Hak-hak Reproduksi” (Studi Deskriptif Mengenai Hak-Hak Reproduksi di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas II A Tanjung Gusta Medan)

(1)

HAK-HAK REPRODUKSI

(Studi Deskriptif Mengenai Hak-Hak Reproduksi di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas II A Tanjung Gusta Medan)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Sosial

dalam bidang Antropologi

Oleh

Junita Riana Manalu 100905032

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERNYATAAN ORIGINALITAS

Hak-Hak Reproduksi (Studi Deskriptif Mengenai Hak-Hak Reproduksi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan)

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan di sini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan gelar kesarjanaan saya.

Medan, Agustus 2014


(3)

ABSTRAK

Junita Riana Manalu, 2014. Judul skripsi: Hak-hak Reproduksi (Studi Deskriptif Mengenai Hak-Hak Reproduksi di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas II A Tanjung Gusta Medan). Skripsi terdiri dari 5 Bab, 82 halaman dan 4 tabel.

Tulisan ini mengkaji mengenai bagaimana cara pemenuhan hak-hak reproduksi yang diberikan oleh pegawai lapas kepada setiap narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas II A Tanjung Gusta Medan.Hak-hak reproduksi merupakan hak yang harus diterima oleh siapa saja.Namun pemenuhan hak-hak reproduksi pada perempuan di lapas tidak sepenuhnya terpenuhi. Keadaan ini dipengaruhi oleh situasi, kondisi serta proses hukuman yang sedang dilalui oleh setiap perempuan yang adadi lapas.

Penelitian ini dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas II A Tanjung Gusta Medan. Lembaga Pemasyarakatan ini berada di Medan, Sumatera Utara. Narapidana di lapas adalah masyarakat yang heterogen.Terdiri dari berbagai macam suku, latar belakang budaya, sosial ekonomi, agama, serta pendidikan.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.Dengan tahapan penelitian pra-lapangan, pekerjaan lapangan, analisis data, dan diakhiri dengan tahap penulisan laporan penelitian. Metode ini digunakan agar mampu menghasilkan data-data deskriptif mengenai hak-hak reproduksi di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas II A Tanjung Gusta Medan. Teknik pengumpulan data yang digunakan ialah melalui wawancara dan observasi kepada narapidana terkait masalah penelitian.

Permasalahan yang dibahasadalahdari 12 hak-hak reproduksi yang telah disetujui oleh pemerintah, hak-hak apa saja yang terpenuhi dan bagaimana pemenuhan hak-hak tersebut pada narapidana yang ada di Lembaga Pemasyarakatan serta bagaimana strategi adaptasi narapidana manakala hak-haknya tidak dipenuhi oleh pihak Lembaga Pemasyarakatan.

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah dari ke-12 hak-hak reproduksi yang telah disepakati oleh Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan tahun 1994 di Kairo, terdapat beberapa dari hak-hak reproduksi yang ke-12 tersebut yang tidak dapat dipenuhi oleh pihak lapas terhadap para napi.Karena peraturan dari pusat yang diikuti oleh para pegawai yang ada di lapas sehingga para pegawai tidak mungkin untuk memenuhi semua hak-hak reproduksi yang ke-12 tersebut diberikan kepada napi. Namun sebagian dari narapidana yang ada di lapas melakukan berbagai strategi adaptasi untuk dapat memperoleh hak-hak reproduksi yang tidak mereka dapatkan di lapas.

Kata kunci : Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas II A Tanjung Gusta Medan, Hak-hak Reproduksi, Narapidana


(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyadari, penulisan skripsi dengan judul “Hak-hak Reproduksi” (Studi Deskriptif Mengenai Hak-Hak Reproduksi di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas II A Tanjung Gusta Medan) ini sangat jauh dari harapan karena keterbatasan pengetahuan yang dimiliki. Di samping itu begitu banyaknya kendala-kendala yang sering menghadang yang mewarnai konsentrasi penulis dalam memaksimalkan usahanya.Penulis juga menyadari bahwa untuk saat ini, inilah hasil maksimal yang dapat disumbangkan walau senantiasa tersisipkan kekurangan dan kelemahan.Lembar ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya ini penulisdedikasikan kepada orang-orang terkasih yang selalu membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan kuliah di Jurusan Antropologi Sosial Universitas Sumatera Utara. Rasa senang, sedih, kecewa, putus harapan, puas, bahagia, takut, galau, cemas semua penulis rasakan selama penyelesaian skripsi ini. Penulisbersyukur telah melalui tahap yang paling berkesan selama berkuliah.Terima kasih tak terhingga ini penulis tujukan pertama kepada Tuhan Yesus Kristus.Penulis menyadari bahwa janji Tuhan dalam 1 Petrus 5:10 yang adalah “Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaanNya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya.” tergenapi dalam skripsi ini. Amin.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih tak terhingga untuk orangtua tersayang, bapak penulis, Rolman Manalu dan ibu penulis, Sarma Purbayang selalu setia mendukung dan memberi kepercayaan serta cinta dan pengorbanan terbesar dalam hidup penulis agar terus berjuang dan menjadi yang terbaik. Skripsi ini juga penulispersembahkan buat ke-empat saudara penulis yang tercinta, tersayang, dan terkasih.Buat abang penulisChandra Manalu, terima


(5)

mau kuliah. Terima kasih juga penulis ucapkan buat adik perempuan penulis satu-satunya, Cingly Manalu, adik yang cerewet, dan yang selalu mendesak penulis untuk cepat tamat, membandingkan penulis dengan orang lain, dan yang selalu dengar curhatan penulis tentang apa saja. Terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis ucapkan buat adik penulis yang bernama Joel Manalu, adik yang pendiam, dan gak banyak nuntut apa-apa sama penulis dan “berjanji akan membelikan kebaya untuk wisuda kakakmu ini, kakak tunggu janji mu ya dek”. Terima kasih juga untuk adik bungsu penulis, “siappudan”Alex Manalu, yang selalu membantu penulis dalam hal apapun, yang banyak nanya, dan banyak melawak.Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan buat kalian semua keluarga dan saudara-saudaraku, “tanpa kalian hampa kurasa”.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada dosen pembimbing skripsi penulis, Ibu Aida Fitria Harahap, S.sos, M.si.Beliau tidak hanya sekedar dosen pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu, waktu, dan perhatian serta bimbingannya kepada penulis mulai dari awal penyusunan proposal sampai akhir penyelesaian skripsi ini, tetapi juga seorang sahabat, ibu, dan motivator inspiratif bagi penulis.Terima kasih atas semangat dan kesabarannya dalam membimbing skripsi penulis. Jasa besar beliau akan selalu penulis ingat.

Penulis pun ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Bapak Prof. Dr. Badaruddin,M.Si, dan Ketua Departemen Antropologi, Bapak Dr. Fikarwin Zuska serta Bapak Drs.Agustrisno,MSP selaku Sekretaris Departemen Antropologi yang selalu


(6)

memberikan dukungan dan motivasi selama perkuliahan penulis di kampus ini serta dengan bijaksana memberikan arahan bagi penulis.

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen Penasehat Akademik penulis, Ibu Dra. Sabariah Bangun, M.Soc.Sc yang selalu memberikan dukungan dan motivasi selama perkuliahan penulis di kampus ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh staf pengajar Departemen Antropologi Sosial FISIP USU yang telah memberikan begitu banyak ilmu, wawasan serta pengetahuan baru bagi penulis selama masa perkuliahan.Demikian juga kepada staf administrasi Departemen Antropologi Kak Nurhayati dan staf bagian Pendidikan Kak Sofi yang dengan baik hati selalu memberikan informasi dan membantu penulis mengurus surat-surat yang penulis butuhkan selama penulis kuliah sampai dengan pengurusan yang terkait dengan skripsi penulis.

Tak lupa, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Kalapas Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas II A Tanjung Gusta Medan, Ibu

Marselina Budiningsih, Bc.IP.S.sos.M.si yang telah memberikan penulis izin untuk melakukan penelitian dan membantu penulis dalam memberikan informasi terkait skripsi penulis dan tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada pegawai lapas Ibu Asma, Ibu Heni, Ibu Marlia, Ibu Rose, serta seluruh pegawai yang bekerja di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas II A Tanjung Gusta Medan dan seluruh informan, Ibu Simanjuntak, Ibu Suarti, Kak Gita, Kak Sri, Cika, Bu Manik, Bu Ichadan semua narapidana yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk penulis wawancarai dan berbagi informasi. Terima kasih buat dukungan


(7)

yang diberikan kepada penulis, tanpa kalian semua skripsi penulis tidak akan selesai.

Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada

kerabat-kerabat mahasiswa/i Antropologi FISIP USU angkatan 2010 atas pengalaman-pengalaman tak terlupakan selama masa perkuliahan, terutama kepada sahabat dan yang juga sudah seperti saudara kandung penulisNiki Muetz si Nande Tarigan yang selalu heboh, tetapi lambat dalam hal apapun, serta teman yang sama-sama lama dalam proses penyelesaian skripsi dan Febri Kartika Sari Purnama Ningsih Siahaan (Miss Galau) yang selalu lemot kalau lagi menggosip, lemot tapi skripsi duluan siap, dan selalu on time dalam hal apapundan Kak Fimel Tambunan, selaku kakak, mama, dan teman yang selalu ngasih nasihat selama masa perkuliahan dan paling anti kalau lihat kawannya melakukan salah dikit aja, pasti langsung merepet, serta kepada Nurina Damanik(Jomblowati) yang sudah ngasih dukungan dan motivasi melalui sindiran-sindirannya danteman-teman penulis yang lainnya, Amy Valentina (Mimi Shop), Rini Gilina Sinulingga (Miss Lemot), Cecilia Pasaribu, Risa Yustika,dan semua teman-teman yang tak dapat penulis sebutkan satu per satu namanya. Begitu juga kepada senior-senior penulis terima kasih banyakbuat motivasi dan bantuannya serta junior-junior penulis semuanya.Kalian semua adalah saudara dan keluarga buat penulis.

Terima kasih sebanyak-banyaknya kepada seseorang yang sangat spesial buat penulis, David Saragihterima kasih buat waktu, tenaga, pikiran, maupun materi yang diberikan buat penulis mulai dari penulis duduk dibangku


(8)

SMAsampai selesainya skripsi ini. Terima kasih telah mau berbagi suka dan duka selama ini, terima kasih sudah memberikan penulis motivasi serta tak henti-hentinya untuk mendesak penulis agar cepat wisuda, kerja, dan menjadi orang hebat nantinya.Semua nasihat dan dukunganmu akan selalu penulis ingat sampai kapan pun.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Tulang, Tante, Anjani, Yecci, Nantulang, Madun Purba, Amangboru, dan semua keluarga yang berada jauh di luar kota, yang tidak bisa penulis sebutkan satu-satu, lewat desakan kalian yang menuntut penulis agar cepat tamat telah membuat penulis semangat untuk cepat menyelesaikan skripsi ini. Kiranya Tuhan membalas semua kebaikan yang telah kalian berikan kepada penulis yang tidak bisa penulis balas dengan apapun.

Penulis yakin bahwa masih banyak hal-hal yang kurang dalam penulisan skripsi ini.Kiranya akan ada saran, masukan, kritik bagi skripsi ini, sehingga tercapainya suatu tulisan yang baik dan berguna bagi pihak-pihak yang memerlukannya.

Medan, Agustus 2014 Penulis,


(9)

RIWAYAT HIDUP

Junita Riana Manalu, lahir pada tanggal 16 Juni 1992 di Medan, Sumatera Utara. Anak kedua dari 5 (lima) bersaudara daripasangan Rolman Manaludan Sarma Purba. Menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 060838 Medanpada tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama di SMP Swasta Cenderamata Medan pada tahun 2007 dan Sekolah Menengah Atas di SMAN 18 Medan tahun 2010.Kemudian pada tahun 2010 melanjutkan pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi di Universitas Sumatera Utara dengan spesifikasi Ilmu Antropologi Sosial.Alamat ema

Berbagai kegiatan yang dilakukan selamamasastudi, antara lain :

• Mengikuti Seminar“Barus Hystory From XII to The Mid of XVII Century” oleh Prof. Daniel Perret, Ph. D From EFEO France.

