus adanya Tunggane Huta. Tunggane Huta ini ada sebelum masyarakat belum mengenal pemilihan kepala Desa yang akan memimpin Desa. Demikian halnya dengan Desa Siogung-Ogung, sebelum masyarakat mengenal Kepala Desa masyarakat dipimpin oleh Tunggane Huta. tunggane Huta inilah yang mengatur Desa dan menjadi tokoh penting dalam setiap upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat.

Akibat kebiasaan masyarakat Desa Siogung-Ogung ini lah kemudian masyarakat yang diputuskan Tunggane Huta nama Siogung-Ogung digunakan masyarakat. Pemberian nama ini menandakan bahwa Desa Siogung-Ogung adalah akan menjadi desa yang besar suatu saat nanti, serta desa yang tidak akan lupa dengan nenek moyang. Masyarakat Desa Ogung yakin pemberian nama Siogung-Ogung maka menunjukkan bahwa desa ini menjadi salah satu desa yang memiliki sifat khas tertentu dibandingkan dengan desa-desa lainnya yang ada di Kecamatan Pangururan.

2.1 Keadaan Geografi Desa Siogung-Ogung

Di dalam penulisan sejarah tidak dapat terlepas dari unsur yang paling penting yaitu lokasi atau tempat penelitian. Desa Siogung-Ogung merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Pangururan, yang terletak tepat di pinggir Danau Toba, di sekitar kaki Gunung Pusuk Buhit. Desa Siogung – Ogung terletak antara 98o -99o BT dan 20-30 LU. Iklim yang dimiliki Desa Siogung-Ogung adalah iklim Tropis. Desa


(37)

Siogung-Ogung berbatasan dengan desa-desa lain yang terletak di sekitar kaki unung Pusuk Buhit.

Adapun batas-batas Desa Siogung-Ogung adalah sebagai berikut:

a.Sebelah Utara berbatasan dengan Danau Toba

b.Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Tanjung Bunga

c.Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Parsaoran 1

d.Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Siboro

Jarak Desa Siogung-Ogung menuju ke Kecamatan Pangururan lebih kurang 2 km. Berdasarkan data dari Kantor Camat Pangururan, luas Desa Siogung-Ogung hanya 8 km2, untuk pemukiman hanya 4 km2, dan 3 km2 digunakan masyarakat untuk pertanian dan sebagian terdiri dari dari perladangan yang tidak diolah masyarakat. Tanah yang tidak diolah masyarakat Desa Siogung-Ogung disebabkan berada pada tempat yang terjal. Lahan yang terjal sulit diolah masyarakat untuk dimanfaatkan menjadi areal pertanian.


(38)

Selain itu dari kondisi tanah, Desa Siogung-Ogung memiliki tanah yang bercampur bebatuan. Berikut ini tabel data penggunaan tanah di Desa Siogung-Ogung:

Tabel 1. Penggunaan lahan tanah yang terdapat di Desa Siogung-Ogung.

No Jenis Penggunaan Luas/km2

1 Pemukiman 4

2 Perladangan/pertanian 3

4 Padang rumput 1

Jumlah 8

Sumber : Kepala Desa Siogung-Ogung, Tahun 1998

Padang rumput pada tabel 1, menjelaskan bahwa sebagian tanah di Desa Siogung-Ogung yang tidak dapat diusahan masyarakat dalam bidang pertanian karena tanah yang berada pada lahan yang terjal dan tanah yang bercampur batu. Tanah terjal di Desa Siogung-Ogung hanya ditumbuhi pepohonan seperti pohon pinus dan semak belukar. Akibat tanah yang terjal, masyarakat Desa Siogung-Ogung memanfaatkan tanah-tanah yang pinggir Danau Toba sebagai lahan untuk menanam padi dan lahan kering lainnya dengan tergantung pada air hujan. Letak yang tepat di pinggir Danau Toba, dalam hal pengairan sawah-sawah masyarakat tidak kekurangan air walaupun pengairan dilakukan secara tradisional.

Walaupun letak Desa Siogung-Ogung yang tepat di Pinggir Danau Toba, namun selama ini bila air Danau Toba naik belum pernah terjadi kebanjiran. Hal ini


(39)

karena antara rumah dengan Danau Toba dibatasi oleh lahan tanaman padi. Air Danau Toba dimanfaatkan masyarakat sebagai irigasi bila musim kemarau tiba. Desa Siogung-Ogung adalah salah satu desa di Kecamatan Pangururan sebagai desa perlintasan menuju kota Medan. Desa Siogung-Ogung dari Kota Medan dapat dijangkau lebih kurang 6 sampai 7 jam melalui jalan Tele di Pusuk Buhit. Jalan menuju Desa Siogung-Ogung sudah cukup bagus dan diaspal karena didukung dengan salah satu jalan perlintasan menuju kota Medan.

2.2 Keadaan Penduduk Desa Siogung-Ogung

Penduduk Desa Siogung-Ogung secara keseluruhan terdiri dari suku Batak Toba yang terdiri dari berbagai marga. Marga yang paling mendominasi Desa Siogung-Ogung adalah marga Naibaho. Dalam kehidupan sehari-hari bahasa yang digunakan masyarakat Desa Siogung-Ogung adalah bahasa Batak Toba. Menurut Data Statistik Kecamatan Pangururan Tahun 1998 Penduduk Desa Siogung-Ogung yang menganut Agama Kristen Protestan sebanyak 807 orang dan Kristen Katolik sebanyak 272 orang dan agama lain belum ada di Desa Siogung-Ogung. Berdasarkan Kepala Desa Siogung-Ogung setiap tahunnya Desa Siogung-Ogung mengalami peningkatan jumlah penduduk.

Peningkatan jumlah penduduk di Desa Siogung-Ogung dapat diketahui dengan membandingkan jumlah kematian dan kelahiran serta jumlah penduduk yang pindah dan masuk setiap tahunnya. Menurut Kepala Desa Siogung- Ogung setiap tahunnya jumlah kelahiran lebih besar dibandingkan jumlah kematian. Namun, berapa jumlah kematian dan jumlah kelahiran setiap tahunnya tidak dapat diketahui


(40)

secara data kuantitatif, disebabkan tidak ada data secara tertulis sebagai inventaris kantor Kepala Desa. Berikut ini tabel jumlah penduduk Desa Siogung-Ogung berdasarkan Kantor Kepala Desa Siogung-Ogung.

