POLITICAL MARKETING PASANGAN SUJADI DAN HANDITYA NARAPATI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN 2011

(1)

POLITICAL MARKETING PASANGAN SUJADI DAN HANDITYA NARAPATI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH

KABUPATEN PRINGSEWU 2011

Oleh

ARDI OKTA SYAPUTRA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA ILMU PEMERINTAHAN

Pada

Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(2)

POLITICAL MARKETING PASANGAN SUJADI DAN HANDITYA NARAPATI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH

KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN 2011 (SKRIPSI)

Oleh

ARDI OKTA SYAPUTRA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(3)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ………. iii

DAFTAR GAMBAR ……… iv

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Kegunaan Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Politik ... 10

B. Tinjauan Tentang Marketing ... 12

1. Pengertian Marketing ... 12

2. Bauran Pemasaran ... 13

C. Tinjauan Tentang Political Marketing ... 14

1. Political Marketing ... 14

2. Konsep Marketing Dalam Domain Politik ... 16

3. Peran dan Tujuan Political Marketing ... 18

4. Strategi Dalam Memasarkan Kandidat ... 24

D. Tinjauan Tentang Perilaku Pemilih (voting behaviour) ... 27

E. Tinjauan Tentang Pilkada ... 29

1. Pilkada ... 29

2. Landasan Hukum Pilkada ... 30

3. Pilkada Pringsewu ... 32

F. Kerangka Pikir ... 34

III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian ... 37

B. Fokus Penelitian ... 39

C. Lokasi Penelitian ... 40

D. Sumber Data ... 40

E. Penentuan Informan ... 42

F. Teknik Pengumpulan Data ... 44

G. Teknik Pengolahan Data ... 46


(4)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Profil Kabupaten Pringsewu ... 51

1. Sejarah Berdirinya Kabupaten Pringsewu ... 51

2. Ibukota ... 53

3. Motto dan Logo Kabupaten Pringsewu ... 53

4. Letak Geografis ... 54

5. Demografi ... 54

6. Kultur Sosial Budaya ... 54

7. Administrasi Pemerintahan ... 54

8. Pendidikan ... 55

B. Profil Pasangan Sujadi dan Handitya Narapati ... 55

1. Profil Sujadi ... 55

2. Profil Handitya ... 56

C. Profil Tim Kampanye Pasangan Sujadi Saddad dan Handitya Narapati ... 58

D. Keterangan Informan ... 60

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil dan Pembahasan Penelitian ... 63

1. Product (Produk Politik) ... 63

2. Price (Biaya Politik) ... 80

3. Promotion (promosi Politik) ... 86

4. Place (Penempatan) ... 101

VI. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 111

B. Saran ... 113 DAFTAR PUSTAKA


(5)

iii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Hasil Perolehan Suara Pilkada Pringsewu 2011 ... 6

2. Hasil Perolehan Suara Pilkada Pringsewu Tingkat Kecamatan... 6

3. Daftar Nama Calon Kepala Daerah Pringsewu 2011 ... 32

4. Keterangan Informan ... 60

5. Pendapat Tentang Product (Produk Politik) ... 77

6. Pendapat Tentang Price (Biaya Politik) ... 84

7. Pendapat Tentang Promotion (Promosi Politik) ... 98


(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman


(7)

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:

Aini Nurul dan Ng. Philipus. 2006. Sosiologi dan Politik. Jakarta; PT Raja Grafindo.

Budiardjo, Miriam. 2000. Dasar-Dasar Ilmu Politik. PT. Garamedia Pustaka. Jakarta.

Firmanzah. 2008. Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia.

Firmanzah. 2008. Mengelola Partai Politik. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia. Firmanzah. 2010. Persaingan, Legitimasi Kekuasaan, dan Marketing Politik:

Pembelajaran Politik 2009. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia

Hadari Nawawi dan Mimi Martini, 1994, Penelitian Terapan, Yogyakarta. UGM press.

Hasan, I. 2004. Analisis Dana Penelitian Dengan Statistik. Jakarta. Bumi Aksara. Kotler Philip. 2005. Manajemen Pemasaran, Jilid 1, PT. Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta.

Miles, Mathew B., and huberman A. Maichel. 1992. Analisis Data Kualitatif; Buku Sumber Tentang Metode-metode Baru (Penerjemah Tjetjep Rohendi Rohidi). Jakarta. UI-PRESS.

Moleong, Lexy J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Remaja Rosda Karya. Bandung.

Moleong, Lexy J. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Remaja Rosda Karya. Bandung.


(8)

Nasution, Prof. Dr. S. 2003. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung : Tarsito.

Purwanto, Erwan Agus and Dyah Ratih Sulistyastuti, 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Untuk Administrasi Publik dan Masalah-Masalah Sosial. Yogyakarta. Gava Media.

Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofyan. 1999. Metode Penelitian Survey. LP3ES. Jakarta.

Sukardi. 2005. Metodelogi Ilmu Pendidikan. Jakarta. Bumi Aksara

Widagdo, Doddy Rudianto dan Omar Samuel Ichwan, 1999. Manajemen Pemasaran Partai Politik Era Reformasi. PT Golden Terayon Press. Jakarta

Sumber Lain:

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008. Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Tentang Pemerintah Daerah

Literatur : (Suatu Pendekatan Political Marketing) Oleh: J. Kuleh, SE., M.Si) M. Stonecash, Jeffrey. 2003. Political Polling: Strategic Information in

Campaigns. United States of America. Rowman & Littlefield Publishers, Inc.

Widigdo, Idie. 2009. Penerapan Konsep Political Marketing Dalam Pilkada. Dinamika Manajemen, Vol. 1: 77 – 83

http://www.hendria.com/2010/06/pemilu-dan-realitas-masyarakat-kita.html (diakses pada 4 april 2012. Pukul 17:58 WIB)


(9)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara, buah hati dari ayahanda Abdul Salam, S.E., M.M. dan ibunda Yunita Yanti yang dilahirkan pada tanggal 23 Oktober 1990 di kota Bandar Lampung.

Jenjang akademis penulis dimulai dengan mengawali pendidikan pada Taman Kanak-Kanak Mutiara Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 1996. Kemudian melanjutkan pendidikan pada Sekolah Dasar (SD) Kartika II-5 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2002. Selanjutnya melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 7 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2005. Gagal masuk di SMA Negeri favourite, penulis akhirnya melanjutkan Sekolah Menengah Atas pada SMA YP UNILA Bandar Lampung, yang penulis selesaikan pada tahun 2008.

Pada tahun 2008 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Lampung dengan mengikuti tes seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN).


(10)

Judul Skripsi : POLITICAL MARKETING PASANGAN SUJADI DAN HANDITYA NARAPATI

DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH

KABUPATEN PRINGSEWU TAHUN 2011

Nama Mahasiswa : ARDI OKTA SYAPUTRA

Nomor Pokok Mahasiswa : 0816021021

Jurusan : Ilmu Pemerintahan

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Drs. Agus Hadiawan, M.Si Budi Harjo, S.Sos, M.IP NIP. 19580109 198603 1 002 NIP. 19680112 199802 1 001

2. Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan

Drs. Hi. Aman Toto Dwijono, M. H NIP 19570728 198703 1 006


(11)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Drs. Agus Hadiawan, M.Si ...………

Sekretaris : Budi Harjo, S.Sos, M.IP ………

Penguji Utama : Dr. Suwondo, M.A .………..

2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Drs. Hi. Agus Hadiawan, M. Si NIP. 19580109 198603 1 002


(12)

MOTTO

BERSYUKUR DALAM SEGALA HAL , DALAM SEGALA

KONDISI , DALAM SEGALA SITUASI.

(Ardi Okta Syaputra)

I’d Rather Be Hated For Who I am,

Than Loved For Who I am Not.

(

Kurt Cobain

)

Boredom comes from a boring mind

(

Metallica

)


(13)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Karya tulis saya, Skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (Sarjana), baik di Universitas Lampung maupun diperguruan tinggi lain.

2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan Penguji.

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di Universitas Lampung.

Bandar Lampung, 9 Oktober 2012 Yang Membuat Pernyataan,

Ardi Okta Syaputra NPM 0816021021


(14)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan hasil karya yang sederhana Untuk orang-orang yang luar biasa dalam hidupku:

“Papa dan Mama tercinta”

yang telah mempersembahkan

arti kehidupan melalui jerih payah, peluh keringat, rintihan, petuah dalam proses hidup yang cukup panjang..

serta selalu memberikan curahan kasih sayang, dukungan, dan doa’anya

serta restu yang tiada hentinya hingga sekarang dan sampai nanti .

“Kakak dan Adik

-

Adik Ku”

Ari Juanda Syaputra, S.H, Arief Dedy Okta Syaputra dan Ariyanti Deska Syaputri

Terima kasih atas curahan kasih sayang dan bantuan yang telah kalian berikan..

Seluruh

keluarga besarku

dan sahabat terbaik yang

selalu memberi warna dan pelajaran padaku, dari yang mengajarkan kepada abang arti hidup sampai membantu

dalam proses penyusunan karya yang sederhana ini .

“ALMAMATER KU UNIVERSITAS LAMPUNG

TERCINTA”


(15)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Peneliti berusaha untuk menggambarkan bagaimana political marketing yang dilakukan pasangan Sujadi dan Handitya Narapati dalam Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Pringsewu tahun 2011, sehingga tergolong kedalam penelitian deskriptif. Menurut Hasan (2004: 13) Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat serta situasi-situasi, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena sosial.

Berdasarkan pengertian di atas maka yang dimaksud dengan penelitian deskriptif adalah penelitian yang bersifat menggambarkan tentang kejadian yang sedang berlangsung serta hal-hal yang mempengaruhinya.

Sukardi (2005: 157), mengemukakan bahwa penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang akan diselidiki.


(16)

Pengertian yang disampaikan oleh Sukardi mengenai penelitian deskriptif sedikit berbeda dari pengertian Hasan, menurutnya pengertian deskriptif adalah penelitian yang menggambarkan segala sesuatu tentang yang akan diteliti.

Tujuan dari penelitian deskriptif menurut Nazir (1988: 63) adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

Sedangkan Singarimbun dan Effendi (1999: 4), mengatakan tujuan dalam penelitian deskriptif, yaitu:

1. Untuk mengetahui perkembangan tertentu atau frekuensi tertentu atau frekuensi terjadinya suatu fenomena tertentu.

2. Untuk mendeskripsikan secara terperinci fenomena sosial tertentu.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Menurut Moleong (2005: 6):

Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian kualitatif merupakan tipe penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur statistik atau cara kuantifikasi lainnya.

