Komunikasi Sebagai Proses Simbolik Street Art Grafitti Dalam Kajian Budaya

Richard E. Porter membagi pesan-pesan nonverbal manjadi dua kategori besar yakni : pertama, perilaku yang terdiri dari penampilan dan pakaian, gerakan dan postur tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan, bau-bauan, dan prabahasa; kedua, ruang, dan diam. Klasifikasi Larry danRichard ini sejajar dengan klasifikasi John R Wenburg dan William W. Wilmot, yakni isyarat-isyarat nonverbal bersifat publik seperti ukuran ruangan dan faktor-faktor situasional lainnya. Mulyana,2001:317

2.1.3 Komunikasi Sebagai Proses Simbolik

Salah satu kebutuhan manusia adalah berkomunikasi dan komunikasi manusia tidak terlepas dari unsur-unsur simbol dan tanda. Lambang atau simbol adalah tanda atau ciri yang memberitahukan sesuatu hal kepada orang Herusatoto, 2000:10. Secara etimologi simbol symbol berasal dari kata Yunani “sym-ballein” yang berarti melemparkan bersama suatu benda, perbuatan dikaitkan dengan suatu ide. Hartoko Rahmanto, 1998:133. Lambang atau simbol digunakan berdasarkan pada kesepakatan bersama. Menurut Alex Sobur lambang atau simbol melibatkan tiga unsur, yaitu simbol itu sendiri, satu rujukan atau lebih, dan hubungan antara simbol dengan rujukan. Ketiga hal ini merupakan dasar bagi semua makna simbolik Sobur, 2004:156. Hubungan lambang objek dapat diinterpretasikan oleh ikon dan indeks, namun ikon dan indeks tidak memerlukan kesepakatan. Ikon adalah suatu benda fisik dua atau tiga dimensi yang menyerupai apa yang direpresentasikan. Representasi ini berdasar pada kemiripan. Sedangakan indeks adalah suatu tanda yang secara alamiah merepresentasikan objek lain. Indeks sering disebut sebagai sinyal signal, yang dalam bahasa sehari-hari diseburt sebagai gejala symptom. Indeks muncul berdasarkan hubungan sebab akibat yang mempunyai kedekatan eksistensi. Oleh karena itu pengguanaan lambang, ikon, dan indeks dalam kehidupan manusia merupakan hal yang lazim. 2.1.4 Culture 2.1.4.1 Pengertian Culture Kultur merupakan sinonim dari kata kebudayaan berasal dari kata culture dan dari bahasa latin la culture. Kultur atau budaya memilki arti yaitu hasil kegiatan intelektual manusia, suatu konsep yang mencakup berbagai komponen yang digunakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan kehidupan sehari-hari Purwasito;2003,95. “Kebudayaan adalah keseluruhan sisitem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar Koentjaraningrat, 1990:180.” Culture memilki tujuh unsure yang universal, yaitu bahasa, system pengetahuan, organisasi social, system peralatan hidup dan teknologi, system mata pencaharian hidup, system religi, dan kesenian. Koentjaraningrat, 1990:203-204.”

2.1.4.2 Subculture

Didalam sebuah culture atau kebudayaan terdapat sebuah subculture. Dalam hal ini subculture dapat diartikan sebagai bagian mikro dari sebuah culture yang memilki cara hidup budaya tertentu yang membedakan mereka dengan lingkungan budaya yang lebih makro disekitarnya. Para seniman grafitti dapat dikatagorikan sebagai subculture. Mereka mempunyai cara hidup budaya tersendiri.