• Mengikuti Seminar “Meneguhkan Komitmen Hak-Hak Konstitusional Perempuan Korban Kekerasan atas Kebenaran, Keadilan, dan Pemulihan” oleh Aliansi Sumut Bersatu.

• Mengikuti Pelatihan “Training of Facilitator” angkatan II oleh Departemen Antropologi Sosial USU pada tahun 2013.


(10)

KATA PENGANTAR

Judul skripsi ini adalah “Hak-hak Reproduksi” (Studi Deskriptif Mengenai Hak-Hak Reproduksi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan). Skripsi inimerupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di Departemen Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini berisi kajian yang berdasarkan hasil wawancara dan observasi dengan narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas II A Medan. Skripsi ini membahas mengenai bagaimana pemenuhan hak-hak reproduksi diberikan kepada setiap narapidana serta strategi adaptasi yang dilakukan oleh narapidana manakala hak-hak reproduksi yang seharusnya mereka terima tidak dipenuhi di dalam lapas.

Hak-hak reproduksi merupakan hak yang harus dimiliki oleh semua orang. Namun hak-hak reproduksi di lapas tidak seutuhnya diterima oleh narapidana yang ada di lapas, karena proses hukuman serta keterbatasan yang dimiliki oleh setiap narapidana. Keterbatasan ruangan serta kurangnya perhatian dari pemerintah terhadap narapidana juga mempengaruhi terhadap hak-hak reproduksi yang ada di dalam lapas.kurangnya perhatian dari pemerintah dapat dilihat misalnya dalam hal biaya untuk persalinan apabila ada napi yang akan melahirkan, serta kebutuhan kain putih, maupun pembalut untuk menstruasi.


(11)

Setiap narapidana harus membayar biaya persalinan serta harus melengkapi sendiri pembalut yang diperlukan dengan uang pribadi mereka.

Pada tulisan ini, penulis juga membuat daftar pustaka dan lampiran-lampiran seperti pedoman wawancara, suratpenelitian.Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan, pengetahuan, materi serta pengalaman penulis.Sehingga penulisakan dengan senang hati menerima saran, masukan, dan kritikan agar terciptanya suatu skripsi yang baik dan berguna bagi masyarakat.Demikian pengantar dari penulis, semoga skripsi ini bermanfaat memberikan kontribusi demi kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, Agustus 2014

Penulis,


(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN PENGESAHAN ...

PERNYATAAN ORIGINALITAS ... i

ABSTRAK ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

RIWAYAT HIDUP ... viii

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian……….. 1

1.2 Tinjauan Pustaka ... 8

1.3 Perumusan Masalah……… 21

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian……….. 22

1.5 Lokasi Penelitian...………... 22

1.6 Metode Penelitian………... 23

1.6.1 Tipe Penelitian...……….... 23

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data……… 23

1.6.3 Rangkaian Pengalaman di Lapangan………. 25

BAB II GAMBARAN UMUM LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS II A TANJUNG GUSTA MEDAN 2.1 Gambaran Umum ... 35

2.2Sumber Daya Manusia ... 40

2.3Pembinaan ... 42

2.4 Sarana dan Prasarana... 45

2.4.1 Prasarana Pendidikan dan Keterampilan ... 45

2.4.2 Prasarana Ibadah ... 46

2.4.3 Prasarana Kesehatan ... 44

2.4.4 Prasarana Olahraga ... 44

2.4.5 Prasarana Jalan ... 47

BAB III

PEMENUHAN HAK-HAK NARAPIDANA

3.1 Hak Narapidana Perempuan di Lembaga Pemasyarakatan ... 48

3.2 Pemenuhan Hak-hak Reproduksi di Lembaga Pemasyarakatan Wanita 58 3.3 Cara Pemenuhan Hak-hak Reproduksi pada Narapidana ... 69


(13)

BAB IV

PERILAKU SEKSUAL DAN TANTANGAN

4.1 Strategi Adaptasi Narapidana Agar Hak-hak Reproduksinya Terpenuhi 71 4.2 Strategi Adaptasi Narapidana Apabila Hak-haknya tidak Terpenuhi oleh Pihak Lembaga Pemasyarakatan ... 73 BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ... 77 5.2 Saran... ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 80


(14)

DAFTAR TABEL

TABEL 1: Daftar Jumlah Penghuni Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas II A Tanjung Gusta Medan per tanggal 27 Maret 2014 39 TABEL 2: Jenis Pelanggaran / Kasus per tanggal 27 Maret 2014... 40 TABEL 3: Data Jumlah Pegawai Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas II A Tanjung Gusta Medan Berdasarkan Tingkat Pendidikan ...40 TABEL 4: Jadwal Kegiatan Sehari-hari yang Dilakukan oleh Narapidana... 44


(15)

ABSTRAK

Junita Riana Manalu, 2014. Judul skripsi: Hak-hak Reproduksi (Studi Deskriptif Mengenai Hak-Hak Reproduksi di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas II A Tanjung Gusta Medan). Skripsi terdiri dari 5 Bab, 82 halaman dan 4 tabel.

Tulisan ini mengkaji mengenai bagaimana cara pemenuhan hak-hak reproduksi yang diberikan oleh pegawai lapas kepada setiap narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas II A Tanjung Gusta Medan.Hak-hak reproduksi merupakan hak yang harus diterima oleh siapa saja.Namun pemenuhan hak-hak reproduksi pada perempuan di lapas tidak sepenuhnya terpenuhi. Keadaan ini dipengaruhi oleh situasi, kondisi serta proses hukuman yang sedang dilalui oleh setiap perempuan yang adadi lapas.

Penelitian ini dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas II A Tanjung Gusta Medan. Lembaga Pemasyarakatan ini berada di Medan, Sumatera Utara. Narapidana di lapas adalah masyarakat yang heterogen.Terdiri dari berbagai macam suku, latar belakang budaya, sosial ekonomi, agama, serta pendidikan.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.Dengan tahapan penelitian pra-lapangan, pekerjaan lapangan, analisis data, dan diakhiri dengan tahap penulisan laporan penelitian. Metode ini digunakan agar mampu menghasilkan data-data deskriptif mengenai hak-hak reproduksi di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas II A Tanjung Gusta Medan. Teknik pengumpulan data yang digunakan ialah melalui wawancara dan observasi kepada narapidana terkait masalah penelitian.

Permasalahan yang dibahasadalahdari 12 hak-hak reproduksi yang telah disetujui oleh pemerintah, hak-hak apa saja yang terpenuhi dan bagaimana pemenuhan hak-hak tersebut pada narapidana yang ada di Lembaga Pemasyarakatan serta bagaimana strategi adaptasi narapidana manakala hak-haknya tidak dipenuhi oleh pihak Lembaga Pemasyarakatan.

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah dari ke-12 hak-hak reproduksi yang telah disepakati oleh Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan tahun 1994 di Kairo, terdapat beberapa dari hak-hak reproduksi yang ke-12 tersebut yang tidak dapat dipenuhi oleh pihak lapas terhadap para napi.Karena peraturan dari pusat yang diikuti oleh para pegawai yang ada di lapas sehingga para pegawai tidak mungkin untuk memenuhi semua hak-hak reproduksi yang ke-12 tersebut diberikan kepada napi. Namun sebagian dari narapidana yang ada di lapas melakukan berbagai strategi adaptasi untuk dapat memperoleh hak-hak reproduksi yang tidak mereka dapatkan di lapas.

Kata kunci : Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas II A Tanjung Gusta Medan, Hak-hak Reproduksi, Narapidana


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penelitian ini mengkaji tentang hak-hak reproduksi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan. Perempuan merupakan kaum minoritas dalam masalah hukum dan kejahatan.Persentase kejahatan yang dilakukan perempuan dibanding laki-laki tergolong kecil. Ini terlihat dari jumlah tahanan dan narapidana di Indonesia yang berada di 33 kantor wilayah lembaga pemasyarakatan pada bulan Februari 2014, sebanyak 162.365 orang dengan 8.359 orang diantaranya adalah perempuan. Sementara di Sumatera Utara jumlah tahanan pada bulan Februari 2014 tercatat, sebanyak 17.948 orang dengan 834 orang diantaranya adalah perempuan.1

Perempuan di lapas (lembaga pemasyarakatan) sering mengalami masalah kesehatan fisik atau psikologis termasuk masalah kesehatan reproduksi. Masalah yang paling sering dilaporkan adalah depresi (56,6%), kecemasan (42,4%),

Perempuan Indonesia adalah bagian yang tak terpisahkan dan menempati posisi yang sangat signifikan dalam kehidupan dan pembangunan di Indonesia.Perempuan Indonesia apakah sebagai ibu, istri, anak, nenek, pekerja kantoran, orang rumahan, hingga profesional, semuanya memberikan kontribusi yang tak dapat di pandang sebelah mata.


(17)

prevalensi penyakit fisik juga jauh lebih tinggi dibandingkan masyarakat umum. Prevalensi gangguan pernapasan (asma) 37,7%, dan sakit kepala 34,2% (Plugge, Douglas & Fitzpatrick, 2006). Masalah kesehatan reproduksi yang terjadi pada narapidana perempuan adalah penyakit infeksi menular seksual (IMS). Perempuan beresiko lebih besar daripada pria mengalami infeksi menular seksual seperti infeksi Chlamydia, gonore dan sifilis, dan juga HIV saat masuk atau selama di lembaga pemasyarakatan. Hal ini akibat dari perilaku beresiko tinggi, termasuk pekerja seks, dan kemungkinan peningkatan menjadi korban pelecehan seksual (Covington, 2007).

Federasi Rusia, sebuah survei yang diselenggarakan pada tahun 2005 yang dilakukan di kalangan tahanan anak, kaum gelandangan dan perempuan yang berada di pusat tahanan sementara di Moskow 17 mengungkapkan bahwa lebih dari 50 persen tahanan anak-anak perempuan mengidap infeksi menular seksual (IMS); hal yang sama terjadi pada hampir dua pertiga perempuan di pusat –pusat tahanan sementara dan tiga perempat perempuan gelandangan. Di kalangan perempuan di rumah tahanan, empat persennya adalah perempuan dengan HIV positif, sementara angka di kalangan perempuan gelandangan adalah 1.8 persen.

Pada tahun 2004, di Amerika Serikat, prevalensi HIV keseluruhan di kalangan napi laki-laki adalah 1.7 persen dibanding 2.4 persen di kalangan perempuan. Meskipun demikian, di beberapa Negara bagian, seperti New York, prevalensi HIV di kalangan perempuan adalah 14.2 persen, sementara di kalangan laki-laki angka tersebut adalah 6.7 persen.18 Sama halnya, di Moldova pada tahun 2006, prevalensi HIV di kalangan napi perempuan adalah 3

persen sementara di kalangan napi laki-laki adalah 2 persen.2

Meskipun perempuan merupakan kelompok minoritas di lembaga pemasyarakatan namun adanya kebutuhan spesifik pada perempuan seperti

2


(18)

pemenuhan hak-hak reproduksi sudah seharusnya terpenuhi agar tidak terjadi dampak buruk terhadap masalah kesehatan reproduksinya.

Perempuan sebagai suatu kelompok dalam masyarakat di dalam suatu negara, merupakan kelompok yang juga wajib mendapat jaminan perlindungan atas hak-hak yang dimilikinya secara asasi3

Kesehatan adalah salah satu kebutuhan dasar dari manusia, termasuk kebutuhan kesehatan reproduksi yang merupakan bagian dari kebutuhan terhadap kesehatan.Kebutuhan ini merupakan hak setiap individu baik laki-laki maupun tak terkecuali narapidana.Narapidana mempunyai hak-hak yang harus dilindungi dan diayomi.Hak antara narapidana pria, narapidana perempuan dan narapidana anak berbeda-beda.