Berdasarkan berbagai pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan metode penelitian deskriptif adalah metode penelitian untuk merumuskan sebuah gambaran yang tersusun sistematis, faktual dan akurat


(17)

39

mengenai kejadian nyata, sifat-sifat serta hubungan fenomena yang akan diteliti yang pada akhirnya dapat mengungkapkan suatu kebenaran.

Penulis tertarik melakukan penelitian dengan menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dikarenakan sependapat dengan Bogdan dan Taylor dalam Hadari Nawawi (1994: 49) bahwa pendekatan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata tertulis atau lisan dengan orang-orang yang prilakunya yang dapat diamati. Berkaitan dengan penelitian yang peneliti lakukan, peneliti mencoba untuk menggambarkan bagaimanakah political marketing yang dilakukan pasangan Sujadi dan Handitya Narapati dalam Pemilihan Kepala Daerah Pringsewu tahun 2011.

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian sangat diperlukan karena akan mempermudah penelitian tersebut. Menurut Moleong (2005:94) penentuan fokus penelitian akan membatasi studi sehingga penentuan tempat penelitian dan penentuan fokus yang tepat akan mempermudah menjaring informasi yang masuk. Jadi ketajaman analisis penelitian dapat dipengaruhi oleh kemampuan kita dalam penentuan fokus penelitian yang tepat.

Fokus penelitian dalam penelitian ini adalah mengenai political marketing yang dilakukan pasangan Sujadi dan Handitya Narapati dalam Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Pringsewu 2011, meliputi:


(18)

1. Melihat bagaimana tahap-tahap perencanaan political marketing yang dilakukan pasangan Sujadi dan Handitya Narapati dalam Pemilihan Kepala Daerah Pringsewu Tahun 2011.

2. Melihat bagaimana pelaksanaan bauran marketing (product, price, promotion, place) yang dilakukan pasangan Sujadi dan Handitya Narapati dalam Pemilihan Kepala Daerah Pringsewu tahun 2011.

C. Lokasi Penelitian

Sesuai dengan judul penelitian yang membahas tentang political marketing Sujadi dan Handitya Narapati, penelitian ini dilaksanakan pada Kabupaten Pringsewu. Alasan mengapa penulis memilih kabupaten ini, dikarenakan adanya keikutsertaan Handitya Narapati yang merupakan putra ke 3 (tiga) Gubernur Lampung periode 2008-2013, dalam pencalonan sebagai wakil kepala daerah Pringsewu.

D. Sumber Data

Menurut Lofland dan Moleong dalam Sugiyono, (2009:157) sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan yang didapat dari informan melalui wawancara, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sumber data adalah benda, hal, atau orang maupun tempat yang dapat dijadikan sebagai acuan peneliti untuk melakukan analisis data. Untuk mendapatkan informasi yang akurat dengan fokus penelitian.


(19)

41

Secara umum data penelitian dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yakni: data primer dan data sekunder.

Data Primer merupakan data yang diperoleh berasal langsung dari sumber penelitian atau lokasi penelitian, seperti melakukan wawancara dan pengamatan langsung yang dapat menghasilkan data tertulis maupun data hasil wawancara. Dalam prakteknya, peneliti telah berhasil melakukan wawancara terhadap informan-informan yang telah penulis tentukan, yaitu Bendahara Tim Kampanye Pasangan Sujadi dan Handitya Narapati, Koordinator Relawan Tim Kampanye Pasangan Sujadi dan Handitya Narapati, Koordinator Tim Kampanye Sujadi dan Handitya pada tingkat Kecamatan (Pringsewu, Gading Rejo, Ambarawa), Tokoh Masyarakat, dan Masyarakat (Pemilih bapak-bapak, Pemilih Ibu-ibu, dan Pemilih Pemula)

Data sekunder merupakan data yang melengkapi informasi yang didapat dari sumber data primer. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari sumber tertulis. Dilihat dari segi sumber tertulis dapat dibagi menjadi sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi dan dokumen resmi. Adapun yang menjadi sumber tertulis, dalam penelitian ini yaitu berupa arsip dan dokumen atau literatur lain yang dimiliki oleh tim pemenang Sujadi dan Handitya Narapati, misalnya tahap-tahap perencanaan yang dilakukan tim pemenang dalam memasarkan kepada masyarakat kabupaten Pringsewu dan pelaksanaan mix marketing yang dilakukan tim kampanye dalam memenangkan Sujadi dan Handitya Narapati.


(20)

E. Penentuan Informan

Penelitian kualitatif pada umumnya mengambil jumlah informan yang lebih kecil dibandingkan dengan bentuk penelitian lainnya. Untuk memperoleh informasi yang diharapkan, peneliti terlebih dahulu menentukan informan yang akan dimintai informasinya (Moleong, 2005:46).

Sebagaimana dikemukakan oleh Moleong (2005:48) untuk kedalaman penelitian kualitatif pemilihan informan penelitian didasarkan pada beberapa kriteria, yaitu:

1. Informan merupakan subyek telah lama dan intensif menyatu dengan kegiatan atau aktivitas yang menjadi sasaran atau perhatian peneliti dan biasanya ditandai dengan kemampuan memberikan informasi mengenai hal yang ditanya peneliti.

2. Informan merupakan subyek yang masih terikat secara penuh aktif pada lingkungan atau kegiatan yang menjadi sasaran atau perhatian peneliti. 3. Informan merupakan subyek yang mempunyai cukup waktu atau

kesempatan untuk dimintai informasi.

4. Informan merupakan subyek yang dalam memberikan informasi tidak cendrung diolah atau dikemas terlebih dahulu.

Teknik penentuan informan yang diwawancarai dalam penelitian ini adalah melalui teknik purposive sampling. Alasan pemakaian teknik purposive disebabkan oleh bentuk dan ciri penelitian ini sendiri yaitu untuk mendapatkan informasi-informasi yang sesuai dengan tujuan dari pelaksanaan


(21)

43

penelitian ini. Pertama, pemilihan informan ini dilakukan atas peran dalam pengambilan keputusan tertinggi dalam menyusun strategi pemenangan Sujadi dan Handitya Narapati. Informan yang terlibat dalam perumusan kebijakan strategis yaitu: Ketua, Wakil Ketua, sekertaris, Wakil sekertaris, Bendahara, Koordinator Operasional, Koordinator Kampanye, dan Koordinator Tim relawan. Kedua, informan ini terlibat secara langsung dengan pemilih/masyarakat dalam memasarkan/memenangkan Sujadi dan Handitya Narapati, yaitu: Tim Kampanye pada tingkat kecamatan-kecamatan. Ketiga, untuk data pembantu penulis mengambil informan tambahan dari salah satu tokoh masyarakat dan masayarakat (orang yang mengetahui politik dan keadaan pemilukada pringsewu 2011).

Pada prateknya dilapangan, yang berhasil penulis wawancarai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Aris Mulato, selaku Bendahara Tim Kampanye Sujadi dan Handitya Narapati.

2. Zulmar, selaku Koordinator Relawan Tim Kampanye Sujadi dan Handitya Narapati.

3. Catur Mei Studi, selaku Koordinator Tim Kampanye Sujadi dan Handitya Narapati pada tingkat Kecamatan Pringsewu.

4. Dudi Mulyadi Prasojo, selaku Koordinator Tim Kampanye Sujadi dan Handitya Narapati pada tingkat Kecamatan Gading Rejo.

5. Edi Suseno, selaku Koordinator Tim Kampanye Sujadi dan Handitya Narapati pada tingkat Kecamatan Ambarawa.


(22)

6. Buyung Arifin (Koh Afut) selaku Tokoh Masyarakat (Penulis wawancarai karena informan ini mengerti tentang Pemilukada Pringsewu yang telah dilaksanakan).

7. Handoyo, selaku Masyarakat (Pemilih Bapak-bapak). 8. Tarsih, selaku Masyarakat (Pemilih Ibu-ibu).

9. Agus Priyadi selaku Masyarakat (Pemilih Pemula).

Secara keseluruhan jumlah yang telah diwawancarai sebanyak 9 (sembilan) orang. Ini dianggap sudah cukup mewakili untuk mengetahui bagaimana political marketing yang dilakukan pasangan Sujadi dan Handitya Narapati dalam Pemilihan Kepala Daerah Pringsewu tahun 2011.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Observasi

Yaitu pengamatan terhadap tempat dan peristiwa yang berkaitan dengan definisi operasional penelitian. Pada penelitian ini, peneliti menambahkan dengan foto-foto pengamatan mengenai political marketing yang dilakukan pasangan Sujadi dan Handitya Narapati dalam memenangkan Pemilihan Umum Kepala Daerah Pringsewu 2011.

2. Wawancara Mendalam (in-depth interview)

Wawancara mendalam dalam penelitian ini dilakukan dengan jalan mewawancarai sumber-sumber data dengan mengajukan beberapa


(23)

45

pertanyaan kepada sumber informasi. Dalam hal ini peneliti menggunakan pedoman wawancara yang cendrung bersifat campuran (yaitu gabungan dari wawancara berstruktur dan wawancara tidak berstrukur). Adapun dalam penelitian ini pelaksanaan wawancara yang dilakukan kepada:

1. Aris Mulato, selaku Bendahara Tim Kampanye Sujadi dan Handitya Narapati.

2. Zulmar, selaku Koordinator Relawan Tim Kampanye Sujadi dan Handitya Narapati.

3. Catur Mei Studi, selaku Koordinator Tim Kampanye Sujadi dan Handitya Narapati pada tingkat Kecamatan Pringsewu.

4. Dudi Mulyadi Prasojo, selaku Koordinator Tim Kampanye Sujadi dan Handitya Narapati pada tingkat Kecamatan Gading Rejo.

5. Edi Suseno, selaku Koordinator Tim Kampanye Sujadi dan Handitya Narapati pada tingkat Kecamatan Ambarawa.

6. Buyung Arifin (Koh Afut) selaku Tokoh Masyarakat (Penulis wawancarai karena informan ini mengerti tentang Pemilukada Pringsewu yang telah dilaksanakan).

7. Handoyo, selaku Masyarakat (Pemilih Bapak-bapak). 8. Tarsih, selaku Masyarakat (Pemilih Ibu-ibu).

9. Agus Priyadi selaku Masyarakat (Pemilih Pemula).

3. Studi Dokumentasi

Menurut Lexy J Moelong (2006:161) studi dokumentasi yaitu mencari sumber data-data tertulis dilapangan yang berkaitan dengan masalah yang


(24)

diteliti. Studi dokumentasi dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan.

