harus berhasil. Masyarakat Desa Siogung-Ogung berusaha untuk mengatasi masalah kebutuhan hidup dengan cara menanam tanaman ubi, dan jagung.
Lain lagi jika petani mengalami kegagalan panen, maka masyarakat Desa Siogung-Ogung harus berusaha menghemat bahan makanan sehemat mungkin.
Keterbatasan ekonomi di Desa Siogung-Ogung sebelum tahun 1990, jelas kelihatan dari tingkat pendidikan yang rendah. Sebelum tahun 1990, masih banyak masyarakat
Desa Siogung-Ogung yang menempuh pendidikan hanya sebatas Sekolah Dasar SD, Sekolah Lanjut Tingkat Pertama SLTP , dan sedikit yang mampu sampai
Sekolah Menengah Atas SMA . Rendahnya perekonomian masyarakat pada mengandalkan tanaman padi sebagai mata pencaharian pokok juga dapat dilihat dari
bentuk-bentuk rumah yang ada di Desa Siogung-Ogung. Rumah-rumah penduduk masih sederhana seperti rumah-rumah adat, dan masih ditemukan rumah-rumah
penduduk dengan tanah sebagai lantai rumah. Pembangunan terhadap infrastruktur belum maju di Desa Siogung-Ogung, salah satu contohnya adalah sekolah yang ada
di Desa Siogung-Ogung hanya sebatas Sekolah Dasar Negeri.
3.2 Pertanian Bawang
Mempertahankan tanaman lama yang hasil panen berkurang dari tahun ke tahun akan membuat kehidupan masyarakat berjalan di tempat. Berkurangnya
produksi tanaman padi dari tahun ke tahun dari Desa Siogung-Ogung, membuat masyarakat mulai melirik jenis tanaman lainnya. Salah satunya jenis tanaman yang
menarik dan mendapat tempat di hati masyarakat Desa Siogung-Ogung adalah tanaman bawang. Tanaman bawang pertama sekali diperkenalkan di Kecamatan
Universitas Sumatera Utara
Pangururan sekitar tahun 1950. Jenis bawang yang ada di Kecamatan Pangururan antara lain bawang merah, bawang putih, dan bawang Sup dalam bahasa setempat
dikenal dengan sebutan bawang Pre .
16
Desa Siogung-Ogung merupakan salah satu desa di Kecamatan Pangururan yang lama mengenal dan mengembangkan tanaman bawang. Sebelum Desa Siogung-
Ogung jenis tanaman bawang sudah terlebih dahulu tersebar ke desa-desa lainnya misalnya Desa Tanjung Bunga, Palipi, dan Huta Ginjang. Namun, masyarakat masih
tetap mempertahankan tanaman padi sebagai mata pencaharian pokok mereka. Persebaran tanaman bawang ke desa-desa lainya dapat dikatakan masih lambat, hal
ini karena pada umumnya masyarakat sulit untuk menerima jenis tanaman baru. Di Desa Siogung-Ogung tanaman bawang sebagai suatu jenis tanaman baru masuk
sekitar tahun 1970.
17
16
Hasil wawancara dengan Ibu Limbong, salah satu petani bawang, tanggal 17 Januari 2011 di Desa Siogung-Ogung.
17
Hasil wawancara dengan Ibu Limbong, salah satu petani bawang , tanggal 14 Januari 2011 di Desa Siogung-Ogung.
Awal masuknya jenis tanaman baru ini, dapat dikatakan respon masyarakat masih rendah, karena masyarakat beranggapan tanaman bawang ini sulit
untuk dikembangkan. Namun, hal itu tidak berlangsung lama, dua tahun kemudian tanaman bawang menjadi tanaman utama masyarakat Desa Siogung-Ogung.