Sudah menjadi kodrat perempuan mengalami siklus menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui yang tidak dialami oleh narapidana lain, sehingga sudah menjadi suatu kewajaran jika narapidana perempuan mempunyai hak-hak khusus dibandingkan dengan narapidana lain, seperti hak-hak reproduksi.Hak-hak reproduksi berkaitan erat dengan kesehatan reproduksi. Terpenuhinya hak-hak reproduksi sudah pasti berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi. Kesehatan reproduksi serta hak reproduksi setiap orang harus terpenuhi agar kualitas hidup manusia terjaga dan manusia dapat hidup dengan tenang.

3

Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Hak Asasi Manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapapun.


(19)

perempuan untuk memperoleh informasi serta memperoleh aksebilitas yang aman, efektif, terjangkau baik secara ekonomi maupun kultural (Irianto, 2006).

Hak reproduksi merupakan bagian dari hak azasi manusia yang melekat pada manusia sejak lahir dan dilindungi keberadaannya. Sehingga pengekangan terhadap hak reproduksi berarti pengekangan terhadap hak azasi manusia. Hak reproduksi secara umum diartikan sebagai hak yang dimiliki oleh individu baik laki-laki maupun perempuan yang berkaitan dengan keadaan reproduksinya. Perempuan di lembaga pemasyarakatan dibatasi kebebasan geraknya, tetapi hak yang lain termasuk hak reproduksi harus tetap diberikan. Wawancara awal dilakukan dengan salah seorang narapidana yang ada di lembaga pemasyarakatan Tanjung Gusta Medan.

“Kalau perempuan yang lagi hamil mendapat makanan tambahan yang sesuai dengan petunjuk dokter, dan kalau yang hamil itu mau melahirkan, langsung cepat-cepat dibawa kerumah sakit Bina Kasih. Setelah proses kelahiran selesai masuk lagi kelapas ini, anaknya ikut sama mamaknya dipenjara, kalau udah berumur 2 tahun baru dikasih ke keluarganya yang ada diluar, kalau yang gadak keluarganya ya ikut sama mamaknya disini sampai proses hukuman mamaknya selesai.” (Suarti, 50 tahun).

Perempuan dalam lapas umumnya adalah perempuan muda dan sebagian di antaranya merupakan ibu yang anak-anaknya tinggal dalam lapas bersama mereka atau diasuh oleh orang lain di luar lapas. Mereka juga mungkin hamil atau menjadi hamil selama berada dalam lapas; sebagian bahkan melahirkan saat sedang berada di lapas.Namun, bayi yang dilahirkan harus berada dalam satu sel dengan ibunya dan bergabung dengan narapidana lainnya. Ketiadaan ruangan menyebabkan sang bayi harus tinggal berbarengan dengan narapidana lainnya.


(20)

Hal tersebut dapat berpengaruh pada kesehatan bayi yang sangat rentan terhadap penyakit serta psikologisnya. Di sisi lain, narapidana yang baru melahirkan lebih nyaman jika tinggal sekamar dengan penghuni yang lain karena mempermudah dirinya jika membutuhkan pertolongan.

Di lapas yang kelebihan penghuni dan kekurangan staf/petugas lapas menyebabkan akses narapidana terhadap fasilitas dan pelayanan yang terbatas. Ketersediaan kebutuhan spesifik dari perempuan kurang mendapat perhatian, misalnya ketersediaan kebutuhan untuk mandi, kebutuhan lain saat menstruasi (pembalut wanita, kain saniter yang bersih), kebutuhan untuk mencuci pakaian dalam serta pengadaan secara cuma-cuma untuk kebutuhan tersebut (WHO, 2009b)4

4

(WHO, 2009b) dalam Pengalaman Perempuan Berkaitan dengan Masalah Kesehatan Reproduksi .

“Perempuan di lembaga pemasyarakatan juga mengalami perubahan menstruasi akibat stress yang dialami, (Smith, 2009) melaporkan hasil penelitian pada lembaga pemasyarakatan di Inggris didapatkan data 49% perempuan melaporkan perubahan dalam periode menstruasi mereka, 41% melaporkan pendarahan yang lebih berat, 18% melaporkan jumlah hari pendarahan lebih lama dari biasanya, 20% melaporkan periode menstruasi menjadi kurang teratur atau berhenti sama sekali dan 21% melaporkan periode menstruasi kembali setelah mendapat pengobatan.”

Kondisi ini bisa menjadi pemicu untuk terjadinya masalah kesehatan reproduksi perempuan di lapas dan tampak bahwa hak reproduksi terhadap perempuan dilapas juga kurang efektif. Hasil wawancara dengan salah seorang narapidana Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan didapatkan data bahwa :


(21)

“Semuanya perlengkapan untuk kami ya kami sendirilah yang nyediakan dek, kek softex kami yang nyediakan sendiri, kalau yang ada keluarganya dibawain keluarganya, kalau yang ada uangnya ya beli dikantin, tapi kalau kek kakak yang gadak uang ini ya pakai kain ala kadarnya aja lah.” (Gita, 29 tahun)

Masalah seperti ini tidak hanya dialami oleh narapidana yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Cilacap juga mengalami hal yang serupa, dalam pemenuhan kebutuhan diri dan kebutuhan khusus, narapidana yang berada di lokasi tersebut harus menyediakan kebutuhannya sendiri atau harus disediakan oleh keluarganya.

Di lembaga pemasyarakatan sekalipun, perempuan juga tetap dianggap lebih rendah daripada laki-laki dan kebutuhan yang memang sama-sama diperlukan oleh narapidana laki-laki maupun narapidana perempuan tidak pernah disetarakan, hal ini dapat dilihat dari perbedaan yang ada di lembaga pemasyarakatan. Di Lembaga Pemasyarakatan laki-laki ada tempat untuk para narapidana laki-laki yang ingin melakukan hubungan seks, disediakan tempat oleh petugas lembaga pemasyarakatan (bilik asmara5

Karena jumlah lapas untuk perempuan sedikit, mereka cenderung dipenjarakan jauh dari rumah; jarak yang memisahkan mereka dari anak-anak, keluarga dan teman-teman meningkatkan isolasi mereka dan dapat menjadi sumber dari stres tambahan seperti kecemasan dan kesulitan ekonomi, baik bagi perempuan terkait maupun keluarga mereka.

), sedangkan di lembaga pemasyarakatan wanita tidak ada tempat seperti (bilik asmara) untuk melepaskan nafsu birahinya.

5


(22)

Setelah dibebaskan, stigma pernah dipenjara lebih berat ditanggung oleh perempuan dibanding laki-laki.Di beberapa negara, perempuan didiskriminasikan dan tidak dapat kembali ke komunitasnya segera setelah dibebaskan dari lapas, bahkan suami mereka pun mendiskriminasikan mereka.

Beberapa masalah yang dominan muncul dalam proses pemasyarakatan narapidana perempuan terkait dengan kondisi psikologis narapidana serta kenyataan bahwa selama ini substansi pembinaan lebih menekankan pada pembinaan yang bersifat “kewanitaan”. Masalah psikologis berupa kecemasan hingga depresi yang dialami narapidana perempuan cenderung belum ditangani dengan baik, padahal tekanan ini sangat terkait dengan tekanan struktur sosial dan budaya dominan (patriarki).Selain itu beberapa narapidana perempuan juga berhadapan dengan masalah belum maksimalnya jaminan hak bagi mereka untuk merawat dan mengasuh anak yang masih berusia di bawah dua tahun dalam lapas.Selain terbatasnya kamar, ini juga terjadi karena kondisi lingkungan yang belum terjamin secara kesehatan.Selain itu kondisi lapas yang tertutup membuat anak-anak turut terpenjara bersama. Tekanan psikologis lainnya yang umum diderita perempuan adalah keputusan cerai dari para suami akibat stigma terhadap dirinya yang berstatus terpidana. Hal ini juga berujung pada tidak jelasnya nasib anak.

Penghuni lapas sebagai salah satu komunitas kecil dari kaum marginal, yang patut mendapat perhatian. Perlakuan terhadap orang-orang yang ditahan/dipenjara seharusnya tidak ditekankan pada pemisahan mereka dari masyarakat, akan tetapi dengan meneruskan peran mereka sebagai bagian dari masyarakat. Petugas


(23)

pemasyarakatan seharusnya dapat memberikan pelayanan yang sesuai dengan hukum dan hukuman dengan memberikan pelayanan yang semaksimal mungkin untuk melindungi hak-hak yang dimilki oleh para narapidana dengan kepentingan narapidana khususnya hak-hak reproduksi narapidana perempuan.

Berbagai permasalahan dalam uraian diatas membuat penulis tertarik mengkaji bagaimana pemenuhan hak-hak reproduksi yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan.

1.2Tinjauan Pustaka

Di lembaga pemasyarakatan, napi perempuan memiliki akses yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan napi laki-laki.Lemahnya posisi perempuan karena budaya yang didominasi oleh kaum laki-laki (budaya patriarki) dan membuat perempuan terbelakang.Patriarki juga dapat dijelaskan dimana keadaan masyarakat yang menempatkan kedudukan dan posisi laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan dalam segala aspek kehidupan sosial, budaya dan ekonomi (Pinem. 2009. hlm. 42).

Masyarakat yang amat patriarkal di dunia Arab seringkali dipakai sebagai alasan untuk menganggap bahwa Islam adalah agama yang memperlakukan perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki.Hampir mirip dengan itu, kebijakan Paus yang berpihak secara kuat kepada laki-laki dianggap sebagai indikator bahwa ajaran Katolik juga menempatkan perempuan lebih rendah dari laki-laki.


(24)

Konsep Kristen menganggap bahwa semua manusia sama rata di mata Tuhan Pencipta, seperti yang ditunjukkan dalam Injil:

Tidak ada Yahudi atau Romawi, Tidak ada budak atau manusia bebas Tidak laki-laki atau perempuan

Karena kalian semuanya adalah satu6

Sesungguhnya Aku tidak akan menyia-nyiakan perbuatan orang yang beramal di antaramu, baik laki-laki atau perempuan karena sebagianmu berasal dari sebagian yang lain.

Islam juga memperlakukan perempuan dan laki-laki setara seperti yang disebutkan dalam banyak ayat Qur’an, misalnya:

7

Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik ia laki-laki maupun perempuan, sedangkan ia orang yang beriman, mereka masuk ke

sorga serta tidak dirugikan sedikitpun juga.8

6

Galatia 3:28 (dalam buku Kontradiksi dalam Kesehatan Reproduksi hlm 26)

7

Surah 3 (Al-Imran):195 (dalam buku Kontradiksi dalam Kesehatan Reproduksi hlm 26)

8

Surah 4 (An Nisa):124 (dalam buku Kontradiksi dalam Kesehatan Reproduksi hlm 27)

Tidak ada agama yang memandang perempuan lebih rendah daripada laki-laki. Namun para penafsirnya, yang kebanyakan adalah pria, dan mengaku sebagai yang berwenang menafsir ajaran agama, cenderung memilih menginterpretasikan ayat-ayat dengan cara yang menguntungkan bagi mereka dan menghindari interpretasi yang mereka anggap bakal membebani mereka. Jelaslah terlihat diuraian di atas bahwa adalah kultur atau tradisi dalam masyarakat yang didominasi pria (masyarakat patriarki) yang membedakan perlakuan terhadap perempuan dari laki-laki. Bukan agama yang melakukan pembedaan tersebut.


(25)

Kesehatan Reproduksi

Menurut UU No.23/1992 sehat adalah keadaan sejahtera badan (jasmani), jiwa (rohani), dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.Produktivitas manusia dapat terganggu bahkan tidak dapat melakukan aktifitas apapun bila kesehatannya tidak terpenuhi, sehingga pemenuhan kesehatan sangat diperlukan manusia, baik laki-laki maupun perempuan.

Kesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi agar kualitas hidup manusia tetap terjaga dengan baik dan dapat melakukan aktifitas kehidupan dengan optimal.Sehat menurut WHO adalah keadaan utuh secara fisik, mental dan sosial, dan bukan hanya satu keadaan bebas penyakit, cacat dan kelemahan.

Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kesehatan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya.(Departemen Kesehatan RI/Depkes RI, 2005).

Agar dapat melaksanakan fungsi reproduksi secara sehat, dalam pengertian sejahtera fisik, mental maupun sosial, diperlukan beberapa syarat:

- Pertama, tidak ada kelainan anatomis atau fisiologis baik pada perempuan ataupun laki-laki. Antara lain seorang perempuan harus memiliki rongga pinggul yang cukup besar untuk mempermudah kelahiran bayinya kelak.


(26)

Ia juga harus memiliki kelenjar-kelenjar penghasil hormon (endokrin) yang mampu memproduksi hormon-hormon yang diperlukan untuk memfasilitasi pertumbuhan fisik dan fungsi sistem atau organ reproduksinya. Agar semua pertumbuhan itu berlangsung dengan baik, ia memerlukan makanan dengan mutu gizi yang baik dan seimbang. Hal ini juga berlaku bagi laki-laki. Kelenjar endokrinnya (penghasil hormon) harus berfungsi secara normal, sehingga ia akan dapat tumbuh kembang dengan kemampuan reproduksi yang normal pula.

- Kedua, baik laki-laki maupun perempuan memerlukan landasan psikis yang memadai agar perkembangan emosinya berlangsung baik.

- Ketiga, setiap orang hendaknya terbebas dari kelainan atau penyakit yang baik langsung maupun tidak langsung mengenai organ reproduksinya. Setiap kelainan atau penyakit pada organ reproduksi, akan dapat pula mengganggu kemampuan seseorang dalam menjalankan tugas reproduksinya.

- Keempat, seorang perempuan hamil memerlukan jaminan bahwa ia akan dapat melewati masa tersebut dengan aman.

Kesehatan perempuan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti budaya, adanya diskriminasi gender, pendidikan, gizi, akses pada informasi kesehatan dan akses pada berbagai pelayanan kesehatan, utamanya kesehatan reproduksi (Luhulima, 2007).


(27)

Hak-hak reproduksi

Adapun Berdasarkan Kesepakatan Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan tahun 1994 di Kairo, pemerintah Indonesia telah menyetujui 12 hak reproduksi yang di dalamnya termasuk hak-hak reproduksi perempuan:

1. Hak untuk mendapatkan informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi

Setiap perempuan berhak untuk mendapatkan informasi dan pendidikan yang jelas dan benar tentang berbagai aspek terkait dengan masalah kesehatan reproduksi, termasuk banyaknya pilihan alat kontrasepsi yang dapat dipilih oleh perempuan atau laki-laki dan efek samping dari berbagai alat kontrasepsi.Contohnya: seorang wanita harus mendapatkan informasi dan pendidikan kesehatan reproduksi.

2. Hak untuk mendapatkan pelayanan dan perlindungan kesehatan reproduksi

Setiap perempuan berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan perlindungan yang memadai bagi kehidupan reproduksinya, termasuk agar terhindar dari kematian akibat proses reproduksi, misalnya jaminan kesehatan agar perempuan terhindar dari kematian akibat kehamilan atau melahirkan. Hak ini tidak boleh dibedakan atau didiskriminasikan berdasarkan status perkawinan perempuan atau usia atau status ekonominya. Semua perempuan baik remaja, lajang, maupun yang berstatus menikah berhak untuk mendapatkan dan menikmati hak ini.Contoh: seorang wanita yang mengalami kehamilan yang tidak


(28)

diinginkan harus tetap mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik agar proses kehamilan dan kelahirannya dapat berjalan dengan baik.

3. Hak untuk kebebasan berpikir tentang hak reproduksi

Setiap wanita berhak untuk berpikir atau mengungkapkan pikirannya tentang kehidupan yang diyakininya tanpa paksaan dari siapapun.Perbedaan yang ada harus diakui dan tidak boleh menyebabkan terjadinya kerugian atas diri yang bersangkutan. Orang lain dapat saja berupaya merubah pikiran atau keyakinan tersebut namun tidak dengan pemaksaan akan tetapi dengan melakukan upaya advokasi dan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE). Contoh: seseorang dapat saja mempunyai pikiran bahwa banyak anak menguntungkan bagi dirinya dan keluarganya. Bila ini terjadi maka orang tersebut tidak boleh serta merta dikucilkan atau dijauhi dalam pergaulan.Upaya merubah pikiran atau keyakinan tersebut boleh dilakukan sepanjang dilakukan sendiri oleh yang bersangkutan setelah mempertimbangkan berbagai hal sebagai dampak dari advokasi dan KIE yang dilakukan petugas.

4. Hak untuk menentukan jumlah anak dan jarak kelahiran

Setiap perempuan yang hamil dan akan melahirkan berhak untuk mendapatkan perlindungan dalam arti mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik sehingga terhindar dari kemungkinan kematian dalam proses kehamilan dan melahirkan tersebut. Contoh: Pada saat melahirkan seorang perempuan mempunyai hak untuk mengambil keputusan bagi dirinya secara cepat terutama jika proses kelahiran tersebut berisiko untuk terjadinya komplikasi atau bahkan kematian. Keluarga tidak boleh menghalangi dengan berbagai alasan.


(29)

5. Hak untuk hidup, yaitu hak untuk dilindungi dari kematian karena kehamilan dan proses melahirkan

Setiap perempuan hamil dan yang akan melahirkan berhak untuk mendapatkan perlindungan, termasuk pelayanan kesehatan yang baik sehingga ia dapat mengambil keputusan secara cepat mengenai kelanjutan kehamilannya bila proses kelahirannya beresiko kematian atau terjadi komplikasi. Contoh: Dalam konteks program KB, pemerintah, masyarakat, dan lingkungan tidak boleh melakukan pemaksaan jika seseorang ingin memiliki anak dalam jumlah besar. Yang harus dilakukan adalah memberikan pemahaman sejelas-jelasnya dan sebenar-benarnya mengenai dampak negatif dari memiliki anak jumlah besar dan dampak positif dari memiliki jumlah anak sedikit.Jika pun klien berkeputusan untuk memiliki anak sedikit, hal tersebut harus merupakan keputusan klien itu sendiri.

6. Hak atas kebebasan dan keamanan berkaitan dengan kehidupan reproduksi

Artinya setiap perempuan harus dijamin agar tidak mengalami pemaksaan, pengucilan, dan tekanan yang menyebabkan kebebasan dan keamanan yang diperolehnya tidak dapat digunakan, termasuk kebebasan memilih alat kontrasepsi yang dianggappnya paling aman.Contoh: Dalam konteks adanya hak tersebut, maka seseorang harus dijamin keamanannya agar tidak terjadi” pemaksaaan” atau “pengucilan” atau munculnya ketakutan dalam diri individu karena memiliki hak kebebasan tersebut.


(30)

7. Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk , termasuk perlindungan dari perkosaan, kekerasan, penyiksaan, dan pelecehan seksual

Setiap perempuan berhak untuk dilindungi dari ancaman bentuk-bentuk kekerasan yang dapat mmenimbulkan penderitaan secara fisik, seksual, dan psikis yang mengganggu kesehatan fisik, mental, dan reproduksinya. Contoh: Perkosaan terhadap wanita misalnya dapat berdampak pada munculnya kehamilan yang tidak diinginkan oleh yang bersangkutan maupun oleh keluarga dan lingkungannya. Penganiayaan atau tindakan kekekerasan lainnya dapat berdampak pada trauma fisik maupun psikis yang kemudian dapat saja berpengaruh pada kehidupan reproduksinya.

8. Hak untuk mendapatkan manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan yang terkait dengan kesehatan reproduksi

Setiap perempuan berhak untuk memanfaatkan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan terkait dengan kesehatan reproduksi, misalnya informasi yang jelas dan benar serta kemudahan akses untuk mendapatkan alat kontrasepsi baru.Contoh: Jika petugas mengetahui tentang Kesehatan Reproduksi Wanita, maka petugas berkewajiban untuk memberi informasi kepada wanita , karena mungkin pengetahuan tersebut adalah hal yang paling baru untuk wanita

9. Hak atas kerahasiaan pribadi dengan kehidupan reproduksinya

Setiap perempuan berhak untuk dijamin kerahasiaan kesehatan reproduksinya, misalnya informasi tentang kehidupan seksualnya, masa menstruasi, jenis alat kontrasepsi yang digunakan.Contoh :Petugas atau seseorang yang memiliki


(31)

informasi tentang kehidupan reproduksi seseorang tidak boleh “membocorkan” atau dengan sengaja memberikan informasi yang dimilikinya kepada orang lain. Jika informasi dibutuhkan sebagai data untuk penunjang pelaksanaan program, misalnya data tentang prosentase pemakaian alat kontrasepsi masih tetap dimungkinkan informasi tersebut dipublikasikan sepanjang tidak mencantumkan indentitas yang bersangkutan.

10.Hak untuk membangun dan merencanakan keluarga

Setiap perempuan berhak untuk menentukan kapan, di mana, dengan siapa, serta bagaimana ia akan membangun perkawinan atau keluarganya. Contoh :Seseorang akan menikah dalam usia yang masih muda, maka petugas tidak bisa memaksa orang tersebut untuk membatalkan pernikahannya. Yang bisa di upayakan adalah memberitahu orang tersebut tentang peraturan yang berlaku di Indonesia tentang batas usia terendah untuk menikah dan yang penting adalah memberitahu tentang dampak negatif dari menikah dan hamil pada usia muda.

11.Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi

Setiap perempuan berhak untuk menyampaikan pendapat atau aspirasinya mengenai kehidupan reproduksi secara pribadi atau melalui organisasi atau partai.Contoh: Orang tidak mampu harus mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas (bukan sekedar atau asal-asalan) yang tentu saja sesuai dengan kondisi yang melingkupinya. Demikian pula seseorang tidak boleh mendapatkan perlakuan yang berbeda dalam hal mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi hanya karena yang bersangkutan memiliki keyakinan berbeda dalam kehidupan reproduksi.Misalnya seseorang tidak mendapatkan pelayanan pemeriksaan


(32)

kehamilan secara benar, hanya karena yang bersangkutan tidak ber-KB atau pernah menyampaikan suatu aspirasi yang berbeda dengan masyarakat sekitar.Pelayanan juga tidak boleh membedakan apakah seseorang tersebut perempuan atau laki-laki.

12.Hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam kehidupan berkeluarga dan kehidupan reproduksi

Setiap perempuan berhak untuk terbebaskan dari perlakuan diskriminasi berdasarkan gender/perbedaan jenis kelamin, ras, status perkawinan atau kondisi sosial-ekonomi, agama/keyakinannya dalam kehidupan keluarga dan proses reproduksinya. Misalnya, orang tidak mampu harus mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas, demikian pula remaja yang hamil di luar nikah.Contoh: seseorang berhak menyuarakan penentangan atau persetujuan terhadap aborsi baik sebagai individu maupun bersama dengan kelompok. Yang perlu diingatkan adalah dalam menyampaikan pendapat atau aspirasi tersebut harus memperhatikan azas demokrasi dan dalam arti tidak boleh memaksakan kehendak dan menghargai pendapat orang lain serta taat kepada hukum dan peraturan peraturan yang berlaku.

