EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN SOCRATES KONTEKSTUAL DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA(Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Al-Kautsar Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014/2015)

(1)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN SOCRATES KONTEKSTUAL DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Al-Kautsar Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014/2015)

Oleh

IWAN NURWANTORO

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas Pembelajaran Socrates Kon-tekstual terhadap kemampuan berpikir kritis siswa. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu dengan desain one group pretest-posttest. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Al-Kautsar Bandarlampung tahun pelajaran 2014/2015. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Purposive Sampling. Sampel yang terpilih dalam penelitian ini adalah kelas VII B. Data penelitian diperoleh melalui tes kemampuan berpikir kritis siswa yang dianalisis menggunakan paired sample t-test dan uji proporsi.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa kemampuan berpikir kritis siswa sesudah mengikuti Pembelajaran Socrates Kontekstual lebih baik dibandingkan sebelum mengikuti Pembelajaran Socrates Kontekstual. Selain itu, persentase siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis yang baik pada kelas yang menggunakan Pembelajaran Socrates Kontekstual mencapai 60%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran Socrates Kontekstual efektif ditinjau dari kemampuan berpikir kritis siwa. Kata Kunci : Efektivitas, Pembelajaran Socrates Kontekstual, Kemampuan Berpikir


(2)

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN SOCRATES KONTEKSTUAL DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Al-Kautsar Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014/2015)

Oleh Iwan Nurwantoro

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2015


(3)

DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Al-Kautsar

Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014/2015) (Skripsi)

Oleh

IWAN NURWANTORO

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2015


(4)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Ruang Lingkup Penelitian... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran ... 10

B. Metode Socrates ... 11

C. Pendekatan Kontekstual ... 15

D. Berpikir Kritis ... 19

E. Kerangka Pikir ... 25

F. Anggapan Dasar ... 26

G. Hipotesis ... 27

III. METODE PENELITIAN A. Metode dan Desain Penelitian ... 28

B. Populasi dan Sampel ... 29

C. Prosedur Pelaksanaan ... 29 Halaman


(5)

vi

E. Data Penelitian ... 32

F. Instrumen Penelitian ... 32

1. Validitas ... 34

2. Reliabilitas ... 36

3. Tingkat Kesukaran ... 38

4. Daya Pembeda ... 39

G. Teknik Analisis Data ... 42

1. Uji Normalitas ... 42

2. Uji Kesamaan Dua Rata-Rata ... 43

3. Uji Proporsi ... 45

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 47

1. Data Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ... 47

2. Pengujian Hipotesis ... 48

B. Pembahasan ... 50

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 57

B. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 59


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

A. Perangkat Pembelajaran

A.1 Silabus Pembelajaran ... 62

A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen ... 67

B. Perangkat Tes B.1 Kisi-Kisi Soal Pretest ... 137

B.2 Soal Pretest ... 139

B.3 Kunci Jawaban Soal-Soal Pretest ... 140

B.4 Kisi-Kisi Soal Posttest ... 145

B.5 Soal Posttest ... 147

B.6 Kunci Jawaban Soal Posttest ... 149

B.7 Pedoman Penyekoran Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 155

C. Analisis Data C.1 Data Hasil Ujicoba Soal Tes Kemampuan Awal Berpikir Kritis ... 157

C.2 Data Hasil Ujicoba Soal Tes Kemampuan Akhir Berpikir Kritis ... 159

C.3 Daya Pembeda Soal Tes Kemampuan Awal Berpikir Kritis ... 161

C.4 Daya Pembeda Soal Tes Kemampuan Akhir Berpikir Kritis ... 163

C.5 Data Hasil Tes Kemampuan Awal Berpikir Kritis … ... 165

C.6 Data HasilTes Kemampuan Akhir Berpikir Kritis ... 166

C.7 Perhitungan Normalitas Data Hasil Tes Kemampuan Awal ... 167

C.8 Perhitungan Normalitas Data Hasil Tes Kemampuan Akhir ... 168

C.9 Uji Hipotesis Penelitian ... 169

C.10 Hasil Tes Uji Coba Kemampuan Berpikir Kritis Siswa VII B ... 174


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Jenis-Jenis Pertanyaan Socrates dan Contohnya ... 13

2.2 Langkah-Langkah Berpikir Kritis serta Kaitannya dengan Kemampuan Berpikir Kritis (KBK) ... 23

3.1 Desain one group pretest-posttest ... 28

3.2 Pedoman Penskoran Tes Kemapuan Berpikir Kritis ... 33

3.3 Interpretasi Korelasi Nilai ... 36

3.4 Validitas Butir Soal Intrumen Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 36

3.5 Interpretasi Koefisien Reabilitas ... 37

3.6 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran ... 38

3.7 Tingkat Kesukaran Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kritis ... 39

3.8 Interpretasi Koefisien Daya Pembeda ... 40

3.9 Daya Pembeda Butir Soal Tes Awal Kemampuan Berpikir Kritis ... 40

3.10 Daya Pembeda Butir Soal Tes Akhir Kemampuan Berpikir Kritis ... 41

3.11 Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Awal ... 41

3.12 Rekapitulasi Analisis Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Akhir ... 42

3.13 Normalitas Data Penelitian ... 43

4.1 Skor Tertinggi, Skor Terendah, Rata-Rata Skor, dan Data Skor Kemampuan Awal dan Akhir ... 47


(8)

MOTO

I CAN ! ... I WILL ! ... I DO ! karena

Allah memberikan potensi otak yang dengannya kita bisa meneriakkan I CAN !, potensi hati yang dengannya kita bisa mengatakan I WILL !, dan potensi jasad yang dengannya kita memutuskan I DO !

Oleh karna itu Bukan hanya “ Be Your Self ”

tetapi “ Be Your Better Self ”


(9)

(10)

(11)

(12)

Persembahan

Bismillahirrahmanirrahim….

Terucap syukur kehadirat Allah SWT, atas segala nikmat yang diberikan kepadaku

kupersembahkan karya ini sebagai tanda cinta dan baktiku kepada: Bapak dan ibu tercinta yang tak pernah letih memberikan nasehat, semangat, dan doa serta selalu berusaha memberikan yang terbaik demi keberhasilanku

Keluargaku yang lain yang tak lupa menyemangatiku dan berdoa untukku Adikku yang biasa-biasa saja yang semoga menjadi orang luar biasa

Para guruku yang telah mengajar dengan penuh kesabaran dan selalu memberikan inspirasi untuk menjadi lebih baik Sahabat-sahabat yang selalu menyemangati dan tersenyum sabar

menghadapiku dan

Almamater Tercinta Universitas Negeri Lampung


(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Lampung Selatan tepatnya di desa Marga Agung pada tanggal 22 April 1994. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Suradi dan Ibu Muslimah.

Pendidikan formal yang telah penulis lewati adalah sekolah dasar di SDN 1 Marga Agung lulus pada tahun 2005, sekolah menengah pertama di Mts. Al-Hidayah Marga Agung lulus pada tahun 2008, dan sekolah menengah atas di SMAN 5 Bandar Lampung lulus pada tahun 2011. Pada tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Selama menjadi mahasiswa, penulis juga aktif di kegiatan intern kampus. Penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Pendidikan Eksakta FKIP sebagai Kepala Divisi Dana dan Usaha periode kepengurusan 2012/2013. Penulis juga aktif di Forum Pembinaan dan Pengkajian Islam (FPPI) sebagai Kepala Bidang Dana dan Usaha periode kepengurusan 2013/2014.

Penulis melaksanakan Kegiatan Kerja Nyata (KKN) di Desa Banyu Urip, Kecamatan Wonosobo, Kabupaten Tanggamus dan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP PGRI 1 Wonosobo Kabupaten Tanggamus pada tahun 2014.


(14)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Efektivitas Pembelajaran Socrates Kontekstual Ditinjau dari Kemampuan Berpikir Kritis Siswa (Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Al-kautsar Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2014/2015)”.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Dr. Tina Yunarti, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Utama atas kesediaannya memberikan bimbingan, ilmu yang berharga, saran, motivasi, dan kritik baik selama perkuliahan maupun selama penyusunan skripsi sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

2. Ibu Widyastuti, S.Pd, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing II atas kesediaannya memberikan bimbingan, ilmu yang berharga, saran, motivasi, dan kritik baik selama perkuliahan maupun selama penyusunan skripsi sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

3. Ibu Dra. Rini Asnawati, M. Pd., selaku pembahas atas kesabaran, kebaikan, dan saran kepada penulis sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

4. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung beserta staff dan jajarannya yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(15)

Pendidikan MIPA Universitas Lampung.

6. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis.

7. Bapak Kismanto, S.Pd., selaku guru mitra atas kesediaannya menjadi mitra dalam penelitian di SMP Al-Kautsar Bandar Lampung serta murid-muridku kelas VIII B dan VIII C yang telah memberikan bantuan dalam penelitian ini.

8. Keluargaku tercinta: Bapak, ibu, dan adikku Nopri, terimaksih atas kasih sayang dan doa yang tak pernah berhenti mengalir.

9. Keluargaku di durian yang mendorong dan menyemangatiku, terimakasih untuk segalanya.

10. Sahabat-sahabatku ikwan-ikhwan tanggung (Kakak Joko, Abi, Ikhwan, Ansori, Hezlan, Miko, Tendy, Elcho, Aliza, Ulee, Panji, dan yang lain) yang senantiasa memberikan semangat dan motivasi.