Tabel 2. Peningkatan jumlah penduduk Desa Siogung-Ogung

No. Tahun Jumlah Penduduk

1 1996 900

2 1997 1068

3 1998 1098

4 1999 1122

5 2000 1152

Sumber : Kantor Kepala Desa Siogung-Ogung, Tahun 1998

Data kependudukan Desa Siogung-Ogung tahun 1990 sebagai awal penelitian sampai tahun 1995, tidak dapat diperoleh secara data kuantitatif. Hal ini, karena kesulitan penelitian untuk memperoleh data disebabkan tidak ada arsip surat menyurat sebagai inventaris Kepala Desa Siogung-Ogung. Jumlah penduduk tahun 1996 sampai tahun 1997, diperoleh berdasarkan perkiraan Kepala Desa Siogung-Ogung dengan menghitung jumlah rumah tangga. Rata-rata jumlah anggota keluarga setiap rumah tangga di Desa Siogung-Ogung sebanyak 5 ( lima ) sampai 7 (tujuh ) orang. Selain itu jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin pada tahun 1998, menunjukkan jumlah perempuan lebih tinggi dibandingkan jumlah laki-laki di Desa Siogung-Ogung.


(41)

Tabel 3: Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah/ Jiwa

1 Laki-Laki 398

2 Perempuan 681

Jumlah 1079

Sumber : Mantri Statistik Kec. Balige Tahun 1998.

Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin hanya diperoleh tahun 1998, hal ini disebabkan tidak adanya sensus yang dilakukan setiap tahunnya. Berdasarkan wawancara dilapangan, adanya jumlah penduduk di Desa Siogung-Ogung menurut jenis kelamin tahun 1998 disebabkan karena adanya permintaan dari Camat Di Kecamatan Pangururan untuk dilakukan sensus pada tahun 1998. Hal ini disebabkan Kecamatan Pangururan ingin membuat buku berdasarkan data dari setiap desa dengan judul” Kecamatan Pangururan Dalam Angka Tahun 1998”, dan sebagai buku pertama Kecamatan Pangururan. Dalam buku ini lah dimuat semua data-data dari setiap kepala desa yang ada di Kecamatan Pangururan. Sebelum adanya permintaan dari Kecamatan Pangururan, sampai tahun 1997 Kepala Desa Siogung-Ogung belum pernah melakukan sensus penduduk setiap tahunnya.

Dilihat dari mata pencaharian masyarakat Desa Siogung-Ogung pada umumnya adalah petani. Sebelum tahun 1990 masyarakat Desa Siogung-Ogung memiliki mata pencaharian petani padi, petani bawang dan pekerjaan sampingan yang dilakukan adalah mencari ikan di Danau Toba, serta bekerja di kantor-kantor pemerintahan menjadi PNS, namun sekalipun bekerja di kantor pemerintahan


(42)

masyarakat , bertani tetap dilakukan masyarakat. Berikut ini mata pencaharian masyarakat Desa Siogung-Ogung.

Tabel 4. Mata Pencaharian Masyarakat Desa Siogung-Ogung.

Tahun Petani / Rumah Tangga

Peternak Ikan / Rumah Tangga

PNS/ABRI Lainya

1996 92 56 15 95

1997 87 65 17 99

1998 83 85 21 102

1999 70 96 45 135

2000 62 132 65 145

Sumber : Hasil wawancara dengan Kepala Desa Siogung-Ogung, 21 mei 2011

Berdasarkan tabel di atas jumlah petani padi dan petani bawang mengalami penurunan sampai Tahun 2000. Tahun 2000 adalah puncak masyarakat Desa Siogung-Ogung mengalami perubahan mata pencaharian menjadi pembudidaya ikan di Danau Toba. Budi daya ikan menjadi mata pencaharian pokok masyarakat Desa Siogung-Ogung, sedangkan tanaman bawang dan padi adalah mata pencaharian sampingan. Berdasarkan wawancara dengan Kepala Desa Siogung-Ogung, pekerjaan lainnya pada tabel di atas adalah masyarakat yang memiliki pekerjaan tidak tetap. Masyarakat yang bekerja sebagai PNS dan ABRI pada umumnya berasal dari luar yang tinggal di Desa Siogung-Ogung .


(43)

pencaharian di Danau Toba. Di lihat dari tingkat pendidikan masyarakat di Desa Siogung-Ogung sebelum Tahun 1990, pada umumnya masih banyak yang belum mengecap dunia pendidikan. Apabila masyarakat sudah sekolah hanya sebatas tingkat sekolah dasar negeri dan pendidikan menengah pertama. Hal ini terjadi, karena dilatarbelakangi kehidupan perekonomian masyarakat Desa Siogung-Ogung yang masih rendah. Selain itu, di Desa Siogung-Ogung hanya terdapat sekolah dasar, dan untuk melanjut harus pindah ke Kecamatan Pangururan. Melihat situasi inilah, masyarakat mengalami kesulitan, karena akan mengeluarkan biaya yang cukup besar bagi masyarakat Desa Siogung-Ogung apabila harus melanjutkan sekolah ke Kecamatan Pangururan.


(44)

BAB III

MATA PENCAHARIAN MASYARAKAT DESA

SIOGUNG-OGUNG SEBELUM TAHUN 1990

Umumnya masyarakat yang tinggal di desa memiliki mata pencaharian sebagai petani untuk melangsungkan kehidupannya. Bertani tidak dapat dilepaskan dari kehidupan masyarakat yang tinggal dipedesaan dan sudah turun- temurun dari nenek moyang. Perekonomian masyarakat yang tinggal di desa pada umumnya digantungkan pada bidang pertanian. Demikian halnya dengan masyarakat yang tinggal di Desa Siogung-Ogung yang hanya menggantungkan kehidupan perekonomian dari pertanian.

Sebelum Tahun 1990 mata pencaharian masyarakat Desa Siogung-Ogung adalah bercocok tanam padi, bawang, serta tanaman sampingan lainnya yaitu ubi dan jagung. Tingkat perekonomian yang hanya mengandalkan pertanian, pada umumnya memiliki kemampuan yang rendah. Tergantung kepada alam salah satu tantangan yang harus dihadapi masyarakat yang bercocok tanam dipedesaan. Masyarakat di Desa Siogung-Ogung dalam bercocok tanam harus mampu mengolah lahan supaya tidak gagal panen. Hal ini, karena lahan yang kurang mendukung dalam pengembangan bidang pertanian.


(45)

Berikut ini beberapa tanaman pokok yang dijadikan masyarakat sebagai mata pencaharian utama:

3.1 Pertanian Padi

Tanaman padi di Desa Siogung-Ogung merupakan tanaman pokok masyarakat untuk memenuhi kelangsungan hidup. Sejak kapan tanaman padi di Desa Siogung-Ogung diperkenalkan tidak dapat diketahui secara pasti, namun dari hasil penelitian penanaman padi di Desa Siogung-Ogung sudah turun- temurun dari nenek moyang mereka. Tanaman padi telah dipertahankan masyarakat di Desa Siogung-Ogung selama berpuluh-puluh tahun. Hal ini menandakan bahwa masyarakat Desa Siogung-Ogung tidak lagi tergolong ke dalam masyarakat yang berpindah-pindah, akan tetapi sudah mengenal sistem bercocok tanam , walaupun dengan sistem yang tradisional.