Pemenuhan hak-hak reproduksi pada perempuan di dunia sekarang ini tampaknya masih belum terpenuhi dan masih penuh dengan persoalan. Dalam sebuah acara diskusi di kantor Komnas HAM, Ketua Komnas HAM, Siti Noor Laila, menilai pemerintah Indonesia belum maksimal memenuhi hak-hak reproduksi, sehingga menyebabkan kesehatan reproduksi masyarakat menurun dan jika kondisi ini terus terjadi, pemerintah berpotensi melanggar Hak Azasi Manusia.


(33)

Hak kesehatan reproduksi diatur dalam Konvensi Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (Ekosob) yang sudah diratifikasi Pemerintah Indonesia sejak tahun 2005.Ironisnya, sejak Konvensi itu diratifikasi, pemenuhan hak kesehatan reproduksi belum menunjukkan kemajuan atau bahkan sebaliknya, justru menunjukkan kemunduran9

Terry Rambo mengemukakan bahwa manusia akan melakukan strategi yang sesuai dengan pengetahuan budayanya untuk menghadapi perubahan. Manusia mempunyai strategi yang tepat akan berhasil, yang tidak mempunyai strategi yang tepat akan gagal dan mati (process of natural selection) (Rambo, 1983)

.

“Belum ada kemajuan dalam pemenuhan hak ekosob, termasuk kesehatan.Itu terjadi kemunduran, buktinya angka kematian ibu sekarang meningkat”.

Dari pernyataan di atas dapat dilihat bahwa pemerintah kurang aktif memberikan informasi kepada masyarakat seputar hak-hak reproduksi dan apabila hak-hak reproduksi tidak terpenuhi akan berdampak kepada kesehatan reproduksi masyarakat. Misalnya, dalam mata pelajaran tentang hak-hak reproduksi dan kesehatan reproduksi tidak termasuk dalam kurikulum sehingga banyak masyarakat yang minim informasi akan hak-hak reproduksi dan dampak tidak terpenuhinya hak-hak reproduksi tersebut.

Strategi Adaptasi

10

. Adaptasi dibagi menjadi tiga bagian, yakni, adaptasi fisiologis, adaptasi morfologis, dan adaptasi kultural, dalam penelitian ini penulis menggunakan

10

El-noya.blogspot.com/2011/12/adaptasi-kultural-terhadap.html?m=1 (diakses tanggal 24 Februari 2014)


(34)

adaptasi kultural. Adaptasi kultural : Berhubungan dengan teknologi, yang disesuaikan dengan keadaan sekitar. Adaptasi tentunya tak dapat dilakukan secara tiba-tiba, melainkan dilakukan secara bertahap. Cohen (1974) menyebutkan bahwa adaptasi dapat diterangkan dalam empat tahap :

• Tahap pertama, adaptasi yang paling mudah dengan semua habitat; perubahan teknologi dan organisasi yang didapat dari hubungan-hubungan sosial/bermasyarakat/pergaulan.

• Tahap kedua, terhadap bentuk hunian, rumah tangga, organisasi politik, dan kekerabatan.

• Tahap ketiga, dalam agama dan kepercayaan.

• Tahap keempat, tahap yang paling sulit karena ini merupakan persepsi subyektif terhadap habitat, lingkungan, berhubungan dengan mata pencaharian, pemeliharaan anak, taboo (pantangan),

incest (hubungan sedarah), ritual-ritual/upacara-upacara, termasuk

musik dan tarian kebudayaan.

Kebudayaan juga berkaitan dengan reproduksi, kaitannya dapat dilihat dari pemaparan di bawah ini :

Punyailah tujuh belas anak laki-laki dan enam belas anak perempuan (Petuah tradisional perkawinan orang Batak)

Manusia percaya bahwa salah satu tugas mereka di dunia adalah melestarikan eksistensi manusia di bumi ini. Memiliki anak merupakan salah satu cara untuk memenuhi kewajiban itu. Sementara itu banyak budaya yang membolehkan atau malah mendorong seorang laki-laki untuk menceraikan isterinya, dan mendorong untuk kawin lagi, kalau perkawinan mereka tidak


(35)

menghasilkan keturunan.Seolah-olah penyebab kemandulan hanya terdapat pada perempuan saja.

Di kalangan masyarakat agraris, kelangsungan hidup mereka amat bergantung pada kesuburan, baik kesuburan tanah tempat mereka hidup maupun kesuburan kaum perempuannya.Pandangan terhadap pentingnya kesuburan pertanian dan keluarga bagi kelangsungan hidup manusia itu sudah ada sejak jaman purba.Tak heran jika kepercayaan itu tertanam begitu mendalam di dalam benak manusia dan bertahan hingga kini.11

Adapun pengaturan mengenai pelaksanaan hak narapidana wanita tertuang di dalam Peraturan Pemerintah Nomor : 32 Tahun 1999, tentang Syarat dan Tata Oleh karena itu, perempuan yang subur sangat dihargai, sedangkan yang tidak subur dipandang rendah.Budaya semacam itu telah menanamkan konsep pada kaum perempuan bahwa mengandung dan melahirkan anak adalah kewajiban, tanpa diimbangi dengan hak dan juga pilihan yang lainnya. Dengan begitu, keinginan untuk tidak hamil dan tidak mempunyai anak akan dianggap menyimpang dari aturan sosial dan budaya.

Lembaga Pemasyarakatan memerlukan kerangka spesifik untuk perawatan kesehatan pada perempuan khususnya kesehatan reproduksi, penyakit mental, masalah penggunaan narkoba, kekerasan fisik dan seksual.Akses yang tepat terhadap semua layanan yang tersedia bagi perempuan di lembaga pemasyarakatan harus juga tersedia bagi perempuan di lembaga pemasyarakatan serta kerahasiaan catatan medis harus selalu terjamin (WHO, 2009).

11

Sai, F., Adam & Eve and the Serpent, London: International Planned Parenthood Federation, 1995, hal.1. (dalam buku Kontradiksi dalam Kesehatan Reproduksi hlm 50)


(36)

Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, dimana Pasal 20 mengatur perlindungan terhadap narapidana wanita yaitu :

1. Narapidana dan Anak didik pemasyarakatan yang sakit, hamil dan menyusui berhak mendapat makanan tambahan sesuai dengan petunjuk dokter.

2. Makanan tambahan juga diberikan kepada narapidana yang melakukan jenis pekerjaan tertentu.

3. Anak dari narapidana wanita yang dibawa kedalam LAPAS ataupun yang lahir di LAPAS dapat diberi makanan tambahan atas petunjuk dokter, paling lama sampai berumur 2 (dua) tahun.

4. Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 telah mencapai umur 2 (dua) tahun, harus diserahkan kepada bapaknya atau sanak keluarga, atau pihak lain atas persetujuan ibunya dan dibuat dalam satu berita acara.

5. Untuk kepentingan kesehatan anak, Kepala LAPAS dapat menentukan makanan tambahan selain sebagaimana di maksud dalam ayat 3 berdasarkan pertimbangan.

Dalam penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor : 32 Tahun 1999 disebutkan bahwa narapidana dan Anak didik pemasyarakatan yang sakit, hamil dan menyusui berhak mendapat makanan tambahan sesuai dengan petunjuk dokter, yang dimaksud makanan tambahan adalah penambahan jumlah kalori diatas rata-rata jumlah kalori yang ditetapkan. Bagi wanita yang sedang hamil ditambah 300 (tiga ratus) kalori seorang sehari.Bagi wanita yang sedang menyusui dapat ditambah antara 800 (delapan ratus) kalori sampai dengan 1000 (seribu) kalori sehari seorang sehari.Pemberian makanan tambahan dimaksudkan


(37)

untuk menjaga terpeliharanya pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak yang lahir di Lembaga Pemasyarakatan telah mencapai 2 tahun harus diserahkan kepada bapaknya atau sanak keluarga atau pihak lain atas persetujuan ibunya. Namun, kenyataannya di lembaga pemasyarakatan, seperti di lembaga pemasyarakatan Cilacap belum sampai mencapai usia 2 tahun sudah di ambil oleh pihak keluarga.

1.3Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka yang telah dipaparkan sebelumnya, secara spesifik permasalahan dari penelitian ini adalah hak-hak reproduksi yang ada di lembaga pemasyarakatan wanita.

1. Dari 12 Hak-hak Reproduksi, hak-hak apa saja yang terpenuhi dan bagaimana pemenuhan hak-hak tersebut pada narapidana yang ada di Lembaga Pemasyarakatan.

2. Bagaimana strategi adaptasi narapidana manakala hak-haknya tidak dipenuhi oleh pihak Lembaga Pemasyarakatan.

1.4Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hak-hak reproduksi perempuan di lembaga pemasyarakatan wanita terpenuhi.

Manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang hak-hak reproduksi serta apa-apa saja resiko atau dampak yang akan ditimbulkan jika hak-hak tidak terpenuhi, dan diharapkan juga agar hasil dari penelitian ini menjadi acuan bagi petugas lembaga


(38)

pemasyarakatan atau pihak terkait dalam memberikan hak-hak yang terkait dengan reproduksi perempuan di lembaga pemasyarakatan.

1.5Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan. Alasan pemilihan lokasi ini karena diawali besarnya rasa keingin tahuan penulis mengenai bagaimana pemenuhan hak-hak reproduksi para narapidana perempuan yang berada di lapas, dan berhubung jarak antara lapas dengan rumah penulis tidak terlalu jauh, maka dari itu penulis memilih lokasi ini.

1.6Metode Penelitian 1.6.1 Tipe Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.Dengan tahapan penelitian pra-lapangan, pekerjaan lapangan, analisis data, dan diakhiri dengan tahap penulisan laporan penelitian.Metode ini digunakan agar mampu menghasilkan data-data deskriptif mengenai hak-hak reproduksi di lembaga pemasyarakatan wanita.Dengan demikian, eksplorasi data secara mendalam tentang hak-hak reproduksi bisa terjaring dengan baik.Prosedur penelitian kualitatif lebih bersifar sirkuler, artinya dalam hal-hal tertentu, langkah atau tahapan penelitian dapat diulang satu atau beberapa kali sampai diperoleh data yang lengkap untuk membangun teori dasar.Dalam konteks ini, peneliti dimungkinkan untuk beberapa kali turun ke lapangan. (Berutu, dkk. 2001)


(39)

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data • Observasi

Awal ketika berada di lapangan, yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah melakukan observasi (pengamatan) kepada narapidana yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan. Penulis mengawali dengan pengamatan saja, yakni dengan turun langsung ke lapas, dan melihat bagaimana situasi dan kondisi di lapas tersebut.Dalam penelitian ini penulis tidak dapat melakukan observasi partisipasi (participant observation) yakni, terlibat langsung ke dalam keseharian informan, misalnya ikut tinggal langsung bersama narapidana karena peraturan yang tidak mengijinkan.Seorang peneliti tidak diperbolehkan tinggal bersama para narapidana untuk keperluan penelitian, bahkan pada saat penulis melakukan wawancara terhadap informan, penulis diawasi oleh petugas.

• Wawancara

Selain melakukan observasi (pengamatan), penulis juga melakukan wawancara mendalam mengenai masalah yang diteliti oleh penulis. Wawancara mendalam (in-depth interview) adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab dan bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara, pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama. Wawancara ini dilakukan untuk mengungkapkan masalah yang


(40)

sedang diteliti, wawancara ini dilakukan beberapa kali sesuai dengan keperluan si peneliti yang berkaitan dengan kejelasan dan kemantapan masalah yang diteliti.

Dalam wawancara ini digunakan metode wawancara mendalam yang dilakukan secara akrab dan penuh kekeluargaan.Sesuai dengan pendapat (Spradley, 1997) yang mengatakan bahwa, metode wawancara mendalam

(in-depth interview) jenis ini tentunya berpijak pada prinsip bahwa peneliti

melakukan learning from people (belajar pada masyarakat), bukan study of people (mengkaji masyarakat).

