Jaringan Irigasi Subak Distribusi dan Pengelolaan Air dalam Subak

11 Gambar 1. Struktur Organisasi Subak Sushila 1996.

3. Jaringan Irigasi Subak

Jaringan irigasi subak tidak jauh berbeda dengan jaringan irigasi pada umumnya yang terdiri dari empelan bendung, bungas bangunan pengambilan, telabah saluran serta aungan terowong, tembuku bangunan bagi, bangunan pelengkap seperti: abangan talang, pekiyuhpepiyuh bangunan pelimpah samping, petaku bangunan Rapat Anggota Subak Paruman Kerama PekasehKelihan Subak Ketua Subak PanglimanPetajuh Wakil Ketua PenyarikanJuru Surat Sekretaris PetenganJuru Raksa Bendahara KesinomanJuru Arah Pembantu Umum PesayahanPenyade Kelompok Kerja 1. Bidang Umum 2. Bidang Pembangunan 3. Bidang Agama dll. Kelihan Tempek Ketua Kelompok Kelihan Tempek Ketua Kelompok Kelihan Tempek Ketua Kelompok Kerama Subak Anggota Subak yang Berkelompok dalam Tempek Kekuasaan tertinggi Prajuru Pimpinan Pembantu Pimpinan Pelaksana 12 terjun, jengkuwung gorong-gorong, keluwung urung-urung, titi jembatan penyebrangan dan telepus siphon. Gambar 2. Jaringan Irigasi Subak Suputra, 2008.

4. Distribusi dan Pengelolaan Air dalam Subak

Sumber air pada subak umumnya bersumber dari aliran sungai atau mata air. Kemudian dari sumber air dialirkan melalui pengambilan bebas, untuk selanjutnya ke saluran telabah atau terowongan aungan . Air yang masuk ke saluran atau Pura Ulun Empelan Pura Bedugul Empelan Bendung Subak Aungan Terowongan Telabah Gede Saluran Primer Tembuku Aya B.Bagi Primer Tembuku Pemaron B.Bagi Sekunder Telabah Pemaron Saluran Sekunder Tembuku Cerik B. Sadap Telabah Cerik Saluran Tersier Telabah Pengutangan Saluran Pembuang Tukad Sungai 13 terowongan sangat tergantung dari tinggi muka air sungai yang mengalir di sungai atau besar kecilnya mata air, semakin besar sumber air saat musim hujan, semakin besar air yang masuk ke saluran, hal ini terjadi karena pengambilan air merupakan pengambilan bebas free intake. Sebagai sistem irigasi tradisional yang dibangun jauh sebelum sistem irigasi teknis dikenal, cara pembagian dan pendistribusian airpun digunakan cara-cara tradisional. Saat ini cara pembagian air sudah ditingkatkan dengan teknik konstruksi yang lebih modern dan dapat berfungsi lebih baik. Untuk pendistribusian air pada bagunan bagi tembuku , sistem subak menggunakan perbandingan luas sawah yang diairi, dengan satuan yang dipakai disebut ayahan , yaitu satuan yang didasarkan atas jumlah pemakaian benih wit . Satuan ayahan artinya satu satuan tenaga kerja orang yang harus dikeluarkan bila para petani anggota subak mengadakan aktivitas, misalnya memperbaiki telabah , bangunan bagi atau aktivitas lain. Ayahan setara dengan satu ukuran benih wit tenah , yang kira-kira sama dengan luas sawah yang memerlukan benih lebih kurang sebanyak 25 kg 0,3- 0,5 Ha. Satu ayahan berhak atas air sebesar satu tektek atau satu kecoran . Tektek atau kecoran adalah air yang mengalir lewat penampang berlebar kurang lebih empat jari tangan atau 8-10 cm, dengan kedalaman kurang lebih 1 cm. Satu tektek tidak selalu sama untuk subak satu dengan subak lainnya. Kadang-kadang satu tektek dipakai panjang rentang ujung ibu jari dengan ujung jari manis atau kilan Norken, 1993 . Gambar 3. Pembagian Air dengan Sistem Tektek Norken, dkk 2015. Pada sistem subak, yang ditekankan adalah keadilan dalam memperoleh air. Oleh karena itu satuan tetek ini masih ditambah dengan kesepakatan para petani para 14 anggota subak melalui musyawarah, dengan mempertimbangkan jauh dekatnya sawah yang diairi serta porositas tanah. Apabila air yang mengalir tidak cukup untuk mengairi seluruh areal sawah dalam satu subak, maka pemberian air dilakukan dengan cara pergiliran atau rotasi, yaitu subak dibagi-bagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil yang disebut tempek subak dibagi menjadi 2 atau 3 bagian, selanjutnya diadakan pergiliran rotasi pemberian air pada masing-masing tempek. Pola rotasi biasanya diawasi oleh patelik atau pangliman petugas yang ditunjuk untuk mengawasi pergiliran air. Selain dengan cara rotasi, pada sistem subak juga dikenal pengaturan pemberian air dengan sistem nyorog atau juga disebut nugel bungbung, yaitu dengan mengatur waktu tanam tidak bersamaan. Subak yang luas, atau beberapa subak yang sumber airnya berasal dari satu bendung empelan dibagi menjadi 3 blokbagian hulu, tengah dan hilir. Subak yang berada di bagian hulu mendapat air paling dahulu disebut ngulu , subak yang berada dibagian tengah memperoleh air setelah bagian hulu selesai mengolah tanah disebut maongin, selanjutnya subak yang paling hilir memperoleh air setelah subak bagian tengah selesai mengolah tanah disebut ngasep. Perbedaan pemberian air masing-masing bagian berkisar antara 2 sampai 4 minggu . Apabila subak hanya memanfaatkan air tirisanair buangan sisa dari subak-subak yang ada dibagian hulunya, maka subak semacam ini dinamakan subak natak tiyis . Air tirisan yang sudah dipakai oleh subak kemudian ditampung atau disalurkan melalui saluran pembuangan pengutangan. Saluran pembuangan subak ini oleh subak dibagian hilirnya dimanfaatkan sebagai saluran pembawa telabah , kemudian dibangun bangunan bagi tembuku untuk mengalirkan pada subak natak tiyis tersebut. Dalam hal pengaturan pola tanam, umumnya sangat bergantung pada ketersediaan air yang tergantung dari musim, pada musim hujan dilakukan penanaman padi secara serempak pada saat musim hujan kerta masa , sedangkan pada musim kemarau saat air berkurang dilakukan dengan mengatur jadwal penanaman nyorog atau nugel bumbung atau dengan sistem bergilir gadon . Organisasi subak mengatur jadwal dan pola tanam secara rinci, melalui limit waktu mulai menyemai benih padi ngurit , limit waktu mulai menanam padi nandur sampai batas akhirnya, termasuk jenis padi yang boleh ditatam, padi berumur panjangpadi Bali tebaktebek taun atau padi dengan umur pendek tebaktebek cicih. Pengaturan pola tanam ini dituangkan dalam awig-awig atau dengan kesepakatan perarem setelah dilakukan melalui rapat anggota paruman yang dilakukan sebelum penanaman padi dilakukan, apabila ini 15 dilanggar maka petani bersangkutan akan dikenai sangsi berupa denda sesuai dengan yang diatur dalam awig-awig atau perarem . Dalam hal pengelolaan sumber daya air pada subak, pengaturan air dilakukan oleh para pengurus subak dalam wilayah subak atau antar wilayah subak melalui kesepakatan. Apabila terjadi ketidak sepakatan diantara pengurus subak atau antar wilayah subak, maka Sedahan dan Sedahan Agung sebagai pembina subak mempunyai peranan yang sangat penting dalam koordinasi pengaturan dan pemanfaatan air antar subak. Pada umumnya para pengurus dan anggota subak sangat mematuhi keputusan Sedahan dan Sedahan Agung dalam pengaturan air dan mereka sangat berwibawa dan disegani oleh para anggota subak. Akan tetapi, saat ini fungsi dan peran sedahan dan sedahan agung sebagai aparat pemerintah pembina subak tidak jelas keberadaanya. Hal ini menyebabkan para pengurus subak kehilangan koordinasi dalam menyelesaikan berbagai masalah sehingga sering kali menimbulkan konflik dalam pemanfaatan air diantara subak Norken dkk, 2010. Table 1.Pengaturan Pola Tanam dengan Sistem Nyorog pada Subak Agung Yeh Ho. Luas Blok Nama Subak Tanaman Padi Ngulu Maongin Ngesep Waktu Mulai Penanaman Padi ha ha ha ha 1. Aya 644 644 Blok I Ngulu Padi I: Des, Jan Padi II: Juli, Agu 2. Penebel 731 731 3. Riang 25 25 4. Jegu 111 111 5. Caguh 1093 1093 Blok II Maongin Padi I: Jan, Feb Padi II: Agu, Sep 6. Meliling 142 142 7. TelagaTunjung Blok III Ngasep Padi I: Feb, Mar Padi II: Okt, Nov  Meliling 420 420  Sungsang 430 430  Gadungan 485 485 8. Lambuk 1187 1190 Total Luas ha 5270 1510 2140 1620 Sumber: Norken dkk 2015. 16