Tanaman padi, ubi, dan jagung tidak dapat dikatakan tidak ada, namun tanaman ini menjadi tanaman sampingan masyarakat. Tanaman bawang menjadi
tanaman utama masyarakat semakin terlihat dengan banyaknya lahan-lahan tanaman ubi, dan jagung dijadikan menjadi lahan tanaman bawang. Hal ini menyebabkan
tanaman sampingan ini semakin berkurang, dan tanaman bawang sebagai
Universitas Sumatera Utara
penggantinya. Dua tahun setelah masuknya tanaman bawang masyarakat sebagian besar mulai melakukan perubahan dengan menjadikan tanaman bawang menjadi
tanaman pokok. “Perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakatt dapat dikategorikan
dalam beberapa jenis yaitu perubahan yang dilakukan secara cepat revolusi dan perubahan secara lambat evolusi , serta perubahan yang membawa
dampak dengan pengaruh yang kecil dan pengaruh yang besar” .
18
Desa Siogung-Ogung yang terletak persis di pinggir Danau Toba tidak memiliki lahan pertanian yang dapat digunakan untuk lahan menanam tanaman padi.
Desa Siogung-Ogung merupakan salah satu desa yang lambat untuk menerima jenis tanaman baru, ini dapat dilihat dari, lamanya jenis tanaman bawang
masuk ke Desa Siogung-Ogung. Jenis tanaman bawang yang paling menarik dan mendapat tempat di hati masyarakat adalah jenis tanaman bawang merah dan bawang
putih. Bawang Pre bawang Sup kurang diminati masyarakat Desa Siogung-Ogung karena jenis bawang ini, mendapat permintaan yang kurang dari pasar. Secara lambat
laun masyarakat Desa Siogung-Ogung mulai melakukan perubahan mata pencaharian dari tanaman padi menjadi tanaman bawang. Beberapa faktor yang melatarbelakangi
masyarakat Desa Siogung-Ogung melakukan perubahan mata pencaharian berdasarkan hasil penelitian, antara lain:
a. Lahan basah yang sempit dan kurang subur.
18
Darsono Wisadirana, Sosiologi Pedesaan, Jakarta : Ummpress, 2004, hal.51.
Universitas Sumatera Utara
Lahan yang digunakan masyarakat Desa Siogung-Ogung untuk menanam padi adalah lahan yang terletak di sekitar pinggir Danau Toba dan lahan-lahan kering lainnya.
Jarak dari lahan ke Danau Toba hanya sekitar 20 meter, namun sekalipun dekat dengan Danau Toba bukan berarti tanahnya basah. Masyarakat dalam hal pengairan
secara manual dari Danau Toba, dan mengandalkan hujan. Tanah yang digunakan masyarakat Desa Siogung-Ogung untuk lahan penanaman padi kurang subur.
Selain itu, tanah-tanah yang ada di Desa Siogung-Ogung pada umumnya adalah bercampur batu. Hal –hal inilah yang membuat masyarakat semakin
kewalahan dalam mengolah tanah untuk lahan penanaman padi. Selain itu, tanah- tanah di Desa Siogung-Ogung yang juga terjal sulit diolah masyarakat untuk
dimanfaatkan sebagai lahan penanaman tanaman padi. Di lahan-lahan yang agak terjal ini masyarakat hanya bisa menanam ubi, sebagai tanaman tambahan
masyarakat. Tidak jarang lahan terjal lainnya dibiarkan kosong oleh masyarakat karena tidak sanggup untuk mengolah lahan.
b. Harga tanaman bawang yang meningkat. Harga padi berbanding terbalik dengan harga bawang yang melonjak tinggi
dipasaran. Permintaan terhadap jenis tanaman bawang dari pasar dan daerah –daerah lain sangat tinggi. Harga bawang yang meningkat semakin menarik perhatian
masyarakat Desa Siogung-Ogung untuk memperluas penanaman tanaman bawang. Tahun 1970 sampai menjelang tahun 1990 berdasarkan hasil penelitian harga bawang
di pusat pasar Kecamatan Pangururan bisa mencapai harga Rp.5000 per kilo. Namun, harga bawang dipasaran tergantung jenis dan kualitas bawang. Kualitas bawang
Universitas Sumatera Utara
dapat dilihat dari besar kecilnya umbi bawang, dan bawang tidak busuk. Harga bawang merah dan bawang putih tidak berbeda jauh, namun harga
bawang merah masih menempati posisi harga yang paling tinggi. Harga bawang melonjak tinggi dan permintaan yang meningkat disebabkan masih sedikit desa-desa
di Kecamatan Pangururan yang menjadi petani bawang. Permintaan yang tinggi, tidak sebanding dengan hasil produksi tanaman bawang yang dihasilkan oleh masyarakat.