Pada penelitian ini, penulis mempunyai lima informan, dan kelima informan yang diwawancarai memiliki umur yang berbeda-beda. Wawancara dilakukan di dalam Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan. Wawancara dilakukan di Mushola, gereja dan di kantor pegawai yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan. Dalam melakukan wawancara, penulis tidak membatasi umur yang menjadi informan.Dalam penelitian ini, penulis melakukan wawancara dengan pegawai lapas serta narapidana yang ada di lapas tersebut.

1.6.3 Rangkaian Pengalaman Penelitian

Penulis tiba di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan awal bulan November 2013. Awal bulan November 2013 penulis masih akan meminta ijin untuk melakukan penelitian di lapas itu. Penulis ke lapas ditemani oleh Ibu dan Mak Tua penulis.Mak Tua penulis mempunyai teman yang bekerja di dalam lapas itu. Pada waktu itu Mak Tua penulis akan merencanakan


(41)

membuat acara Natal di lapas pada bulan Desember, sekalian akan memperkenalkan penulis dengan salah satu teman Mak Tua yang bekerja di lapas itu. Sesampainya di lapas, bertemu dengan teman Mak Tua, lalu Mak Tua pun memberitahukan bahwa penulis akan melakukan penelitian di lapas itu. Pegawai itu pun menyuruh penulis meminta surat keterangan akan melakukan penelitian yang dibuatkan oleh pihak kampus dan ditujukan ke kantor Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia yang ada di Jl. Putri Hijau, setelah pihak Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia mengeluarkan surat balasan diijinkan meneliti di lapas, lalu surat balasan itu dibawa ke lapas, maka pihak lapas akan memberikan ijin untuk melakukan penelitian di lapas.

Penulis pun melakukan seperti apa yang diminta oleh pegawai itu. Lalu surat ijin untuk melakukan peneliitian di lapas keluar, dan keesokan hari penulis mengantarkan surat balasan itu ke lapas. Panas terik matahari siang itu mempengaruhi suasana hati para pegawai. Sesampainya penulis di lapangan, penulis menunjukkan surat balasan itu. Lalu penulis dimarahi oleh pegawai yang bekerja dibagian umum itu karena penulis datang tidak di pagi hari.

“Kok gak pagi datangnya dek? Kalau jam segini kamu datang udah kesiangan, kalau mau ngurus apa-apa itu datangnya pagi. Kalau jam segini pegawai-pegawai pun udah pada istirahat dan

banyak yang keluar mau makan siang”. (Ibu Asma)12

Penulis sempat disuruh untuk datang kembali esok hari namun penulis membujuk pegawai itu agar pegawai itu mau menerima surat balasan itu tanpa menunggu esok hari. Penulis berhasil membujuk pegawai itu dan pegawai itu pun

12


(42)

luluh dan menerima surat balasan. Pegawai itu bertanya kepada penulis sampai kapan penulis akan meneliti di lapas itu. “Tidak bisa saya pastikan Bu, saat informasi yang saya butuhkan sudah dapat, saat itulah saya berhenti meneliti Bu (kata penulis dengan nada membujuk)”. Pegawai pun menyuruh salah satu napi untuk menemani penulis ke ruangan Kabid bagian Pembinaan Narapidana untuk meminta ijin karena akan melakukan penelitian di lapas dan akan meminta informasi kepada narapidana terkait dengan yang diteliti oleh penulis. Sesampainya di ruangan Kabid bidang pembinaan, napi tersebut menunjukkan surat ijin penelitian penulis. Penulis pun tidak lupa untuk memperkenalkan diri, dan meminta diberikan bantuan selama penulis melakukan penelitian. Permintaan ijin sudah diberikan lalu penulis pun permisi untuk pulang dan akan mulai meneliti secepatnya.

Pada tanggal 14 Desember 2013, penulis melakukan pra-lapangan karena pada saat itu penulis masih dalam proses penulisan proposal. Penulis masuk ke pintu pertama, sampai di pintu pertama, penulis memperkenalkan diri dan memberitahukan maksud dan tujuannya ada di lapas itu kepada petugas yang sedang berjaga di pintu pengamanan lapas. Penulis pun diberi masuk untuk ke pintu selanjutnya, dan tidak lupa, penulis harus menitipkan semua barang-barang yang dibawa dan hanya bisa membawa buku dan pulpen untuk keperluan penelitian. Penulis juga disuruh memakai badge13

yang digantung di leher yang bertuliskan tamu. Pada saat akan masuk ke pintu selanjutnya penulis harus diikuti oleh salah satu napi yang sudah dipercaya oleh petugas untuk mengawasi penulis.


(43)

Saat akan masuk ke pintu selanjutnya penulis harus permisi ke setiap ruangan pegawai yang akan dilewati oleh penulis yang dipandu oleh napi itu serta memberitahukan maksud dan tujuan penulis berada di lapas itu. Saat akan masuk ke bagian para narapidana, penulis harus melewati 4 ruangan pegawai dan melewati 2 gerbang besar menuju hunian para narapidana.

Masuk ke ruangan bidang pembinaan narapidana yang mana ruangan tersebut berada tepat diantara kamar para narapidana.Penulis permisi kepada Ibu Asma (Kabid di bidang pembinaan napi), sebelum meneliti, penulis berbincang-bincang dengan Ibu Asma. Ibu Asma bertanya penulis mengambil jurusan apa di USU. Penulis pun memberitahukan bahwa penulis jurusan Antropologi Sosial.

“Antropologi?Baru kaulah yang meneliti disini yang jurusannya Antropologi.Karna biasanya yang meneliti disini jurusan Hukum”.

Penulis tersenyum, dan menjelaskan bahwa fokus Antropologi mengkaji tentang manusia, kebiasaan, budaya, dan semua yang menyangkut manusia. Narapidana kan juga manusia yang perlu dikaji kata penulis. Tidak lama berbincang, penulis pun diantar ke mushola bersama para napi. Berkenalan dan bertanya seperlunya, setelah selesai penulis pun pamit. Wawancara hanya sebentar karena penulis masih melakukan pra-lapangan.

Beberapa hari setelah pra-lapangan penulis seminar proposal.Seminggu setelah seminar proposal, penulis melakukan penelitian.Penulis melakukan penelitian ditemani oleh adik perempuan.Permisi dan meninggalkan barang-barang di loker, lalu penulis masuk diawasi oleh napi yang ditugaskan oleh pegawai lapas.Sesampainya di ruangan Kabid bidang pembinaan narapidana,


(44)

penulis kembali memberitahukan maksud penulis ada di lapas itu. Lalu Ibu Asma yang menentukan narapidana yang mana yang akan diwawancarai oleh penulis. Di lapas penulis berjumpa dengan Gita (29 tahun) dan Suarti (50 tahun) yang menjadi informan awal penulis.

Wawancara dilakukan di Mushola.Di Mushola ada sekitar 5 orang, 3 orang tampak sedang sholat dan yang 2 orang sedang membaca Al-Quran.Ada tawa dan ada juga haru saat berbincang-bincang bersama Kak Gita dan Bu Suarti. Bukan hanya dengan Kak Gita dan Bu Suarti, setelah napi yang 5 tadi sudah selesai sholat dan membaca Al-Quran, penulis juga melakukan perbincangan bersama mereka. Para narapidana terbuka dan menerima baik kedatangan dan maksud penulis berada disitu. Setelah wawancara menurut penulis sudah cukup, penulis pun permisi pulang dan mengucapkan banyak terimakasih. Penulis pun pamit ke kamar yang berada tepat di samping Mushola dan menyalami napi satu persatu. Pamit kembali ke ruangan-ruangan pegawai, lalu penulis pun pulang.

Penelitian sebelumnya belum selesai, penulis masih merasa banyak yang harus dipertanyakan lagi.Penulis kembali melakukan penelitian dan penelitian selanjutnya penulis datang bersama 3 orang teman kampus.Datang kesiangan karena kecelakaan kecil di jalan.Penulis dan teman-temannya permisi masuk ke setiap ruangan hingga sampai ke ruangan Ibu Kabid bidang pembinaan narapidana.Sesampainya di ruangan itu, penulis tidak dikenal lagi oleh Ibu Kabid karena senggang waktu penulis meneliti kembali sudah terlalu lama. Penulis pun meyakinkan Ibu Kabid bahwa penulis memang sudah pernah datang ke lapas dan


(45)

meyakinkan Ibu itu, karena memang narapidana itu pernah melihat penulis berada di lapas itu dan sudah jumpa dengan Ibu itu pada penelitian sebelumnya.Ibu itu pun percaya kepada napi yang meyakinkan ibu itu. Lalu penulis dan teman-teman penulis dimarahi dan disuruh untuk datang kembali esok hari, Ibu Kabid bidang pembinaan juga menyuruh pulang karena sedikitnya pegawai yang hadir pada waktu itu sehingga tidak ada yang akan mengawasi penulis dan teman-teman jika akan melakukan penelitian. Penulis dan teman-teman pun membujuk Ibu itu.

“Udah besok ajalah kalian datang, udah kesiangan kalian kalau mau neliti sekarang.Aku mau kusuk, pegawai cuma sedikit yang datang, gadak yang ngawasi kalian nanti. Lagianpun napi-napi lagi sibuk sekarang, yang Kristennya lagi ibadah, yang Muslimnya lagi sholat, bentar lagi pun udah mau apel, terus jam makan siang”. (Ibu Asma)

Tidak mau pulang sia-sia, penulis dan teman-teman penulis pun meminta ijin agar diberikan ijin untuk ikut ibadah bersama para narapidana. Ibu itu pun memberi ijin dan menyuruh penulis dan teman-teman meminta ijin kepada Ibu Purba di bagian pengurusan ibadah agar diberikan ijin untuk masuk ibadah dengan para napi. Menemui Ibu Purba, memberitahukan niat penulis dan teman-teman penulis yang meminta ijin untuk masuk ibadah dengan para napi, lalu Ibu Purba pun memberi ijin serta mengantarkan penulis dan teman-teman ke ruangan ibadah para napi.

Bernyanyi, berdoa, dan mendengarkan khotbah bersama para narapidana di lapas, rasanya sangat berbeda dengan yang biasa dirasakan oleh penulis dan teman-teman.Saat berdoa terdengar suara tangisan dari para napi, dan tak luput penulis dan teman-teman ikut merasakan kesedihan yang para napi rasakan.Lagu


(46)

terakhir sebelum ibadah ditutup “Indah Rencanamu Tuhan”.Meskipun penulis dan teman-teman tidak tahu lirik lagu itu, tetapi penulis dan teman-teman ikut terlarut dalam setiap lirik lagu yang dinyanyikan napi-napi yang ada di tempat ibadah itu. Selesai ibadah, bersalaman satu dengan yang lain dan saling memberikan semangat satu dengan yang lainnya, agar mereka sama-sama kuat untuk menanggung masa hukuman yang dijalani oleh masing-masing napi.

Tempat ibadah pun mulai sepi, karena para napi sedang apel14

Sambil tersenyum penulis dan teman-teman pun menolak karena penulis dan teman-teman tidak tega bila nasi Ibu itu akan dibagi dengan penulis dan teman-teman, yang nasi mereka hanyalah dijatah. Makan sambil berbincang-bincang. Perbincangan panjang lebar, bertanya dimana alamat Ibu Simanjuntak dan ternyata Ibu Simanjuntak seperti mengenal salah satu teman penulis, dan dan setelah apel dilanjutkan dengan makan siang.Sembari menunggu para napi apel dan mengambil jatah makan siang. Penulis dan teman-teman penulis pun membersihkan ruangan tempat ibadah. Dan tak lama para napi kembali datang dengan membawa nasi ditangan.Mereka pun menawari penulis dan teman-teman untuk makan dan berbagi nasi dengan mereka.Kedekatan antara narapidana dengan penulis dan teman-teman mulai terjalin.Tertawa bersama, cerita-cerita bersama, dan tidak lupa penulis bertanya mengenai hal yang terkait dengan penelitian penulis.

