20
III. METODOLOGI PENELITIAN
1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Subak Piling, Desa Biaung Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan.
2. Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data Primer yang merupakan data yang diperoleh secara langsung dengan teknik wawancara dan diskusi
mendalam dengan
Pekaseh
dan Sekretaris
Penyarikan
Subak tentang aktivitas tradisional serta upacara keagamaan, serta pengamatan langsung pelaksanaan upacara
yang dilakukan di Subak Piling selama musim tanam pada periode bulan Agustus sampai November 2015 yang merupakan musim
gadon
atau merupakan
tebaktebek cicih.
3. Pengumpulan Data
Data primer dikumpulkaan melalui: 1
Wawancara tersetruktur dan mendalam yang meliputi: Informasi umum dan kondisi pisik subak.
Persiapan penentuan masa tanam. Rangkaian dan pelaksanaan kegiatan upacara keagamaan.
2 Pengamatan langsung terkait dengan:
Kondisi jaringan irigasi dan kondisi bangunan pelengkap. Pelaksanaan upacara keagamaan.
4. Analisis Data
Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif. Setelah seluruh data yang terkumpul dilakukan kompilasi terhadap data kualitatif dan kuantitatif, kemudian
dikelompokkan dan diuraikan secara deskriptif kualitatif dan diharapkan mampu menjawab topik dan tujuan penelitian dilakukaan.
21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Kondisi Daerah Studi
Subak Piling terletak di Desa Biaung, Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan dengan jarak sekitar 17 km dari pusat kota Tabanan kearah utara, atau sekitar 4 kilometer dari
Pusat Kota Kecamatan Penebel, tepatnya pada 8.404374 Lintang Selatan dan 115.160619 Bujur Timur. Persawahan pada subak Piling berteras dengan kemiringan lahan yang
relatif landai. Subak Piling merupakan subak dengan luas yang sangat kecil yaitu seluas 17 hektar dengan jumlah petani sebanyak 42 orang. Subak Piling menggunakan sumber
air dari mata air yang terletak di Desa Senganan yang berjarak sekitar 5 kilometer dari hulu areal subak. Potensi air sangat berfluktuasi sesuai dengan musim. Apabila musim
hujan air cukup besar sehingga kebutuhan air dapat terpenuhi untuk seluruh areal persawahan, sehingga seluruh petani bisa menanam padi secara serempak yang disebut
tebaktebek taun
, atau disebut juga
kertamasa
atau
masa
. Karena selain sumber air dari mata air, Subak Piling juga menerima tirisan air dari beberapa subak di hulunya antara
lain: Subak Ganggangan, Subak Aya II dan Subak Pumahan. Namun pada musim kemarau sebagian petani para anggota subak menanam padi dengan umur pendek atau
palawija jagung yang disebut
tebaktebek cicih
juga disebut
gadon
. Kondisi jaringan irigasi sebagian besar berupa saluran saluran tanahalam dan sebagian saluran terbuat
pasangan batu kali terutama pada saluran primer
telabah gede
dari sumber air sampai ke Bangunan bagi
tembuku
primer. Saluran yang terbuat dari batu kali sebagian dalam kondisi rusak, karena umur saluran sudah cukup lama lebih dari 20 tahun, talang air
abangan
telah dibuat dari pipa baja maupun pipa paralon. Pembagian air menggunakan satuan
tektekkecoran
dimana setiap tektek setara dengan lebih kurang 4 cm lebar ambang dengan aliran secara kontinyu, dan setiap
tetek
aliran air digunakan untuk mengairi sawah seluas 40 are 0,4 hektar. Dalam upaya pemenuhan air untuk keperluan mengairi sawah,
Subak Piling tidak mengenal rotasi, apa bila air tidak mencukupi terutama pada musim kemarau
tebek cicih
, seluruh air yang ada dibagi secara adil dan merata menurut satuan
tektek
yang telah disepakati. Konsekwensi dari pembagian yang merata tersebut adalah bahwa para petani kadang-kadang tidak bisa mengairi seluruh sawahnya karena
keterbatasan air, sehingga sebagian sawah akan ditanami palawija jagung.
22
Gambar 4. Areal persawahan Subak Piling
a
b Gambar 5. Pemabagian air dengan sistem
tektek
di Subak Piling, a sistem
tektek
pada saluran tersier
telabah cerik
, b sistem
tektek
pada saluran primer
telabah gede
.
23
Berkaitan dengan kepengurusan, Subak Piling hanya dikelola oleh seorang Kelihan Subak, seorang PenyarikanSekretaris dan seorang PetengenJuru Raksa atau Bendahara.
Subak Piling tidak memiliki Balai Subak untuk melakukan aktivitas petemuan karena kemampuan yang sangat terbatas dari para anggota subak. Dengan tidak adanya
Sedahan
dan
Sedahan Agung
sebagai Pembina Subak seperti dimasa yang lalu, pengelola subak Piling seakan akan kehilangan tempat untuk menyampaikan berbagai permasalahan yang
dihadapi, sehingga praktis saat ini segala sesuatu berbagai aktivitas mulai dari aktivitas tradisional keagamaan serta pemeliharaan serta pengembangan subak semata-mata
dilakukan oleh pengurus subak bersama-sama para petani sebagai anggota
kerama
subak yang saat ini dipimppin oleh I Nyoman Suwendra sebagai
Kelihan Subak,
I Nyoman Sukarsana sebagai Sekretaris
Penyarikan
dan I Waya Suarta sebagai
Petengen
Bendahara Subak Piling. Para anggota
kerama
Subak Piling berasal dari berbagai desa di Kecamatan Penebel seperti: Desa Biaung, Desa Sunantaya, Desa
Pumahan dan Desa Dadia, disamping itu umur rata-rata kerama subak sebagian besar di atas usia 60 tahun, hanya beberapa yang masih berumur sekitar 50 tahun. Sehingga
dengan kondisi dan kemampuan yang sangat terbatas, maka peluang untuk pengembangan sarana dan prasarana untuk melaksanakan kegiatan termasuk
pembangunan Balai Subak, serta perbaikan salauran yang semakin lama semakin kritis, praktis mereka hanya bisa pasrah dan berharap satu waktu ada perhatian dari pemerintah
atau pihak lain dimasa-masa yang akan datang.
2. Penentuan Masa Tanam dan Permulaan Acara Ritual