Jika dibandingkan dari penghasilan dari penanaman tanaman padi, kehidupan perekonomian lebih maju dari hasil menanam tanaman bawang. Salah satu yang jelas
kelihatan adalah para petani bawang yang ada di Kecamatan Pangururan yang meraih keuntungan besar disaat harga dan permintaan bawang meningkat dipasaran.
Jenis tanaman bawang menjadi salah satu jenis tanaman baru yang dipilih masyarakat, meskipun kesuksesan juga terjadi dari tanaman kopi yang ada di desa-
desa lain misalnya di Desa Ronggurnihuta. Bagi, masyarakat, apabila mereka beralih menanam kopi maka akan menunggu waktu yang cukup lama menunggu hasil panen.
Dilihat dari kemampuan masyarakat dalam hal cara menanam bawang, masyarakat Desa Siogung-Ogung tidak merasa kesulitan, hal ini adanya kemauan masyarakat
untuk belajar dari petani-petani dari desa-desa lain. Awal masuknya tanaman bawang Di Desa Siogung-Ogung, masyarakat hanya
menanam dalam satu sampai dua petak saja dengan ukuran 5x5 meter. Masyarakat tidak langsung membuka lahan yang luas karena masih adanya rasa ketakutan akan
gagal panen,hal ini karena masyarakat baru pertama sekali mencoba menanam tanaman bawang. Masyarakat Desa Siogung-Ogung memang mengakui, pertama
panen tanaman bawang tidak langsung memuaskan. Tidak berbeda dengan
Universitas Sumatera Utara
pengolahan lahan tanaman padi, pengolahan lahan untuk menanam tanaman bawang masyarakat masih menggunakan tenaga manusia tetapi tidak dilakukan lagi dengan
cara marsiadapari. Pemupukan tanaman bawang dilakukan masyarakat dengan menggunakan
pupuk kandang, hal ini karena masyarakat belum memiliki keberanian menggunakan pupuk kimia, serta modal membeli pupuk yang minim. Kualitas tanaman bawang
yang dihasilkan dari Desa Siogung-Ogung hampir sama dengan kualitas bawang yang di hasilkan dari desa-desa lain yang ada di Kecamatan Pangururan. Tanah Desa
Siogung-Ogung yang kurang subur, seakan tidak menjadi masalah bagi masyarakat. Masyarakat Desa Siogung-Ogung mengolah lahan dengan menggunakan pupuk
kandang dengan jumlah yang banyak, dengan tujuan supaya kesuburan tanah dapat diatasi. Tanaman bawang yang harganya melambung tinggi, menjadi tumpuan
masyarakat melangsungkan dan memenuhi kehidupan. Salah satu tujuan yang paling utama masyarakat Desa Siogung-Ogung dengan
menjadikan tanaman bawang menjadi pokok adalah untuk memperbaiki kehidupan perekonomian yang selama ini rendah menuju ke arah yang lebih baik. Kebiasaan
yang unik, di saat harga bawang melonjak tinggi, maka tidak jarang ditemukan di Desa Siogung-Ogung, adanya petani yang mengolah lahan bekas lahan penanaman
tanaman padi menjadi lahan untuk menanam tanaman bawang. Hal ini dilakukan untuk mengejar produksi hasil panen yang besar dan memanfaatkan harga dan
permintaan tanaman bawang yang sedang melonjak. Salah satu prinsip masyarakat petani bawang adalah modal yang mereka keluarkan dalam hal pembelian bibit harus
kembali pada saat panen tiba.
