1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Penelitian ini mengkaji tentang hak-hak reproduksi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wanita Tanjung Gusta Medan. Perempuan merupakan
kaum minoritas dalam masalah hukum dan kejahatan.Persentase kejahatan yang dilakukan perempuan dibanding laki-laki tergolong kecil. Ini terlihat dari jumlah
tahanan dan narapidana di Indonesia yang berada di 33 kantor wilayah lembaga pemasyarakatan pada bulan Februari 2014, sebanyak 162.365 orang dengan 8.359
orang diantaranya adalah perempuan. Sementara di Sumatera Utara jumlah tahanan pada bulan Februari 2014 tercatat, sebanyak 17.948 orang dengan 834
orang diantaranya adalah perempuan.
1
Perempuan di lapas lembaga pemasyarakatan sering mengalami masalah kesehatan fisik atau psikologis termasuk masalah kesehatan reproduksi. Masalah
yang paling sering dilaporkan adalah depresi 56,6, kecemasan 42,4, Perempuan Indonesia adalah bagian yang tak terpisahkan dan menempati
posisi yang sangat signifikan dalam kehidupan dan pembangunan di Indonesia.Perempuan Indonesia apakah sebagai ibu, istri, anak, nenek, pekerja
kantoran, orang rumahan, hingga profesional, semuanya memberikan kontribusi yang tak dapat di pandang sebelah mata.
1
Smslap.ditjenpas.go.idpublicgrlcurrentmonthly diakses tanggal 24 Februari 2014
Universitas Sumatera Utara
2
prevalensi penyakit fisik juga jauh lebih tinggi dibandingkan masyarakat umum. Prevalensi gangguan pernapasan asma 37,7, dan sakit kepala 34,2 Plugge,
Douglas Fitzpatrick, 2006. Masalah kesehatan reproduksi yang terjadi pada narapidana perempuan adalah penyakit infeksi menular seksual IMS. Perempuan
beresiko lebih besar daripada pria mengalami infeksi menular seksual seperti infeksi Chlamydia, gonore dan sifilis, dan juga HIV saat masuk atau selama di
lembaga pemasyarakatan. Hal ini akibat dari perilaku beresiko tinggi, termasuk pekerja seks, dan kemungkinan peningkatan menjadi korban pelecehan seksual
Covington, 2007. Federasi Rusia, sebuah survei yang diselenggarakan pada tahun
2005 yang dilakukan di kalangan tahanan anak, kaum gelandangan dan perempuan yang berada di pusat tahanan
sementara di Moskow 17 mengungkapkan bahwa lebih dari 50 persen tahanan anak-anak perempuan mengidap infeksi menular
seksual IMS; hal yang sama terjadi pada hampir dua pertiga perempuan di pusat –pusat tahanan sementara dan tiga perempat
perempuan gelandangan. Di kalangan perempuan di rumah tahanan, empat persennya adalah perempuan dengan HIV positif,
sementara angka di kalangan perempuan gelandangan adalah 1.8 persen.
Pada tahun 2004, di Amerika Serikat, prevalensi HIV keseluruhan di kalangan napi laki-laki adalah 1.7 persen dibanding 2.4 persen
di kalangan perempuan. Meskipun demikian, di beberapa Negara bagian, seperti New York, prevalensi HIV di kalangan perempuan
adalah 14.2 persen, sementara di kalangan laki-laki angka tersebut adalah 6.7 persen.18 Sama halnya, di Moldova pada
tahun 2006, prevalensi HIV di kalangan napi perempuan adalah 3 persen sementara di kalangan napi laki-laki adalah 2 persen.
2
Meskipun perempuan merupakan kelompok minoritas di lembaga pemasyarakatan namun adanya kebutuhan spesifik pada perempuan seperti
2
www.unodc.orgunodcenhiv-aidsindex.html
diakses tanggal 12 Desember 2013
Universitas Sumatera Utara
3
pemenuhan hak-hak reproduksi sudah seharusnya terpenuhi agar tidak terjadi dampak buruk terhadap masalah kesehatan reproduksinya.
Perempuan sebagai suatu kelompok dalam masyarakat di dalam suatu negara, merupakan kelompok yang juga wajib mendapat jaminan perlindungan
atas hak-hak yang dimilikinya secara asasi
3
Kesehatan adalah salah satu kebutuhan dasar dari manusia, termasuk kebutuhan kesehatan reproduksi yang merupakan bagian dari kebutuhan terhadap
kesehatan.Kebutuhan ini merupakan hak setiap individu baik laki-laki maupun tak terkecuali narapidana.Narapidana
mempunyai hak-hak yang harus dilindungi dan diayomi.Hak antara narapidana pria, narapidana perempuan dan narapidana anak berbeda-beda.