Padi adalah jenis tanaman yang merupakan tanaman yang mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari setiap tahunnya. Tanaman padi juga salah satu jenis tanaman yang dapat langsung dikonsumsi masyarakat, tanpa harus melalui pasar. Selain menanam tanaman padi, ubi dan jagung adalah tanaman sampingan yang paling umum ditanam masyarakat Desa Siogung-Ogung. Ubi dan jagung ditanam masyarakat sebagai tanaman tambahan dalam arti ubi berfungsi sebagai bahan makanan penduduk disamping tanaman padi. Tujuan penanaman tanaman ubi dan jagung sebagai makanan tambahan adalah dengan tujuan untuk kebutuhan akan beras. Sudah menjadi kebiasaan dalam masyarakat Desa Siogung-Ogung, dan masyarakat desa lainnya di Kecamatan Pangururan sebelum makan nasi harus


(46)

terlebih dahulu makan ubi, dengan maksud untuk menghemat persediaan beras yang terbatas.

Tanaman padi yang dapat dipanen sekali setahun dengan jumlah hasil panen yang kadang tidak memuaskan, memaksa masyarakat Desa Siogung-Ogung untuk menghemat. Inilah salah satu latar belakang masyarakat Desa Siogung-Ogung tidak dapat terlepas dari tanaman ubi dan jagung dalam kehidupannya. Tanaman padi sebagai tanaman utama oleh masyarakat Desa Siogung-Ogung ditanam sekali dalam setahun. Jenis padi yang ditanam masyarakat adalah jenis padi lokal yaitu yang berumur 5-6 bulan. Musim penanaman padi di Desa Siogung-Ogung adalah bulan November sampai bulan Desember, dan musim panen bulan April sampai dengan musim bulan Mei.13 Setelah musim panen padi selesai pada umumnya lahan dibiarkan kosong oleh masyarakat. Hal ini karena, masyarakat belum mengenal jenis bibit padi yang bisa ditanam dua kali setahun seperti sekarang ini.

Selain itu, melihat sistem penanaman yang dilakukan masyarakat dapat digolongkan masyarakat yang tergantung akan hujan. Pada saat inilah masyarakat menanam ubi, dan jagung serta mencari ikan di Danau Toba menunggu bulan penanaman padi. Dalam mengerjakan lahan pertanian mulai dari penanaman sampai dengan panen masyarakat Desa Siogung-Ogung biasanya melakukannya dengan sistem Marsiadapari, yang artinya, saling membantu dengan perjanjian tenaga diganti dengan tenaga.14

13

Hasil wawancara dengan Ibu Silalahi, salah satu petani Padi , tanggal 12 Maret 2011. 14

Marsiadapari adalah bahasa setempat masyarakat yang artinya tolong-menolong dengan cari bergantian dalam setiap penanaman tanaman padi.

Dalam pengolahan lahan pertanian masyarakat Desa Siogung-Ogung masih belum menggunakan traktor melainkan tenaga kerbau untuk


(47)

membajak lahan pertanian.

Adapun lahan yang digunakan masyarakat sebagai lahan untuk menanam tanaman padi adalah lahan-lahan yang ada di dekat Danau Toba dan lahan kering lainnya. Dalam hal pengairan lahan yang didekat Danau Toba tidak mengalami kekurangan pengairan , tetapi lahan yang sudah berjarak 100 meter akan sulit dalam melakukan irigasi khususnya pada musim kemarau. Sistem pengairan yang dilakukan masyarakat Desa Siogung-Ogung masih sederhana, karena belum adanya sistem irigasi modern yang dimiliki masyarakat Desa Siogung-Ogung. Jika dilihat dari jenis tanah yang diolah masyarakat untuk lahan penanaman padi kurang subur, hal ini disebabkan tanah yang berpasir dan juga berbatu.

Jarak antara lahan dengan Danau Toba hanya 20 meter, namun bukan berarti lahan tersebut basah tetapi lahan kering yang diolah masyarakat dengan pengairan dari Danau Toba. Pengairan yang dilakukan masyarakat dengan cara membuat parit-parit kecil di sekitar lahan penanaman padi. Lahan yang diolah masyarakat untuk menanam padi di Desa Siogung-Ogung dapat dikatakan sangat sempit dibandingkan dengan lahan-lahan yang ada di desa-desa lainnya yang ada di Kecamatan Pangururan. Jika pun hasil panen baik setiap tahunnya baik, belum tentu mampu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Desa Siogung-Ogung.

Sehingga untuk menghindari resiko kegagalan panen, petani mengambil jalan keluar dengan cara yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu menanam tanaman ubi, dan jagung sebagai tanaman sampingan. Tidak jarang ditemukan dalam masyarakat, untuk menghemat persediaan akan beras, maka jagung dicampur dengan beras. Lahan yang kurang subur, karena berpasir dan bercampur batu maka tidak jarang


(48)

masyarakat Desa Siogung-Ogung mengalami gagal panen, dalam arti bibit tidak sebanding dengan hasil panen. Dalam hal pemupukan masyarakat Desa Siogung-Ogung melakukan hanya sekedar saja, hal ini dilatarbelakangi ketidakmampuan untuk membeli pupuk kimia.

Untuk lahan seluas setengah hektar masyarakat hanya menggunakan pupuk 6-8 kg pupuk dari musim tanam sampai musim panen. Inilah yang membuat masyarakat Desa Siogung-Ogung sering mengalami kegagalan panen, karena tidak mampu untuk mengatasi masalah kurangnya kesuburan tanah. Menurut salah satu masyarakat Desa Siogung-Ogung yang dulu sebagai petani padi, namun sudah meninggalkan mengatakan, bagaimana masyarakat Desa Siogung-Ogung dulu sanggup membeli pupuk dan memberikan untuk tanaman padi, sementara masyarakat pada saat itu memiliki perekonomian yang sangat rendah, dan rata-rata masyarakat dapat digolongkan kedalam masyarakat miskin. Kalaupun masyarakat Desa Siogung-Ogung memiliki uang untuk membeli pupuk, namun masyarakat enggan untuk melakukan pemupukan karena takut akan gagal panen, dan modal tidak kembali.

Salah satu sikap masyarakat adalah mereka tidak ingin mengeluarkan biaya berupa uang untuk membeli pupuk karena takut gagal panen. Dalam biaya pengolahan lahan masyarakat tidak mengeluarkan biaya karena dilakukan dengan cara Marsiadapari. Selain itu, resiko alam juga sering membuat takut masyarakat khusunya apabila padi sudah mulai merunduk. Resiko alam yang sering terjadi antara lain, anging kencang yang tidak musimnya datang ( dalam bahasa setempat dikenal dengan alogo panakko, serta hama tikus yang menyerang tanaman padi. Masyarakat Desa Siogung-Ogung kurang berusaha dalam mempertahankan kesuburan tanah,


(49)

dengan melakukan pemberian pupuk.