Universitas Sumatera Utara
Jika dilihat dari syarat tanah dalam penanaman tanaman bawang, tanah di Desa Siogung-Ogung tidak mendukung sepenuhnya. Tetapi dengan segala usaha
yang dilakukan masyarakat misalnya membuat daun-daunan yang kering menjadi pupuk alami di tambah dengan pupuk kandang dari hewan ternak mereka misalnya
ayam, dan kerbau. Hasil panen dari Desa Siogung-Ogung setiap tahunnya menurut salah satu petani padi yang sekarang menjadi pembudidaya ikan mengatakan cukup
memuaskan. Berbeda dengan jenis tanaman lainya, dalam penanaman tanaman bawang masyarakat membutuhkan modal yang lebih besar. Masyarakat harus
memiliki modal awal untuk membeli bibit tanaman bawang. Salah satu cara yang dilakukan masyarakat Desa Siogung-Ogung untuk mengatasi besarnya modal yang
dikeluarkan dengan cara bila panen telah tiba, maka hasil panen tidak semuanya dijual ke pasar.
Namun, sebagian digunakan untuk bibit dalam penanaman selanjutnya. Selain itu, dalam penanaman tanaman bawang masyarakat Desa Siogung-Ogung juga
dihadapkan dengan resiko. Dalam hal bibit masyarakat harus memperhatikan jenis bibit yang akan ditanam. Hal ini bertujuan supaya mampu bersaing dengan kualitas
tanaman bawang yang berasal dari desa-desa lain. Bibit yang akan ditanam harus lebih dulu dikeringkan dengan tujuan bibit tidak akan mudah busuk. Biasanya
masyarakat Desa Siogung-Ogung mengeringkan bibit yang akan ditanam dengan cara mengantungkan bibit yang belum dipisahkan dengan daun dan digantung dirumah
atau kolong bawah rumah.
19
19
Hasil wawancara dengan Ibu Simbolon, petani bawang, tanggal 14 Januari di Desa Siogung-Ogung.
Universitas Sumatera Utara
Dibandingkan musim hujan atau kemarau , masyarakat lebih dirugikan pada musim hujan, karena dapat mengakibatkan gagal panen akibat bawang banyak yang
busuk. Pada musim kemarau masyarakat Desa Siogung-Ogung masih dapat mengatasi dengan cara melakukan penyiraman pada pagi hari. Tanaman bawang pada
umumnya dapat menghasilkan panen yang memuaskan apabila tidak terlalu hujan dan tidak terlalu musim kemarau. Dalam arti apabila musim kemarau 5-6 hari, maka
sebaiknya hujan turun hanya sekali, dengan demikian tanaman bawang tidak akan busuk.
Hal inilah yang menyebabkan petani bawang di Desa Siogung-Ogung sering mengalami kegagalan panen.
Di Desa Siogung-Ogung tanaman bawang ditanam 3 tiga kali dalam setahun karena umur bawang antar 95-125 hari, tergantung kepada jenis bawang dan
tingkat kesuburan tanah.
20
20
Hasil wawancara dengan Ibu Simbolon, petani bawang, tanggal 14 Januari di Desa Siogung-Ogung.
Bawang merah memiliki umur rata-rata 3 tiga bulan, sehingga dalam setahun dapat ditanam 4 empat kali dilahan yang sama. Umur
antara bawang merah dan bawang putih tidak jauh berbeda, waktu panen bawang putih dibandingkan dengan bawang merah hanya berbeda 2 dua minggu.