Studi dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, agenda dan sebagainya. Pada penelitian ini, dokumentasi diperoleh dari buku-buku atau sumber data yang berkaitan dengan political marketing yang dilakukan pasangan Sujadi dan Handitya Narapati dalam memenangkan Pemilukada Pringsewu 2011.

G. Teknik Pengolahan Data

Setelah data diperoleh dari lapangan terkumpul, tahap selanjutnya yang dilakukan adalah mengolah data tersebut. Adapun teknik yang digunakan dalam pengolahan data sebagaimana yang disebutkan Lexy J. Moleong (2005: 92) dalam bukunya Metode Penelitian Kualitatif adalah:

1. Editing data

Yaitu teknik mengolah data dengan cara meneliti kembali data yang telah diperoleh melalui wawancara, maupun dokumentasi untuk menghindari kekeliruan dan kesalahan. Tahap editing yang telah dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini yaitu menyajikan hasil wawancara berupa kalimat-kalimat yang kurang baku disajikan dengan menggunakan kalimat-kalimat baku dan bahasa yang mudah dipahami.


(25)

47

Pada tahapannya kegiatan editing dilakukan setelah peneliti melakukan kegiatan turun lapang dan mendapatkan sejumlah data melalui wawancara dan dokumentasi yang dilakukan. Data hasil wawancara terhadap beberapa informan yang masih berupa kalimat tidak baku tersebut kemudian disajikan dalam bab hasil dan pembahasan dengan menggunakan kalimat baku dan bahasa akademis yang mudah dipahami. Sedangkan hasil wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti dan bentuknya masih bersifat belum baku akan di lampirkan pada bagian lampiran dalam skripsi ini.

2. Interprestasi Data

Interpretasi merupakan upaya untuk memperoleh arti dan makna yang lebih mendalam dan luas terhadap hasil penelitian yang sedang dilakukan. Pembahasan hasil penelitian dilakukan dengan cara meninjau hasil penelitian secara kritis dengan teori yang relevan dan informasi akurat yang diperoleh dilapangan.

Interpretasi yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah pembahasan hasil penelitian mengenai pemasaran politik pasangan Sujadi dan Handitya Narapati dalam Pemilihan Kepala Daerah Pringsewu tahun 2011.


(26)

H. Teknik Analisis Data

Data yang telah diperoleh selanjutnya akan dianalisis secara deskriptif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk membuat deskriptif, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Fenomena yang diteliti secara deskriptif tersebut dicari informasi mengenai hal-hal yang dianggap mempunyai relevansi dengan tujuan penelitian.

Menurut Purwanto dan Sulistyastuti (2007: 93) analisis data merupakan proses memanipulasi data hasil penelitian sehingga data tersebut dapat menjawab pertanyaan penelitian/proses menyederhanakan data kedalam bentuk yang lebih mudah diinterpretasikan. Data yang diperoleh dari wawancara mendalam akan diolah dan dianalisis secara kualitatif dengan proses reduksi dan interpretasi.

Menurut Milles Matthew dan Huberman (1992: 16-20), terdapat tiga komponen analisis data dalam penelitian kualitatif meliputi tahap-tahap sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Yaitu sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan tranformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan yang tertulis di lapangan. Reduksi data yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah analisa yang menajam, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan


(27)

49

mengorganisasi data mengenai political marketing pasangan Sujadi dan Handitya Narapati dalam Pemilihan Kepala Daerah Pringsewu tahun 2011, dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhirnya dapat ditarik dan diverifikasi.

Reduksi data terasa sesudah penelitian dilapangan, sampai laporan akhir lengkap tersusun. Pada pengumpulan data terjadilah tahapan reduksi selanjutnya yaitu membuat ringkasan mengenai penelitian ini. Reduksi data sebagai proses transformasi ini berlanjut terus sesudah penelitian lapangan.

2. Penyajian Data (Display Data)

Sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Data-data yang ada dikelompokkan pada bagian atau sub bagian masing-masing. Data yang disajikan disesuaikan dengan informasi yang didapat dari catatan tertulis di lapangan. Dengan penyajian data tersebut akan dapat dipahami apa yang terjadi dan apa yang harus dilakukan, menganalisis ataukah tindakan berdasarkan pemahaman yang didapat dari penyajian-penyajian tersebut. Prosesnya dilakukan dengan cara menampilkan dan membuat hubungan antar fenomena untuk memaknai bagaimana yang sebenarnya political marketing yang dilakukan pasangan Sujadi dan Handitya Narapati dalam Pemilukada Pringsewu 2011.


(28)

3. Pengambilan Kesimpulan (verifikasi)

Pengambilan Kesimpulan dilakukan dengan cara menyimpulkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan pada tahap penyajian data. Kesimpulan yang diambil merupakan jawaban dari permasalahan yang diteliti

Penulis melakukan verifikasi yaitu melakukan pengumpulan data-data mengenai proses political marketing yang dilakukan pasangan Sujadi dan Handitya Narapati dalam memenangkan Pemilihan Umum Kepala Daerah Kabupaten Pringsewu tahun 2011, kemudian penulis membuat kesimpulan.


(29)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah atau seringkali disebut pilkada atau pemilukada, adalah pemilihan umum untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung di Indonesia oleh penduduk daerah setempat yang memenuhi syarat. Sebelumnya kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dasar hukum penyelenggaraan pilkada adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Dalam undang-undang ini, Pilkada belum dimasukkan dalam rezim pemilihan umum (pemilu).

Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, pilkada dimasukkan dalam rezim pemilu, sehingga secara resmi bernama “Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah” atau “Pemilukada”. Pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 ditegaskan dalam Pasal 56 ayat (1) yang menyebutkan: “Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil”.


(30)

Pada proses penyelenggaraan pemilu, kampanye menjadi salah satu bagian terpenting dalam siklus pemilu karena menjadi momentum bagi kandidat calon kepala daerah yang berkompetisi untuk menggalang dukungan politik pemilih. Masing-masing kontestan baik partai politik maupun kandidat calon pejabat politik yang bertarung, akan melakukan berbagai upaya untuk memperkenalkan diri, menyampaikan visi, misi dan program untuk menarik simpati pemilih. Berbagai media pendukung kampanye biasanya dipergunakan misalnya iklan melalui media massa cetak, media elektronik, maupun metode kampanye konvensional yang lebih menekankan pada pengerahan dan pengumpulan massa. Kampanye pada dasarnya merupakan sebuah rangkaian aktivitas yang terencana dan membutuhkan waktu jangka panjang dalam membangun koordinasi untuk penyusunan kekuatan politik. Melalui jangka panjang ini akan menghasilkan tahapan perencanaan kampanye politik yang meliputi tahap perencanaan anggaran dan pendanaan kampanye, konsolidasi internal dan eksternal tim kampanye, segmentasi sasaran kampanye, targeting sasaran kampanye dan positioning yang dinyatakan dalam bentuk slogan kampanye.

Kampanye politik selama ini hanya dilihat sebagai suatu proses interaksi intensif dari partai politik kepada publik dalam kurun waktu tertentu menjelang pemilihan umum. Menurut Norris (2000: 257-272) kampanye politik adalah suatu proses komunikasi politik, dimana partai politik atau kontestan individu berusaha mengkomunikasikan ideologi ataupun program kerja yang mereka tawarkan. Secara sederhana, komunikasi politik (political communication) adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan


(31)

3

aktor-aktor politik atau kontestan individu dalam mempengaruhi pilihan masyarakat. Partai-partai politik berusaha membentuk image bahwa partai merekalah yang paling peduli atas permasalahan bangsa. Hal ini dilakukan melalui serangkaian aktivitas harian partai. Semua hal yang dilakukan merupakan informasi yang akan disampaikan kepada masyarakat. Tak bisa dipungkiri bahwa cara ini merupakan suatu bentuk kampanye politik.

Menurut Lock dan Harris (1996: 21-31) kampanye politik terkait erat dengan pembentukan image politik. Dalam kampanye politik terdapat dua hubungan yang akan dibangun, yaitu internal dan eksternal. Hubungan internal adalah suatu proses antara anggota-anggota partai dengan pendukung untuk memperkuat ikatan ideologis dan identitas mereka. Sementara hubungan eksternal dilakukan untuk mengkomunikasikan image yang akan dibangun kepada pihak luar partai, termasuk media-massa dan masyarakat secara luas. Karena image politik perlu didukung oleh konsistensi aktivitas politik jangka panjang, kampanye politik pun harus dilakukan secara permanen dan tidak terbatas pada waktu menjelang pemilu saja. Image politik yang akan dibangun harus memiliki karakteristik sendiri dibandingkan dengan para pesaing. Karenanya tidak mengejutkan bahwa kampanye politik adalah aktivitas positioning partai politik diantara para pesaingnya.

Kampanye politik harus dilakukan secara permanen ketimbang periodik (Blumenthal, 1982: 7). Perhatian kampanye politik tidak hanya terbatas pada periode menjelang pemilu, tetapi sebelum dan setelah pemilu juga berperan sangat penting dalam pembentukan image politik yang nantinya akan


(32)

mempengaruhi perilaku pemilih dalam mengevaluasi kualitas para kontestan. Menurut O’Shaughnessy (2001: 1047) melalui konsep kampanye permanen, political marketing menjadi suatu konsep pengelolaan strategi dan aktivitas politik yang terkait dengan kebijakan dan program kerja politik suatu partai. Sementara itu, Smith dan Hirst (2001: 1058) melihat bahwa aktivitas pemasaran politik tidak hanya dipusatkan pada pengumpulan informasi yang bersifat jangka pendek selama periode pemilu, melainkan merupakan proses yang lebih panjang dan terus-menerus dengan tujuan untuk memastikan pembentukan image politik dan pencapaian tujuan politik suatu partai.

Dalam perspektif marketing, ada hal yang menarik dalam proses pemilukada yaitu berlakunya logika pemasaran dalam dunia politik dengan berlandaskan demokrasi, yang merupakan syarat utama adanya kebebasan dalam berkompetisi secara sportif antara para kandidat. Hermawan Kertajaya (1996:186) menjelaskan bahwa pada saat belum ada persaingan yang tinggi, maka pemasaran belum terlalu dibutuhkan suatu perusahaan/kandidat. Pada situasi yang semakin tinggi, maka kompetisi pemasaran menjadi suatu fungsi yang penting. Persaingan yang tinggi tidak dapat diprediksi, maka pemasaran harus menjadi jiwa setiap orang di suatu perusahaan/kandidat. Sehingga political marketing semakin menunjukkan urgensi dan relevansinya, ketika dunia politik dituntut untuk lebih terbuka, transparan, dan mampu berkompetisi secara sehat.