Masyarakat cenderung menerima apa yang telah disediakan alam kepada mereka. Apabila musim panen berhasil masyarakat dapat memperoleh hasil panen 80-100 kaleng dengan bibit 30-40 kaleng, dengan luas setengah hektar. Tetapi apabila panen gagal dengan bibit 10 kaleng masyarakat hanya memperoleh 30 kaleng. Hal ini menunjukkan tidak sebanding tenaga yang dikeluarkan dengan hasil panen yang dihasilkan. Hasil panen ini belum sanggup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam setahun. Alasan inilah masyarakat tetap mempertahankan tanaman ubi, jagung, dan menangkap ikan di Danau Toba untuk mengurangi biaya hidup.

Secara lambat-laun produksi padi di Desa Siogung-Ogung mengalami penurunan yang drastis, karena kesuburan tanah. Tanaman padi yang menjadi tanaman pokok di Desa Siogung-Ogung akan mengancam masyarakat dalam memenuhi kelangsungan hidupnya, apabila masyarakat tidak mencari jenis tanaman baru. Kesuburan tanah yang tidak dapat dipertahankan. keadaan cuaca yang sering tidak menentu, harga padi yang kadang merosot semakin membuat masyarakat khawatir terhadap tanaman padi. Tanaman padi yang ditanam secara serempak yaitu bulan November dan bulan Desember tidak dapat dipastikan hasilnya setiap tahunnya.

Akibat penurunan produksi padi yang cenderung tidak sanggup dalam memenuhi kebutuhan masyarakat setiap tahunnya, maka sulit bagi petani untuk tetap mempertahankan tanaman padi sebagai tanaman pokok masyarakat. Rasa putus asa sering terjadi dalam masyarakat Desa Siogung-Ogung dalam mempertahankan


(50)

tanaman padi sebagai tanaman pokok masyarakat. Berikut ini salah satu jawaban seorang petani ketika penulis menanyakan tentang tanaman padi.

“ Saya dan masyarakat di desa ini sering mengalami kekhawatiran terhadap tanaman padi yang kami tanam setiap tahunnya, karena hasilnya tidak sebanding dengan bibit yang kami keluarkan. Untuk mengatasi masalah ini kami harus tetap menanam ubi dan jagung yang kami makan sebelum makan nasi. Tidak jarang pagi hari saya bahkan masyarakat di desa ini setiap pagi hanya makan ubi, dan siang hari baru makan nasi, sama ubi. Saya menangkap ikan di Danau ini, untuk menghemat pengeluaran, jadi kami tidak lagi mengeluarkan uang untuk membeli ikan. Kalau tidak demikian, saya tidak akan mampu memenuhi kebutuhan hidup kami, dan bahkan saya tidak akan mampu menyekolahkan anak-anak saya sekalipun hanya sebatas Sekolah Menengah Pertama.”15

Hasil panen padi setiap tahunnya digunakan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari, namun tidak jarang juga masyarakat menjual kepasar apabila hasil panen berhasil. Hasil penjualan digunakan masyarakat untuk biaya sekolah dan pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Kehidupan ekonomi masyarakat Desa Siogung-Ogung yang pada umumnya memiliki mata pencaharian sebagai petani dapat digolongkan masih rendah. Tanaman padi yang ditanam masyarakat sekali dalam setahun , jika dilihat hanya mampu untuk memenuhi kebutuhan sepanjang tahun dengan kriteria panen

15

Hasil wawancara dengan Bapak Sitanggang yang sekarang menjadi pembudidaya ikan, tanggal 23 Maret 2011, di Desa Siogung-Ogung.


(51)

harus berhasil. Masyarakat Desa Siogung-Ogung berusaha untuk mengatasi masalah kebutuhan hidup dengan cara menanam tanaman ubi, dan jagung.

Lain lagi jika petani mengalami kegagalan panen, maka masyarakat Desa Siogung-Ogung harus berusaha menghemat bahan makanan sehemat mungkin. Keterbatasan ekonomi di Desa Siogung-Ogung sebelum tahun 1990, jelas kelihatan dari tingkat pendidikan yang rendah. Sebelum tahun 1990, masih banyak masyarakat Desa Siogung-Ogung yang menempuh pendidikan hanya sebatas Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjut Tingkat Pertama ( SLTP ), dan sedikit yang mampu sampai Sekolah Menengah Atas ( SMA ). Rendahnya perekonomian masyarakat pada mengandalkan tanaman padi sebagai mata pencaharian pokok juga dapat dilihat dari bentuk-bentuk rumah yang ada di Desa Siogung-Ogung. Rumah-rumah penduduk masih sederhana seperti rumah-rumah adat, dan masih ditemukan rumah-rumah penduduk dengan tanah sebagai lantai rumah. Pembangunan terhadap infrastruktur belum maju di Desa Siogung-Ogung, salah satu contohnya adalah sekolah yang ada di Desa Siogung-Ogung hanya sebatas Sekolah Dasar Negeri.

3.2 Pertanian Bawang

Mempertahankan tanaman lama yang hasil panen berkurang dari tahun ke tahun akan membuat kehidupan masyarakat berjalan di tempat. Berkurangnya produksi tanaman padi dari tahun ke tahun dari Desa Siogung-Ogung, membuat masyarakat mulai melirik jenis tanaman lainnya. Salah satunya jenis tanaman yang menarik dan mendapat tempat di hati masyarakat Desa Siogung-Ogung adalah tanaman bawang. Tanaman bawang pertama sekali diperkenalkan di Kecamatan


(52)

Pangururan sekitar tahun 1950. Jenis bawang yang ada di Kecamatan Pangururan antara lain bawang merah, bawang putih, dan bawang Sup ( dalam bahasa setempat dikenal dengan sebutan bawang Pre ). 16

Desa Siogung-Ogung merupakan salah satu desa di Kecamatan Pangururan yang lama mengenal dan mengembangkan tanaman bawang. Sebelum Desa Siogung-Ogung jenis tanaman bawang sudah terlebih dahulu tersebar ke desa-desa lainnya misalnya Desa Tanjung Bunga, Palipi, dan Huta Ginjang. Namun, masyarakat masih tetap mempertahankan tanaman padi sebagai mata pencaharian pokok mereka. Persebaran tanaman bawang ke desa-desa lainya dapat dikatakan masih lambat, hal ini karena pada umumnya masyarakat sulit untuk menerima jenis tanaman baru. Di Desa Siogung-Ogung tanaman bawang sebagai suatu jenis tanaman baru masuk sekitar tahun 1970. 17

16

Hasil wawancara dengan Ibu Limbong, salah satu petani bawang, tanggal 17 Januari 2011 di Desa Siogung-Ogung.

17

Hasil wawancara dengan Ibu Limbong, salah satu petani bawang , tanggal 14 Januari 2011 di Desa Siogung-Ogung.