Sudah menjadi kodrat perempuan mengalami siklus menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui yang tidak dialami oleh narapidana lain, sehingga sudah
menjadi suatu kewajaran jika narapidana perempuan mempunyai hak-hak khusus dibandingkan dengan narapidana lain, seperti hak-hak reproduksi.Hak-hak
reproduksi berkaitan erat dengan kesehatan reproduksi. Terpenuhinya hak-hak reproduksi sudah pasti berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi. Kesehatan
reproduksi serta hak reproduksi setiap orang harus terpenuhi agar kualitas hidup manusia terjaga dan manusia dapat hidup dengan tenang.
3
Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Hak Asasi Manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal
dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapapun.
www.studentsite.gunadarma.ac.id diakses 12 Desember 2013
Universitas Sumatera Utara
4
perempuan untuk memperoleh informasi serta memperoleh aksebilitas yang aman, efektif, terjangkau baik secara ekonomi maupun kultural Irianto, 2006.
Hak reproduksi merupakan bagian dari hak azasi manusia yang melekat pada manusia sejak lahir dan dilindungi keberadaannya. Sehingga pengekangan
terhadap hak reproduksi berarti pengekangan terhadap hak azasi manusia. Hak reproduksi secara umum diartikan sebagai hak yang dimiliki oleh individu baik
laki-laki maupun perempuan yang berkaitan dengan keadaan reproduksinya. Perempuan di lembaga pemasyarakatan dibatasi kebebasan geraknya, tetapi hak
yang lain termasuk hak reproduksi harus tetap diberikan. Wawancara awal dilakukan dengan salah seorang narapidana yang ada di lembaga pemasyarakatan
Tanjung Gusta Medan. “Kalau perempuan yang lagi hamil mendapat makanan tambahan
yang sesuai dengan petunjuk dokter, dan kalau yang hamil itu mau melahirkan, langsung cepat-cepat dibawa kerumah sakit Bina
Kasih. Setelah proses kelahiran selesai masuk lagi kelapas ini, anaknya ikut sama mamaknya dipenjara, kalau udah berumur 2
tahun baru dikasih ke keluarganya yang ada diluar, kalau yang gadak keluarganya ya ikut sama mamaknya disini sampai proses
hukuman mamaknya selesai.” Suarti, 50 tahun.
Perempuan dalam lapas umumnya adalah perempuan muda dan sebagian di antaranya merupakan ibu yang anak-anaknya tinggal dalam lapas bersama mereka
atau diasuh oleh orang lain di luar lapas. Mereka juga mungkin hamil atau menjadi hamil selama berada dalam lapas; sebagian bahkan melahirkan saat
sedang berada di lapas.Namun, bayi yang dilahirkan harus berada dalam satu sel dengan ibunya dan bergabung dengan narapidana lainnya. Ketiadaan ruangan
menyebabkan sang bayi harus tinggal berbarengan dengan narapidana lainnya.
Universitas Sumatera Utara
5
Hal tersebut dapat berpengaruh pada kesehatan bayi yang sangat rentan terhadap penyakit serta psikologisnya. Di sisi lain, narapidana yang baru melahirkan lebih
nyaman jika tinggal sekamar dengan penghuni yang lain karena mempermudah dirinya jika membutuhkan pertolongan.
Di lapas yang kelebihan penghuni dan kekurangan stafpetugas lapas menyebabkan akses narapidana terhadap fasilitas dan pelayanan yang terbatas.
Ketersediaan kebutuhan spesifik dari perempuan kurang mendapat perhatian, misalnya ketersediaan kebutuhan untuk mandi, kebutuhan lain saat menstruasi
pembalut wanita, kain saniter yang bersih, kebutuhan untuk mencuci pakaian dalam serta pengadaan secara cuma-cuma untuk kebutuhan tersebut WHO,
2009b
4
4
WHO, 2009b dalam Pengalaman Perempuan Berkaitan dengan Masalah Kesehatan Reproduksi di Lembaga Pemasyarakatan Cilacap, hlm 18.
. “Perempuan di lembaga pemasyarakatan juga mengalami
perubahan menstruasi akibat stress yang dialami, Smith, 2009 melaporkan hasil penelitian pada lembaga pemasyarakatan di
Inggris didapatkan data 49 perempuan melaporkan perubahan dalam periode menstruasi mereka, 41 melaporkan pendarahan
yang lebih berat, 18 melaporkan jumlah hari pendarahan lebih lama dari biasanya, 20 melaporkan periode menstruasi menjadi
kurang teratur atau berhenti sama sekali dan 21 melaporkan periode menstruasi kembali setelah mendapat pengobatan.”