11. Teman-teman seperjuangan pada penelitian ini (Agung, Agus, Yusuf, Shela, Siti, Rossa, Florensia, Titi, Yullisa, Indah, dan Eni) kalian semua luar biasa.

12. Teman-teman seperjuangan di Pendidikan Matematika 2011.

13. Sahabat-sahabatku di Himpunan Mahasiswa Pendidikan Eksakta periode 2012/2013 yang selalu memberi warna berbeda.

14. Sahabat-sahabatku di Forum Pembinaan dan Pengkajian Islam (FPPI) yang memberiku pengalaman dan pelajaran yang sangat berharga.

15. Kakak tingkat dan adik tingkat yang selalu menyemangatiku.

16. Keluarga di Desa Banyu Urip Wonosobo: Bapak Gendon, Ibu Karti, Andri, Sinta, Santi, Bapak Mio, Ibu Erni, Kisma, Tirta, Candra, Dika, Mbah Mitro, Mbah putri dan yang lain, terimakasih telah menganggapku sebagai keluarga.


(16)

17. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga dengan bantuan dan dukungan yang diberikan mendapat balasan pahala di sisi Allah SWT dan semoga skripsi ini bermanfaat. Amin.

Bandar Lampung, September 2015 Penulis,


(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan zaman serta kemajuan ilmu pengetahuan mengakibatkan situasi dunia selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Beberapa pekerjaan yang sebe-lumnya dikerjakan oleh manusia, kini mulai digantikan oleh perangkat mesin otomatis. Sebelum kita memasuki abad ke-21, UNESCO (1996) telah mengingat-kan bahwa “Pekerjaan-pekerjaan yang sepenuhnya bersifat fisik digantikan dengan yang lebih intelektual, lebih bersifat mental, seperti mengendalikan, mera-wat dan mengawasi mesin, serta dengan kerja perancangan, pengkajian dan peng-organisasian karena mesin akan menjadi lebih cerdas”. UNESCO menekankan bahwa pekerjaan-pekerjaan baru ini menuntut pengetahuan dan kemampuan sains dan matematika yang lebih tinggi. Untuk itu, memiliki kemampuan dalam bidang sains dan matematika merupakan salah satu hal yang penting pada abad ke-21.

Pengetahuan dan kemampuan matematika yang lebih tinggi dibutuhkan masyara-kat untuk berpikir cerdas tentang dunia saat ini. Matematika membiasakan siswa membuat keputusan dan kesimpulan atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, efisien, dan efektif. Pentingnya mata pelajaran matematika juga diungkapkan oleh para akademisi Amerika Serikat dalam Preparing for the 21st Century The Education Imperative tahun 1997. Mereka merekomendasikan


(18)

2 kepada kepala negaranya bahwa rakyat harus kenal dekat dengan konsep-konsep dasar sains, matematika, dan teknologi agar dapat berpikir kritis tentang dunia dan membuat keputusan cerdas dalam isu-isu pribadi dan kemasyarakatan. Belajar matematika tidak hanya menuntut siswa untuk berpikir tetapi juga teliti dalam menginterpretasi, cermat dalam menganalisis, dan mengevaluasi beragam informasi untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Hal ini sesuai untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis yang dibutuhkan masyarakat untuk berpikir cerdas tentang dunia saat ini.

Kebutuhan akan kemampuan berpikir kritis berhubungan erat dengan situasi dunia yang dinamis, cepat berubah, dan tidak mudah diramal. Kemampuan ini dibutuh-kan dalam menganalisis, mengevaluasi, dan mengambil kesimpulan yang tepat akan suatu masalah yang kompleks. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 (BNSP:2006) menegaskan bahwa kemampuan berpikir kritis diperlukan agar siswa dapat mengelola dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Sejalan dengan itu, Husnidar (2014) berpendapat bahwa mengajarkan dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting untuk dikembangkan di sekolah agar siswa mampu dan terbiasa menghadapi berbagai permasalahan di sekitarnya. Hal ini menjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu kemampuan yang penting untuk dikembangkan mulai dari jenjang pendidikan yang paling dasar.

Berbicara mengenai kemampuan berpikir kritis, kemampuan siswa Indonesia masih berada dibawah standar internasional. Hal tersebut didasarkan hasil studi


(19)

oleh TIMSS (Trend in International Mathematics and Science Study), yang dipu-blikasikan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memperlihatkan bahwa skor yang diraih Indonesia masih di bawah skor rata-rata internasional. Hasil studi TIMSS 2003, Indonesia berada di peringkat ke-35 dari 46 negara peserta dengan skor rata-rata 411, sedangkan skor rata-rata internasional 467 (Zakaria, 2014). Hasil studi tahun 2007, Indonesia berada pada peringkat ke-36 dari 49 negara peserta dengan skor rata-rata 397, sedang skor rata-rata internasinal 500 (Zakaria, 2014). Hasil studi TIMSS terbaru pada tahun 2011, Indonesia berada pada di peringkat ke-38 dari 42 negara peserta dengan skor rata-rata 386, sedang skor rata-rata interna-siaonal 500 (Zakaria, 2014).

Kondisi yang tidak jauh berbeda terlihat dari hasil studi yang dilakukan PISA (Programme for Intenational Student Assessment). Hasil studi PISA 2009, Indonesia berada di peringkat ke-61 dari 65 negara peserta dengan skor rata-rata 371, sedang skor rata-rata internasional 500 (OECD, 2014). Hasil studi PISA 2012, Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 65 negara peserta dengan skor rata-rata 375, sedang skor rata-rata internasional 500 (OECD, 2014).

Studi yang dilakukan TIMSS dan PISA menunjukkan skor yang diraih Indonesia masih di bawah skor rata-rata internasional. Selama tiga studi terakhir terlihat bahawa peringkat Indonesia tidak mengalami peningkatan bahkan semakin menurun. Adapun soal-soal yang digunakan dalam studi TIMSS dan PISA merupakan soal yang terdiri dari masalah-masalah yang tidak rutin untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi. Dalam menghadapi soal-soal ini siswa dituntut untuk berpikir kritis dan kreatif. Hasil studi TIMSS dan PISA


(20)

4 menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa Indonesia masih tergolong rendah.

Kondisi serupa terlihat pada salah salah satu SMP di Bandarlampung, yaitu SMP AL-Kautsar. Berdasarkan hasil wawancara, mayoritas siswa SMP tersebut meru-pakan siswa yang pintar dan unggul. Namun berdasarkan hasil observasi disalah satu kelas, ketika siswa diberikan soal kemampuan berpikir kritis hampir 70% siswa belum memiliki kemampuan berpikir kritis yang baik (Lampiran C.10). Hasil ini tentu bukan menunjukkan bahwa siswa tersebut bodoh atau soalnya yang terlalu sulit, karena soal yang diberikan adalah masalah dalam kehidupan sehari-hari siswa. Hal ini terjadi karena siswa masih belum dibiasakan dengan soal-soal maupun pembelajaran yang bertujuan untuk mengasah kemampuan berpikir kritis.

Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas, diperlukan perbaikan pembela-jaran agar mampu mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. Salah satu solusi yang dirasa tepat untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa adalah Pembelajaran Socrates Kontekstual. Pembelajaran Socrates Kontekstual merupakan pembelajaran yang menggunakan Metode Socrates dengan Pendekatan Kontekstual.

Metode Socrates merupakan sebuah proses diskusi yang berisi pertanyaan-perta-nyaan sederhana sampai kompleks, yang digunakan untuk menguji validitas keya-kinan siswa terhadap suatu objek. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan akan merangsang siswa untuk selalu berpikir dan mengkritisi jawabanya sendiri mau-pun temannya. Secara tidak langsung siswa dilatih untuk bersama-sama melaku-kan interpretasi dan analisis terhadap jawaban-jawaban yang muncul dan


(21)

kemudian mengevaluasinya. Siswa tidak hanya sekedar bisa menjawab tetapi harus memahami jawaban tersebut dan dapat menyimpulkan sendiri apakah jawabannya benar atau salah.

Metode Socrates dipadukan dengan Pendekatan Kontekstual yang di dalamnya mengandung beberapa komponen utama pembelajaran kontekstual. Komponen-komponen itu menurut Ditjen Dikdasmen (2003) antra lain: kontruktivisme (pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit), inquiri (menemukan), questioning (bertanya), lerning community (masyarakat belajar), modeling (pemodelan), dan reflection (refleksi). Pendekatan Kontektual memberikan kesempatan siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri melalui berbagai informasi yang telah ada. Siswa dituntut untuk melakukan interpretasi dan anali-sis terhadap informasi yang diperoleh dan kemudian mengevaluasinya. Hal ini secara tidak langsung akan mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa, karena interpretasi, analisis dan evaluasi merupakan tahapan dari kemampuan berpikir kritis.