Awal masuknya jenis tanaman baru ini, dapat dikatakan respon masyarakat masih rendah, karena masyarakat beranggapan tanaman bawang ini sulit untuk dikembangkan. Namun, hal itu tidak berlangsung lama, dua tahun kemudian tanaman bawang menjadi tanaman utama masyarakat Desa Siogung-Ogung.

Tanaman padi, ubi, dan jagung tidak dapat dikatakan tidak ada, namun tanaman ini menjadi tanaman sampingan masyarakat. Tanaman bawang menjadi tanaman utama masyarakat semakin terlihat dengan banyaknya lahan-lahan tanaman ubi, dan jagung dijadikan menjadi lahan tanaman bawang. Hal ini menyebabkan tanaman sampingan ini semakin berkurang, dan tanaman bawang sebagai


(53)

penggantinya. Dua tahun setelah masuknya tanaman bawang masyarakat sebagian besar mulai melakukan perubahan dengan menjadikan tanaman bawang menjadi tanaman pokok.

“Perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakatt dapat dikategorikan dalam beberapa jenis yaitu perubahan yang dilakukan secara cepat ( revolusi ) dan perubahan secara lambat ( evolusi ), serta perubahan yang membawa dampak dengan pengaruh yang kecil dan pengaruh yang besar” .18

Desa Siogung-Ogung yang terletak persis di pinggir Danau Toba tidak memiliki lahan pertanian yang dapat digunakan untuk lahan menanam tanaman padi.

Desa Siogung-Ogung merupakan salah satu desa yang lambat untuk menerima jenis tanaman baru, ini dapat dilihat dari, lamanya jenis tanaman bawang masuk ke Desa Siogung-Ogung. Jenis tanaman bawang yang paling menarik dan mendapat tempat di hati masyarakat adalah jenis tanaman bawang merah dan bawang putih. Bawang Pre ( bawang Sup ) kurang diminati masyarakat Desa Siogung-Ogung karena jenis bawang ini, mendapat permintaan yang kurang dari pasar. Secara lambat laun masyarakat Desa Siogung-Ogung mulai melakukan perubahan mata pencaharian dari tanaman padi menjadi tanaman bawang. Beberapa faktor yang melatarbelakangi masyarakat Desa Siogung-Ogung melakukan perubahan mata pencaharian berdasarkan hasil penelitian, antara lain:

a. Lahan basah yang sempit dan kurang subur.

18


(54)

Lahan yang digunakan masyarakat Desa Siogung-Ogung untuk menanam padi adalah lahan yang terletak di sekitar pinggir Danau Toba dan lahan-lahan kering lainnya. Jarak dari lahan ke Danau Toba hanya sekitar 20 meter, namun sekalipun dekat dengan Danau Toba bukan berarti tanahnya basah. Masyarakat dalam hal pengairan secara manual dari Danau Toba, dan mengandalkan hujan. Tanah yang digunakan masyarakat Desa Siogung-Ogung untuk lahan penanaman padi kurang subur.

Selain itu, tanah-tanah yang ada di Desa Siogung-Ogung pada umumnya adalah bercampur batu. Hal –hal inilah yang membuat masyarakat semakin kewalahan dalam mengolah tanah untuk lahan penanaman padi. Selain itu, tanah-tanah di Desa Siogung-Ogung yang juga terjal sulit diolah masyarakat untuk dimanfaatkan sebagai lahan penanaman tanaman padi. Di lahan-lahan yang agak terjal ini masyarakat hanya bisa menanam ubi, sebagai tanaman tambahan masyarakat. Tidak jarang lahan terjal lainnya dibiarkan kosong oleh masyarakat karena tidak sanggup untuk mengolah lahan.

b. Harga tanaman bawang yang meningkat.

Harga padi berbanding terbalik dengan harga bawang yang melonjak tinggi dipasaran. Permintaan terhadap jenis tanaman bawang dari pasar dan daerah –daerah lain sangat tinggi. Harga bawang yang meningkat semakin menarik perhatian masyarakat Desa Siogung-Ogung untuk memperluas penanaman tanaman bawang. Tahun 1970 sampai menjelang tahun 1990 berdasarkan hasil penelitian harga bawang di pusat pasar Kecamatan Pangururan bisa mencapai harga Rp.5000 per kilo. Namun, harga bawang dipasaran tergantung jenis dan kualitas bawang. Kualitas bawang


(55)

dapat dilihat dari besar kecilnya umbi bawang, dan bawang tidak busuk.

Harga bawang merah dan bawang putih tidak berbeda jauh, namun harga bawang merah masih menempati posisi harga yang paling tinggi. Harga bawang melonjak tinggi dan permintaan yang meningkat disebabkan masih sedikit desa-desa di Kecamatan Pangururan yang menjadi petani bawang. Permintaan yang tinggi, tidak sebanding dengan hasil produksi tanaman bawang yang dihasilkan oleh masyarakat. Jika dibandingkan dari penghasilan dari penanaman tanaman padi, kehidupan perekonomian lebih maju dari hasil menanam tanaman bawang. Salah satu yang jelas kelihatan adalah para petani bawang yang ada di Kecamatan Pangururan yang meraih keuntungan besar disaat harga dan permintaan bawang meningkat dipasaran.

Jenis tanaman bawang menjadi salah satu jenis tanaman baru yang dipilih masyarakat, meskipun kesuksesan juga terjadi dari tanaman kopi yang ada di desa-desa lain misalnya di Desa Ronggurnihuta. Bagi, masyarakat, apabila mereka beralih menanam kopi maka akan menunggu waktu yang cukup lama menunggu hasil panen. Dilihat dari kemampuan masyarakat dalam hal cara menanam bawang, masyarakat Desa Siogung-Ogung tidak merasa kesulitan, hal ini adanya kemauan masyarakat untuk belajar dari petani-petani dari desa-desa lain.

Awal masuknya tanaman bawang Di Desa Siogung-Ogung, masyarakat hanya menanam dalam satu sampai dua petak saja dengan ukuran 5x5 meter. Masyarakat tidak langsung membuka lahan yang luas karena masih adanya rasa ketakutan akan gagal panen,hal ini karena masyarakat baru pertama sekali mencoba menanam tanaman bawang. Masyarakat Desa Siogung-Ogung memang mengakui, pertama panen tanaman bawang tidak langsung memuaskan. Tidak berbeda dengan


(56)

pengolahan lahan tanaman padi, pengolahan lahan untuk menanam tanaman bawang masyarakat masih menggunakan tenaga manusia tetapi tidak dilakukan lagi dengan cara marsiadapari.