“Makan kalian dek, sini bagi-bagi kita.Inilah namanya nasi cumpreng dek, liatlah inilah nasi napi, ikannya ikan asin, ayok kita bagi-bagi dek, sini. (Ibu Simanjuntak, 51 tahun)


(47)

sudah tidak asing lagi buat Ibu itu, lalu penulis pun memanggil teman penulis, Nuri. Ibu Simanjuntak ternyata kenal dengan Nuri, karena Nuri adalah teman sekolah Nuri waktu di SMA.Nuri dan Ibu Simanjuntak pun berbincang-bincang dengan akrab. Waktu pun tak terasa sudah hampir sore, penulis dan teman-teman pun permisi untuk pulang dan memberi semangat kepada mereka agar tetap kuat dalam menjalani masa hukumannya.

Penulis kembali datang melakukan penelitian. Penulis datang bersama dengan adik perempuan, dan rencana penelitian kali ini tidak bertanya dengan para napi melainkan dengan pegawai di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan. Sama seperti penelitian sebelumnya, penulis harus permisi dan memberitahukan maksud dan tujuannya.Lalu penulis diantarkan ke ruangan bagian umum, dan dibagian umum penulis bertemu dengan Ibu Marlia, pegawai yang ramah dan cantik.Ibu Marlia menjawab semua pertanyaan yang ditanyakan oleh penulis dan menyuruh penulis untuk tidak sungkan apabila masih ada yang perlu dipertanyakan. Wawancara dengan Ibu Marlia selesai, penulis pun permisi pulang.

Penelitian sudah sering dilakukan penulis.Penulis bolak-balik datang karena penulis tidak diijinkan hidup dan tinggal bersama napi.Maka dari itu penulis hanya boleh datang berulang kali ke lapas untuk melakukan penelitian sampai informasi yang diperlukan oleh penulis sudah didapatkan.Penelitian yang dilakukan di lapas ternyata seram-seram seru.Penulis sudah dikenal dan sudah akrab dengan sebagian napi dan sebagian pegawai.Banyak pengalaman baru yang diperoleh saat melakukan penelitian bersama napi.Dan pada saat penelitian


(48)

terakhir yang dilaksanakan pada tanggal 27 Maret 2014, penulis kembali ditemani oleh ketiga teman kampus.Pada penelitian ini penulis kembali masuk dan permisi untuk masuk ke dalam lapas.

“Kalian tetap harus pakek badge dek, karna kalian kan tamu. Kami takut kalian tertukar pula nanti sama napi yang disini”. (Kata salah satu petugas sambil tertawa)

Memakai badge, lalu masuk dan hingga akhirnya sampai ke ruangan Ibu Asma, suasana di ruangan Ibu Asma sangat ramai, pegawai dan sebagian napi tampak memenuhi ruangan itu.lalu penulis pun meminta kepada Ibu Asma agar Ibu Asma memberikan penulis 2 orang napi yang akan di wawancara oleh penulis. Ibu Asma menyuruh penulis dan teman-teman untuk menunggu di Mushola sampai napi yang akan diwawancarai datang. Tampak 2 orang yang kelihatan masih seumuran dengan penulis dan datang menghampiri penulis dan teman-teman.Lalu penulis dan teman-teman pun berkenalan dengan napi itu.Sri (19 tahun) dan Cika (18 tahun), narapidana yang dihukum karena kasus Narkoba. Sri dan Cika juga tinggal satu ruangan. Wawancara pun terus berlanjut, sampai pada akhirnya aroma kue yang baru siap dimasak menggoda. Penulis pun menghampiri napi yang tampak sedang membawa loyang kue beserta kue-kue yang baru masak dan membeli kue itu. Satu kue harganya Rp. 4000, penulis pun tidak lupa menawarkan kepada Sri dan Cika. Makan kue bersama, ternyata kue buatan napi itu enak.Penulis teringat dengan hasil wawancaranya dengan Ibu Marlia, yang mengatakan kalau kue buatan para napi yang ada di lapas itu tidak kalah enaknya dengan kue buatan Hot Buns15


(49)

cukup. Penulis pun permisi pulang dan mengucapkan banyak terimakasih kepada Sri dan Cika. Tidak lupa penulis dan teman-teman juga permisi pulang kepada pegawai-pegawai serta dengan narapidana yang ada di lapas itu.

Lalu penulis dan teman-teman pun pamit ke ruangan Ibu Risma dan dengan pegawai-pegawai lain yang berada diruangan itu. Lalu penulis pun melanjutkan ke bagian umum untuk meminta surat balasan dari lapas itu bahwa si penulis memang benar melakukan penelitian disitu. Sesampainya di bagian umum, penulis meminta surat balasan dengan Ibu Risma. Tampak dimeja Ibu Risma, beliau sedang sibuk membungkus buah (parcel).Saat penulis meminta surat balasan itu, penulis disuruh untuk datang lain waktu karena surat balasan belum selesai. Lalu penulis dan teman-teman pun permisi pulang kepada pegawai-pegawai yang ada di ruangan itu.Melepaskan badge, ambil hp dari loker, lalu keluar.

Setelah lama tidak ke lapas karena penelitian sudah selesai, penulis datang kembali ke lapas untuk meminta surat balasan yang menerangkan bahwa penulis memang benar telah melakukan penelitian di lapas tersebut. Siang hari tepat pada saat lebaran, suasana di lapas begitu ramai dan antri untuk mengunjungi pihak keluarga yang ada di lapas. Pintu dibuka dan menyilahkan penulis untuk masuk bersama-sama dengan pihak keluarga yang akan berkunjung ke lapas. Lalu petugas bertanya maksud kedatangan penulis, dan penulis memberitahukan maksud kedatangannya, petugas memberitahukan bahwa pegawai yang mengurus di bagian surat tidak hadir pada hari itu, dan menyuruh penulis untuk datang lagi


(50)

esok harinya. Menggumam di dalam hati karena kesal telah datang sia-sia padahal sudah melalui macet, dan panas teriknya matahari.

Keesokan harinya, penulis pun datang pada pagi hari ke lapas. Keadaan di lapas tidak seramai ketika penulis datang semalam. Suasana masih sepi, penulis langsung dipersilahkan masuk dan disuruh menunggu. Petugas naik ke atas untuk melihat ke bagian umum, dan tidak berapa lama petugas pun turun dan memberitahukan bahwa pegawai yang mengurus surat balasan tersebut juga tidak hadir, dan menyuruh penulis untuk datang kembali keesokan harinya. Penulis membujuk petugas tersebut agar diberi ijin untuk menunggu sampai pegawai tersebut datang.Lalu petugas tersebut mempersilahkan penulis untuk naik ke atas dan menunggu di atas di bagian umum.

Pegawai yang ada di kantor bagian umum tempat para pegawai bertugas masih terlihat sepi, ada yang baru datang, ada yang lagi sarapan pagi, ada yang membaca Koran da nada juga yang tampak sibuk menyelesaikan sesuatu. Tak lama kemudian tampak seorang pegawai yang bertugas di bagian umum tersebut. Bu Heni namanya, Ibu tersebut sempat lupa dengan penulis lalu penulis mengingatkan kembali dan memberitahukan maksud dan tujuannya. Lalu Bu Heni menyuruh penulis untuk menunggu karena surat balasan yang diminta oleh penulis belum selesai dikerjakan olehnya. Sejam, dua jam berlalu, penulis pun disuruh untuk masuk ke dalam ruangan Kalapas. Sempat terkejut, karena selama melakukan penelitian di lapas, penulis tidak pernah mengenal dan berjumpa dengan Kalapasnya, karena kesibukan Kalapas yang menghadiri rapat kesana


(51)

karena tidak siap untuk bertemu dengan Kalapas. Dipersilahkan masuk, dan duduk oleh Kalapas, lalu berjabat tangan saling memperkenalkan diri.Kalapas yang bernama Ibu Marselina Budiningsih, berbadan tinggi, rambut pendek, dan cantik.Ibu Marselina memulai percakapan kepada penulis sambil sesekali bercanda dengan penulis.Jantung penulis yang berdetak begitu kencang perlahan kembali dengan normal karena keramahan yang diberi oleh Ibu Marselina.Ternyata para napi tidak salah bahwa memang benar kalau Ibu Marselina memang baik dan ramah.Ibu Marselina membaca judul yang diteliti oleh penulis di lapas tersebut. Lalu Ibu Marselina bertanya kembali kepada penulis mengenai apa saja yang sudah penulis dapatkan setelah meneliti di lapas tersebut. Setelah tanya jawab berlangsung, Ibu Marselina kembali menjelaskan sedikit tentang pemenuhan hak-hak reproduksi di lapas.

“Pemenuhan hak-hak reproduksi tidak semuanya bisa dipenuhi di lapas ini, karena kita tahu kan kalau napi yang ada disini dihukum karena mereka melakukan kesalahan dan tidak bisa sebebas dengan orang yang diluar sana. Mungkin kamu sudah mendapatkan hasilnya pada saat kamu melakukan penelitian disini”. Ibu Marselina (49 tahun)

Setelah berbincang-bincang dengan Ibu Marselina, Ibu Marselina meminta jika pada akhirnya skripsi telah selesai dibuat oleh penulis, Ibu Marselina meminta 1 skripsi untuk dijadikan pertinggal di lapas. Lalu menyuruh penulis untuk menandatangani surat perjanjian yang berisi janji bahwasanya nanti jika penulis telah selesai menulis skripsi, penulis akan memberikan skripsi sesuai dengan yang tertulis di surat perjanjian tersebut. Lalu Ibu Marselina pamit kepada penulis karena Ibu Marselina akan segera pergi untuk menghadiri rapat di luar.


(52)

Tak lupa penulis juga pamit untuk pergi, sambil berjabat tangan lalu mengucapkan terima kasih.

Dari hasil wawancara yang penulis lakukan dengan informan, bahwa 12 hak-hak reproduksi yang disetujui oleh pemerintah Indonesia, tidak sepenuhnya diterima oleh para narapidana yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II Tanjung Gusta Medan. Namun para narapidana mengerti bahwa hak-hak reproduksi mereka tidak semuanya dipenuhi oleh pihak petugas karena status yang mereka sandang sebagai narapidana. Mereka tahu bahwa tidak mungkin hak yang mereka terima akan sama dengan hak yang diterima oleh yang bukan narapidana.


(53)

BAB II

GAMBARAN UMUM LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KELAS II TANJUNG GUSTA MEDAN

2.1Gambaran Umum

Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan merupakan tempat untuk menampung narapidana dan tahanan wanita untuk dididik dan dibina berdasarkan nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila dan Kebijaksanaan Pemasyarakatan yaitu Pohon Beringin Pengayoman, dan berbagai kebijakan pemasyarakatan yang dikeluarkan Dirjen Pemasyarakatan Depkumham (dulu Dirjen Pemasyarakatan Depkeh), dan terakhir adalah Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995. Pada mulanya Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan bergabung dengan Lembaga Pemasyarakatan Kelas I A Tanjung Gusta Medan. Dengan berpegang pada hukum dan untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan apabila narapidana dan tahanan wanita bersatu dengan narapidana atau tahanan pria, maka pemerintah membangun lembaga pemasyarakatan khusus wanita agar pembinaan yang dilakukan terhadap narapidana wanita dapat lebih khusus dan terarah.

Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan didirikan pada tahun 1983 sampai 1985, berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.03-PR.07.03 tanggal 26 Februari 1986.