Masyarakat Desa Siogung-Ogung melakukan penanaman bawang merah dan bawang putih secara serempak dilahan yang berbeda, dengan tujuan menghasilkan produksi
tanaman bawang dengan jumlah yang besar. Umur bawang ini diperkirakan jika musim di Desa Siogung-Ogung sedang
baik, tetapi apabila musim tidak mendukung umur bawang merah dan bawang putih bisa sampai 4 empat bulan. Musim yang tidak mendukung inilah yang sering
membuat masyarakat diselimuti rasa takut gagal panen. Masyarakat Desa Siogung-
Universitas Sumatera Utara
Ogung melakukan penanaman tanaman bawang merah dan bawang putih pada bulan Januari, Maret, Juni, dan September. Pada bulan September perawatan terhadap
tanaman bawang harus dilakukan lebih baik lagi, karena pada bulan ini adalah musim hujan yang bisa mengakibatkan bawang cepat busuk. Kegagalan panen pada bulan
September tidak hanya dialami oleh masyarakat petani bawang di Desa Siogung- Ogung, tetapi juga di desa-desa lainnya yang ada di Kecamatan Pangururan.
Pada saat masyarakat mengalami gagal panen akibat banyaknya bawang busuk maka harga dan permintaan akan melonjak semakin tinggi. Petani bawang di
Desa Siogung-Ogung biasanya melakukan penyemprotan untuk mencegah banyaknya bawang yang busuk. Akibat harga dan permintaan yang tinggi dari pasar terhadap
tanaman bawang, masyarakat mulai menggunakan pupuk kimia dengan jumlah yang besar dibandingkan penggunaan pupuk kandang dari kotoran hewan. Masyarakat
Desa Siogung-Ogung tidak melihat masalah apa yang akan terjadi akibat penggunaan pupuk kimia. Tanaman bawang yang biasanya ditanam 4 empat kali, maka dengan
menggunakan pupuk kimia masyarakat Desa Siogung-Ogung dapat menanam bawang sebanyak 5 lima kali dalam setahun.
Masyarakat Desa Siogung-Ogung mempercepat waktu panen bawang, dengan tujuan memanfaatkan harga bawang yang sedang tinggi. Dampak dari pemakaian
pupuk kimia dengan jumlah yang besar untuk mempercepat produksi tanaman bawang mulai kelihatan menjelang tahun 1990. Berdasarkan hasil penelitian
dilapangan menjelang tahun 1990 produksi tanaman bawang masih ada dari Desa Siogung-Ogung tetapi sudah mulai berkurang. Masyarakat Desa Siogung-Ogung
mulai mengeluh dengan kualitas bawang yang mereka hasilkan semakin murah
Universitas Sumatera Utara
ditawar di pasar. Tanaman bawang merah yang dihasilkan masyarakat dari tahun ke tahun menghasilkan umbi yang kecil, sehingga kalah bersaing dengan kualitas
bawang dari desa-desa lainnya. Penawaran bawang dengan harga yang tinggi apabila bawang memiliki
kualitas yang baik misalnya tidak kecil-kecil, dan tidak busuk serta bawang tidak berair. Hasil panen tanaman bawang di Desa Siogung-Ogung dapat dikatakan cukup
lumayan. Dalam sekali panen bawang masyarakat dapat menghasilkan 10-15 kaleng apabila musim mendukung. Harga 1 satu liter bawang berkisar antara Rp.5.000
sampai Rp.8.000, tergantung kualitas bawang. Harga bawang yang tinggi di pasar membuat masyarakat semakin tertarik dengan tanaman bawang khususnya bawang
merah dan bawang putih. Memperbaiki perekonomian keluarga adalah salah satu tujuan utama masyarakat Desa Siogung-Ogung.
Dalam hal penjualan bawang masyarakat Desa Siogung-Ogung tidak mengalami kesulitan karena didukung oleh pusat pasar yang hanya berjarak 2 km
yang terdapat di Kecamatan Pangururan. Namun, dalam hal masalah harga masyarakat sering mengalami penawaran harga yang tidak sesuai. Salah satu kriteria
dari pasar adalah merupakan tempat pertemuan antara pedagang dan pembeli untuk melakukan penawaran. Tanpa adanya pasar yang mempermudah dalam hal penjualan
maka masyarakat akan mengalami kesulitan. Semakin tinggi permintaan akan suatu barang maka harga barang yang akan semakin naik, namun sebaliknya jika
penawaran semakin banyak maka harga akan turun. Pasar akan menaikkan permintaan akan barang sesuai dengan kebutuhan
yang ada dalam masyarakat. Stabilnya harga di pasar terletak pada stabilitas
Universitas Sumatera Utara
penawaran dan permintaan barang. Namun ada kalanya masyarakat sering mengalami kesulitan dalam hal penawaran tanaman bawang. Hal ini biasanya terjadi apabila
panen bawang juga terjadi di desa – desa lain yang ada di Kecamatan Pangururan dengan kualitas tanaman bawang yang dihasilkan jauh lebih baik. Dalam hal ini, hasil
panen harus mampu bersaing dengan kualitas hasil panen dari desa lainnya. Suatu hal yang sudah menjadi kebiasaan persaingan harga di pasar terletak pada mutu,
ongkos transportasi, pedagang perantara merupakan hal yang menentukan harga tanaman bawang.