Political marketing didefinisikan sebagai strategi sarana kampanye politik untuk membentuk serangkaian makna politis tertentu dalam pikiran para


(33)

5

pemilih. Serangkaian makna politis yang terbentuk dalam pikiran para pemilih menjadi orientasi perilaku yang akan mengarahkan pemilih untuk memilih kontestan tertentu. Sejatinya terdapat perbedaan antara political marketing dengan teori-teori pemasaran produk konsumsi, tetapi bukan berarti ilmu pemasaran tidak mampu menjawab tantangan dunia politik (Egan, 1999: 107). Rasionalitas Ilmu pemasaran ditujukan untuk memasarkan produk agar bisa diterima konsumen yang mana tujuannya meraih keuntungan semaksimal mungkin. Sebaliknya dalam pemasaran politik (political marketing) yang ditekankan adalah penggunaan pendekatan metode marketing untuk membantu kandidat/kontestan dan partai politik agar lebih efesien dan lebih efektif dalam membangun hubungan dua arah antara konstituen dan masyarakat.

Political marketing dalam penelitian ini, berbeda dengan marketing komersial. Political marketing bukanlah konsep untuk menjual partai politik atau kandidat kepala daerah ke pemilih, namun sebuah konsep yang menawarkan bagaimana sebuah partai politik atau kandidat bisa membuat program yang berhubungan dengan permasalahan aktual. Salah satu bentuk political marketing adalah yang dilakukan oleh pasangan Sujadi dan Handitya Narapati dalam memenangkan Pemilihan Umum Kepala Daerah Kabupaten Pringsewu 2011. Pada kenyataanya kompetisi dan rivalitas dalam Pemilukada Pringsewu ini berlangsung sangat ketat. Hasil perhitungan suara KPUD Pringsewu pada tanggal 28 september 2011 menunjukkan bahwa Sujadi dan Handitya Narapati adalah pasangan calon yang mendapatkan


(34)

persentase suara terbanyak dari masyarakat Kabupaten Pringsewu. Hal ini dapat dilihat pada tabel dibawah:

Tabel 1. Hasil Perolehan Suara Pemilihan Umum Kepala Daerah Kabupaten Pringsewu Tahun 2011.

No. Nama Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Pringsewu 2011

Jumlah Suara persentase

1. Drs. Hi. Untung Subroto, MM.

dan

Drs. Hi. Purwantoro, S.T., MM.

2.752 1,39%

2. Hj. Ririn Kuswantari, S.Sos

dan

Subhan Efendi, S.H.

70.379 35,54%

3. Hi. Abdullah Fadli Auli, S.H.

dan

Hi. Tri Prawoto, MM.

28.702 14,49%

4. Sinung Gatot Wiryono, S.E.

dan

Hi. Mat Alfi Asha, S.H.

20.605 10,41%

5. Hi. Sujadi, S.Pd.I, M.Pd.I

dan

Hi. Handitya Narapati., S.H.

75.581 38,17%

TOTAL 198.019 100%

Sumber: KPU Kabupaten Pringsewu

Pada 8 (delapan) kecamatan yang ada pada Kabupaten Pringsewu pasangan Sujadi dan Handitya berhasil mendapatkan suara terbanyak di 5 kecamatan. Hal ini dapat dilihat pada tabel dibawah:

Tabel 2. Hasil Perolehan Suara di Tingkat Kecamatan pada Pemilihan Umum Kepala Daerah Kabupaten Pringsewu Tahun 2011.

No Nama Kecamatan

Perolehan Suara Untuk Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Untung- Purwanto ro Ririn-Subhan Abdullah- Tri Sinung- Mat Sujadi- Handitya

1. Pringsewu 547 11.724 6.910 6.006 13.126

2. Gading Rejo 629 15.142 3.473 6.527 13.022

3. Ambarawa 223 7.607 1.436 2.231 6.220

4. Pardasuka 279 7.054 2.115 929 7.800

5. Pagelaran 407 8.449 7.372 1.576 15.453

6. Banyumas 166 4.082 1.421 514 4.451

7. Adiluwih 174 7.352 2.017 1.154 7.450

8. Sukoharjo 327 8.996 3.958 1.668 8.059

Jumlah Akhir 2.752 70.379 28.702 20.605 75.581 Jumlah Perolehan Suara Sah Untuk Seluruh Pasangan


(35)

7

Berdasarkan tabel diatas maka pasangan Sujadi dan Handitya Narapati terpilih sebagai Bupati dan Wakil Bupati Pringsewu periode 2011-2016. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 107 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, yang menyatakan bahwa pasangan calon kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah suara sah ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih (Ayat 1). Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, pasangan calon kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari 25% (dua puluh lima persen) dan jumlah suara sah, pasangan calon yang perolehan suaranya terbesar ditetapkan sebagai calon terpilih (Ayat 2).

Hal yang menarik pada Pemilukada Pringsewu 2011 adalah adanya keikutsertaan Handitya Narapati yang merupakan putra ke 3 (tiga) Gubernur Lampung periode 2008-2013, dalam pencalonan sebagai wakil kepala daerah Pringsewu. Selain itu mengapa Pemilukada Pringsewu 2011 ini sangat menarik, alasannya karena setiap pasangan calon memiliki latar belakang politik yang berbeda.

“ Pasangan nomor urut satu Untung Subroto-Purwantoro merupakan mantan

penjabat bupati Pesawaran dan kepala Dinas Pendapatan Lampung bersama Purwantoro yang sempat hendak mencalonkan diri lewat jalur independen, maju melalui perahu Gerindra, PKB, PKPB, PDK, dan PDP yang tergabung dalam Koalisi Secancanan. Selanjutnya, pasangan nomor urut dua Ririn Kuswantari-Subhan Effendi. Ririn bersama Subhan yang tak lain Ketua DPD II Partai Golkar Pringsewu tersebut, maju melalui Golkar dan PPP. Nomor urut tiga milik Abdullah Fadri Auly-Tri Prawoto. Aab, sapaan akrab Abdullah Fadri Auly, yang merupakan politisi PAN bersama Tri maju melalui PAN dan Hanura. Kemudian, pasangan dengan nomor urut empat adalah Sinung Gatot Wiryono-Mat Alfi Asha yang maju dari jalur independen. Serta Sujadi Saddat-Handitya Narapati S.Z.P. di nomor urut lima. Sujadi yang merupakan Wakil Bupati Tanggamus bersama Handitya yang tak lain putra Sjachroedin,

Gubernur Lampung.”


(36)

Pentingnya marketing politik khususnya bagi pasangan Sujadi dan Handitya serta pasangan Ririn dan Subhan pada Pemilukada Kabupaten Pringsewu 2011, menjadi kebutuhan yang tidak terhindarkan. Hasil akhir perhitungan suara yang begitu tipis antara pasangan Sujadi dan Handitya dengan pasangan Ririn dan Subhan, ini menyebabkan mengapa marketing politik itu begitu penting dalam Pemilukada Pringsewu. Sebagaimana yang telah diketahui, pada kompetisi yang semakin ketat masing-masing kandidat calon kepala daerah bekerja keras untuk memaksimalkan mendapatkan suara. Berdasarkan tabel 1 dan 2, terlihat jelas bahwa pasangan Sujadi dan Handitya Narapati memperoleh hasil suara yang signifikan, jika dibandingkan dengan pasangan calon yang lain.

Kemenangan yang diraih oleh pasangan Sujadi dan Haditya tentu berdasarkan banyak faktor salah satunya strategi political marketing yang dilakukan Tim Kampanye lebih efektif dan efisien dibandingkan calon lain. Sehingga menarik perhatian dan mudah dikenali masyarakat Kabupaten Pringsewu. Tanpa pemasaran politik oleh Tim Kampanye yang efektif dan efesien, masyarakat Kabupaten Pringsewu tentu tidak akan menjatuhkan pilihannya kepada kandidat calon yang tidak memiliki brand awareness yang baik.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang political marketing pasangan Sujadi dan Handitya Narapati dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Kabupaten Pringsewu tahun 2011.


(37)

9

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini yaitu:

“Bagaimanakah political marketing pasangan Sujadi dan Handitya Narapati untuk memenangkan pemilihan kepala daerah Pringsewu tahun 2011 ? ”

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui political marketing yang dilakukan pasangan Sujadi dan Handitya Narapati dalam pemilihan kepala daerah Pringsewu tahun 2011.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah : 1. Secara Akademis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan teori-teori Ilmu Politik, khususnya teori-teori pengambilan keputusan.

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan koreksi, referensi dan evaluasi untuk peneliti lain yang hendak melakukan penelitian dalam topik sejenis (political marketing).


(38)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Politik

Banyak para ahli menyikapi politik dengan berbagai pendapat, Joyce Mitchel dalam Philipus (2004: 92) mengemukakan politik bahwasanya pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijaksanaan umum untuk masyarakat seluruhnya.

Menurut David Easton dalam Philipus (2004: 90) mendefinisikan politik merupakan semua aktivitas yang mempengaruhi kebijaksanaan itu dilakukan. Dipertegas oleh pernyataan Maran dalam Susilo (2003: 4) mengatakan, politik merupakan studi khusus tentang cara-cara manusia memecahkan permasalahan bersama dengan masalah lain. Dengan kata lain, politik merupakan bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara menyangkut proses penentuan dan pelaksanaan tujuan-tujuan.

Menurut Surbakti tentang konsep politik yang merupakan interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu (Susilo, 2003: 5).


(39)

11

Berdasarkan berbagai definisi politik di atas, dapat disimpulkan bahwa politik sebagai aktivitas yang mempengaruhi pengambilan keputusan dan pelaksanaan kebijaksanaan serta aktivitas antara masyarakat dan pemerintah untuk tujuan bersama.

Dahl dalam analisa politik modern (1994: 157-163) menyebutkan beberapa alasan mengapa seseorang berperilaku tidak mau terlibat dalam politik, jika:

1. Orang mungkin kurang tertarik dalam politik, jika mereka memandang rendah terhadap segala manfaat yang diharapkan dan keterlibatan politik, dibandingkan dengan manfaat yang akan diperoleh dari aktifitas lainnya.

2. Orang merasa tidak melihat adanya perbedaan yang tegas antara keadaan sebelumnya, sehingga apa yang dilakukan seseorang tersebut tidaklah menjadi persoalan.