Berdasarkan hasil penelitian Yunarti (2011), kolaborasi Metode Socrates dan Pen-dekatan Kontekstual sangat efektif diterapkan di kelas terutama dalam mengem-bangkan disposisi berpikir siswa. Facione (2004) menjelaskan bahwa disposisi merupakan sikap dasar dari motivasi internal untuk berpikir kritis. Berdasarkan pendapat Facione ini, seseorang akan mampu berpikir kritis dengan baik apabila ia memiliki disposisi berpikir kritis yang baik pula. Berdasarkan kedua pendapat tersebut Permbelajaran Socrates Kontekstual dirasa efektif dalam mengembang-kan kemampuan berpikir kritis siswa. Efektif yang dimaksud adalah suatu proses


(22)

6 pembelajaran yang sesuai dengan apa yang diharapkan dan tercapainya tujuan pembelajaran tersebut (Sutikno, 2005).

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti tertarik untuk melihat apakah Pembelajaran Socrates Kontekstual efektif ditinjau dari kemampuan berpikir kritis siswa. Oleh karena itu, dilakukan penelitian dengan judul “Efektivitas Pembelajaran Socrates Kontekstual Ditinjau dari Kemampuan Berpikir Kritis Siswa“.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah: “apakah Pembelajaran Socrates Kontekstual efektif jika ditinjau dari kemampuan berpikir kritis siswa kelas VII di SMP AL-Kautsar Bandarlampung?”. Dari rumusan masalah tersebut dijabarkan pertanyaan penelitian sebagai berikut.

1. “Apakah kemampuan berpikir kritis siswa setelah mengikuti Pembelajaran Socrates Kontekstual lebih baik dibandingkan sebelum mengikuti Pembela-jaran Socrates Kontekstual?”.

2. “Apakah persentase siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis yang baik setelah mengikuti Pembelajaran Socrates Kontekstual lebih dari 60% dari jumlah siswa?”.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas Pembelajaran Socrates Konteks-tual ditinjau dari kemampuan berpikir kritis siswa.


(23)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini secara teoritis mampu memberikan sumbangan terhadap per-kembangan pembelajaran matematika, terutama terkait kemampuan berpikir kritis siswa dan Pembelajaran Socrates Kontekstual.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi siswa, memberikan pengalaman baru dalam belajar matematika, yaitu menggunakan Pembelajaran Socrates Kontekstual dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa.

b. Bagi guru, memberikan masukan tentang efektivitas Pembelajaran Socra-tes Kontekstual terhadap kemampuan berpikir kritis siswa.

c. Bagi peneliti, menjadi sarana mengembangkan ilmu pengetahuan dalam bidang pendidikan matematika dan sebagai referensi untuk penelitian berikutnya yang sejenis.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah

1. Efektivitas pembelajaran adalah ukuran atau acuan keberhasilan dari suatu proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Pembelajaran dikatakan efektif apabila siswa dapat memperoleh pengalaman baru dan kesempatan belajar sendiri, sehingga kemampuannya meningkat dengan cara melakukan aktivitas yang seluas-luasnya sehingga terbentuk


(24)

8 kompetensi siswa dan dapat menghasilkan sesuatu yang diharapkan. Efektivitas pembelajaran dalam penelitian ini ditinjau dari beberapa aspek, yaitu:

a. Kemampuan berpikir kritis siswa sesudah mengikuti Pembelajaran Socrates Kontekstual lebih baik dibandingkan sebelum mengikuti Pembelajaran Socrates Kontekstual.

b. Persentase siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis yang baik (mendapat nilai lebih atau sama dangan 70) setelah mengikuti Pembela-jaran Socrates Kontekstual lebih dari 60% dari jumlah siswa.

2. Pembelajaran Socrates Kontekstual adalah pembelajaran yang menggunakan metode Socrates dan pendekatan Kontekstual. Metode Socrates adalah metode yang memuat dialog atau diskusi yang dipimpin oleh guru melalui pertanyaan-pertanyaan induktif untuk menguji validitas keyakinan siswa akan suatu objek dan membuat kesimpulan yang benar akan objek tersebut. Pertanyaan-pertanyaan yang digunakan yaitu: tipe pertanyaan klarifikasi, asumsi-asumsi penyelidikan, alasan-alasan dan bukti penyelidikan, titik pandang dan persepsi, implikasi dan konsekuensi penyelidikan, dan pertanyaan tentang pertanyaan. Metode ini dipadukan dengan pendekatan Kontekstual yang membantu siswa mangaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa. Pendekatan Kontekstual mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya pada kehidupan sehari-hari. Ada enam komponen Pendekatan Kontekstual yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: kontrutivisme (pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit), inquiri


(25)

(menemukan), questioning (bertanya), lerning community (masyarakat belajar), modeling (pemodelan), dan reflection (refleksi).

3. Kemampuan berpikir kritis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ke-mampuan untuk menganalisis, mengembangkan dan menyeleksi ide-ide yang bertujuan membuat keputusan yang rasional untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang kompleks dalam aktivitas mental. Kemampuan berpikir kritis yang diteliti pada penelitian ini meliputi: interpretasi (kemampuan untuk memahami dan mengungkapkan makna dari berbagai kejadian atau informasi yang dihadapi), analisis (kemampuan untuk membuat rincian atau uraian serta mengidentifikasi hubungan yang berada di antara pernyataan, pertanyaan, atau konsep dari suatu representasi), dan evaluasi (kemampuan untuk menilai dan mengkritisi kredibilitas pernyataan-pernyataan atau representasi-representasi).


(26)

10

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Efektivitas Pembelajaran

Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan sasarannya. Sutikno (2005: 7) mengungkapkan efektivitas pembelajaran me-rupakan kemampuan dalam melaksanakan pembelajaran yang telah direncanakan sehingga memungkinkan siswa dapat belajar dengan mudah, sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai. Dengan demikian, efektivitas berhubungan dengan masalah bagaimana pencapaian tujuan atau hasil yang diperoleh. Efektivitas juga berkaitan dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai.

Efektivitas pembelajaran dapat diukur sebagai tolak ukur keberhasilan dari suatu tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Mulyasa (2006: 193) dan Hamalik (2001: 171) menyatakan bahwa suatu pembelajaran dapat dikatakan efektif jika mampu menyediakan kesempatan belajar sendiri sehingga siswa memperoleh pengalaman baru dan membentuk kompetensi peserta didik dengan cara membe-rikan aktivitas yang seluas-luasnya kepada siswa untuk belajar. Lebih lanjut menurut Eggen dan Kauchak (Warsita, 2008) , pembelajaran dikatakan efektif jika siswa secara aktif dilibatkan dalam pengorganisasian dan penemuan informasi (pengetahuan), sehingga dalam pembelajaran siswa tidak hanya menerima


(27)

pengetahuan yang diberikan oleh guru secara pasif. Dengan demikian, diharapkan pembelajaran tersebut dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa.

Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa efektivitas pembelajaran adalah ukuran atau acuan keberhasilan dari suatu proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Pembelajaran dikatakan efektif apabila siswa dapat memperoleh pengalaman baru dan kesempatan belajar sendiri, sehingga kemampuannya meningkat dengan cara melakukan aktivitas yang seluas-luasnya sehingga terbentuk kompetensi siswa dan dapat menghasilkan sesuatu yang diharapkan.

B. Metode Socrates

Menurut Maxwell (2008), Metode Socrates dinamakan demikian untuk menga-badikan nama penciptanya. Socrates (469-399 BC) merupakan filsuf Yunani, yang tinggal di Athena selama masa kejayaan Yunani. Socrates adalah seorang pemikir Yunani yang terkenal pada zamannya. Socrates dikenal di Athena pada saat dia berusia empat puluhan tahun. Socrates dikenal karena kebiasaannya terlibat dalam percakapan filosofi. Socrates merupakan salah satu figur paling penting dalam tradisi filosofi barat. Hal ini karena Socrates merupakan generasi pertama dari tiga ahli filsafat besar dari Yunani. Socrates merupakan guru dari Plato dan Plato merupakan guru dari Aristoteles.

Kontribusi besar Socrates dalam pemikiran barat adalah dialektika inkuirinya. Hal ini yang dikenal sebagai Metode Socrates. Gaya percakapan Socrates melibatkan penolakan atau penyangkalan pengetahuan. Dalam


(28)

percakapan-perca-12 kapan tersebut, Socrates bersikap sebagai siswa dan lawan bicaranya dianggap sebagai guru. Untuk menyelesaikan suatu masalah, Socrates membagi permasala-han itu ke dalam suatu rangkaian pertanyaan-pertanyaan, yang jawaban-jawaban-nya secara bertahap mejawaban-jawaban-nyarikan jawaban dari permasalahan tersebut.

Terdapat beberapa definisi metode socrates menurut para ahli. Jones, Bagford, dan Walen (Yunarti, 2011) mendefinisikan Metode Socrates sebagai sebuah proses diskusi yang dipimpin guru untuk membuat siswa mempertanyakan validitas penalarannya atau untuk mencapai sebuah kesimpulan. Sementara Maxwell (2008) mendefinisikan Metode Socrates sebagai “a process of inductive question-ning used to successfully lead a person to knowledge through small steps.” Berarti, metode Socrates adalah metode yang memuat dialog atau diskusi yang dipimpin oleh guru melalui pertanyaan-pertanyaan induktif untuk menguji validitas keyakinan siswa akan suatu objek dan membuat kesimpulan yang benar akan objek tersebut secara konstruktif.

