16
5. Siklus dan Rangkaian Ritual pada Subak
1 Siklus Ritual.
Siklus ritual yang dilaksanakan pada sistem subak adalah siklus masa tanam padi, baik  itu  masa  tanam  padi  saat  musim  hujan  maupun  musim  tanam  saat  musim
kemarau.  Masa  tanam  pada  musim  hujan  berkisar  antara  bulan  Oktober  sampai bulan  April,    yang  disebut
masa
atau
kerthamasa
,  atau  juga  disebut
tebaktebek taun.
Sedangkan  masa  tanam  pada  musim  kemarau  berkisar  antara  bulan  Mei sampai  dengan  bulan  September,  yang  disebut  gadongegadon  atau  disebut  juga
tebaktebek  cicih.  Masa  tanam  diatur  dalam  peraturan  subak  awig-awig  yang disebut dengan Indik Petanduran
Prihal Penanaman
, sementara untuk penentuan awal  masa  tanam  serta  rangkaian  upacaranya  ditentukan  melalui  rapat  anggota
subak  yang  dilaksanakan  secara  berkala  sesuai  dengan  kebutuhan,  dan  hasilnya berupa  kesepakatan
perarem
.  Siklus  ritual  pada  masa  tanam  padi  merupakan rangkaian  kegiatan  ritual  yang  mendukung  pelaksanaan  masa  tanam  padi  mulai
dari permulaan pengaliran air dari sumber air ke saluran irigasi
telabah
. Sumber air  tersebut    bisa  sungai  atau  bendung  yang  dibuat  di  sungai,  atau  mata  air  yang
merupakan  sumber  air  untuk  mengairi  subak,  didekat  sumber  air  tersebut  di bangun  tempat  persembahyangan  pura  yang  disebut  Pura  Ulun  Empelan.
Upacara atau ritual yang dilakukan pada saat permulaan pengaliran air ke saluran irigasi ini disebut
mendak  toya
atau
mapag toya
menjemput air  yang dilakukan di  Pura  Ulun  Empelan  dan  dilakukan  dan  dipilih  pada  hari  baik  pedewasan
sesuai  dengan  kepercayaan  masyarakat  di  Bali  yang  disebut
wariga
yang berkaitan  dengan  menanam  tananaman  padi  dan  ditentukan  pada
sasih
bulan dan
panglong
tanggal  sesuai  dengan  kalender  menurut  adat-istiadat  setempat Legawa,  1986.    Setelah  upacara
mapag  toya
selanjutnya  diikuti  oleh  rangkaian ritual sampai pada upacara memanen padi
mebanten manyi
dan diakhiri dengan ritual setelah padi disimpan di lumbung upacara
mantenin
. Siklus dan rangkaian upacara  keagamaan    tersebut  diulang  kembali  sesuai  dengan  siklus  masa  tanam
padi kehidupan tanaman padi yang dilaksanakan oleh subak  Pitana, 1993.
17
2 Tempat Upacara Keagamaan Pura.
Untuk  pelaksanaan  rangkaian  upacarakeagamaan  dalam  subak,  setiap  subak mempunyai  pura  disebut  juga
pelinggih
atau
sanggah
.  Setiap  individu  dalam anggota  subak  mempunyai  pura
ulun  carik
atau
sanggah  catu
atau
sanggah pengalapan
,  yang  letaknya  dibagian  hulu  sawah  dan  didekat  pintu  pengambilan air  dari  saluran  irigasi.  Untuk  keperluan  pelaksanaan  rituan  secara  bersama  oleh
para  anggota  subak  ada  Pura  Subak  Pura
Bedugul
pada  masing-masing  areal subak,    Pura
Ulun  Empelan
di  dekat  bangunan  pengambilan  air  atau  sumber  air, Pura
Ulunsuwi
atau  Pura
Masceti
untuk  subak  besar
subak  gede
atau  beberapa subak yang sumber airnya dari sumber yang sama dan  terletak dibagian hulu dari
subak-subak yang dinaungi. Selain itu ada pura yang terkait dengan subak seperti: Pura  Ulun  Danu  Batur,  Pura  Ulun  Danu  Beratan,  Ulun  Danu  Tamblingan,  Pura
Pekendungan,  Pura  Tanah  Lot  dan  sebagainya  yang  merupakan  pura  tempat melakukan  upacara  ngerestiti  bagi  pengurus  subak  untuk  mohon  kepada  Dewa
Wisnu representasi Tuhan Yang Maha Esa sebagai pemelihara dunia yang wujud pisiknya adalah air yang bersumber dari danau, sehingga danau yang ada dianggap
sebagai tempat suci yang harus dilestarikan karena merupakan sumber kehidupan Pitana, 1993, dan Sushila, 1987.
3 Rangkaian UpacaraRitual
Rangkaian  ritual  dalam  subak  merupakan  upacara  keagamaan  yang  dilandasi dengan  agama  Hindu  di  Bali  yang  tujuannya  adalah  memohon  kepada  Tuhan
Yang  Maha  Esa  yang  dipresentasikan  sebagai  Dewa  Wisnu  Pemelihara Kehidupan dalam wujud air dan Dewi Sri sebagai manifestasi Tuhan Yang Maha
esa  sebagai  Dewi  Kesuburan,  agar  diberikan  karunia  dan  hasil  panen  yang melimpah,  serta  rasa  syukur  selama  dalam  masa  tanam  yang  dilaksanakan,  dan
merupakan perwujudan dari pelaksanaan unsur Parahyangan dari Tri Hita Karana Pitana,  1993,  dan  Sushila,  1987.  Pelaksanaan  upacara  dipimpin  oleh  seorang
pemukapemimpin agama yang disebut
pemangku
. Menurut Pitana 1993, Sushila 1987,  Soken  dkk  2010,  Martiningsih  2011  dan  Putra  2014,  jenis  dan
rangkaian upacararitual yang dilakukan oleh subak meliputi: a
Upacara bersama. 