3. Seseorang cenderung tidak terlibat dalam politik jika merasa tidak ada masalah terhadap hal yang dilakukan, karena ia tidak dapat merubah dengan jelas hasilnya.

4. Seseorang cenderung kurang terlibat dalam politik jika merasa hasilnya relatif memuaskan orang tersebut, sekalipun ia tidak berperan di dalamnya.

Menurut Selo Soemardjan (1998: 26-27) dalam mengemukakan budaya politik dapat dilihat secara umum dari dua segi, yaitu:

1. Masalah objektivitas versus subjektivitas dalam studi ilmiah yang mempertanyakan tentang peranan ideologi prasangka atau praduga dalam usaha mencari kebenaran.

2. Masalah peranan ideologi di dalam proses politik yang sesungguhnya terjadi di masyarakat.


(40)

B. Tinjauan Tentang Marketing

1. Pengertian Marketing

Pemasaran (marketing) merupakan hal yang sederhana dan secara intuisi merupakan filosofi yang menarik. Konsep ini menyatakan bahwa alasan keberadaan sosial ekonomi bagi suatu organisasi adalah memuaskan kebutuhan konsumen dan keinginan tersebut sesuai dengan sasaran perusahaan. Hal tersebut didasarkan pada pengertian bahwa suatu penjualan tidak tergantung pada agresifnya tenaga penjual, tetapi lebih kepada keputusan konsumen untuk membeli suatu produk.

Definisi pemasaran menurut American Marketing Association (AMA) seperti yang dikutip oleh Rhenald Kasali (1998: 53) adalah:

“Pemasaran adalah suatu proses perencanaan dan eksekusi, mulai dari tahap konsepsi, penetapan harga, promosi, hingga distribusi barang-barang, ide-ide dan jasa, untuk melakukan pertukaran yang memuaskan individu dan lembaga-lembaganya.”

Beberapa ahli juga mengemukakan pendapatnya mengenai definisi pemasaran. Nitisemito dalam Rambat Lupiyoadi (2001: 31), mengemukakan pemasaran adalah “Semua kegiatan yang bertujuan untuk memperlancar arus barang atau jasa dari produsen ke konsumen secara paling efisien dengan maksud untuk menciptakan permintaan efektif”. Konsep inti pemasaran menurut pendapat di atas menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang harus dipenuhi dalam terjadinya proses pemasaran.


(41)

13

Dalam pemasaran terdapat produk sebagai kebutuhan dan keinginan orang lain yang memiliki nilai sehingga diminta dan terjadinya proses permintaan karena ada yang melakukan pemasaran.

Adapun definisi pemasaran menurut Philip Kotler (2005: 10) yaitu:

“Pemasaran adalah proses sosial yang dengan mana individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain.”

Dari definsi di atas dapat disimpulkan bahwa pemasaran adalah sebuah proses sosial yang bertumpu pada pemenuhan kebutuhan individu dan kelompok dengan menciptakan pertukaran sehingga memberikan kepuasan yang maksimal.

2. Bauran Pemasaran

Ada banyak strategi untuk memenangkan persaingan, salah satunya adalah bauran pemasaran (marketing mix) yang telah dianggap sebagai inti dari strategi yang dilaksanakan oleh suatu perusahaan dan persaingan bisnisnya. Karena posisinya tersebut maka bauran pemasaran telah manjadi salah satu faktor utama dalam pemasaran dewasa ini.

Menurut Djaslim Saladin (2003: 3) bauran pemasaran adalah :

“ Serangkaian dari variabel pemasaran yang dapat dikuasai oleh perusahaan dan digunakan untuk mencapai tujuan dalam pasar sasaran”.


(42)

Sedangkan menurut Philip Kotler (2000: 15) pengertian bauran pemasaran adalah “kelompok yang digunakan perusahaan untuk mencapai sasaran pemasaran dalam pasar sasaran”.

Berdasarkan definisi diatas bauran pemasaran (marketing mix) disebut sebagai faktor internal perusahaan, karena perusahaan mempunyai kemampuan untuk mengendalikannya agar dapat mempengaruhi respon dari pasar sasaran. Bauran pemasaran terdiri dari empat “P” yaitu produk (product), harga (price), promosi (promotion) dan tempat atau saluran distribusi (place).

C. Tinjauan Tentang Political Marketing

1. Political Marketing

Political marketing (selanjutnya disebut Marketing Politik) adalah ilmu baru yang mencoba menggabungkan teori-teori marketing dalam kehidupan politik. Sebagai cabang ilmu, marketing politik memang bisa dikatakan masih baru, tetapi kehadirannya telah menjadi trend dalam ranah politik di negara maju yang menganut demokrasi (Firmanzah, 2007: 6-21). Partai politik dan kandidat perseorangan berlomba memanfaatkan ilmu ini untuk strategi kampanye baik untuk mendapatkan dukungan politik dalam pemilihan umum (selanjutnya disebut Pemilu) maupun untuk memelihara citra sepanjang saat dalam jeda Pemilu. Kajian political marketing berkembang pesat di negara-negara benua Amerika, Eropa dan Australia.


(43)

15

Political marketing yang awalnya dipelajari oleh bidang marketing, kini telah juga dipelajari oleh bidang ilmu politik dan ilmu komunikasi di beberapa perguruan tinggi terkemuka di dunia dan melahirkan para pakar dibidangnya (Firmanzah, 2004: 33). Bahkan secara rutin diselenggarakan forum ilmiah internasional mengenai marketing politik.

Menurut Butler & Collins political marketing tidak hanya dilihat selama periode kampanye Pemilu saja (European Journal of MarketingHal. 1026-1037).Partai politik harus terus menerus memperhatikan, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat setiap saat bukan hanya pada Kampanye Pemilu saja. Sebab model kampanye itu ada dua jenis, pertama kampanye pemilu yang bersifat jangka pendek dan biasanya dilakukan menjelang Pemilu, kedua kampanye politik yang bersifat jangka panjang dan dilakukan secara terus menerus.

Pendapat ini didukung Fritzs Plasser dan Gunda Plasser (dalam Greenwood Pub Group, 2002) yang menyatakan telah terjadi pergeseran dalam bentuk kampanye, dari model kampanye modern ke model kampanye pasca modern. Kampanye modern menggunakan “logika media” dan menempatkan pemilih sebagai audiens, sedangkan kampanye pasca modern menerapkan logika “pemasaran” yang menempatkan masyarakat sebagai konsumen. Dengan demikian political marketing tepat diterapkan dalam model kampanye politik. Melalui logika pemasaran, kedekatan partai politik dengan konstituen dan massa mengambang tetap terjaga setiap saat. Selain itu juga tercipta pendidikan politik masyarakat


(44)

dengan menempatkan masyarakat sebagai subyek politik. Sebagai kajian keilmuan baru yang masih dalam tataran embrionik, marketing politik yang pertama kali dimulai di Amerika Serikat terus mengalami perkembangan definisi yang beragam dan berubah. Baines et.al mengutip definisi-definisi dari political marketing sebagai berikut:

1. Shama (1975) & Kotler (1982) memberikan penekanan pada proses transaksi yang terjadi antara pemilih dan kandidat.

2. O’Leay & Iradela (1976) menekankan penggunaan marketing-mix untuk mempromosikan partai-partai politik.

3. Lock & Harris (1996) mengusulkan agar political marketing memperhatikan proses positioning.

4. Wring (1997) menggunakan riset opini dan analisis lingkungan.

Sedangkan menurut Nursal (yang pertama kali menerbitkan buku mengenai marketing politik di Indonesia), mendefinisikan sebagai serangkaian aktivitas terencana, strategis tapi juga taktis, berdimensi jangka panjang dan jangka pendek, untuk menyebarkan makna politik kepada pemilih. Sehingga political marketing bertujuan membentuk dan menanamkan harapan, sikap, keyakinan, orientasi dan perilaku pemilih. Perilaku pemilih yang diharapkan adalah secara umum mendukung dengan berbagai dimenasinya, khususnya menjatuhkan pilihan pada partai atau kandidat tertentu.

2. Konsep Marketing Dalam Domain Politik

Marketing diyakini dapat menjembatani dua pihak yang saling berinteraksi, yaitu partai politik dan masyarakat. Fokus dalam hal ini adalah sikap partai politik terhadap masyarakat, dan bukan sebaliknya, sebab partai politik adalah entitas sosial yang terorganisasi dan memiliki


(45)

17

perangkat organisasi untuk mencapai tujuannya, sementara masyarakat lebih terfragmentasi.

Pesan yang ingin disampaikan dalam konsep marketing politik adalah: 1. Menjadikan pemilih sebagai subjek, bukan objek partai politik atau

seorang kandidat presiden.

2. Menjadikan permasalahan yang dihadapi pemilih sebagai langkah awal dalam menyusun program kerja yang ditawarkan dengan bingkai ideologi masing-masing partai (Dermody & Scullion, 2001).

3. Marketing Politik tidak menjamin kemenangan, tapi menyediakan tools untuk menjaga hubungan dengan pemilih, sehingga dari situ akan terbangun kepercayaan sehingga selanjutnya akan diperoleh dukungan suara mereka (O’sShaughnessy, 2001).

Dengan demikian marketing politik bukan dimaksudkan untuk „menjual’ konstestan kepada publik, melainkan sebagai teknik untuk memlihara hubungan dengan publik agar tercipta hubungan dua arah yang langgeng.

Adapun konsep marketing politik dalam domain politik menurut Firmanzah (2008: 160 -173) meliputi:

1. Orientasi Pasar

Dalam iklim persaingan, entitas yang melakukan persaingan harus menghadapi kenyataan bahwa mereka bersaing untuk memperebutkan konsumen, untuk memenangkan persaingan dalam politik, partai harus memuaskan kebutuhan masyarakat luas, kebutuhan yang dimaksud tentu kebutuhan politik, masyarakat membutuhkan produk politik seperti program kerja, idiologi, harapan dan figur pemimpin yang dapat memberikan rasa pasti untuk menghadapi masa depan, tidak hanya itu, politik juga harus mampu menyakinkan, masyarakat bahwa inilah cara yang dapat menyelesaikan masalah pada masa kini.

2. Orientasi Persaingan

Kondisi multi partai semakin meningkatkan kesadaran akan persaingan yang sehat, bebas kolosi dan intervensi pemerintah terbukti telah membuat partai partai politik mengahadapi kenyataan bahwa mereka harus bersaing langsung dengan para lawan atau pesaing.