Metode Socrates adalah metode yang didalamnya memuat pertanyaan-pertanyaan induktif yang berbeda dengan metode bertanya pada umumnya. Menurut Permalink (2006), Richard Paul telah menyusun enam jenis pertanyaan Socrates dan memberi contoh-contohnya. Keenam jenis pertanyaan tersebut adalah perta-nyaan klarifikasi, asumsi-asumsi penyelidikan, alasan-alasan dan bukti penyeli-dikan, titik pandang dan persepsi, implikasi dan konsekuensi penyelipenyeli-dikan, dan pertanyaan tentang pertanyaan. Jenis-jenis pertanyaan Socrates beserta contoh-contoh pertanyaannya yang telah disusun oleh Richard Paul dapat dilihat pada Tabel 2.1.


(29)

Tabel 2.1 Jenis-Jenis Pertanyan Socrates dan Contohnya. Tipe Pertanyaan Contoh Pertanyaan Klarifikasi Apa yang anda maksud dengan ….?

Dapatkah anda mengambil cara lain?

Dapatkah anda memberikan saya sebuah contoh? Asumsi-asumsi

Penyelidikan

Apa yang anda asumsikan?

Bagaimana anda bisa memilih asumsi-asumsi itu? Alasan-alasan dan

bukti

Penyelidikan

Bagaimana anda bisa tahu?

Mengapa anda berpikir bahwa itu benar? Apa yang dapat mengubah pemikiran anda? Titik pandang dan

persepsi

Apa yang anda bayangkan dengan hal tersebut? Efek apa yang dapat diperoleh?

Apa alternatifnya? Implikasi dan

Konsekuensi Penyelidikan

Bagaimana kita dapat menemukannya? Apa isu pentingnya?

Generalisasi apa yang dapat kita buat? Pertanyaan

tentang pertanyaan

Apa maksudnya?

Apa yang menjadi poin dari pertanyaan ini?

Mengapa anda berpikir saya bisa menjawab pertanyaan ini?

Keenam jenis pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan yang digunakan dalam dialog-dialognya Socrates dengan siswanya. Socrates memberikan pertanyaan-pertanyaan yang menguji keyakinan pemikiran siswanya dan kemudian digabung-kan dengan pemikiran siswa lain. Socrates memimpin debat budigabung-kan untuk mene-mukan jawaban sesungguhnya melainkan untuk membuat siswa bingung dengan pemikirannya sendiri. Peserta didik dibimbing untuk menggali dan menganalisis sendiri pemahamannya sehingga ia sampai pada suatu kesimpulan nilai kebenaran jawaban yang ia utarakan serta mengonfirmasi pengetahuan yang ia miliki.

Menurut Maxwell (2008), bekerjanya Metode Socrates untuk kemampuan berpikir kritis meliputi dua daerah dampak, yaitu The Safety Factor dan The Preference Factor. Kedua daerah dampak tersebut mempengaruhi kesehatan psikologi manusia yang terkait dengan kemampuan mereka untuk berpikir kritis.


(30)

14 1. The Safety Factor (Faktor Keselamatan)

Tanpa mengembangkan kemampuan bertanya tentang sesuatu, kita tidak dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Orang-orang yang takut untuk bertanya sering tidak mampu untuk berpikir kritis. Untuk itu faktor „keselamatan atau keamanan‟ siswa harus menjadi perhatian guru.

Rasa aman dan nyaman harus diberikan guru ketika siswa menjawab atau mengajukan pertanyaan. Guru harus mampu meyakinkan siswa bahwa mereka tidak dalam proses „intimidasi‟ melalui sikap yang ditampilkan dan pertanyaan yang diajukan guru. Dengan demikian, siswa akan lebih mudah mengeksplor kemampuan berpikir kritisnya dengan baik karena merasa tidak ada tekanan atau paksaan yang menakutkan mereka.

2. The Preference Factor (Factor yang Lebih Disukai)

Berpikir kritis bukanlah suatu keterampilan yang dapat diterapkan untuk segala hal. Seseorang dapat berpikir sangat kritis pada suatu isu tetapi belum tentu pada isu lain. Ketika membicarakan isu yang mereka suka atau mereka kenal dengan baik, seseorang dapat membangun kapasitas yang luar biasa untuk tetap berpikir kritis. Untuk itu, guru harus mampu menyusun perta-nyaan-pertanyaan yang memuat suatu kejadian atau isu yang diketahui dengan baik oleh seluruh siswa.

Dalam pembelajaran dengan menggunakan Metode Socrates, siswa dianggap telah memiliki pengetahuan awal yang cukup. Siswa dianggap mampu mengonfirmasi jawaban atas suatu permasalahan yang diberikan. Melalui jenis-jenisi pertanyaan Socrates, siswa dibimbing untuk menggali dan menganalisis sendiri


(31)

pemahamannya. Siswa dapat menyimpulkan nilai kebenaran jawaban yang ia utarakan serta mengonfirmasi pengetahuan yang ia miliki. Hal ini menunjukkan bahwa perta-nyaan-pertanyaan Socrates yang kritis serta diajukan secara sistema-tis dan logis mampu mengeksplor seluruh kemampuan berpikir krisistema-tis siswa untuk mendapatkan kebenaran suatu objek.

C. Pendekatan Kontekstual

Pembelajaan dengan pendekatan kontekstual didasarkan pada filosof kontrukti-visme. Dalam pembelajaran, konstruktivisme bisa dimaknai sebagai proses bela-jar peserta didik untuk membangun pengetahuan baru dengan „bahan dasar‟ pe -ngetahuan awal yang telah mereka miliki. Dalam pembelajaran dengan pendeka-tan kontekstual, siswa diarahkan belajar melalui mengalami, bukan menghafal. Glasersfeld (Komalasari, 2010) menegaskan bahwa pengetahauan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan. Pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia yang ada. Pe-ngetahuan merupakan akibat dari konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang.

Menurut Johnson dalam Kunandar (2007), Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning /CTL) merupakan suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari, yaitu dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya. Hal ini sejalan dengan pendapat Daryanto (2012), bahwa pembelajaran dengan pende-katan kontekstual lebih bermakna bagi siswa karena pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer


(32)

16 pengetahuan dari guru ke siswa. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning /CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penera-pannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

Pendapat lain tentang CTL dinyatakan oleh Jumadi (2003), pembelajaran konteks-tual merupakan pembelajaran yang mengaitkan materi pembelajaran dengan kon-teks dunia nyata yang dihadapi siswa sehari-hari baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar dan dunia kerja, sehingga siswa mampu membuat hubu-ngan antara pengetahuan yang dimilikinya dehubu-ngan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran yakni: kon-struktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menyelidiki (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi ( reflec-tion), dan penilaian autentik (authentic assessment).

Mendukung pernyataan Jumadi, Nurhadi (dalam Mundilarto, 2005) menyebutkan sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual jika menerapkan 7 komponen utama CTL tersebut. Hal ini menujukkan penting menerapakan 7 komponen utama CTL agar suatu pembelajaran dikatakan sebagai pembelajaran kontekstual. Ditjen Dikdasmen (2003: 10-13) memaparkan tujuh komponen utama pembelajaran kontekstual, yaitu:

a. Konstrutivisme

Konstruktivisme adalah landasan berpikir pembelajaran kontekstual yang menyatakan bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit,


(33)

yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.

b. Menemukan (Inquiri)

Menemukan merupakan inti dari pembelajaran kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapakan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apa pun materi yang diajarkannya.

c. Bertanya (Questioning)

Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran berbasis kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa kegiatan bertanya merupakan hal yang penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inquiri, yaitu menggali informasi, mengonfirmasikan apa yang sudah diketahui. Dalam aktivitas belajar, kegiatan bertanya dapat diterapakan antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara siswa dengan orang lain dan sebagainya.

d. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep masyarakat belajar menyarankan agar pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari „sharing’ antar teman, antar kelompok, dan antara yang sudah tahu dan belum tahu.


(34)

18 e. Pemodelan (Modeling)

Pemodelan artinya dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengeta-huan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Pemodelan dasarnya membahasa-kan gagasan yang dipikirmembahasa-kan, mendemonstrasimembahasa-kan bagaimana guru meng-inginkan bagaimana para siswanya belajar, dan melakukan apa yang diingin-kan guru. Pemodelan dapat berbentuk demonstrasi, pemberian contoh tentang konsep atau aktivitas belajar.

f. Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Refleksi merupakan gambaran terhadap kegiatan atau pengetahuan yang baru saja diterima.

g. Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assessment)

Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa menga-lami proses pembelajaran dengan benar. Penilaian yang sebenarnya ( Authen-tic Assessment) adalah kegiatan menilai siswa yang menekankan pada apa yang seharusnya dinilai, baik proses maupun hasil dengan berbagai instrumen penilaian.

Dari pengertian diatas dapat diartikan bahwa pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning /CTL) adalah konsep belajar yang membantu siswa menghubungkan antara materi pelajaran yang diajarkan dengan situasi dunia nyata


(35)

siswa yang mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang mereka miliki dengan kehidupan mereka sehari-hari. Siswa memperolah penge-tahuan sedikit demi sedikit dari proses mengkontruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Ada enam komponen Pende-katan Kontekstual yang digunakan dalam penelitian ini, komponen itu antra lain: kontrutivisme (pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit), inquiri (menemukan), questioning (bertanya), lerning community (masyarakat belajar), modeling (pemodelan), dan reflection (refleksi). Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment) tidak digunakan karena melihat objek penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP.