Pemupukan tanaman bawang dilakukan masyarakat dengan menggunakan pupuk kandang, hal ini karena masyarakat belum memiliki keberanian menggunakan pupuk kimia, serta modal membeli pupuk yang minim. Kualitas tanaman bawang yang dihasilkan dari Desa Siogung-Ogung hampir sama dengan kualitas bawang yang di hasilkan dari desa-desa lain yang ada di Kecamatan Pangururan. Tanah Desa Siogung-Ogung yang kurang subur, seakan tidak menjadi masalah bagi masyarakat. Masyarakat Desa Siogung-Ogung mengolah lahan dengan menggunakan pupuk kandang dengan jumlah yang banyak, dengan tujuan supaya kesuburan tanah dapat diatasi. Tanaman bawang yang harganya melambung tinggi, menjadi tumpuan masyarakat melangsungkan dan memenuhi kehidupan.

Salah satu tujuan yang paling utama masyarakat Desa Siogung-Ogung dengan menjadikan tanaman bawang menjadi pokok adalah untuk memperbaiki kehidupan perekonomian yang selama ini rendah menuju ke arah yang lebih baik. Kebiasaan yang unik, di saat harga bawang melonjak tinggi, maka tidak jarang ditemukan di Desa Siogung-Ogung, adanya petani yang mengolah lahan bekas lahan penanaman tanaman padi menjadi lahan untuk menanam tanaman bawang. Hal ini dilakukan untuk mengejar produksi hasil panen yang besar dan memanfaatkan harga dan permintaan tanaman bawang yang sedang melonjak. Salah satu prinsip masyarakat petani bawang adalah modal yang mereka keluarkan dalam hal pembelian bibit harus kembali pada saat panen tiba.


(57)

Jika dilihat dari syarat tanah dalam penanaman tanaman bawang, tanah di Desa Siogung-Ogung tidak mendukung sepenuhnya. Tetapi dengan segala usaha yang dilakukan masyarakat misalnya membuat daun-daunan yang kering menjadi pupuk alami di tambah dengan pupuk kandang dari hewan ternak mereka misalnya ayam, dan kerbau. Hasil panen dari Desa Siogung-Ogung setiap tahunnya menurut salah satu petani padi yang sekarang menjadi pembudidaya ikan mengatakan cukup memuaskan. Berbeda dengan jenis tanaman lainya, dalam penanaman tanaman bawang masyarakat membutuhkan modal yang lebih besar. Masyarakat harus memiliki modal awal untuk membeli bibit tanaman bawang. Salah satu cara yang dilakukan masyarakat Desa Siogung-Ogung untuk mengatasi besarnya modal yang dikeluarkan dengan cara bila panen telah tiba, maka hasil panen tidak semuanya dijual ke pasar.

Namun, sebagian digunakan untuk bibit dalam penanaman selanjutnya. Selain itu, dalam penanaman tanaman bawang masyarakat Desa Siogung-Ogung juga dihadapkan dengan resiko. Dalam hal bibit masyarakat harus memperhatikan jenis bibit yang akan ditanam. Hal ini bertujuan supaya mampu bersaing dengan kualitas tanaman bawang yang berasal dari desa-desa lain. Bibit yang akan ditanam harus lebih dulu dikeringkan dengan tujuan bibit tidak akan mudah busuk. Biasanya masyarakat Desa Siogung-Ogung mengeringkan bibit yang akan ditanam dengan cara mengantungkan bibit yang belum dipisahkan dengan daun dan digantung dirumah atau kolong bawah rumah.19

19

Hasil wawancara dengan Ibu Simbolon, petani bawang, tanggal 14 Januari di Desa Siogung-Ogung.


(58)

Dibandingkan musim hujan atau kemarau , masyarakat lebih dirugikan pada musim hujan, karena dapat mengakibatkan gagal panen akibat bawang banyak yang busuk. Pada musim kemarau masyarakat Desa Siogung-Ogung masih dapat mengatasi dengan cara melakukan penyiraman pada pagi hari. Tanaman bawang pada umumnya dapat menghasilkan panen yang memuaskan apabila tidak terlalu hujan dan tidak terlalu musim kemarau. Dalam arti apabila musim kemarau 5-6 hari, maka sebaiknya hujan turun hanya sekali, dengan demikian tanaman bawang tidak akan busuk.Hal inilah yang menyebabkan petani bawang di Desa Siogung-Ogung sering mengalami kegagalan panen.

Di Desa Siogung-Ogung tanaman bawang ditanam 3 ( tiga ) kali dalam setahun karena umur bawang antar 95-125 hari, tergantung kepada jenis bawang dan tingkat kesuburan tanah.20

20

Hasil wawancara dengan Ibu Simbolon, petani bawang, tanggal 14 Januari di Desa Siogung-Ogung. Bawang merah memiliki umur rata-rata 3 ( tiga ) bulan, sehingga dalam setahun dapat ditanam 4 (empat ) kali dilahan yang sama. Umur antara bawang merah dan bawang putih tidak jauh berbeda, waktu panen bawang putih dibandingkan dengan bawang merah hanya berbeda 2 ( dua ) minggu. Masyarakat Desa Siogung-Ogung melakukan penanaman bawang merah dan bawang putih secara serempak dilahan yang berbeda, dengan tujuan menghasilkan produksi tanaman bawang dengan jumlah yang besar.

Umur bawang ini diperkirakan jika musim di Desa Siogung-Ogung sedang baik, tetapi apabila musim tidak mendukung umur bawang merah dan bawang putih bisa sampai 4 ( empat ) bulan. Musim yang tidak mendukung inilah yang sering membuat masyarakat diselimuti rasa takut gagal panen. Masyarakat Desa


(59)

Siogung-Ogung melakukan penanaman tanaman bawang merah dan bawang putih pada bulan Januari, Maret, Juni, dan September. Pada bulan September perawatan terhadap tanaman bawang harus dilakukan lebih baik lagi, karena pada bulan ini adalah musim hujan yang bisa mengakibatkan bawang cepat busuk. Kegagalan panen pada bulan September tidak hanya dialami oleh masyarakat petani bawang di Desa Siogung-Ogung, tetapi juga di desa-desa lainnya yang ada di Kecamatan Pangururan.

Pada saat masyarakat mengalami gagal panen akibat banyaknya bawang busuk maka harga dan permintaan akan melonjak semakin tinggi. Petani bawang di Desa Siogung-Ogung biasanya melakukan penyemprotan untuk mencegah banyaknya bawang yang busuk. Akibat harga dan permintaan yang tinggi dari pasar terhadap tanaman bawang, masyarakat mulai menggunakan pupuk kimia dengan jumlah yang besar dibandingkan penggunaan pupuk kandang dari kotoran hewan. Masyarakat Desa Siogung-Ogung tidak melihat masalah apa yang akan terjadi akibat penggunaan pupuk kimia. Tanaman bawang yang biasanya ditanam 4 ( empat) kali, maka dengan menggunakan pupuk kimia masyarakat Desa Siogung-Ogung dapat menanam bawang sebanyak 5 ( lima ) kali dalam setahun.

