5
secara detail dalam satu periode masa tanam padi secara keseluruhan belum diuraikan secara rinci, serta apakah berbagai jenis ritual tersebut masih dilakukan pada saat ini
pada era yang sudah sangat modren. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui rangkaian upacara keagamaan ritual yang dilakukan oleh
para anggota subak, serta sejauh mana ritual tersebut masih dilakukan saat ini. Penelitian mengambil tempat di Subak Piling, Desa Biaung Kecamatan Penebel,
Kabupaten Tabanan, yang merupakan subak dengan luas yang relatif sangat kecil dan pelaksanaan ritual saat ini masih dilaksanakan secara konsisten dan turun temurun.
2. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan antara lain: 1
Apa saja rangkaian ritual yang dilaksanakan oleh Subak Piling, Desa Biaung Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan.
2 Apa makna dan sarana masing masing ritual yang dilaksanakan oleh Subak Piling,
Desa Biaung Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. 3
Berapa besar dan sumber dana yang digunakan masing masing ritual yang dilaksanakan oleh Subak Piling, Desa Biaung Kecamatan Penebel, Kabupaten
Tabanan.
3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah: 1
Untuk mengetahui rangkaian ritual yang dilaksanakan oleh Subak Piling, Desa Biaung Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan.
2 Untuk mengetahui makna dan sarana masing masing ritual yang dilaksanakan
oleh Subak Piling, Desa Biaung Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. 3
Untuk mengetahui besar dan sumber dana yang digunakan masing masing ritual yang dilaksanakan oleh Subak Piling, Desa Biaung Kecamatan Penebel,
Kabupaten Tabanan.
4. Manfaat Penelitian
Manfaat Penelitian ini adalah : 1
Sebagai informasi aktivitas ritual yang masih dilaksanakan oleh Subak Piling, Desa Biaung Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan.
6
2 Sebagai upaya untuk melestarikan subak sebagai salah satu warisan budaya dunia.
5. Batasan Penelitian
Penelitian ini dibatasi pada: 1
Penelitian hanya dilakukan pada Subak Piling, Desa Biaung Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan.
2 Penelitian hanya berfokus kepada aspek aktivitas tradisional keagamaan yang
dilakukan oleh subak tersebut.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
1. Sistem dan Sejarah Subak
1 Sistem Subak.
Walaupun sistem subak di Bali telah dikenal sangat lama, namun definisi tentang subak secara resmi dijelaskan pada Peraturan Daerah Perda Propinsi Bali No.
02PDDPRD1972 tentang Irigasi Daerah Provinsi Bali, memberi batasan bahwa subak
adalah: “masyarakat hukum adat di Bali yang bersifat sosio agraris religius yang secara historis didirikan sejak dahulukala dan berkembang terus sebagai
organisasi penguasa tanah dalam bidang pengaturan air dan lain-lain di dalam suatu daerah”. Selanjutnya pada Peraturan Daerah Perda Provinsi Bali, Nomor 9
Tahun 2012, Tentang Subak mendefinisikan bahwa: Subak adalah organisasi tradisional dibidang tata guna air dan atau tata tanaman di tingkat usaha tani pada
masyarakat adat di Bali yang bersifat sosioagraris, religius, ekonomis yang secara historis terus tumbuh dan berkembang. Sementara berbagai peneliti subak juga
memberikan definisi subak dengan berbagai sudut pandang seperti: Geertz 1967 dalam Pitana 1993 memberi batasan bawha subak adalah areal persawahan yang
mendapatkan air adri satu sumber. Selanjutnta Sutawan dkk 1986 dalam Pitana 1993 mejelaskan bahwa subak adalah organisasi petani lahan basah yang
mendapatkan air irigasi dari suatu sumber bersama, memiliki satu atau lebih Pura Bedugul untuk memuja Dewi Sri, manifestasi Tuhan sebagaai Dewi Kesuburan,
serta mempunyai kebebasan di dalam mengatur rumah tangganya sendiri maupun di dalam berhubungan dengan pihak luar. Sementara Grader 1979 dalam
Griadhi, dkk 1993 menyatakan bahwa subak merupakan: kumpulan sawah- sawah dari saluran yang sama atau dari cabang yang sama dari suatu saluran,
mendapat air dan merupakan pengairan. Selanjutnya juga dijelaskan pandangan Sutha, 1978, bahwa persubakan adalah: organisasi kemasyarakatan yang disebut
Seka Subak adalah suatu kesatuan sosial yang teratur di mana para anggotanya merasa terikat satu sama lain karena adanya kepentingan bersama dalam
hubungannya dengan pengairan untuk persawahan, mempunyai pimpinan pengurus yang dapat bertindak ke dalam dan ke luar serta mempunyai harta baik
8
material maupun immaterial. Selanjutnga Pitana 1993 menjelaskan bahwa subak mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
Subak merupakan organisasi petani yang mengelola air irigasi untuk anggota- anggotanya
Subak mempunyai pengurus dan aturan-aturan awig-awig, baik tertulis maupun tidak tertulis.
Subak mempunyai sumber air bersama. Subak mempunyai areal persawahan.
Subak mempunyai otonomi baik internal maupun external. Subak mempunyai satau atau lebih Pura Bedugul tempat persembahyangan
pada areal subak. Dari uraian di atas sangat jelas bahwa
subak
pada dasarnya adalah satu organisasi kemasyarakatan yang bersifat tradisional religius yang otonum baik internal
maupun external serta dibentuk untuk mengatur air dari sumbernya untuk mengairi satu daerah persawahan. Namun saat ini seperti yang dijelaskan oleh
Purwita 1993 dan Griadhi dkk 1993 organisasi
subak
juga dibentuk untuk mengatur organisasi pertanian bukan persawahan perkebunan yang dikenal
dengan nama “
subak abian
” yang mengelola lahan perkebunan. 2
Sejarah Subak. Seperti yang dijelaskan oleh Purwita 1993, sangat sulit melacak kapan
sesungguhnya sistem irigasi tradisional
subak
yang ada di Bali mulai di bangun, namun diyakini bahwa
subak
telah ada sejak diperkirakan mulainya dikenal persawahan di Bali yaitu pada abad ke 9 prasasti Sukawana A.I, tahun 882 M
yang telah menyebut kata “
huma
” yang berarti sawah, sementara pada prasasti Bebetin AI tahun 986 M yang menyebutkan “
undagi pangarung
” yang bearti tukang membuat terowongan air atau dalam bahasa Bali disebut
aungan
, selanjutnya dijelaskan pula dari beberapa prasasti Pandak Badung tahun 1071 dan
Klungkung tahun 1072, tulisan tentang “
kasuwakan
” yang dalam kasanah bahasa Bali dapat berubah menjadi “
kasubakan
” yang artinya organisai
subak
, atau suatu daerah irigasi. Berkaitan dengan pengelolaan subak, Purwita 1993 dalam Norken
dkk 2010, menguraikan bahwa setelah Pulau Bali berada dibawah naungan Kerajaan Majapahit pada tahun 1343 M, sistem pengelolaan pertanian mengalami
perkembangan lagi, sejak saat itu di angkat seorang
Asedahan
yang bertugas
9
mengoganisasikan beberapa
subak
, yang juga disebut
Pasedahan,
sebutan
asedahan
dikemudian hari berubah sebutannya menjadi
sedahan
yang saat itu mendapat kepercayaan untuk mengurus pungutan upeti yangdisebut
suwinih
atau
tigasana
atau pajak untuk pertanian.
2. Organisasi Subak