D. Berpikir Kritis

Berpikir kritis bukan merupakan hal yang baru dalam studi perkembangan kognisi. Menurut Maxwell (2008), sekitar 2400 tahun yang lalu Socrates sudah memulainya dengan mengajar siswanya melalui pertanyaan-pertanyaan, dialog, dan debat untuk menemukan berbagai definisi filosofi. Percakapan percakapan yang dilakukan Socrates dengan siswa-siswanya tersebut dicatat oleh Plato, dan diterbitkan dalam buku Gorgias, Euthyphro, Apology, dan Republic. Dalam dialognya tersebut Socrates memberikan pertanyaan-pertanyaan yang menguji keyakinan pemikiran siswanya dan kemudian dikonfrontir dengan pemikiran siswa lain. Socrates memimpin debat bukan untuk menemukan jawaban sesungguhnya melainkan untuk membuat siswa bingung dengan pemikirannya sendiri. Socrates, dengan sikap yang rendah hati dan ragu-ragu, memposisikan dirinya sebagai siswa yang ingin mengetahui kebenaran jawaban dari gurunya.


(36)

20 Berpikir kritis dapat dikatakan sebagai bentuk kegiatan mental atau pikiran manusia yang aktif. Menurut Wijaya (2007), berpikir kritis adalah suatu kegiatan atau proses menganalisis, menjelaskan, mengembangkan atau menyeleksi ide, mencakup mengkategorisasikan, membandingkan, melawankan, menguji argu-mentasi dan asumsi, menyelesaikan dan mengevaluasi kesimpulan induksi dan deduksi, menentukan prioritas dan membuat pilihan.

Pendapat lain tentang berpikir kritis dinyatakan Ennis (Husnidar, 2014) bahwa berpikir kritis adalah suatu proses berpikir yang bertujuan untuk membuat kepu-tusan yang rasional yang diarahkan untuk memutuskan apakah meyakini atau melakukan sesuatu. Dengan demikian berpikir kritis mempertimbangkan dan mengevaluasi informasi yang pada akhirnya memungkinkan siswa secara aktif membuat keputusan.

Lebih lanjut, Halpern (2003) mengatakan bahwa pada saat kita berpikir kritis sebenarnya kita melakukan evaluasi terhadap proses berpikir kita sendiri maupun orang lain untuk kemudian mengambil keputusan terhadap masalah yang kita hadapi. Adanya evaluasi dalam berpikir kritis menjadikan jenis berpikir ini sebagai jenis berpikir tingkat tinggi. Untuk dapat mengevaluasi seseorang harus mampu memahami masalah yang ada, lalu mengumpulkan data atau informasi yang dibutuhkan, dan kemudian menganalisis data yang diperoleh. Hal ini membutuhkan pemikiran yang mendalam dan logis agar dapat menghasilkan keputusan yang tepat.

Paul dalam The Critical Thinking Community (2009) mengemukakan hal yang perlu diketahui mengenai berpikir kritis, yaitu berpikir kritis bukan hanya sekedar


(37)

berpikir, tapi berpikir dengan mendatangkan peningkatan kualitas diri; dimana peningkatan ini datang dari keterampilan dalam penggunaan standar-standar berpikir. Standar-standar berpikir yang dimaksud Paul adalah: jelas (clarity), cermat (precision), tegas (specificity), teliti/akurat (accuracy), relevan ( rele-vance), konsisten (consistency), logis (logicalness), mendalam (depth), lengkap (completeness), bermakna (significance), adil (fairness), cukup (adequacy).

Seseorang yang berpikir kritis memiliki karakter khusus yang dapat diidentifikasi dengan melihat bagaimana seseorang menyikapi suatu masalah. Karakter-karakter tersebut tampak pada kebiasaan bertindak, beragumen dan memanfaatkan pengetahuannya. Menurut Facione (Valentine, 2014) ada enam kecakapan berpikir kritis utama yang terlibat di dalam proses berpikir kritis. Kecakapan-kecakapan tersebut adalah interpretasi, analisis, evaluasi, inference, penjelasan dan regulasi diri. Berikut adalah deskripsi dari ke enam kecakapan berpikir kritis utama:

a. Interpretasi, adalah kemampuan untuk memahami dan mengungkapkan makna dari berbagai kejadian atau informasi yang dihadapi.

b. Analisis, adalah kemampuan untuk membuat rincian atau uraian serta meng-identifikasi hubungan yang berada di antara pernyataan, pertanyaan, atau konsep dari suatu representasi

c. Evaluasi, adalah kemampuan untuk menilai dan mengkritisi kredibilitas pernyataan-pernyataan atau representasi-representasi.

d. Inference, mengidentifikasi dan memperoleh unsur-unsur yang masuk akal, membuat dugaan-dugaan dan hipotesis, dan menyimpulkan konsekuensi-konsekuensi dari data.


(38)

22 e. Penjelasan, mampu menyatakan hasil-hasil dari penjelasan seseorang,

mem-presentasikan penalaran seseorang dalam bentuk argumen yang kuat.

f. Regulasi diri, berarti secara sadar diri memantau kegiatan-kegiatan kognitif seseorang, unsur-unsur yang digunakan dalam kegiatan-kegiatan tersebut dan hasil-hasil yang diperoleh, terutama dengan menerapkan kecakapan-kecakapan di dalam analisis dan evaluasi untuk penelitian penilaian inferensial sendiri dengan memandang pada pertanyaan, konfirmasi, validitas atau mengoreksi baik penalarannya atau hasil-hasilnya.

Menurut Ennis (Valentine, 2014) indikator kemampuan berpikir kritis dapat diturunkan dari aktivitas kritis siswa meliputi: a) mencari pernyataan yang jelas dari pertanyaan; b) mencari alasan; c) berusaha mengetahui informasi dengan baik; d) memakai sumber yang memiliki kredibilitas dan menyebutkannya; e) memerhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan; f) berusaha tetap relevan dengan ide utama; g) mengingat kepentingan yang asli dan mendasar; h) mencari alternatif; i) bersikap dan berpikir terbuka; j) mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup untuk melakukan sesuatu; k) mencari penjelasan sebanyak mungkin; l) bersikap secara sistematis dan teratur dengan bagian dari keseluruhan masalah. Selanjutnya Ennis mengidentifikasi 12 indikator berpikir kritis yang dikelompokkan dalam lima besar aktivitas sebagai berikut.

a) Memberikan penjelasn sederhana, yang berisi; memfokuskan pertanyaan, menganalisis pertanyaan dan bertanya, serta menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan atau pernyataan.

b) Membangun keterampilan dasar, yang terdiri atas mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak dan mengenai serta


(39)

memper-timbangkan suatu laporan hasil observasi.

c) Mengatur strategi dan teknik, yang terdiri atas menentukan tindakan dan berinteraksi dengan orang lain.

d) Memberikan penjelasan lanjut, yang terdiri atas mengidentifikasi istilah- istilah dan deinisi pertimbangan dan juga dimensi, serta mengidentifikasi asumsi.

e) Menyimpulkan yang terdiri atas kegiatan mendeduksi atau memper-timbangkan hasil deduksi, meninduksi atau mempermemper-timbangkan hasil induksi, dan membuat serta menentukan nilai pertimbangan.

Tabel 2.2 Langkah-Langkah Berpikir Kritis serta Kaitannya dengan Kemampuan Berpikir Kritis (KBK).

Langkah-Langkah dalam Metode Ilmiah

menurut James Dye

Langkah-Langkah Berpikir Kritis dalam Penelitian

KBK yang Mungkin

Muncul 1. Merasakan suatu

masalah (wonder)

1. Fokus pada suatu masalah atau situasi kontekstual yang dihadapi

Interpretasi

2. Membuat dugaan-dugaan atau hipotesis

2. Membuat pertanyaan akan penyebab dan penyelesaiannya

Interpretasi dan analisis 3. Melakukan pengujian 3. Mengumpulkan data atau

informasi dan membuat hubungan antar data atau informasi tersebut. Membuat analisis dengan

pertimbangan yang mendalam

Analisis

4. Menerima hipotesis yang dianggap benar (Langkah yang dilaku-kan bisa kembali ke langkah (3) jika akibat yang diprediksi tidak muncul melalui eksperimen)

4. Melakukan penilaian terhadap hasil pada langkah 3. Penilaian dapat terus dievaluasi dengan kembali ke langkah 3.

Evaluasi

5. Melakukan tindakan yang sesuai

5. Mengambil keputusan akan penyelesaian masalah yang terbaik

Pengambilan Keputusan (Yunarti, 2011)


(40)

24 Untuk keperluan penelitian ini, peneliti merujuk langkah-langkah berpikir kritis yang tertera pada Tabel 2.2. Langkah-langkah berpikir kritis tersebut disusun oleh Yunarti (2011) dengan mengikuti langkah-langkah metode ilmiah dari Dye. Menurut Yunarti, langkah-langkah dalam metode ilmiah yang dikemukakan Dye merupakan pengembangan dari metode ilmiah murni yang dapat digunakan dalam lingkup pembelajaran.