Masyarakat Desa Siogung-Ogung mempercepat waktu panen bawang, dengan tujuan memanfaatkan harga bawang yang sedang tinggi. Dampak dari pemakaian pupuk kimia dengan jumlah yang besar untuk mempercepat produksi tanaman bawang mulai kelihatan menjelang tahun 1990. Berdasarkan hasil penelitian dilapangan menjelang tahun 1990 produksi tanaman bawang masih ada dari Desa Siogung-Ogung tetapi sudah mulai berkurang. Masyarakat Desa Siogung-Ogung mulai mengeluh dengan kualitas bawang yang mereka hasilkan semakin murah


(60)

ditawar di pasar. Tanaman bawang merah yang dihasilkan masyarakat dari tahun ke tahun menghasilkan umbi yang kecil, sehingga kalah bersaing dengan kualitas bawang dari desa-desa lainnya.

Penawaran bawang dengan harga yang tinggi apabila bawang memiliki kualitas yang baik misalnya tidak kecil-kecil, dan tidak busuk serta bawang tidak berair. Hasil panen tanaman bawang di Desa Siogung-Ogung dapat dikatakan cukup lumayan. Dalam sekali panen bawang masyarakat dapat menghasilkan 10-15 kaleng apabila musim mendukung. Harga 1 (satu ) liter bawang berkisar antara Rp.5.000 sampai Rp.8.000, tergantung kualitas bawang. Harga bawang yang tinggi di pasar membuat masyarakat semakin tertarik dengan tanaman bawang khususnya bawang merah dan bawang putih. Memperbaiki perekonomian keluarga adalah salah satu tujuan utama masyarakat Desa Siogung-Ogung.

Dalam hal penjualan bawang masyarakat Desa Siogung-Ogung tidak mengalami kesulitan karena didukung oleh pusat pasar yang hanya berjarak 2 km yang terdapat di Kecamatan Pangururan. Namun, dalam hal masalah harga masyarakat sering mengalami penawaran harga yang tidak sesuai. Salah satu kriteria dari pasar adalah merupakan tempat pertemuan antara pedagang dan pembeli untuk melakukan penawaran. Tanpa adanya pasar yang mempermudah dalam hal penjualan maka masyarakat akan mengalami kesulitan. Semakin tinggi permintaan akan suatu barang maka harga barang yang akan semakin naik, namun sebaliknya jika penawaran semakin banyak maka harga akan turun.

Pasar akan menaikkan permintaan akan barang sesuai dengan kebutuhan yang ada dalam masyarakat. Stabilnya harga di pasar terletak pada stabilitas


(61)

penawaran dan permintaan barang. Namun ada kalanya masyarakat sering mengalami kesulitan dalam hal penawaran tanaman bawang. Hal ini biasanya terjadi apabila panen bawang juga terjadi di desa – desa lain yang ada di Kecamatan Pangururan dengan kualitas tanaman bawang yang dihasilkan jauh lebih baik. Dalam hal ini, hasil panen harus mampu bersaing dengan kualitas hasil panen dari desa lainnya. Suatu hal yang sudah menjadi kebiasaan persaingan harga di pasar terletak pada mutu, ongkos transportasi, pedagang perantara merupakan hal yang menentukan harga tanaman bawang.

Adanya persaingan ini mau atau tidak mau petani bawang yang berasal dari Desa Siogung-Ogung harus mau menerimanya. Namun tidak jarang petani bawang mendapatkan tekanan harga apabila penawaran tanaman bawang sedang banyak. Jika diperhatikan antara pedagang lokal dengan pedagang borongan antar lokal sangat menentukan harga dari tanaman bawang di pasar. Selain itu, sebagian masyarakat Desa Siogung-Ogung menjual hasil panen bawang langsung kepada tengkulak/toke.

Namun, harga yang ditawarkan toke/tengkulak jauh berbeda dan ditekan dengan harga yang dipasar. Jadi bila dilihat keterlibatan produksi pertanian mulai dari waktu panen sampai tanaman bawang di pasaran cukup panjang proses pemasarannya, sehingga kadang masyarakat yang berperan sebagai penghasil hanya memperoleh keuntungan setengah dari harga di pasaran. Masyarakat Desa Siogung-Ogung memiliki kontak yang jarang dengan pasar karena pasar yang diadakan sekali seminggu yakni setiap hari Rabu. Masyarakat berhubungan dengan pusat pasar apabila kebutuhan mereka seperti garam, sayur sudah habis. Jarangnya berhubungan dengan pasar akibat keterbatasan ekonomi menyebabkan masyarakat kadang tidak


(62)

mengetahui kondisi harga yang terjadi dipasaran.

Memanfaatkan situasi yang demikian maka pedagang antar desa atau pedagang borongan yang datang dari luar menekan harga tanaman bawang dengan tujuan untuk mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya. Apabila di pasar tanaman bawang yang memiliki kualitas baik misalnya umbinya besar maka dihargai Rp.10.000 1( satu ) liter, tetapi apabila ditoke maka ditawar Rp.5.000. Dibandingakan hasil pertanian lainnya misalnya padi,ubi,dan jagung, tanaman bawang lebih lebih menarik perhatian masyarakat Desa Siogung-Ogung. Penjualan bawang di Desa Siogung-Ogung melibatkan antara petani dan pasar. Demikian juga dengan penjualan hasil tanaman padi lainya seperti ubi, jagung. Adanya situasi yang demikian secara tidak langsung telah membunuh semangat masyarakat dalam mengembangkan tanaman bawang dalam jumlah yang lebih besar. Ditambah lagi dalam pengolahan tanah yang harus lebih baik, dan modal dalam pembelian pupuk yang besar.

Untuk mencapai perekonomian yang lebih baik masyarakat Desa Siogung-Ogung tidak langsung menyerah, masyarakat tetap memiliki semangat dalam penanaman tanaman bawang tetapi tidak dalam jumlah yang besar. Petani bawang mulai mengurangi penanaman bawang berdasarkan permintaan pasar, misalnya jika harga bawang merah sudah mulai mengalami penurunan masyarakat menanam jenis bawang putih. Dalam situasi ini pun masyarakat sering mengalami kerugian. Masyarakat sudah mengganti jenis bawang yang akan ditanam, namun saat panen harga bawang mengalami penurunan. Pengetahuan masyarakat yang minim terhadap situasi pasar ini lah yang membuat masyarakat sering mengalami kerugian. Sehingga,


(1)

adalah lahan mata pencaharian yang paling menguntungkan kehidupan masyarakat yang ada disekitarnya.