Adanya persaingan ini mau atau tidak mau petani bawang yang berasal dari Desa Siogung-Ogung harus mau menerimanya. Namun tidak jarang petani bawang
mendapatkan tekanan harga apabila penawaran tanaman bawang sedang banyak. Jika diperhatikan antara pedagang lokal dengan pedagang borongan antar lokal sangat
menentukan harga dari tanaman bawang di pasar. Selain itu, sebagian masyarakat Desa Siogung-Ogung menjual hasil panen bawang langsung kepada tengkulaktoke.
Namun, harga yang ditawarkan toketengkulak jauh berbeda dan ditekan dengan harga yang dipasar. Jadi bila dilihat keterlibatan produksi pertanian mulai
dari waktu panen sampai tanaman bawang di pasaran cukup panjang proses pemasarannya, sehingga kadang masyarakat yang berperan sebagai penghasil hanya
memperoleh keuntungan setengah dari harga di pasaran. Masyarakat Desa Siogung- Ogung memiliki kontak yang jarang dengan pasar karena pasar yang diadakan sekali
seminggu yakni setiap hari Rabu. Masyarakat berhubungan dengan pusat pasar apabila kebutuhan mereka seperti garam, sayur sudah habis. Jarangnya berhubungan
dengan pasar akibat keterbatasan ekonomi menyebabkan masyarakat kadang tidak
Universitas Sumatera Utara
mengetahui kondisi harga yang terjadi dipasaran. Memanfaatkan situasi yang demikian maka pedagang antar desa atau
pedagang borongan yang datang dari luar menekan harga tanaman bawang dengan tujuan untuk mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya. Apabila di pasar
tanaman bawang yang memiliki kualitas baik misalnya umbinya besar maka dihargai Rp.10.000 1 satu liter, tetapi apabila ditoke maka ditawar Rp.5.000.
Dibandingakan hasil pertanian lainnya misalnya padi,ubi,dan jagung, tanaman bawang lebih lebih menarik perhatian masyarakat Desa Siogung-Ogung. Penjualan
bawang di Desa Siogung-Ogung melibatkan antara petani dan pasar. Demikian juga dengan penjualan hasil tanaman padi lainya seperti ubi, jagung. Adanya situasi yang
demikian secara tidak langsung telah membunuh semangat masyarakat dalam mengembangkan tanaman bawang dalam jumlah yang lebih besar. Ditambah lagi
dalam pengolahan tanah yang harus lebih baik, dan modal dalam pembelian pupuk yang besar.
Untuk mencapai perekonomian yang lebih baik masyarakat Desa Siogung- Ogung tidak langsung menyerah, masyarakat tetap memiliki semangat dalam
penanaman tanaman bawang tetapi tidak dalam jumlah yang besar. Petani bawang mulai mengurangi penanaman bawang berdasarkan permintaan pasar, misalnya jika
harga bawang merah sudah mulai mengalami penurunan masyarakat menanam jenis bawang putih. Dalam situasi ini pun masyarakat sering mengalami kerugian.
Masyarakat sudah mengganti jenis bawang yang akan ditanam, namun saat panen harga bawang mengalami penurunan. Pengetahuan masyarakat yang minim terhadap
situasi pasar ini lah yang membuat masyarakat sering mengalami kerugian. Sehingga,
Universitas Sumatera Utara
modal yang dikeluarkan dalam pembelian bibit tidak sebanding dengan keuntungan dari hasil penjualan tanaman bawang.