Menurut Cottrell (Yunarti, 2011) pemikiran seseorang akan sulit akurat jika kondisi afektifnya kurang baik, sikap atau disposisi yang kurang baik akan mempengaruhi kemampuan-kemampuan untuk mengamati dan menganalisis dengan cermat. Akibatnya, keputusan yang diambil pun kurang tepat. Ricketts (Yunarti, 2011) dalam penelitiannya menemukan bahwa kemampuan berpikir kritis memiliki hubungan yang lemah dengan salah satu indikator disposisi berpikir kritis, yaitu kedewasaan dalam pengambilan keputusan. Berdasarkan penelitian kedua pendapat tersebut, peneliti tidak menyertakan indikator pengambilan keputusan dalam pengukuran. Hal ini mengingat kondisi psikis siswa SMP yang masih labil dan belum sepenuhnya dewasa dalam pengambilan keputusan. Kemampuan berpikir kritis yang diteliti dalam penelitian ini hanya meliputi interpretasi, analisis, dan evaluasi .

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dipaparkan di atas, kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan untuk menganalisis, mengembangkan dan menyeleksi ide-ide yang bertujuan membuat keputusan yang rasional untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang kompleks dalam aktivitas mental. Keterampilan-keterampilan berpikir kritis yang diteliti dalam penelitian ini


(41)

meliputi interpretasi (kemampuan untuk memahami dan mengungkapkan makna dari berbagai kejadian atau informasi yang dihadapi), analisis (kemampuan untuk membuat rincian atau uraian serta mengidentifikasi hubungan yang berada di antara pernyataan, pertanyaan, atau konsep dari suatu representasi), dan evaluasi (kemampuan untuk menilai dan mengkritisi kredibilitas pernyataan-pernyataan atau representasi-representasi).

E. Kerangka Berpikir

Kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu kemampuan yang dibutuhkan dalam menganalisis, mengevaluasi, dan mengambil kesimpulan yang tepat akan suatu masalah yang kompleks. Kebutuhan akan kemampuan ini berhubungan erat dengan situasi dunia yang dinamis, cepat berubah, dan tidak mudah diramal.

Kenyataannya fokus dan perhatian guru pada upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran matematika masih jarang dilaksanakan. Padahal kemampuan itu yang sangat diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk meme-cahkan masalah. Akibatnya ketika siswa dihadapkan pada tugas yang sulit dan membutuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, siswa cenderung malas menger-jakannya. Siswa cenderung mudah menyerah ketika diberikan masalah yang sebelumnya belum pernah dihadapi. Hal itu karena siswa sejak awal kurang dilatih untuk berpikir kritis. Siswa hanya dibiasakan menyelesaikan masalah yang sudah menjadi rutinitas.


(42)

26 Metode Socrates dengan Pendekatan Kontekstual. Metode Socrates memiliki karakter pertanyaan-pertanyaan yang bersifat menggali untuk mendapatkan validitas jawaban siswa. Melalui pertanyaan-pertanyaan Socrates, siswa terbiasa berpikir kritis tidak hanya pada masalah yang tidak bisa dijawab tetapi siswa dituntut untuk berpikir kembali apakah jawabannya sudah benar. Metode ini dipadu dengan pembelajaran kontekstual yang menerapkan enam pilar kontekstual yaitu kontrutivisme, inquiri (menemukan), questioning (bertanya), lerning community (masyarakat belajar), modeling (pemodelan), dan reflection (refleksi).

Pembelajaran kontekstual memberikan kesempatan siswa untuk membangun pengetahuan-nya sendiri melalui berbagai masalah yang telah ada. Dalam pembelajaran kontekstual, siswa diarahkan belajar melalui mengalami, bukan menghafal. Siswa dituntut untuk melakukan interpretasi dan analisis terhadap masalah yang ada dan kemudian mengevaluasinya. Hal ini secara tidak langsung akan mengembangkan kemampuan berpikir kritis siswa, karena interpretasi, analisis dan evaluasi merupakan tahapan dari kemampuan berpikir kritis. Maka pembelajaran Socrates Kontekstual diharapkan efektif ditinjau dari kemampuan berpikir kritis pada pembelajaran matematika.

F. Anggapan Dasar

Penelitian ini mempunyai angapan dasar bahwa:

1. Setiap siswa kelas VII di SMP AL-Kautsar Bandarlampug memperoleh materi pelajaran matematika sesuai kurikulum yang berlaku.

2. Faktor-faktor lain yang mungkin mempengaruhi berpikir kritis siswa selain Metode Socrates dan Pendekatan Kontekstual tidak diperhatikan.


(43)

G. HIPOTESIS

Hipotesis dalam penelitian ini adalah model Pembelajaran Socrates Kontekstual efektif ditinjau dari kemampuan berpikir kritis siswa. Dikatakan efektif apabila:

1. Kemampuan berpikir kritis siswa sesudah mengikuti Pembelajaran Socrates Kontekstual lebih baik dibandingkan sebelum mengikuti Pembelajaran Socra-tes Kontekstual.

2. Persentase siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis yang baik setelah mengikuti Pembelajaran Socrates Kontekstual lebih dari 60% dari jumlah siswa.


(44)

28

III. METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu. Desain yang digunakan adalah one group pretest-posttest. Penelitian ini membandingkan kemampuan berpikir kritis siswa sesudah diberikan Pembelajaran Socrates Kontekstual dengan kemampuan berpikir kritis siswa sebelum diberikan Pembelajaran Socrates Kontekstual. Sebelum dikenakan Pembelajaran Socrates Kontekstual, kelas tersebut diberikan tes awal berupa tes kemampuan berpikir kritis materi yang telah dipelajari. Materi yang dipilih adalah materi Perbandingan dan Skala. Tes awal ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa dengan model pembelajaran yang lalu. Setelah diberi perlakuan, kelas diberikan tes akhir berupa tes kemampuan berpikir kritis materi Persamaan Linear Satu Variabel. Tes akhir ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa setelah diberi perlakuan. Desain One group pretest-posttest menurut Sugiono (2008: 111) adalah sebagai berikut.

Tabel 3.1 Desain one group pretest-posttest

Pretest Treatment Posttest

Y1 X Y2

Keterangan:

Y1 : tes kemampuan awal berpikir kritis materi Perbandinga dan Skala X : pembelajaran Socrates Kontekstual


(45)

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Al-Kautsar Bandarlampung yang terletak di Jl. Soekarno Hatta Rajabasa Bandarlampung. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII semester genap Tahun Pelajaran 2014/2015. Jumlah selu-ruh siswa kelas VII adalah 310 siswa. Siswa terdistribusi ke dalam 8 kelas, yaitu VII A sampai VII H. Pada SMP ini terdapat kelas yang diunggulkan karena terdiri dari siswa-siswa pilihan, oleh karena itu pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik Purposif Sampling (Sampling Pertimbangan). Kelas dipilih dengan per-timbangan guru matematika SMP tersebut dan peneliti agar diperoleh sampel yang mewakili populasi. Pengambilan sampel dilakukan dengan memilih satu kelas dari delapan kelas yang ada. Sampel yang terpilih adalah seluruh siswa kelas VII B yang dijadikan sebagai kelas ekperimen.

C. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan dari Tanggal 19 Januari s.d. 19 Februari 2014 pada semester genap Tahun Ajaran 2014/2015 dengan tahapan sebagai berikut.

1. Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan ini dilakukan hal-hal sebagai berikut. a. Merumuskan masalah atau latar belakang penelitian.

b. Studi Pendahuluan, studi pendahuluan diawali dengan menelusuri literatur guna mendapatkan teori yang relevan mengenai Metode Socrates dan Pende-katan Kontekstual.

c. Meminta izin kepada Kepala SMP AL-Kautsar Bandarlampung untuk melak-sanakan penelitian.


(46)

30 d. Konsultasi dengan pihak sekolah dan Guru Matematika mengenai waktu penelitian, populasi dan sampel, serta materi yang digunakan dalam penelitian.

e. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan media sesuai SK, KD, dan tujuan pembelajaran.

f. Menyusun instrumen tes kemampuan berpikir kritis siswa.

g. Melakukan uji coba instrumen tes kemampuan berpikir kritis siswa berupa soal tes kemampuan awal dengan materi Perbandingan dan Skala di Kelas VII E SMP Al-Kautsar Bandarlampung.

h. Menguji validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda soal tes kemampuan awal.

i. Melakukan tes kemampuan awal pada Kelas VII B SMP Al-Kautsar Bandarlampung sebelum diberikan perlakuan.

j. Melakukan uji coba desain pembelajaran di Kelas VII E SMP Al-Kautsar Bandarlampung.

2. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan ini dilakukan hal-hal sebagai berikut.

a. Melaksanakan proses pembelajaran dengan Metode Socrates Kontekstual di Kelas VII B SMP Al-Kautsar Bandarlampung. Pembelajaran dengan materi Persamaan Linear Satu Variabel dilaksanakan berdasarkan Rencana Pelaksa-naan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun, meliputi:

1) Pendahuluan

Apersepsi untuk menggali materi kemampuan prasyarat siswa mengenai materi yang akan dibahas melalui tanya jawab. Kegiatan pendahuluan


(47)

berfokus pada suatu masalah atau situasi kontekstual yang dihadapi. Selanjutnya dengan pertanyaan-pertanyaan socratic guru membimbing siswa dalam membuat pertanyaan akan penyebab dan penyelesaiannya. 2) Kegiatan Inti

Kegiatan inti berupa mengumpulkan data atau informasi dan membuat hubungan antar data atau informasi tersebut melalui proses modeling dan learning community. Berikutnya, melaui proses bertanya, siswa dibantu guru dengan pertanyaan socratic dalam membuat analisis yang mendalam mengenai informasi yang diperoleh. Hasil analisis tersebut kemudian terus menerus dievaluasi hingga diperoleh jawaban benar atau salah.