(2)

BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan di atas maka dapat disimpulkan bahwa, sebelum Tahun 1990 mata pencaharian utama masyarakat Desa Siogung-Ogung adalah sebagai petani bawang dan padi. Mata pencaharian sebagai petani sudah turun – temurun dari nenek moyang yang dipertahankan masyarakat Desa Siogung-Ogung. Tingkat perekonomian yang rendah menyebabkan tingkat kemampuan untuk mengecap pendidikan sangat rendah. Masuknya tanaman bawang Tahun 1970 menggeser keberadaan tanaman padi yang awalnya tanaman pokok masyarakat. Secara lambat laun tanaman bawang mengubah kehidupan ekonomi masyarakat walaupun belum secara keseluruhan. Hal ini karena permintaan dan harga yang tinggi terhadap tanaman bawang di pasar. Keberadaan tanaman bawang dan tanaman bawang di Desa Siogung-Ogung tidak dapat dipertahankan masyarakat untuk jangka waktu yang lama. Hasil panen padi dan tanaman bawang dari tahun ke tahun mengalami penurunan yang sangat drastis, yang disebabkan oleh beberapa faktor alam. Selama 15 tahun tanaman bawang mendapat tempat dihati masyarakat

Desa Siogung-Ogung.

Sejak Tahun 1990-2000 tanaman bawang dan padi menjadi tanaman sampingan masyarakat dan mata pencaharian utama adalah budi daya ikan. Jumlah pemilik keramba dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang tinggi di Desa


(3)

Siogung-Ogung. Masyarakat Desa Siogung-Ogung tertarik dengan usaha pembudidayaan ikan dengan sistem keramba karena sistem kerja pemeliharaan yang tidak sulit. Permintaan dan harga yang tinggi dipasaran salah satu daya tarik bagi masyarakat. Jenis ikan yang dibesarkan masyarakat dengan cara budi daya adalah ikan mas, ikan mujair, ikan sibahut. Ketiga jenis ikan ini dipilih masyarakat karena sesuai dengan kondisi air Danau Toba, dan juga jenis ikan ini mudah dikembangkan dan mendapat permintaan yang tinggi dari pasaran.

Desa Siogung-Ogung adalah satu desa di Kecamatan Pangururan yang terkenal sebagai pemilik keramba terbanyak dan pemasok ikan utama setiap minggunya. Usaha budidaya ikan yang dilakukan masyarakat sebagai mata pencaharian adalah usaha illegal karena tidak ada izin dari pihak pemerintah. Akibat keuntungan yang sangat menggiurkan setiap panen, maka tidak jarang sudah ada masyarakat Desa Siogung-Ogung yang sudah tidak lagi bercocok tanam, tetapi memfokuskan pada budi daya ikan. Puncaknya Tahun 2000, rata-rata rumah tangga yang ada di Desa Siogung-Ogung sudah memiliki keramba jaring apung.

Dampak positif dari budi daya ikan adalah dalam bidang pendidikan dan tingkat perekonomian masyarakat yang semakin maju dan baik. Tujuan utama masyarakat Desa Siogung-Ogung adalah memperbaiki kehidupan ekonomi ke arah yang lebih baik. Disamping keuntungan yang besar diperoleh masyarakat Desa Siogung-Ogung, usaha budi daya ikan di Danau Toba membawa dampak yang negatif. Dampak negatif usaha budi daya ini adalah tercemarnya air Danau Toba akibat sisa pakan ikan yang mengendap berton-ton setiap harinya. Selain itu, keramba-keramba ikan yang menutupi permukaan air Danau Toba telah merusak


(4)

keindahan pemandangan Danau Toba. Hal ini tidak pernah dihiraukan oleh masyarakat yang memiliki keramba jaring apung. Memperbaiki kehidupan perekonomian kea rah yang lebih baik dan memperoleh keuntungan yang besar adalah tujuan utama masyarakat.

5.2 Saran

Adapun saran penulis setelah melakukan penelitian di lapangan adalah:

a. Keuntungan yang besar merupakan salah satu tujuan utama para pembudidaya ikan di Danau Toba, tetapi ada baiknya para pemilik keramba jaring apung memperhatikan dampak negatif dari pembuatan keramba-keramba di Danau Toba. Masyarakat jangan hanya mementingkan keuntungan yang besar, tetapi harus melihat masa depan kondisi Danau Toba yang dari tahun ke tahun semakin memprihatinkan. Keindahan Danau Toba adalah sumber pendapatan yang dapat berlangsung lama.

b. Pemerintah setempat sebaiknya memberikan pengetahuan kepada masyarakat yang mendirikan keramba-keramba ikan di Danau Toba tentang dampak dari usaha budi daya ikan dengan sistem keramba.

c. Pemerintah daerah setempat hendaknya memberikan perhatian secara khusus dan mau bekerja sama dengan para pembudidaya ikan serta mencari cara mengatasi pencemaran Danau Toba akibat pemakaian pupuk kimia.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

A.Barry,Costa. Petunjuk Praktis Beternak Ikan. Jakarta : Bhatara, 1996

Afrianto,Eddy. Beberapa Metode Budi Daya Ikan. Yogjakarta : Kanisius.1990

Agus,dkk. Budi Daya Gurami. Jakarta : Agro Media Pustaka. 2002

A.Henry,Landsberger, Pergolakan Petani dan Perubahan Sosial, Jakarta: Rajawali, 1981

Asmawi,Suhaili. Pemeliharaan Ikan Dalam Keramba. Jakarta : Gramedia. 1986

Cahyono, B. Budi Daya Ikan Diperairan Umum. Yogjakarta : Kanisius. 2001

Daelami,Deden,A.S. Agar Ikan Sehat.Jakarta : Penebar Swadaya. 2001

Effendi,I. dkk. Mangemen Agribisnis Perikanan. Jakarta : Penebar Swadaya.2006

Evi,Ratna , Usaha Perikanan di Indonesia, Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1997

Gottschalk, Louis, Mengerti Sejarah, ( Terjemahan Nugroho Notosusanto ), Jakarta: UI-Press, 1985

Hadiwigeno,Soetatwo ,Petunjuk Teknis Budidaya Ikan Dalam Keramba Jaring Apung, Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, 1989

Hendrik,Ronny. Pembudidayaan Ikan Lele Lokal dan Dumbo.Jakarta: Bhratara Karya Aksara,1996

K.Kordi. Budi Daya Perairan.Bandung : Citra Aditya Bakti : 2008

Mallasis, Louis. Dunia Pedesaan Pendidikan dan Perkembangan, Jakarta : Gunung Agung, 1981

Soekanto,Soerjono, Teori Sosiologi Tentang Perubahan Sosial, Jakarta: Ghalia Indonesia,1983


(6)

S.Soedjito, Aspek Sosial Budaya Dalam Pembangunan Pedesaan, Yogyakarta: Bayu Grafika, 1987

Tanjung, Zuraida,dkk, Dampak Pembangunan Ekonomi ( Pasar ) Terhadap Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Daerah Sumatera Utara, Medan: Depdikbud,1994

Wisadirana, Darsono, Sosiologi Pedesaan, Malang: UMM Pres, 2004