Tetapi bila diperhatikan sekalipun tanaman bawang menjadi pusat perhatian masyarakat,tanaman padi,ubi,tetap ada tetapi hanya dalam jumlah yang kecil. Hal ini
dilakukan masyarakat untuk dapat membantu pemenuhan kebutuhan menunggu panen bawang datang.
“Pertanian dan ekonomi sebagai suatu keseluruhan maupun masyarakat pedesaan dan masyarakat seluruhnya pada hakekatnya
senantiasa saling bergantung satu sama lain. Pertanian sering sekali memegang peranan yang menentukan di dalam tahap tinggal landas
ekonomi,akan tetapi sebaliknya pertumbuhan ekonomi secara menyeluruh menimbulkan juga perubahan yang penting di dalam
ekonomi pertanian, misalnya dengan meningkatkan kebutuhan uang untuk membeli bahan makanan, tersediannya lapangan pekerjaan non
pertanian yang harus ditunjang dengan dengan pemindahan tenaga kerja dari daerah pedesaan ke kota, menciptakan permintaan barang
produsen dan benda-benda konsumen di sektor pertanian sehingga daya belinya meningkat.”
21
Setelah tanaman bawang dipanen tidak dapat langsung dipasarkan karena bawang harus lebih dulu dibersihkan dari tanah-tanah yang melekat dan membuang
21
Louis Mallasis, Dunia Pedesaan Pendidikan dan Perkembangan, Jakarta : Gunung Agung, 1981,hal.62
Universitas Sumatera Utara
daun bawang. Memang ada sebagian toke yang menerima tanaman bawang yang belum dipisahkan dari akarnya dalam arti daunnya juga ikut tetapi di tawar dengan
harga yang rendah. Perubahan mata pencaharian bukan berarti tidak akan ada tantangan dan resiko, demikian halnya yang dialami oleh masyarakat Desa Siogung-
Ogung akibat dari perubahan mata pencaharian. Masuknya tanaman bawang ke Desa Siogung-Ogung membawa dampak yang lebih baik bagi masyarakat Desa Siogung-
Ogung. Hal ini, dapat terlihat dari kemajuan perekonomian masyarakat Desa Siogung-Ogung.
Jika dibandingkan pendapatan dari tanaman lainya seperti padi, jagung, ubi, jauh lebih besar pendapatan yang diperoleh masyarakat dari hasil penanaman
tanaman bawang. Akibat adanya mata pencaharian yang lebih baik membawa dampak terhadap perbaikan kehidupan perekonomian masyarakat Desa Siogung-
Ogung yang semakin maju. Sekalipun untuk mencapai perekonomian yang lebih baik masyarakat dihadapkan dengan berbagai resiko. Berdasarkan hasil penelitian pada
saat permintaan dan harga bawang yang tinggi rata-rata masyarakat yang tinggal di Desa Siogung-Ogung memiliki tanaman bawang sekalipun dalam jumlah yang
sedikit.. Jadi, sebelum panen padi masyarakat memenuhi kebutuhannya dengan menanam ubi dan jagung untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Jika dilihat dari harga tanaman ubi dipasar seakan tak punya harga. Dalam satu karung ubi bisa dihargai hanya Rp.2000, ini disebabkan karena hampir semua
desa-desa di Kecamatan Pangururan menanam ubi. Pendapatan masyarakat Desa Siogung-Ogung jauh berbeda setelah masyarakat mengenal tanaman bawang.
Masyarakat mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup yang semakin mendesak.
Universitas Sumatera Utara
Kemajuan perekonomian masyarakat di Desa Siogung-Ogung karena harga bawang yang melonjak tinggi mulai kelihatan. Di mana masyarakat yang dulunya hanya bisa
mencapai pendidikan sampai tingkat SMP, anak-anak dari setiap keluarga sudah ada yang mampu sekolah sampai tingkat SMA bahkan tingkat Perguruan Tinggi. Hal ini
dapat dilihat dari masyarakat semakin terbukanya pola pemikiran masyarakat terhadap dunia pendidikan.