3) Penutup

Kegiatan penutup diisi dengan refleksi atau berpikir tentang apa yang baru dipelajari dan berpikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan. Melalui proses ini siswa dituntun untuk mengambilan keputusan berupa penyelesaian yang terbaik bagi suatu masalah yang sudah diberikan.

b. Melakukan uji coba instrumen tes kemampuan berpikir kritis siswa berupa soal tes kemampuan akhir dengan materi PLSV di Kelas VII E SMP Al-Kautsar Bandarlampung.

c. Menguji validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran soal tes kemampuan akhir.

d. Melakukan tes kemampuan akhir di kelas eksperimen.

3. Tahap Pelaporan

a. Pengolahan dan analisis data.


(48)

32 D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik tes. Tes digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa. Pengumpulan data dilakukan dengan memberikan tes awal berupa tes kemampuan berpikir kritis mengenai materi yang telah siswa pelajari sebelum diberi perlakuan dan tes akhir berupa tes kemampuan berpikir kritis mengenai materi Persamaan Linear Satu Variabel yang diterima siswa melalui Pembelajaran Socrates Kontekstual di akhir pembelajaran.

E. Data Penelitian

Data penelitian yang diambil dalam penelitian merupakan data kuantitatif. Data ini berupa nilai-nilai yang diperoleh dari hasil tes kemampuan berpikir kritis siswa sebelum dan sesudah mendapatkan pembelajaran Socrates Kontekstual.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen tes. Tes yang digunakan berupa tes kemampuan awal dan tes kemampuan akhir untuk mengu-kur kemampuan berpikir kritis siswa. Tes kemampuan awal dilakukan untuk me-ngetahui kemampuan berpikir kritis siswa dengan menggunakan metode pembe-lajaran yang telah lalu. Tes kemampuan akhir dilakukan untuk mengetahui ke-mampuan berpikir kritis siswa setelah diberi perlakuan. Tes ini ditujukan untuk mengetahui apakah kemampuan berpikir kritis siswa setelah mengikuti jaran Socrates Kontekstual lebih baik dibandingkan sebelum mengikuti Pembela-jaran Socrates Kontekstual. Soal tes yang digunakan berupa soal uraian, ini


(49)

bertujuan agar langkah-langkah berpikir siswa dalam menyelesaian suatu masalah dapat terlihat. Indikator berpikir kritis yang ingin diukur akan teridentifikasi lebih jelas sehingga memudahkan peneliti untuk memperoleh data yang dibutuhkan. Tabel 3.2 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa.

No Indikator Keterangan Skor

1. Interpretasi (memahami dan

mengungkapk an makna dari berbagai kejadian yang dihadapi)

a. Tidak menjawab/menjawab tetapi tidak memahami dan mengungkapkan makna dari berbagai kejadian yang dihadapi

0 b. Memahami dan mengungkapkan makna dari

berbagai kejadian yang dihadapi tetapi salah 1 c. Memahami makna dari berbagai kejadian yang

dihadapi dengan benar tetapi salah mengungkapkannya

2 d. Memahami dan mengungkapkan makna dari

berbagai kejadian yang dihadapi dengan benar 3 2 Analisis

(membuat rincian atau uraian serta mengidentifi-kasi hubungan antara pernyataan, atau konsep dari suatu representasi)

a. Tidak menjawab/menjawab tetapi tidak membuat rincian atau uraian serta mengidentifikasi

hubungan antara pernyataan, pertanyaan, atau konsep dari suatu representasi

0

b. Membuat rincian atau uraian serta

mengidentifikasi hubungan antara pernyataan, pertanyaan, atau konsep dari suatu representasi tetapi salah

1

c. Membuat rincian atau uraian dengan benar tetapi salah mengidentifikasi hubungan antara

pernyataan-pertanyaan, atau konsep dari suatu representasi

2 d. Membuat rincian atau uraian

sertammengidentifikasi hubungan antara pernyataan, pertanyaan, atau konsep dari suatu representasi dengan benar

3 3. Evaluasi

(menilai dan mengkritisi kredibilitas dari suatu pernyataan)

a. Tidak menjawab/menjawab tetapi tidak menilai dan mengkritisi kredibilitas dari suatu pernyataan 0 b. Menilai dan mengkritisi kredibilitas

dari suatu pernyataan tetapi salah 1 c. Menilai kredibilitas dari suatu

pernyataan dengan benar tetapi salah dalam mengkritisinya

2 d. Menilai dan mengkritisi kredibilitas dari suatu

pernyataan dengan benar 3

Skor Maksimum Setiap Indikator 3


(50)

34 Pada tabel 3.2 disajikan pedoman penskoran dalam menilai kemampuan berpikir kritis yang digunakan dalam penelitian ini. Instrumen tes untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa disusun berdasarkan indikator-indikator berpikir kritis. Ada tiga indikator yang digunakan, yaitu interpretasi (memahami dan mengungkapkan makna dari berbagai kejadian yang dihadapi), analisis (membuat rincian atau uraian serta mengidentifikasi hubungan antara pernyataan, pertanyaan, atau konsep dari suatu representasi) dan evaluasi (menilai dan mengkritisi kredibilitas dari suatu pernyataan ).

Sebelum digunakan, instrumen tes tersebut harus diuji terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah soal-soal tersebut memenuhi kriteria soal yang layak digunakan. Kriteria kelayakan yang dimaksud adalah valid, reliabel, memiliki tingkat kesukaran yang sesuai serta daya pembeda yang baik. Baik tes kemampuan awal maupun tes kemampuan akhir harus diujicoba terlebih dahulu agar dapat diketahui soal tes tersebut layak digunakan atau tidak. Jika instrumen tersebut belum layak, maka perlu dilakukan revisi atau perbaikan. Oleh karena itu, setelah dilakukan uji coba soal di kelas ujicoba, hasil tes tersebut dianalisis sebagai berikut.

1. Validitas

Uji Validitas dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen tersebut mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi. Dalam Penelitian ini digunakan validitas isi dan validitas butir soal. Menurut Arikunto (2011; 67), sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan. Oleh karena itu,


(51)

pengujian validitas isi dilakukan dengan mengonsultasikan instrumen tes kepada dosen pembimbing baik tes kemampuan awal maupun tes kemampuan akhir yang telah disusun. Setelah itu, instrumen tersebut diujicobakan.

Setelah instrumen tes diujicobakan, selanjutnya pada kedua tes dilakukanlah uji validitas butir soal seperti yang dinyatakan Arikunto (2011; 75) bahwa validitas butir soal dicari guna mengetahui butir-butir soal manakah yang menyebabkan soal tersebut jelek. Untuk keperluan ini maka, penentuan validitas butir soal menggunakan rumus korelasi product moment dengan angka kasar Karl Pearson (Arikunto, 2011: 72) sebagai berikut.

∑ ∑ ∑

√[ ∑ ∑ ][ ∑ ∑ ]

Keterangan:

= koefisien validitas butir soal nomor i = jumlah peserta tes

= Skor butir soal nomor i

= Skor total semua jawaban peserta tes

Dilanjutkan dengan melakukan uji t sehingga didapat:

Apabila maka butir soal tersebut valid dengan dan dk = n -2. Interpretasi nilai mengikuti Arikunto (2011; 75) yang dikategorikan dalam tabel berikut.


(52)

36 Tabel 3.3 Interpretasi Korelasi Nilai .

Nilai Interpretasi

Validitas sangat tinggi

Validitas tinggi

Validitas sedang

Validitas rendah

Validitas sangat rendah

Setelah dilakukan ujicoba instrumen, dilakukan perhitungan validitas butir soal instrumen tes (Lampiran C.1 dan Lampiran C.2). Diperoleh validitas butir soal masing-masing tes sebagai berikut.

Tabel 3.4 Validitas Butir Soal Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kritis

Tes Kemampuan Awal Tes Kemampuan Akhir

Butir Soal Nilai Validitas Interpretasi Validitas Butir Soal Nilai Validitas Interpretasi Validitas 1a 0,559 Sedang 1a 0,728 Tinggi

1b 0,432 Sedang 1b 0,753 Tinggi

2 0,806 Tinggi 1c 0,705 Tinggi

3a 0,784 Tinggi 1d 0,557 Sedang 3b 0,616 Tinggi 2a 0,814 Sangat Tinggi 3c 0,618 Tinggi 2b 0,827 Sangat Tinggi 3d 0,786 Tinggi 2c 0,742 Tinggi

3a 0,569 Sedang 3b 0,660 Tinggi

Berdasarkan hasil analisis validitas butir soal di atas pada masing-masing instru-men tes tidak terdapat butir soal yang termasuk kedalam kategori rendah maupun sangan rendah. Oleh karena itu, instrumen tes kemampuan berpikir kritis tersebut dikatakan valid.

2. Reliabilitas

Reliabilitas menyangkut kekonsistenan instrumen dalam memberikan hasil. Seperti pernyataan Arikunto (2011; 86) bahwa reliabilitas berhubungan dengan


(53)

masalah kepercayaan. Suatu tes dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi apabila memberikan hasil yang tetap. Karena penelitian ini menggunakan soal bentuk uraian maka digunakan rumus Alpha. Arikunto (2012; 109) menyaji-kan rumus Alpha ini sebagai berikut.