Persaingan sangat dibutuhkan oleh partai politik karena beberapa hal. Pertama melalui persangan partai dapat mengevaluasi secara objektif apakah yang mereka lakukan sudah benar atau tidak, benar atau


(46)

tidaknya dilihat melalui perolehan suara sendiri jika dibandingkan dengan rival utama mereka, apabila perolehan suara mereka lebih tinggi dibandingkan dengan rival, apabila perolehan suara lebih tinggi di bandingkan dengan pesaing utama, berarti pemilih partai tersebut memiliki nilai dibandingan dengan yang lain, persaingan dibutuhkan untuk terus memotivasi partai politik agar berusaha lebih bagus dan tidak mudah puas dengan apa yang telah di raih.

3. Orientasi Konsumen

Hal penting yang harus dimiliki oleh partai adalah kemampuan alam menilai dan mengevaluasi siapa konsumen mereka. Pemilih menurut popkin (1994) akan memilih partai atau kandidat yang memiliki kedekatan idiologi dan kebijakan. Partai atau kandidat harus memiliki hubungan erat terkait aktivitas dengan masyarakat, konsumen dalam hal ini masyarakat harus ditampung aspirasinya dan diterjemahkan dalam bentuk program kerja, masyarakat adalah inspirasi dan ide untuk mengetahui apa yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Kemenangan partai politik dalam setiap pemilu dan terpilihnya kepala daerah dan menang dalam pemilukada tidak terlepas dari marketing politik (Firmanzah, 2009: 120). Inilah kemudian yang menyebabkan mereka berhasil membentuk citra yang baik dibanding para kompetitornya atau para kontestan yang lain. Hal ini terlihat dalam kutipan pada bab kata pengantar oleh firmanzah dalam buku Marketing Politik Antara Pemahaman dan Realitas. ”Marketing politik tidak bisa lepas dari produk dan proses penyampaian produk marketing politik. (Adman Nursal, 2004: 205).

3. Peran dan Tujuan Political Marketing

Menurut Adman Nursal (2004:12) marketing politik memiliki peran yang ikut menentukan dalam proses demokratisasi, pada negara-negara maju, kandidat peserta pemilu mengerahkan kemampuan marketing mereka untuk merebut sebanyak mungkin konstituen. Berbagai teknik yang sebelumnya hanya dipakai dalam dunia bisnis, sekarang ini digabungkan dalam kehidupan politik. Semakin canggih teknik marketing yang diterapkan dalam kehidupan politik.


(47)

19

Para anggota tim sukses berusaha menjual kandidat mereka dengan berbagai cara yang sering kali dirasakan tak ada bedanya dengan mengiklankan produk di media mempromosikan outdoor maupun indoor. Segala taktik dipakai agar rating kandidat mereka tinggi dan rakyat memilih mereka. Selain itu, marketing politik dapat memperbaiki kualitas hubungan antara kontestan dan pemilih.

Peran dan fungsi marketing politik dalam usaha menciptakan masyarakat yang kritis dalam dunia politik meliputi:

1. Distribusi Informasi Politik.

Marketing politik membantu sebagai media distribusi dan penyebaran sejumlah hal ke masyarakat luas (Hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan yang berlaku dalam sistem politik tertutup, dimana distribusi dan penyebaran informasi serta pengetahuan politiknya terbatas pada kelompok). Marketing politik merupakan media partisipasi.

Hal pertama yang disebarkan dan diseminasi oleh marketing politik ke masyarakat adalah informasi dan pengetahuan tentang politik. Melalui aktivitas marketing seperti promosi, informasi serta pengetahuan akan dapat dengan mudah disebarluaskan oleh kontestan. Tidak hanya informasi tentang ideologi dan konstestan yang tersedia dalam pasar, melainkan informasi tentang kondisi dan harapan-harapan konstituen pun akan terbuka. Informasi dan pengetahuan tidak hanya satu arah


(48)

dari konstituen pada kandidat, namun juga informasi tentang kandidat yang diterima oleh konstituen.

Marketing politik dalam peran ini membuat masyarakat tidak buta informasi. Mereka tidak lagi memilih asal memilih melainkan lebih mempertimbangkan banyak hal ketika memutuskan. Melalui media promosi, iklan, konfrensi pers, talk show dan debat publik, kandidat dapat meningkatkan ketersediaan informasi yang nantinya sangat dibutuhkan oleh pemilih dalam menentukan kandidat mana yang dipilih.

2. Edukasi Politik.

Masih berkaitan dengan peran informatif, marketing politik berguna untuk proses pembelajaran terbuka bagi setiap elemen yang terdapat dalam suatu negara. Dari informasi memadai yang mereka dapatkan, masyarakat niscaya mendapatkan pelajaran-pelajaran yang berfaedah bagi mereka, terutama dalam memilih calon yang tepat.

Pembelajaran ini dapat terwujud karena sesungguhnya masing-masing pihak akan memetik hasil dari interaksi yang tercipta selama berlangsungnya proses marketing politik. Proses pertukaran informasi membuat masing-masing aktor politik dapat lebih mudah dalam memahami hal-hal yang diinginkan pihak lain. Kandidat dalam pemilu dapat belajar untuk memahami masyarakat secara luas. Sementara itu, masyarakat pun dapat belajar untuk meningkatkan


(49)

21

pemahaman berpolitik melalui atau acara-acara yang ditayangkan melalui debat-debat publik. Singkatnya, masyarakat dapat melakukan proses pembelajaran dari aktivitas-aktivitas yang tercipta dalam marketing politik. Dari sisni masyarakat bisa mengetahui hak dan kewajiban mereka dalam politik, perilaku para aktor politik, output atau realisasi janji-janji kandidat individu, dan semua peraturan yang terkait dalam kehidupan berpolitik.

3. Kesadaran Politik.

Melalui proses edukasi politik, masyarakat akan semakin sadar akan hak dan kewajiban politik mereka. Pemberian dan penyedian informasi politik membuat masyarakat dan pasti menyadari apa yang seharusnya mereka lakukan dan yang tidak seharusnya dilakukan. Melalui penyadaran akan hak dan kewajiban, diharapkan akan muncul transformasi sosial politik dalam masyarakat. Tranformasi yang paling diharapkan dengan adanya marketing politik adalah perubahan paradigma.

Perubahan ini dapat terjadi disisi kontestan (kandidat individu) maupun di sisi masyarakat luas. Dari sisi kontestan: adanya marketing politik dan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat luas terhadap hak dan kewajiban politik mereka, membuat kandidat individual menjadi berhati-hati dan menempatkan konstituen sebagai tuan, bukannya sebagai objek yang akan dieksploitasi. Selama ini


(50)

konstituen hanya dianggap penting ketika kandidat membutuhkan suara mereka dalam pemilihan.

4. Partisipasi dan Keterlibatan Politik.

Marketing politik tidak hanya melibatkan kandidat secara individu, melainkan semua lapisan masyarakat termasuk media dan pers-pun terlibat selama periode kampanye maupun periode non-kampanye. Masing-masing pihak berhak ikut serta dalam kehidupan berpolitik. Bahkan regulator pun membutuhkan marketing politik untuk menangkap aspirasi semua pihak dan menerjemahkan dalam peraturan formal yang meningkatkan para peserta pemilihan umum.

Marketing politik memungkinkan adanya interaksi semua pihak serta dihindarinya dominasi satu kelompok tertentu. Hal ini membuat partisipasi dan keterlibatan semua pihak meningkat. Salah satu penyebab meningkatnya partisipasi dan keterlibatan politik adalah meningkatnya rasa kepemilikan politik. Dengan semakin terbukanya sistem politik, dan semakin meningkatnya hak-hak berpolitik, masyarakat luas memiliki kesempatan untuk berperan seta mewarnai kehidupan politik.

Tujuan dari political marketing dilakukan salah satunya adalah untuk menjual/memasarkan program politik calon kepala daerah kepada masyarakat agar tertarik dan menjatuhkan pilihan politiknya saat pemilihan. Salah satu bentuk program politik calon kandidat kepala


(51)

23

daerah adalah sosialisasi politik dimedia massa, seperti sosialisasi calon menggunakan billboard, baliho, banner, spanduk, kalendar dan sticker dll. Namun apakah dengan pemasaran calon kepala daerah seperti ini, efektif berpengaruh untuk mendapatkan suara sebanyak-banyaknya dibandingkan dengan sosialisasi langsung dari kandidat untuk menarik suara pemilih pada Kabupaten Pringsewu sehingga berkurangnya tingkat non-voter (golput). Pertanyaan ini sangat patut untuk dipertanyakan, mengingat dari pengalaman-pengalaman pada setiap Pemilihan Kepala Daerah, sosialisasi pengenalan calon menggunakan billboard, baliho, banner, spanduk, kalendar, dan sticker dll banyak dijadikan untuk memasarkan para kandidat calon yang tujuannya untuk menarik simpatik masyarakat.

Marketing politik menjadi penting dan strategis untuk dijalankan oleh partai politik, mengingat marketing politik bertujuan untuk:

1. Menjadikan pemilih sebagai subyek dan bukan sebagai obyek politik. Dalam hal ini pemilih tidak hanya sekedar suara yang diperebutkan partai dengan berbagai tawaran produknya, tetapi pemilih ikut menentukan program dan produk-produk politik apa yang seharus dilakukan partai politik.

2. Menjadikan permasalahan yang dihadapi pemilih adalah langkah awal dalam menyusun program kerja yang ditawarkan dalam kerangka masing-masing ideologi partai politik. Program kerja yang bersentuhan langsung dengan kepentingan para pemilih akan membangkitkan simpati pemilih kepada partai politik.

3. Marketing politik tidak menjamin sebuah kemenangan, tapi menyediakan tools bagaimana menjaga hubungan dengan pemilih untuk membangun kepercayaan dan selanjutnya memperoleh dukungan suara.

(sumber: http://digilib.unpas.ac.id diakses pada 4 april 2012. pukul 17:45 WIB)


(52)

4. Strategi Dalam Memasarkan Kandidat

Strategi pemasaran politik merupakan berbagai kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh kandidat dalam memasarkan muatan-muatan politik, seperti visi dan misi, idiologi (platform), program dan identitas kontestan yang akan mengikuti pemilihan umum. Strategi pemasaran politik harus dilaksanakan dengan maksimal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Menurut Ries dan Trrout, 1981 dalam Adman Nursal (2004: 75), pemasaran politik dilaksanakan dengan langkah strategis untuk menyampaikan berbagai muatan ide dan gagasan politik agar masyarakat tidak buta informasi politik. Rakyat akan semakin matang dalam mempertimbangkan, memutuskan dan menjatuhkan pilihan mereka pada hari pemungutan suara. Salah satu strategi pemasaran politik dilaksanakan dengan positioning politik yaitu semua aktivitas untuk menanamkan kesan dibenak konumen agar mereka bisa membedakan produk dan jasa yang dihasilkan oleh organisasi.