Dalam istilahfalsafah orang Batak Toba “ Anak Kon Hi Do Hamoraon Di Au “ dalam bahasa Indonesia “ Anakku adalah harta yang paling berharga .
22
“Antara masyarakat dan pendidikan suatu terdapat suatu kaitan yang bersifat dialektis,yaitu bahwa pendidikan merupakan produk masyarakat dan dalam
beberapa hal pendidikan merupakan salah satu faktor yang menimbulkan perubahan dalam masyarakat”.
Jadi semakin majunya perekonomian masyarakat maka akan memiliki semangat untuk
menyekolahkan anak-anaknya sampai Perguruan Tinggi.
23
Pendidikan yang sangat pentingnya, sehingga masyarakat di Desa Siogung- Ogung mulai mengalami perkembangan seiring dengan berkembangnya pendapatan
masyarakat. Pendidikan adalah salah satu jalan menuju kemajuan dan hidup yang berguna. Sejauh ini perekonomian masyarakar Desa Siogung-Ogung sudah
mengalami kemajuan. Sekalipun pengaruh dari pendidikan formal belum terasa secara menyeluruh, tetapi yang pasti pengaruhnya terhadap perkembangan
22
Anak Kon Hi do Hamoraon Di Au adalah falsafah dalam Batak Toba yang sudah turun- temurun yang menunjukkan perjuangan orang tua kepada anak-anaknya.
23
Ibid.,hal.23
Universitas Sumatera Utara
masyarakat petani di Desa Siogung-Ogung. Semakin banyaknya anak dari Desa Siogung-Ogung yang melanjutkan sekolah di luar Desa Siogung-Ogung. Putra-putri
dari Desa Siogung-Ogung yang telah berhasil dalam bidang pendidikan sudah banyak, baik pendidikan menengah atas maupun menengah tinggi. Hal ini dapat
terwujud dalam usaha orang tua yang sudah memiliki kemampuan dalam membiayai sekolah anak-anaknya.
Peningkatan pendidikan dilatarbelakangi oleh kondisi perekonomian rumah tangga. Apabila perekonomian rumah tangga rapuh maka mustahil pendidikan dapat
meningkat. Berbeda sebelum masyarakat melakukakan peralihan pendidikan masyarakat masih kurang dan tidak berkembang. Sekitar tahun 1970 keterbukaan
terhadap dunia pendidikan mulai kelihatan. Secara umum tahun 1970 anak-anak di Desa Siogung-Ogung sudah mengecap dunia pendidikan minimal tamatan SLTP.
Masyarakat Desa Siogung-Ogung mulai menyadari bahwa pendidikan jalan satu- satunya untuk mencapai suatu perubahan kehidupan yang lebih baik sehingga minat
orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya sudah cukup besar. Jalan satu-satunya untuk merubah nasib anak-anaknya supaya tidak memiliki nasib yang sama dengan
orang tuanya adalah melalui pendidikan. Selain itu dapat dilihat dari pembangunan rumah-rumah masyarakat yang
semakin maju dan permanen. Rumah-rumah adat yang dulunya dipertahankan sebagian sudah dilakukan perubahan. Terjadinya perubahan dari situasi yang kurang
baik kearah yang lebih baik merupakan hal yang nyata yang dialami oleh masyarakat Desa Siogung-Ogung. Perubahan ini merupakan salah satu jalan pemikiran
masyarakat Desa Siogung-Ogung untuk mampu mengatasi masalah kelemahan
Universitas Sumatera Utara
ekonomi rumah tangga. Kemampuan masyarakat untuk membeli kendaraan roda dua juga menunjukkan kemampuan ekonomi masyarakat masyarakat Desa Siogung-
Ogung yang menuju kearah yang lebih baik.
3.3 Peralihan ke Budidaya Ikan