2.1.5 Street Art Grafitti Dalam Kajian Budaya

Graffiti merupakan suatu bentuk karya seni yang telah merambah ke sejumlah kota besar di Indonesia. Karya seni publik yang lahir dari kota New York ini telah mengalami sejumlah perkembangan, dari yang awalnya hanya sekedar corat coret, kini menjadi lebih artistik dan memiliki nilai seni. Pada tahun 2004 graffiti artistik masuk ke kota Surabaya. Kehadiran graffiti di Surabaya memiliki kontroversial. Masyarakat menilainya dari dua sisi, semakin memperindah kota atau semakin memperburuk kota. Dalam perkembangannya kini graffiti sudah mengarah pada bentuknya yang artistik Tidak sekedar corat coret dan mampu memberikan keseimbangan lingkungan secara visual maupun perannya dalam berhubungan dengan budaya maupun masyarakat sosial setempat. Pembuat graffiti tersebut disebut graffiti writer bomber, mereka memiliki motivasi yang beragam ketika membuat graffiti. Ada yang melakukannya untuk memperindah kota namun ada juga yang melakukannnya sebagai bentuk kegiatan vandalisme. Dikatakan vandalisme sebab mereka melakukan karya graffiti di tembok milik seseorang tanpa meminta ijin kepada orang tersebut. Graffiti sendiri senderung dicap oleh masyarakat sebagai karya vandalism dan kurang mendapat tempat di hati masyarakat, meskipun dalam graffiti itu terdapat unsur seni kaligrafi. Beberapa graffiti writer tidak suka dengan julukan sebagai bomber, menurut mereka itu adalah istilah nama yang dilabelkan pada mereka yang suka corat coret pada dinding publik ngebom. Aktivitas komunitas ini selain melakukan corat coret dalam satu kelompok sendiri, mereka juga sering melakukan production atau berkarya bersama-sama dengan kelompok graffiti lain. Dalam membuat karya graffiti, para bomber mencari tembok-tembok yang tidak terawat untuk digunakan sebagai media. Tembok tak terawat yang dimaksud adalah tembok yang dibiarkan kumuh, tembok yang dulu putih bersih sekarang ada lumut hingga kecoklatan, dan tembok yang dibiarkan rusak, dan tembok miliki umum yang tidak terawat oleh instansinya. Namun bagi beberapa bomber yang memiliki jiwa pemberontakan dan akti kemapanan, tembik yang bagus juga dapat menjadi sasaran. Mereka bosan dengan warna putih yang menyilaukan mata. Jika di kawasan perumahan, mereka melakukannya untuk mendobrak tatanan yang rapi dengan memberikan karya graffiti agar nampak eye catching. Graffiti yang dibuat umumnya adalah tulisan nama-nama gank kelompok. Di Surabaya gank yang paling sering membuat graffiti adalah MNC Monica Never Comes, humble, SAS Street Art Surabaya, Artelinie, Public Enemy dan Yuck Fou. Graffiti yang tumbuh di Surabaya masih mengandalkan referensi dari luar negeri, khususnya Amerika Serikat dan Inggris, kondisi ini juga terjadi di beberapa kota lainnya di Indonesia. Padahal sebagai karya seni, graffiti seharusnya mampu mengeksplorasi gaya maupun karakter dari lingkungan setempat, dan tidak mengacu pada karakter yang sudah ada. Motivasi sebagian besar bomber dalam membuat graffiti adalah untuk memperindah kota. Bagi mereka, indak tidak sama dengan bersih. Tembok yang dicat putih bukanlah keindahan tetapi kebersihan. Bersih belum tentu indah tetapi indah bisa dimaknai dengan bersih. Graffiti merupakan karya seni yang berpotensi memperindah kota apabila graffiti tersebut mampu berinteraksi dengan lingkungannya. Komunitas graffiti Surabaya membuat karya masih mengikuti trend namun tidak diikuti dnegan kualitas visual graffiti. Sehingga, semakin menimbulkan kesemrawutan visual kota yang sudah dikacaukan oleh bilboard produk iklan. Pada dasarnya aksi street art graffiti ini dibuat atas dasar anti estetik dan chaostic bersifat merusak, baik dari segi fisik maupun non fisik. Selain itu juga untuk memuaskan ego pembuatnya. Namun motivasi para bober tersebut tidak eksistensi dirinya atau komunitasnya melalui coretan graffiti. Namun graffiti makin berkembang dan tidak sekedar menampilkan gambar unik, melalui evolusi visual graffiti juga mampu mmbuat rangkaian-rangkaian huruf yang artistik dan khas. Sebagai ciri pula, biasanya para bomber menyelipkan ikon khusus pada karya mereka. Sehingga para seniman atau komunitas yang akrab dengan dunia graffiti dapat mengenali hasil karya tersebut. Untuk saat ini, seni graffiti di Indonesia perkembangannya cukup pesat terutama di kota besar seperti Jakarta. Tida jarang di setiap tembok jalanan atau fasilitas umum ditemukan coretan- coretan unik. Memang ada yang membuat coret-coretan hanya sekedar iseng tapi tak jarang pula yang hasil karyanya justru memperindah penampilan kota. Memang perkembangan graffiti di Indonesia masih berkiblat kepada perkembangan di luar negeri yang lebih maju.. hal ini karena para graffiti writer disana memulai karir mereka sejak usia muda, berkembang bersama lingkungan dan bereksplorasi. Lain dengan bomber kita yang masih didominasi oleh para seniman atau mahasiswa seniman, bahkan sebagian besar bomber jalanan di Surabaya didonimasi adalah siswa SMP dan SMA yang notabene adalah anak- anak muda yang masih mencari jati dirinya. Graffiti dianggap sebagai sebuah kejahatan, karena mengotori lingkungan. Tapi semakin lama graffiti mendapat tempat di masyarakat bahkan sudah banyak komunitas graffiti yang menjamur dimana-mana, mereka memiliki misi dan visi untuk memperindah kota mereka. Mereka berpendapat bahwa kebersihan tidak relevan dengan keindahan. Tembok yang dicat putih bukanlah keindahan tetapi kebersihan. Bersih bagi mereka belum tentu indah, sedangkan indah bisa dimaknai dengan bersih. Disisi lain mereka tida menampik pendapat bahwa ada sisi vandalisme yang dilakukan oleh para bomber. Tetapi beberapa bomber mengakui bahwa ada semacam gejala idoelogi yang menyebutkan bahwa membuat graffiti memang harus bersifat vandalis. Fenomena graffiti di Surabaya yang masih baru berkembang tersebut serta jiwa muda yang ada dalam kepribadian mereka tidak dapat dilepaskan dari semangat pemberontakan, anti kemapanan dan tantangan. Ingin menunjukkan diri bahkan tidak malu-malu menyebut dirinya sebagai seorang vandalis seakan-akan menjadi kebanggaan tersendiri bagi seorang bomber.

2.1.6 Graffiti dalam Revolusi Budaya