Menanamkan menempatkan image dalam benak masyarakat tidak hanya terbatas pada produk saja dan jasa, karena organisasi perusahaan secara keseluruhan juga perlu ditambahkan dalam benak konsumen. Hal-hal seperti kredibilitas dan reputasi dapat digunakan sebagai media untuk melakukan positioning. Ketika konsep ini diadopsi dalam iklim persaingan kandidat harus mampu menempatkan produk politik dan image politik dalam benak masyarakat. Untuk dapat tertanam, produk dan


(53)

25

image politik harus memiliki sesuatu yang berbeda dibandingkan dengan produk politik lainnya.

Strategi pemasaran politik yang dimaksud dalam penelitian ini mengadopsi teori pemasaran politik dari Firmanzah. Menurut Firmanzah (2008: 203), dalam proses marketing politik, digunakan penerapan 4P bauran marketing, yaitu: (product, promotion, price, place)

1. Product

Produk partai politik yang dijual adalah platform, gagasan-gagasan, konsep-konsep, janji-janji yang memberikan harapan perbaikan nasib dimasa mendatang, dan sebagainya. Jadi sifat lebih abstrak, untuk platform, gagasan, konsep-konsep, janji-janji tersebut perlu dirinci dalam produk yang lebih spesifik dan praktis berupa program-program konkrit. Kemudian dimasyarakatkan kepada kelompok sasaran melalui jalur komunikasi.

Baines menyebutkan beberapa karakteristik produk politik, karakteristik produk politik memiliki kedekatan untuk tidak mengatakan sama dengan produk jasa. Karakteristik tersebut intangibility (tak dapat diraba), inseparability (tidak dapat dipisah-pisahkan) variability (sangat beragam) perishability (tak tahan lama), dan pemilikannya tidak bisa diklaim oleh satu pihak (Adman Nursal, 2004:172)

Dalam berbagai bentuknya secara umum substansi produk politik meliputi tiga hal berikut, yakni:

a. Partai: struktur, ideologi, dan visi misi.

b. Platform program kerja, isu dan kebijakan publik.

c. Figur kandidat dan orang-orang dibelakang kandidat, baik saat ini maupun yang akan membantu kandidat bila kelak terpilih (Adman Nursal, 2004:192).

Produk politik yang sudah disusun oleh sebuah konstentan politik agar mudah diingat, Adman Nursal (2004: 193) mengemukan bauran produk terdiri dari 4P:

a. Policy (kebijakan, isu, dan program kerja). b. Person (figur kandidat dan figur pendukung). c. Party (ideologi, struktur dan visi, misi organisasi).


(54)

2. Price

Pemahaman harga dalam konteks politik dapat dimodifikasi sebagai kemampuan dan kesedian anggota partai dan konstituen dalam memberikan pengorbanan material dan beban psikologis untuk disumbangkan kepada partai. Makin tinggi kesediaan berkorban berarti partai politik memiliki harga yang kompetitif, artinya produk diminati walaupun dengan pemberian pengorbanan material dan immaterial bagi pendukungnya. (H.B Widagdo, Doddy Rudianto, Omar Samuel Ichwan, 1999:36)

3. Promotion

Kegiatan promosi berkaitan dengan aktivitas partai politik dalam usaha menyebarkan informasi kepada seluruh anggota dan para simpatisannya. Promosi dalam pemasaran partai politik terdiri dari berbagai kegiatan komunikasi. Beberapa sarana yang dapat dipakai antara lain: periklanan, sales promotion, publikasi, public relation. (H.B Widagdo, Doddy Rudianto, Omar Samuel Ichwan, 1999:40) 4. Place

Tempat dalam konteks politik dapat diartikan sebagai sarana kemudahan bagi para calon anggota, para simpatisan dan para anggota dalam memperoleh pelayan informasi, transfer ide, pengorganisasian dan kehormatan politik praktis. Oleh karena itu kantor-kantor partai politik selalu berusaha didirikan dan disebar keberbagai tempat strategis samapai kepelosok kelurahan. Sebaran yang sampai pada unit geografis terkecil ini diharapkan agar masyarakat dengan mudah mendapatkan informasi, pelayanan, dan pemenuhan keperluan lain yang berhubungan dengan partai. (H.B Widagdo, Doddy Rudianto, Omar Samuel Ichwan, 1999:38)

Penggunaan “4P” marketing dalam dunia politik menjadikan marketing politik tidak hanya sebatas masalah iklan, tetapi lebih komprehensif. Marketing politik menyangkut cara sebuah institusi politik atau Parpol ketika menformulasikan produk politik, menyusun program publikasi kampanye dan komunikasi politik, strategi segmentasi untuk memenuhi kebutuhan lapisan masyarakat sampai ke perhitungan harga sebuah produk politik (Firmanzah, 2008: 211).


(55)

27

D. Tinjauan Tentang Perilaku Pemilih (Voting Behavior)

Penelitian mengenai perilaku ini dicetuskan oleh sarjana-sarjana ilmu politik dari University of Columbia (Columbia’s School) yang mengkaji perilaku pemilih pada waktu pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) tahun 1940. Mereka mendapati pola yang mempunyai kaitan erat dengan aspek-aspek tadi. Misalnya, dari segi kelas, kelas bawah dan kelas menengah di AS berkecenderungan mendukung Partai Demokrat, sementara kelas atas mendukung Partai Republik (Lipset 1960: 305).

Banyak hal yang dapat memepengaruhi pemilih dalam General election, diantaranya keadaan politik, sosial, ekonomi dan pendidikan, hal ini sangat menentukan perilaku pemilih dalam memberikan suara mereka dalam pemilihan umum. Untuk itulah ada beberapa identifikasi model prilaku pemilih (Voting Behaviour) dalam menentukan pilihaan dalam pemilihan umum yang sering dipakai oleh para sarjana dalam analisanya, seperti yang diungkapakan Achmad Azis dalam kuliah Hukum Tata Negara, yaitu:

1. Sosiologycal model

Pertama, Pendekatan Sosiologis menekankan pentingnya beberapa hal yang berkaitan dengan instrument kemasyarakatan seseorang seperti status sosio ekonomi (seperti pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan, dan kelas), etnik, bahkan wilayah tempat tinggal (misalnya kota, desa, pesisir, ataupun pedalaman).

2. Psicologycal model

Pendekatan Kedua disebut dengan pendekatan psikologis, yang dikembangkan beberapa sarjana, Campbell et. al. (1960), Jaros & Grant (1974), Rose & McAllister (1990) dan lainnya, dari Michigan University di bawah The Michigan Survey Research Centre. Pendekatan ini (disebut juga Michigan’s School) menerangkan bahwa perilaku pemilih sangat bergantung pada sosialisasi politik lingkungan yang menyelimuti diri pemilih.


(56)

Identifikasi kepartaian (party identification) adalah wujud dari sosialisasi politik tersebut, yang bisa dibina orang tua, organisasi sosial kemasyarakatan, dan lainnya. Sosialisasi ini berkenaan dengan nilai dan norma yang diturunkan orang tua, organisasi sosial kemasyarakatan, dan lainnya sebagai bentuk penurunan dan penanaman kepada generasi baru. Oleh karena itu, pilihan seorang anak atau pemilih pemula yang telah melalui tahap sosialisasi politik ini tidak jarang memilih partai yang sama dengan pilihan orang tuanya. Bahkan, kecenderungan menguatnya keyakinan terhadap suatu partai akibat sosialisasi ini merupakan impact daripadanya (Campbellet. al. 1960: 163). Untuk kasus terhadap anak-anak, menurut Jaros dan Grant (1974: 132), identifikasi kepartaian lebih banyak disebabkan pengimitasian sikap dan perilaku anak ke atas sikap dan perilaku orang tuanya.

Hal tersebut terjadi di Inggris, khususnya pada anak-anak kelas pekerja yang melakukan pengimitaasian terhadap pilihan orang tua mereka (Rose & McAllister 1990). Untuk kasus di Indonesia, dalam pemilihan umum di era Orde Baru, kesetiaan anak para pegawai negeri sipil (PNS) dan tentara (ABRI) terhadap Golongan Karya (Golkar) yang merupakan pemilih pemula, tampak sangat jelas dibandingkan dengan anak-anak dari kelompok lainnya (Agustino 2003).

3. Ideologycal model

Ketiga, model prilaku pemilih berdasarkan kecenderungan ideology, model prilaku pemilih yang dipengaruhi oleh latar belakang ideology yang sama biasanya memepertimbangkan pilihannya pada wakil rakyat atau partai politik karena adanya keyakinan dan atau agama yang sama. Banyak partai politik yang mengusung latar belakang ideology, seperti Partai Kebangkitan Bangsa yang lahir setelah masa reformasi. Di Amerika serikat misalnya, penganut agama Kristen Protestan di AS cenderung memilih Partai Republik dibandingkan dengan mereka yang memeluk agama Katolik (Lazarsfeld 1968: 21-22).

4. Rational choice

Keempat, pendekatan pilihan rasional yang dipopulerkan oleh Downs (1957) yang mengasumsikan bahwa pemilih pada dasarnya bertindak secara rasional ketika membuat pilihan dalam tempat pemungutan suara (TPS), tanpa mengira agama, jenis kelamin, kelas, latar belakang orang tua, dan lain sebagainya. Dalam konteks pilihan rasional, ketika pemilih merasa tidak mendapatkan manfaat dengan memilih partai atau calon presiden yang tengah berkompetisi, ia tidak akan melakukan pilihan pada pemilu (Downs 1957:261).

Pendekatan ini juga mengandaikan bahwa calon presiden atau partai yang bertanding akan berupaya dan berusaha untuk mengemukakan pelbagai program untuk menarik simpati dan keinginan pemilih memilih. Namun, apabila partai ataupun calon presiden itu gagal mempromosikan


(57)

29

programnya pada pemilih, maka pilihan untuk tidak memilih adalah rasional bagi pemilih.

Pemilu dibayangkan mampu menghadirkan kontestan yang dikenal pemilih. Sebagain besar masyarakat bisa mengenal dan berkomunikasi langsung dengan calon-calon anggota parlemen. Semangatnya adalah mendekatkan calon legislative kepada masyarakat serta mengarahkan masyarakat agar melakukan pilihan berdasarkan perhitungan rasional tentang keuntungan atau kerugian yang bakal diperoleh. Hasilnya adalah harapan mengenai legislative yang legitimate, sehingga mampu melahirkan kebijakan-kebijakan politik yang berbasis kepentingan masyarakat.