5. Siklus dan Rangkaian Ritual pada Subak

Dokumen yang terkait

Analisis Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Sistem Subak (Kasus: Usahatani Padi Beras Merah Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Tabanan, Bali)

17 66 124

Peran Aspek Kelembagaan Subak Dalam Konteks Pengendalian Alihfungsi Lahan (Kasus Pada Subak Semat, Desa Tibubeneng, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung).

0 0 22

PENERAPAN SRI DAN SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO PADA BUDIDAYA PADI BERAS MERAH DI SUBAK SUALA, DESA PITERA, KECAMATAN PENEBEL, KABUPATEN TABANAN, BALI.

0 2 25

TEKNIK PENGELOLAAN AIR IRIGASI PADA SISTEM SUBAK DI KABUPATEN TABANAN.

0 0 11

Penerapan Tri Hita Karana untuk Keberlanjutan Sistem Subak yang Menjadi Warisan Budaya Dunia Kasus Subak Wangaya Betan, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan.

0 1 15

Penerapan Tri Hita Karana untuk Keberlanjutan Sistem Subak yang Menjadi Warisan Budaya Dunia: Kasus Subak Wangaya Betan, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan.

0 4 12

IbM.Subak dalam Aplikasi Teknologi Pemupukan Spesifik Lokasi di Subak Angkah, desa Angkah Kecamatan Selemadeg Barat Kabupaten Tabanan.

0 1 7

Penerapan SRI dan Sistem Tanam Jajar Legowo pada Budidaya Padi Beras Merah di Subak Suala Desa Pitera, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali.

0 17 20

Penerapan Tri Hita Karana untuk Keberlanjutan Sistem Subak yang Menjadi Warisan Budaya Dunia Kasus Subak Wangaya Betan, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan.

0 0 14

Aktivitas Aspek Tradisional Religius Pada Irigasi Subak Studi Kasus Pada Subak Piling, Desa Biaung, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan.

0 0 7