Kondisi ini bisa menjadi pemicu untuk terjadinya masalah kesehatan reproduksi perempuan di lapas dan tampak bahwa hak reproduksi terhadap
perempuan dilapas juga kurang efektif. Hasil wawancara dengan salah seorang narapidana Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan
didapatkan data bahwa :
Universitas Sumatera Utara
6
“Semuanya perlengkapan untuk kami ya kami sendirilah yang nyediakan dek, kek softex kami yang nyediakan sendiri, kalau yang
ada keluarganya dibawain keluarganya, kalau yang ada uangnya ya beli dikantin, tapi kalau kek kakak yang gadak uang ini ya pakai
kain ala kadarnya aja lah.” Gita, 29 tahun
Masalah seperti ini tidak hanya dialami oleh narapidana yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan, di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II B Cilacap juga mengalami hal yang serupa, dalam pemenuhan kebutuhan diri dan kebutuhan khusus, narapidana yang berada di
lokasi tersebut harus menyediakan kebutuhannya sendiri atau harus disediakan oleh keluarganya.
Di lembaga pemasyarakatan sekalipun, perempuan juga tetap dianggap lebih rendah daripada laki-laki dan kebutuhan yang memang sama-sama diperlukan
oleh narapidana laki-laki maupun narapidana perempuan tidak pernah disetarakan, hal ini dapat dilihat dari perbedaan yang ada di lembaga pemasyarakatan. Di
Lembaga Pemasyarakatan laki-laki ada tempat untuk para narapidana laki-laki yang ingin melakukan hubungan seks, disediakan tempat oleh petugas lembaga
pemasyarakatan bilik asmara
5
Karena jumlah lapas untuk perempuan sedikit, mereka cenderung dipenjarakan jauh dari rumah; jarak yang memisahkan mereka dari anak-anak,
keluarga dan teman-teman meningkatkan isolasi mereka dan dapat menjadi sumber dari stres tambahan seperti kecemasan dan kesulitan ekonomi, baik bagi
perempuan terkait maupun keluarga mereka. , sedangkan di lembaga pemasyarakatan wanita
tidak ada tempat seperti bilik asmara untuk melepaskan nafsu birahinya.
5
Tempat untuk berhubungan suami-istri.
Universitas Sumatera Utara
7
Setelah dibebaskan, stigma pernah dipenjara lebih berat ditanggung oleh perempuan dibanding laki-laki.Di beberapa negara, perempuan didiskriminasikan
dan tidak dapat kembali ke komunitasnya segera setelah dibebaskan dari lapas, bahkan suami mereka pun mendiskriminasikan mereka.
Beberapa masalah yang dominan muncul dalam proses pemasyarakatan narapidana perempuan terkait dengan kondisi psikologis narapidana serta
kenyataan bahwa selama ini substansi pembinaan lebih menekankan pada pembinaan yang bersifat “kewanitaan”. Masalah psikologis berupa kecemasan
hingga depresi yang dialami narapidana perempuan cenderung belum ditangani dengan baik, padahal tekanan ini sangat terkait dengan tekanan struktur sosial dan
budaya dominan patriarki.Selain itu beberapa narapidana perempuan juga berhadapan dengan masalah belum maksimalnya jaminan hak bagi mereka untuk
merawat dan mengasuh anak yang masih berusia di bawah dua tahun dalam lapas.Selain terbatasnya kamar, ini juga terjadi karena kondisi lingkungan yang
belum terjamin secara kesehatan.Selain itu kondisi lapas yang tertutup membuat anak-anak turut terpenjara bersama. Tekanan psikologis lainnya yang umum
diderita perempuan adalah keputusan cerai dari para suami akibat stigma terhadap dirinya yang berstatus terpidana. Hal ini juga berujung pada tidak jelasnya nasib
anak. Penghuni lapas sebagai salah satu komunitas kecil dari kaum marginal, yang
patut mendapat perhatian. Perlakuan terhadap orang-orang yang ditahandipenjara seharusnya tidak ditekankan pada pemisahan mereka dari masyarakat, akan tetapi
dengan meneruskan peran mereka sebagai bagian dari masyarakat. Petugas
Universitas Sumatera Utara
8
pemasyarakatan seharusnya dapat memberikan pelayanan yang sesuai dengan hukum dan hukuman dengan memberikan pelayanan yang semaksimal mungkin
untuk melindungi hak-hak yang dimilki oleh para narapidana dengan kepentingan narapidana khususnya hak-hak reproduksi narapidana perempuan.
Berbagai permasalahan dalam uraian diatas membuat penulis tertarik mengkaji bagaimana pemenuhan hak-hak reproduksi yang ada di Lembaga
Pemasyarakatan Wanita Kelas II A Tanjung Gusta Medan.
1.2 Tinjauan Pustaka