Sumber: (http://www.hendria.com/2010/06/pemilu-dan-realitas-masyarakat-kita.html) diakses pada 4 april 2012. 17:58 WIB

E. Tinjauan Tentang Pilkada 1. Pilkada

Dalam konteks konsolidasi dan penguatan demokrasi, Pilkada langsung menjadi pilar yang memperkukuh bangunan demokrasi secara nasional. Terlaksananya Pilkada langsung menunjukkan adanya peningkatan demokrasi karena rakyat secara individu dan kelompok terlibat dalam proses melahirkan pemerintah atau pejabat negara. Pilkada secara langsung merupakan disain kelembagaan untuk mempercepat proses pematangan demokrasi di daerah. Kehidupan demokrasi di tingkat lokal menjadi lahan praktek bagi mewujudkan semangat multikulturalisme yang sangat dibutuhkan bagi terwujutnya harmonisasi dalam etnis pada pemerintahan demokratis. Pilkada merupakan salah satu media pembelajaran demokrasi bagi masyarakat daerah dan sekaligus untuk terwujudnya hak-hak esensial individu seperti kesamaan hak politik dan kesempatan untuk menempatkan posisi individu dalam pemerintahan


(58)

daerah. Pilkada telah menuntun pemimpin untuk secara konsisten menjalin hubungan dengan konstituen yang salah satunya diwujudkan melalui optimalisasi anggaran daerah bagi pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.

Ada beberapa keunggulan pilkada dengan model demokratis secara langsung sebagaimana diterapkan di Indonesia sejak 2004 melalui Pilpres I dan Pilkada 2005. Pertama, melibatkan partisipasi masyarakat konstituen secara luas, sehingga dapat akses dan kontrol masyarakat yang lebih kuat terhadap arena dan aktor yang terlibat dalam proses pilkada. Kedua, terjadinya kontrak sosial antara kandidat, partai politik dan konstituen untuk mewujudkan akuntabilitas pemerintah lokal. Ketiga, memberi ruang dan pilihan terbuka bagi masyarakat untuk menentukan calon pemimpin yang hebat (memiliki kapasitas, integritas dan komitmen yang kuat) dan legitimate di mata masyarakat. Mengingat besarnya manfaat pilkada langsung bagi pengembangan demokrasi, partisipasi publik dan percepatan mencapai kesejahteraan bagi masyarakat di tingkat lokal.

2. Landasan Hukum Pilkada

Indonesia pertama kali melaksanakan Pemilu pada akhir tahun 1955 yang diikuti oleh banyak partai ataupun perseorangan. Pada tahun 2004 telah dilaksanakan pemilu yang secara langsung untuk memilih wakil-wakil rakyat serta presiden dan wakilnya. Pilkada merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat, awal bulan Juni 2005 telah diberlakukannya Pemilihan


(59)

31

Kepala Daerah atau sering disebut pilkada langsung. Ada lima pertimbangan penting penyelenggaraan pilkada langsung bagi perkembangan demokrasi di Indonesia:

1. Pilkada langsung merupakan jawaban atas tuntutan aspirasi rakyat karena pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR, DPD, bahkan kepala desa selama ini telah dilakukan secara langsung.

2. Pilkada langsung merupakan perwujudan konstitusi dan UUD 1945. Seperti telah diamanatkan Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945, Gubernur, Bupati dan Wali Kota, masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Hal ini telah diatur dalam UU No 32 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

3. Pilkada langsung sebagai sarana pembelajaran demokrasi (politik) bagi rakyat (civic education). Ia menjadi media pembelajaran praktik berdemokrasi bagi rakyat yang diharapkan dapat membentuk kesadaran kolektif segenap unsur bangsa tentang pentingnya memilih pemimpin yang benar sesuai nuraninya.

4. Pilkada langsung sebagai sarana untuk memperkuat otonomi daerah. Keberhasilan otonomi daerah salah satunya juga ditentukan oleh pemimpin lokal. Semakin baik pemimpin lokal yang dihasilkan dalam pilkada langsung 2005, maka komitmen pemimpin lokal dalam mewujudkan tujuan otonomi daerah, antara lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memerhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakat agar dapat diwujudkan.

5. Pilkada langsung merupakan sarana penting bagi proses kaderisasi kepemimpinan nasional. Disadari atau tidak, stock kepemimpinan nasional amat terbatas. Dari jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 200 juta, jumlah pemimpin nasional yang kita miliki hanya beberapa. Mereka sebagian besar para pemimpin partai politik besar yang memenangi Pemilu 2004. Karena itu, harapan akan lahirnya pemimpin nasional justru dari pilkada langsung ini.

Sumber:(http://pilkada-quick.blogspot.com/2012/03/dasar-hukum pilkada.html) diakses pada 4 april 2012. 18:45 WIB


(1)

Tabel 8. Pendapat Tentang Place (Penempatan)

NO NAMA Waktu Kampanye Perencanaan Kampanye

Pada Tiap Pekon

Pelaksanaan Kampanye Pada Tiap Pekon

1. Aris Mulato Diatur dan ditentukan KPUD Pringsewu.

Membedakan materi dan metode pada masing-masing segmen Pemilih.

Dilapangan maupun dalam ruangan.

2. Zulmar Diatur dan ditentukan KPUD Pringsewu.

Membedakan perencanaan untuk masing-masing segmen.

Dilapangan maupun dalam ruangan.

3. Catur Mei Studi Mengikuti yang ditentukan KPUD Pringsewu.

Dilakukan oleh ketua tim (penentu kebijakan)

Dilapangan, di dalam ruangan.

4. Dudi Mulyadi Prasojo Mengikuti yang ditentukan KPUD Pringsewu.

Dilakukan oleh ketua tim (penentu kebijakan)

Dilapangan, di dalam ruangan.

5. Edi Suseno Mengikuti yang ditetapkan KPUD Pringsewu.

Dilakukan oleh ketua tim (penentu kebijakan)

Dilapangan, di dalam ruangan.

6. M. Ali Khan Diatur atau ditentukan KPUD Pringsewu.

Strategi tim pemenang. Berbeda-beda pada tiap pekon

7. Irwan KPUD Pringsewu yang mengatur

_ _

8. Handoyo KPUD Pringsewu yang mengatur

Strategi yang diatur tim pemenang

Sosialisasi langsung,

memobilisasi kampanye tersebut pada lapangan


(2)

(3)

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya tentang rumusan masalah dan fokus penelitian yang ditujukan pada penelitian ini, maka dapat disimpulkan tentang penggunaan konsep political marketing dari Firmanzah yang dilakukan pasangan Sujadi dan Handitya Narapati dalam memenangkan Pemilukada Pringsewu 2011, yaitu:

1. Pada tahapan perencanaan political marketing yang dilakukan pasangan Sujadi dan Handitya Narapati adalah membangun mesin politik, seperti: mencari dukungan partai yang kuat dan membangun kesolidan antar jaringan tim kampanye, baik ditingkat atas sebagai (penentu kebijakan) dan ditingkat bawah sebagai (pengoperasional).

2. Pada tahap product, tim kampanye Sujadi dan Handitya Narapati melakukan strategi menjaga citra baik pasangan ini yang telah dibentuk pada pemilih dan memeta-metakan persaingan kekuatan dan kelemahan calon dalam persiapan pada Pemilukada Pringsewu 2011.

3. Pada tahap promotion, perjuangan yang dilakukan tim kampanye dalam memenangkan Sujadi dan Handitya sebagai kepala daerah


(4)

112

Pringsewu 2011, langkah yang diambil yaitu pertama, membagi kelompok pemilih berdasarkan segmentasi pemilih dan menentukan metode kampanye yang tepat pada masing-masing segmen. Kedua, menentukan organisasi masyarakat yang tepat sebagai mitra kampanye dan melakukan pendekatan khusus dalam menjalin hubungan baik pada ormas, maupun tokoh-tokoh tersebut.

4. Pada tahap price, cara yang digunakan tim pemenang adalah dengan memakai biaya politik untuk mengadakan kegiatan-kegiatan pada masyarakat yang tujuannya agar masyarakat pringsewu lebih mengenalnya dan memberikan dukungan suara.

5. Pada tahap place, penempatan yang dilakukan tim pemenang sudah tepat, yaitu melakukan perencanaan dan pelaksanaan yang tepat untuk kampanye sosialisasi pengenalan pasangan Sujadi dan Handitya dengan tidak melanggar waktu kampanye yang telah ditetapkan KPUD Pringsewu.


(5)

113

B. Saran

Saran dalam penelitian ini, yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut:

1. Pada tahap product, dalam memenangkan Pemilukada yang diperlukan tim kampanye dan pasangan calon kepala daerah adalah mampu menciptakan image baik, seperti menawarkan visi, misi dan program-program yang tujuaanya adalah memabngun kepercayaan calon kepada masyarakat.

2. Pada tahap promotion, tim kampanye dan pasangan calon kandidat kepala daerah dalam mensosialisasikan kepada pemilih, agar memberikan pendidikan politik atau dialog politik yang mana tujuannya adalah rangka mencerdaskan masyarakat.

3. Pada tahap price, mengingat biaya yang dikeluarkan dalam Pemilukada itu tidak sedikit, sebaiknya tim kampanye dan pasangan calon kandidat agar mengoptimalkan biaya tersebut, misalnya dengan memetakan kebutuhan masyarakat dan kemudian dirumuskan menjadi strategi kampanye yang efektif dengan dana yang efisien.

4. Pada tahap place, upaya yang dilakukan tim kampanye dalam penempatan memasarkan atau mensosialisasikan calon kepada pemilih untuk tetap mentaati aturan waktu kampanye yang sudah ditetapkan jadwalnya oleh KPU.


(6)

114

5. Selain adanya usaha melalui strategi product, price, promotion dan place, kemenangan dalam Pemilukada merupakan suatu takdir yang sudah dituliskan dari dari Allah SWT. Takdir adalah ketentuan Tuhan, manusia tidak tahu takdirnya maka manusia harus berusaha, nasib seseorang tergantung dari usahanya tersebut

6. Mengingat keterbatasan dan kekurangan dari penelitian ini, penulis harapkan untuk kedepannya ada penelitian lain atau penelitian lanjutan untuk melihat sejauh mana implementasi political marketing itu begitu berperan dalam memenangkan pemilukada.