Latar Belakang Aktivitas Aspek Tradisional Religus Pada Irigasi Subak (Studi Kasus Pada Subak Piling Desa Biaung Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan).

3 I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Subak di Bali sudah dikenal sangat lama sebagai lembaga tradisional yang memiliki aktivitas pengelolaan usaha tani di lahan sawah. Subak diyakini telah ada sejak diperkirakan mulainya dikenal persawahan di Bali yaitu pada sebelum abad ke IX dengan adanya tulisan tentang “ huma ” yang berarti sawah dan “ kasuwakan ” yang dalam kasanah bahasa Bali dapat berubah menjadi “ kasubakan ” yang artinya organisai subak , atau suatu daerah persawahan atau irigasi Purwita, 1993. Walaupun subak merupakan lembaga tradisional dan keberadaannya sudah berlangsung ribuan tahun, namun subak hingga saat ini merupakan perkumpulan petani pemakai air untuk irigasi persawahan yang masih berfungsi dan beraktivitas dengan cukup baik dan telah diakui sebagai warisan budaya dunia. Subak pada prisipnya adalah merupakan masyarakat adat di Bali yang bersifat sosio agraris religius yang telah adad sejak lama dan berkembang terus sebagai organisasi yang mengatur air untuk persawahan. Dalam prakteknya filosopi subak dalam melaksanakan berbagai kegiatan sangat erat dengan filosopi desa adat yang ada di Bali yaitu landasan filosopi Tri Hita Karana . Dalam agama Hindu di Bali konsep Tri Hita Karana merupakan falsapah hidup yang sangat tangguh dan universal dalam menjalani kehidupan berdasarkan ajaran kebenaran dharma yang bertujuan untuk mencapai kebahagiaan rohani dan kesejahteraan hidup jasmani atau kebahagiaan secara lahir dan bathin moksa yang disebut: moksartham dan jadatdhita . Tri Hita Karana berasal dari kata “ Tri ” yang berarti tiga, “ Hita ” yang berarti kebahagiaan dan “ Karana ” yang berarti penyebab, dengan demikian Tri Hita Karana berarti “tiga penyebab terciptanya kebahagiaan ” atau keharmonisan. Selanjutnya ketiga penyebab terciptanyan kebahagiaan atau keharmonisan tersebut meliputi keharmonisan hubungan manusia dengan TuhanPencipta disebut Parahyangan , hubungan manusia dengan alam sekitar disebut Palemahan dan hubungan manusia dengan manusia lainnya disebut Pawongan . Berkaitan dengan subak, keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan atau Parahyangan ditandai dengan dibangunnya tempat 4 ibadah pura dalam wilayah subak dan diikuti dengan aktivitas keagamaanritual dalam melaksanakan kegiatan. Hubungan manusia dengan lingkungan dan alam sekitar atau Palemahan yang dalam hal ini adalah wilayah subak itu sendiri terkait berbagai aspek pisik seperti: pemberian dan pengaturan air, lahan dan aktivitas dalam pelaksanaan kegiatan usaha tani pada lahan persawahan. Sementara hubungan antara manusia dengan manusia atau Pawongan yang dalam hal ini adalah para petani anggota subak yang disebut kerama subak sebagai pelaksana kegiatan usaha tani, hak dan kewajubanya diatur dalam aturan subak yang disebut awig-awig serta kesepakatan yang disebut pasuare . Berkaitan dengan Parahyangan yaitu hubungan harmonis antara manusia dan Tuhan dalam subak, para kerama anggota subak melaksanakan kegiatan atau ritual keagamaan dalam satu siklus masa tanam padi atau satu siklus peananaman padi yaitu mulai saat membuka pintu air pada sumber air irigasi sungai atau mata air dan mengalirkanya ke saluran irigasi sampai saat menyimpan padi di tempat penyimpanan disebut lumbung. Soken dkk 2010 menguraikan ada dua kategori jenis ritual yang dilakukan antara lain: ritual y ang dilaksanakan secara berkelompok oleh seluruh anggota subak dan ritual yang dilaksanakan oleh masing-masing anggota subak. Ritual yang dilaksanakan secara berkelompok adalah mapag toya dan magurupiduka di pura UlunsuwiUlun Empelan dan marekang toya, nangluk merana, pangawiwit, dan ngusaba di pura Bedugul. Adapun ritual yang dilaksanakan secara pribadi atau sendirisendiri adalah ngendagin, ngurit, mubuhin, ngulapin, nangluk mrana, ngiseh, mabahin, nyangket, mantenin dan Rsi Ghana. Selanjutnya Pitana 1993 menguraikan upacara yang dilakukan pada secara bersama pada tingkat tempek atau subak maupun subak gede antara lain: mendakmapag toya, mebalik sumpah, merebu, ngusaba, nangluk merana, pakelem serta odalan. Sedangkan rituan yang dilakukan secara individual meliputi: ngendagin, ngurit, nuasen, neduh, biukukung, mebanten manyi dan mantenin . Sementara Martiningsih 2011 menyatakan bahwa selama ini anggota subak melaksanakan upacara keagamaan ritual yang telah dilaksanakan secara turun temurun seperti: mendak toya, ngendagin, mewinih, nangluk merana hingga upacara yang terbesar yaitu ngusaba . Selanjutnya dijelaskan bahwa dalam pelaksanaanya berbagai upacara ritual tersebut dilaksanakan dengan berbagai variasi namun mempunyai hakekat atau makna yang sama, yang disebut desa, kala, patra yang berarti di sesuai dengan tempat, waktu dan kondisi di tempat masing-masing. Sementara kapan dan bagaimana berbagai jenis kegiatan ritual tersebut dilakukan 5 secara detail dalam satu periode masa tanam padi secara keseluruhan belum diuraikan secara rinci, serta apakah berbagai jenis ritual tersebut masih dilakukan pada saat ini pada era yang sudah sangat modren. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui rangkaian upacara keagamaan ritual yang dilakukan oleh para anggota subak, serta sejauh mana ritual tersebut masih dilakukan saat ini. Penelitian mengambil tempat di Subak Piling, Desa Biaung Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, yang merupakan subak dengan luas yang relatif sangat kecil dan pelaksanaan ritual saat ini masih dilaksanakan secara konsisten dan turun temurun.

2. Rumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Analisis Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Sistem Subak (Kasus: Usahatani Padi Beras Merah Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Tabanan, Bali)

17 66 124

Peran Aspek Kelembagaan Subak Dalam Konteks Pengendalian Alihfungsi Lahan (Kasus Pada Subak Semat, Desa Tibubeneng, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung).

0 0 22

PENERAPAN SRI DAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO PADA BUDIDAYA PADI BERAS MERAH DI SUBAK SUALA, DESA PITERA, KECAMATAN PENEBEL, KABUPATEN TABANAN, BALI.

0 2 25

TEKNIK PENGELOLAAN AIR IRIGASI PADA SISTEM SUBAK DI KABUPATEN TABANAN.

0 0 11

Penerapan Tri Hita Karana untuk Keberlanjutan Sistem Subak yang Menjadi Warisan Budaya Dunia Kasus Subak Wangaya Betan, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan.

0 1 15

Penerapan Tri Hita Karana untuk Keberlanjutan Sistem Subak yang Menjadi Warisan Budaya Dunia: Kasus Subak Wangaya Betan, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan.

0 4 12

IbM.Subak dalam Aplikasi Teknologi Pemupukan Spesifik Lokasi di Subak Angkah, desa Angkah Kecamatan Selemadeg Barat Kabupaten Tabanan.

0 1 7

Penerapan SRI dan Sistem Tanam Jajar Legowo pada Budidaya Padi Beras Merah di Subak Suala Desa Pitera, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali.

0 17 20

Penerapan Tri Hita Karana untuk Keberlanjutan Sistem Subak yang Menjadi Warisan Budaya Dunia Kasus Subak Wangaya Betan, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan.

0 0 14

Aktivitas Aspek Tradisional Religius Pada Irigasi Subak Studi Kasus Pada Subak Piling, Desa Biaung, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan.

0 0 7