Lokasi Lembaga Pemasyarakatan ini berada di Kota Madya Medan Wilayah Kerja Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia RI Daerah Tk I,


(54)

Provinsi Sumatera Utara yang beralamat : Jl. Pemasyarakatan Tanjung Gusta Medan. Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan mempunyai batas atau wilayah sebagai berikut :

Sebelah Timur : Berbatasan dengan tanah kosong

Sebelah Barat : Berbatasan dengan rumah dinas

Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Lapas Anak Medan

Sebelah Utara : Berbatasan dengan Rumah Penduduk

Pembangunan Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, dilakukan dalam 2 (dua) tahap, yaitu :

1. Tahap I, pada tahun 1979 dibangun gedung Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan.

2. Tahap II, dibangun penyelesaian gedung Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan.

Sejak tanggal 2 Juli 1986 semua narapidana atau tahanan wanita yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I A Tanjung Gusta Medan dipindahkan ke gedung yang baru. Luas tanah keseluruhan ± 6.435 m², luas bangunan ± 5.250 m², luas lantai I kurang lebih 500 m², dan luas lantai II kurang lebih 250 m². Bangunan pertama untuk perkantoran yang terdiri atas ruangan depan yang bertingkat dimana bagian atas digunakan sebagai ruangan Kepala Lembaga Pemasyarakatan Wanita Medan, Sub TU, Ur Umum, Ur Kepeg & Keuangan. Sedangkan bagian bawah dimanfaatkan sebagai ruang pemeriksaan dan


(55)

penjagaan, ruang tamu, mushola, gereja, vihara dan dapur.Kedua adalah bangunan untuk pembinaan yang dikenal dengan Binapi yang terdiri atas ruangan Poliklinik, ruangan kasie pembinaan, ruang kepegawaian, ruang registrasi, ruangan administrasi keamanan dan ketertiban, ruangan tamu dan gedung.Sedangkan bangunan yang ketiga yang dikenal dengan bagian umum terdiri dari ruangan urusan umum, ruangan KPLP, ruangan penerima tamu untuk besukan dan kantin. Lalu bangunan keempat adalah bengkel kerja yang terdiri atas ruangan kantor, salon, ruangan menjahit, dan menyulam.

Kemudian sebuah aula serba guna, yang terletak disamping gedung Binapi, yang biasanya digunakan untuk menyambut tamu yang berkunjung ke Lembaga Pemasyarakatan Wanita tersebut, dan biasanya juga digunakan untuk acara-acara keagamaan.Dalam acara ini biasanya narapidana mempertunjukkan kebolehannya seperti bermain nasyid, menari, bernyanyi, serta membaca puisi.

Lalu ada bangunan dapur yang berada di belakang blok penghuni yang digunakan untuk memasak semua kebutuhan para penghuni Lembaga Pemasyarakatan. Namun dalam sehari-harinya setiap pagi bagian dapur akan memperoleh bantuan tenaga dari masing-masing blok secara bergilir.

Ruang tempat tinggal narapidana terdiri dari 4 blok yang masing-masing terdiri dari kamar-kamar yang mempunyai kapasitas yang berbeda-beda. Blok ini terdiri dari blok narapidana dan blok tahanan, dengan rincian sebagai berikut.

1. Blok A terdiri dari 4 kamar, kapasitas 1 orang untuk setiap kamar, namun pada kenyataannya dihuni sampai dengan 7 orang;


(56)

2. Blok B, terdiri atas 12 kamar, dengan perincian : a. Kamar 1, kapasitas 12 orang, dihuni oleh 24 orang; b. Kamar 2, kapasitas 12 orang, dihuni oleh 24 orang; c. Kamar 3, kapasitas 12 orang, dihuni oleh 24 orang; d. Kamar 4, kapasitas 12 orang, dihuni oleh 24 orang; e. Kamar 5, kapasitas 12 orang, dihuni oleh 22 orang; f. Kamar 6, kapasitas 12 orang, dihuni oleh 22 orang; g. Kamar 7, kapasitas 12 orang, dihuni oleh 22 orang; h. Kamar 8, kapasitas 12 orang, dihuni oleh 22 orang; i. Kamar 9, kapasitas 12 orang, dihuni oleh 21 orang; j. Kamar 10, kapasitas 12 orang, dihuni oleh 21 orang; k. Kamar 11, kapasitas 12 orang, dihuni oleh 21 orang; l. Kamar 12, kapasitas 12 orang, dihuni oleh 21 orang; 3. Blok C, terdiri atas 6 kamar, dengan perincian :

a. Kamar 1, kapasitas 6 orang, dihuni oleh 14 orang; b. Kamar 2, kapasitas 6 orang, dihuni oleh 14 orang; c. Kamar 3, kapasitas 6 orang, dihuni oleh 14 orang; d. Kamar 4, kapasitas 6 orang, dihuni oleh 14 orang; e. Kamar 5, kapasitas 6 orang, dihuni oleh 14 orang; f. Kamar 6, kapasitas 6 orang, dihuni oleh 13 orang;

4. Blok D terdiri dari 4 kamar, kapasitas 1 orang untuk setiap kamar, namun pada kenyataannya dihuni sampai dengan 4 orang;


(57)

Blok A dan B digunakan untuk para narapidana sedangkan blok C dan D digunakan untuk para tahanan.

Ditinjau dari keadaan fisik, pengelolaan lembaga pemasyarakatan wanita tersebut sebenarnya dapat dikatakan cukup memadai, terdiri dari perkantoran, ruang tempat tinggal narapidana, ruang kegiatan kerja, mushola, dan pos-pos penjagaan.

Sedangkan daya tampung lembaga pemasyarakatan sebanyak 150 orang, sementara itu jumlah penghuninya pada saat penulis melakukan penelitian berjumlah 499 orang, yang terdiri atas 396 orang narapidana dan 103 orang tahanan, serta tahanan yang mempunyai anak dan anak ikut tinggal bersama ada 3 anak, dan ada 45 orang residivis.

Tabel 1

Jumlah Penghuni Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan tanggal 27 Maret 2014

Narapidana 396 Orang

Tahanan 103 Orang

Jumlah 499 Orang

Sumber : Seksi Pembinaan dan Pendidikan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, Maret 2014.

Untuk mengetahui jenis perkara yang dilanggarnya dapat dilihat pada tabel berikut :


(58)

Tabel 2

Jenis Pelanggaran / Kasus per tanggal 27 Maret 2014 Narkotika : 351 Orang - Pengedar : 301 Orang

- Pengedar & Pemakai : 22 Orang

- Pemakai : 28 Orang

PIDUM 133 Orang

PIDSUS - Tipikor : 7 Orang

- Trafficking : 8 Orang

Sumber : Seksi Pembinaan dan Pendidikan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, Maret 2014.

Berdasarkan tabel tersebut maka dapat dilihat bahwa narapidana yang dibina di Lembaga Pemasyarakatan Wanita ini banyak yang terlibat kasus narkotika.Hal ini merupakan suatu fenomena nyata bahwa kebanyakan penghuni lembaga pemasyarakatan di kota-kota besar mayoritas terlibat kasus narkotika.

2.2Sumber Daya Manusia

Pada saat ini jumlah pegawai Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan adalah 72 orang yang terdiri dari :

Tabel 3

Jumlah Pegawai Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Tanjung Gusta Medan Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pendidikan Jumlah

SMA 27 Orang


(59)

Strata 1 (S1) 33 Orang Strata 2 (S2) 8 Orang

Sumber : Seksi Pembinaan dan Pendidikan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, Maret 2014.

Melihat dari jumlah pegawai yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Wanita tersebut jelas tidak seimbang dengan jumlah narapidana 499 orang. Dan tidak semua petugas yang bertugas sebagai pembina, karena dari jumlah pegawai yang 72 orang tersebut dibagi lagi ke dalam beberapa sub bagian, seperti petugas jaga, administrasi dan petugas lainnya. Sudah semestinya lembaga pemasyarakatan ini memperoleh tambahan pegawai, karena sumber daya manusia sebagai pegawai dan pembina di lembaga pemasyarakatan tersebut masih kurang.

“Menurut Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas), dalam melakukan pembinaan juga sangat dipengaruhi oleh sumber daya manusianya baik yang dibina maupun pembinanya. Bagaimanapun bentuk pembinaan dan cara pembinaan dilakukan, kalau narapidana tidak mau atau atau tidak ada minat, juga tidak terlaksana, begitu juga sebaliknya kalau pembinanya tidak memiliki keahlian atau keterampilan alam membina, pembinaan itu tidak akan terlaksana sesuai dengan tujuan yang diharapkan”.

Kelebihan kapasitas penghuni di lapas dan kurangnya pegawai untuk membina narapidana sangat sulit mengingat orang-orang yang akan dibina adalah orang-orang yang melanggar hukum. Namun dalam mengatasi hal tersebut, pembina dan yang akan dibina membangun kerjasama yang baik. Pembina melakukan pendekatan persuasif kepada para narapidana seperti pemberian hak-hak para napi, memaksimalkan sarana dan prasarana yang ada maka terwujud keinginan yang diinginkan oleh para pembina terhadap yang dibinanya terlaksana dengan baik.


(1)

Nawal. El. Saadawi

2001 Perempuan dalam Budaya Patriarki. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Nita. Savitri

Memasyarakatkan Kesehatan Reproduksi Wanita. (Studi Antropologi : Di Desa Cilendek Barat, Kotamadya Bogor Propinsi Jawa Barat). Jurusan Antropologi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sumatera Utara

Ni Wayan. Armasanthi

2013 Perlindungan Hukum Narapidana

Wanita dalam Sistem Pemasyarakatan.

Universitas Udayana. SKRIPSI Spradley. James. P

1997 Metode Etnografi. Yogyakarta : PT. Tiara Wacana


(2)

1997 Seksualitas di Pulau Batam.Jakarta : Pustaka Sinar Harapan

Widyastuti. Yani, dkk

2009 Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta : Fitramaya

Sumber lain :

2013)

2013)

tanggal 15 Desember 2013)

Smslap.ditjenpas.go.id/public/grl/current/monthly (diakses tanggal 24 Februari 2014)

El-noya.blogspot.com/2011/12/adaptasi-kultural-terhadap.html?m=1 tanggal 24 Februari 2014


(3)

DAFTAR NAMA INFORMAN

Nama : Ibu Simanjuntak Umur : 51 Tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Kasus : Pembunuhan Nama : Ibu Suarti Umur : 50 Tahun Pekerjaan : Tukang Cuci Kasus : Pengedar Narkoba

Nama : Kak Gita Umur : 29 Tahun

Pekerjaan : Tukang Becak Mesin Kasus : Judi


(4)

Umur : 18 Tahun Pekerjaan : Pelajar SM

Kasus : Pengguna Narkoba

Nama : Bu Icha Umur : 33 Tahun Pekerjaan : PNS

Kasus : Penggelapan uang

Nama : Ibu Manik Umur : 39 Tahun Pekerjaan : Petani Kasus : Pembunuhan


(5)

INTERVIEW GUIDE

No.

Karakteristik Pertanyaan

Interview guide

1. Dari 12 hak-hak reproduksi, hak-hak apa saja yang terpenuhi?

1. Yang ibu tahu apa itu reproduksi? 2. Darimana Ibu

mendapat informasi terkait dengan

reproduksi? 3. Apa saja hak-hak

reproduksi? 4. Dari 12 hak-hak

reproduksi, hak yang mana saja yang terpenuhi di lapas ini?

5. Dan hak-hak reproduksi apa saja yang tidak terpenuhi? 2. Bagaimana pemenuhan hak-hak tersebut pada

narapidana yang ada di Lembaga Pemasyarakatan?

1. Melalui apa saja pegawai di lapas ini memenuhi hak-hak reproduksi? 2. Selain dari

penyuluhan yang diberikan oleh mahasiswa-mahasiswa, melalui apa lagi informasi terkait


(6)

pihak Lembaga Pemasyarakatan? hak-hak reproduksi ibu tidak terpenuhi di lapas ini?

2. Setelah ibu

melakukan cara itu untuk

mendapatkan hak-hak yang

seharusnya ibu terima, dan tidak berhasil. Cara apalagi yang ibu lakukan?

3. Selain dengan cara itu, apakah ada cara-cara lain yang ibu lakukan untuk mendapatkan hak-hak yang terkait dengan reproduksi tersebut?