Mapagmendak  toya
adalah  upacara  yang  dilakukaan  saat  mulai mengalirkan air dari sumber air kesaluran irigasi.
18   Magurupiduka
adalah  upacara  yang  hanya  dilakukan  apabila  terjadi adanya orang meninggal disawah atau saluran irigasi.
  Pangwiwit
adalah upacara bersama saat mulai menanam padi.
  Mebalik  Sumpah  manca  sanak
adalah  upacara  yang  dilakukan  apabila terjadi atau ada pelanggaran besar
.   Merebu
adalah upacara membersihkan atau mensucikan alam sementa dan manusia secara nyata
sekala
maupun tidak nyata
niskala
.
  Marekang  toya
atau
nabdab  toya
adalah  upacara  membagi  air  sesuai dengan kesepakatan bersama.
Ngerestiti  adalah  upacara  yang
dilakukan saat padi berumur 1 bulan dan berumur 2 bulan.
Ngusaba
adalah  upacara  menjelang  dilakukannya    panen  padi,  upacara
ngusaba
bisa besar ataupun kecil tergantung masa tanam. 
Nangluk Merana
adalah upacara ini sebagai ritual untuk mengusir hama. 
Pakelem
adalah  upacara  yang  dilakukan  secara  bersama-sama  dengan  seluruh
pekaseh
yang dilakukan di Pura Ulun Danu
.
  Odalan
adalah  upacara  yang  dilakukan  kadang-kadang  saja  yang  juga dilakukan saat
ngusaba nini
atau
ngusaba
bersama sama dengan subak lain di pura Ulun Danu.
b Upacara individu.
Ngendagin
adalah upacara saat air pertama kali  mengalirkan dari saluran irigasi ke petak sawah.
Ngerasakin
adalah  upacara  saat  selesai  membajak  sawah  sebelum menyemai bibit padi
ngurit.
Mewinih
adalah  upacara  saat  membuat  petak  penyemaian  atau  tempat penebaran benih padi.
Ngurit
adalah upacara saat penyemaian atau penebaran benih padi. 
Pengwiwit
adalah  upacara  individu  pemilik  sawah  yang  ditunjuk menjelang mulai menanam padi.
Nuansen
adalah  upacara  individu  pemilik  sawah  yang  ditunjuk    mulai menanam padi pada hari yang baik
dewasa
. 
Ngeroras
adalah upacara dilakukan setelah padi berumur 12 hari..
19
Mebalik  sumpah
adalah  upacara  dilakukan  setelah  padi  berumur  dua minggu.
Mubuhin
adalah upacara yang diselenggarakan pada saat padi berumur 15
hari. 
Ngulapin
adalah upacara  yang  dilakukan  setelah  membersihkan  hama
tumbuhan yang menggangu padi. 
Neduh
adalah upacara pada saat padi berumur satu bulan 35 hari.
Ngekambuhin
,  yaitu  upacara  meminta  keselamatan  anak  padi  yang  baru tumbuh yang dilakukan pada saat padi berumur 38 hari.
Pamungkah
, yaitu upacara memohon keselamatan agar tanaman padi dapat tumbuh dengan baik.
Nyiwa  seraya
adalah  upacara yang  diselenggarakan  pada  saat  padi  mulai
berbunga. 
Ngiseh biukukung
adalah upacara saat padi mulai berbuah. 
Nyaebmecaru
adalah  upacara dilakukan  agar  padi  tidak  diserang  hama
penyakit. 
Nyungsung
adalah  upacara untuk  mengusir    hamapenyakit  padi  mirip
dengan
nangluk merana
. 
Nyangketmebanten manyinuduk
dewamerebu
adalah upacara
sebelummenjelang    panen  dengan  membuat
Nini
seikat  kecil  bulir  padi yang  disucikan  dan    melambangkan  Dewi  SriDewi  Padimanifestasi
Tuhan sebagai Dewi Kesuburan yang akan disimpan di lumbung. 
Mantenin
adalah upacara setelah padi disimpan di lumbung. 
Rsi Gana
adalah upacara apabila terjadi malapetaka atau berbagai masalah pada sawah seseorang.
Rangkaian  dan  jenis  upacara  yang  dilakukan  oleh  masing  subak  disesuaikan  dengan kebiasaan
dhresta
atau tradisi yang selama ini telah dilakukan secara turun menurun, dan  tidak  sesalu  sama  antara  satu  subak  dengan  subak  lainnya.  Namun  setiap  subak
apabila  akan  melaksanakan  masa  tanam  padi  akan  selalu  dimulai  dengan  upacara
mapag toya
atau menjemput air di tempat pengambilan air
intake
, dan upacararitual dilaksanakan di Pura
Ulun Empelan
yang dibangun didekat bangunan pengambilan air atau didekat sumber air dari masing-masing subak.
20
III. METODOLOGI PENELITIAN
1. Lokasi Penelitian