Keterangan:

r11 = koefisien reliabilitas = banyaknya soal

∑ = jumlah dari varians skor tiap butir soal = varians total.

Varians dapat dicari menggunakan rumus berikut.

∑ ∑

Interpretasi terhadap koefisien reliabilitas tes (r11) menurut Arikunto (2006) yakni

sebagai berikut.

Tabel 3.5 Interpretasi Koefisien Reliabilitas.

Nilai Interpretasi

Derajat reliabilitas sangat rendah

Derajat reliabilitas rendah

Derajat reliabilitas cukup

Derajat reliabilitas tinggi

Derajat reliabilitas sangat tinggi

Dari hasil perhitungan, diperoleh nilai reliabilitas soal tes kemampuan awal adalah 0,607 (Lampiran C.1) dan reliabilitas soal tes kemampuan akhir adalah 0,769


(54)

38 (Lampiran C.2). Berdasarkan pendapat Arikunto pada Tabel 3.5, intrumen tes yang disusun memiliki derajat reliabilitas yang tinggi. Oleh karena itu, instrumen tes kemampuan berpikir kritis tersebut reliabel.

3. Tingkat Kesukaran

Arikunto (2011) menyatakan bahwa tingkat kesukaran adalah bilangan yang menunjukan sukar atau mudahnya sesuatu soal. Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak mendorong siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya, sedangkan soal yang terlalu sukar akan membuat siswa putus asa dalam menyelesaikan soal tersebut. Untuk mengetahui tingkat kesukaran istrumen tes yang dibuat, penelitian ini mengikuti Sudijono (2008: 372) dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

Keterangan:

TK : tingkat kesukaran suatu butir soal

JT : jumlah skor yang diperoleh siswa pada butir soal yang diperoleh

IT : jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal.

Interpretasi tingkat kesukaran mengikuti Sudijono (2008, 372) yakni sebagai berikut.

Tabel 3.6 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran.

Nilai Interpretasi

Sangat Sukar

Sukar

Sedang

Mudah


(55)

Dalam penelitian ini, butir soal yang dipilih adalah soal dengan nilai tingkat kesu-karan mudah, sedang dan sukar. Setelah dilakukan analisis terhadap hasil uji coba soal tes awal dan tes akhir, diperoleh nilai tingkat kesukaran masing-masing butir soal disajikan dalam Tabel 3.7 (Lampiran C.1 dan Lampiran C.2).

Tabel 3.7 Tingkat Kesukaran Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kritis

Tes Kemampuan Awal Tes Kemampuan Akhir

Butir Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi Tingkat Kesukaran Butir Soal Tingkat Kesukaran Interpretasi Tingkat Kesukaran

1a 0,284 Sukar 1a 0,813 Mudah

1b 0,284 Sukar 1b 0,804 Mudah

2 0,394 Sedang 1c 0,821 Mudah

3a 0,747 Mudah 1d 0,837 Mudah

3b 0,780 Mudah 2a 0,528 Sedang

3c 0,699 Sedang 2b 0,560 Sedang

3d 0,739 Mudah 2c 0,560 Sedang

3a 0,284 Sukar 3b 0,300 Sukar

Berdasarkan hasil analisis tingkat kesukaran butir soal di atas, pada masing-masing instrumen tes memiliki komposisi tingkat kesukaran yang hampir sama. Baik tes kemampuan awal maupun tes kemampuan akhir, keduanya memliki soal dengan tingkat kesukaran mudah, sedang dan sukar. Oleh karena itu, instrumen tes kemampuan berpikir kritis tersebut bisa dikatakan memiliki tingkat kesukaran yang baik.

4. Daya Pembeda

Arikunto (2011: 211) menyatakan bahwa daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah.


(56)

40 Setelah diketahui skor hasil tes, seluruh peserta tes diurutkan berdasarkan skor tes yang diperolehnya dari skor terbesar hingga terkecil kemudian dibagi menjadi dua kelompok. Daya pembeda butir soal dihitung mengikuti Arikunto (2011: 213) dengan menggunakan persamaan sebagai berikut.

̅ ̅

Keterangan:

DP : daya pembeda

̅ : rata-rata skor tiap butir soal dari kelompok atas

̅ : rata-rata skor tiap butir soal dari kelompok bawah Skor Maks : skor maksimum tiap butir soal

Interpretasi koefisien daya pembeda yang diadaptasi dari Arifin (2012) adalah sebagai berikut.

Tabel 3.8 Interpretasi Koefisien Daya Pembeda.

Nilai Interpretasi

0,40 – 1,00 Sangat Baik 0,30 – 0,39 Baik

0,20 – 0,29 Agak Baik, membutuhkan perbaikan 0,00 – 0,19 Sangat Buruk, harus ditolak atau

diperbaiki

Setelah dilakukan analisis terhadap hasil uji coba soal tes kemampuan awal dan tes kemampuan akhir, diperoleh daya pembeda masing-masing butir soal sebagai berikut.

Tabel 3.9 Daya Pembeda Butir Soal Tes Awal Kemampuan Berpikir Kritis.

Butir soal 1a 1b 2 3a 3b 3c 3d

Skor Maks 3 3 6 3 3 3 3

̅ 1,92 1,723 3,71 2,62 2,76 2,52 2,76

̅ 0,57 0,67 0,90 1,57 1,85 1,57 1,76

DP 0,44 0,35 0,46 0,34 0,30 0,31 0,33

Daya Pembeda Sangat Baik

Baik Sangat Baik


(57)

Tabel 3.10 Daya Pembeda Butir Soal Tes Akhir Kemampuan Berpikir Kritis.

Butir soal 1a 1b 1c 1d 2a 2b 2c 3a 3b

Skor

Maks 3 3 3 3 3 3 3 3 3

̅ 2,80 2,90 2,90 2,80 2,19 2,42 2,23 1,57 1,42

̅ 1,85 1,85 1,76 1,76 0,95 0,85 1,09 0,47 0,38

DP 0,31 0,34 0,38 0,34 0,41 0,52 0,38 0,36 0,34

Daya Pembeda

Baik Baik Baik Baik Sangat Baik

Sangat Baik

Baik Baik Baik

Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa soal tes kemampuan awal maupun soal tes kemampuan akhir memiliki daya pembeda yang baik. Terlihat dari indeks daya pembeda masing-masing butir soal yang lebih besar dari 0,30.

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan terhadap data hasil uji coba instrumen tes kemampuan berpikir kritis siswa, dapat ditarik kesimpulan bahwa instrumen tes yang diujicobakan layak untuk digunakan. Pada Tabel 3.11 dan Tabel 3.12 berikut menunjukkan rekapitulasi hasil uji coba instrumen tes.

Tabel 3.11 Rekapitulasi Analisi Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Awal Tes Kemampuan Awal

Butir

Soal Validitas Reabilitas

Tingkat

Kesukaran Daya Pembeda 1a 0,559

Sedang 0,607 Rabilitas tinggi 0,284 Sukar 0,449 Sangat Baik 1b 0,432

Sedang

0,284 Sukar

0,352 Baik 2 0,806

Tinggi

0,394 Sedang

0,468 Sangat Baik 3a 0,784

Tinggi

0,747 Mudah

0,349 Baik 3b 0,616

Tinggi

0,780 Mudah

0,301 Baik 3c 0,618

Tinggi

0,699 Sedang

0,317 Baik 3d 0,786

Tinggi

0,739 Mudah

0,333 Baik


(58)

42 Tabel 3.12 Rekapitulasi Analisi Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Akhir

Tes Kemampuan Akhir Butir

Soal Validitas Reabilitas Tingkat Kesukaran Daya Pembeda 1a 0,728

Tinggi 0,769 Reabilitas tinggi 0,813 Mudah 0,31 Baik 1b 0,753

Tinggi

0,804 Mudah

0,34 Baik 1c 0,705

Tinggi

0,821 Mudah

0,38 Baik 1d 0,557

Sedang

0,837 Mudah

0,34 Baik 2a 0,814

Sangat Tinggi

0,528 Sedang

0,41 Sangat Baik 2b 0,827

Sangat Tinggi

0,560 Sedang

0,52 Sangat Baik 2c 0,742

Tinggi

0,560 Sedang

0,38 Baik 3a 0,569

Sedang

0,813 Mudah

0,36 Baik 3b 0,660

Tinggi

0,804 Mudah

0,34 Baik

G. Teknik Analisis Data

Data hasil penelitian yang diperoleh diolah dan dianalisis untuk menjawab rumusan masalah. Langkah-langkah yang dilakukan yakni sebagai berikut.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data berasal atau tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Rumusan hipotesis untuk uji ini adalah sebagai berikut.

H0 : data berasal dari populasi yang berdistribusi normal. H1 : data berasal dari populasi yang tidak berditribusi normal.

Uji Normalitas yang digunakan adalah uji Kolmogorov-Smirnov. Menurut Usman dan Akhbar (2006) uji Kolmogorov-Smirnov, sebagai berikut.


(59)

a. Taraf signifikan : α = 0,05 b. Statistik uji

D = max |F (zi) –S(zi)| dengan zi =

i

X X

Keterangan:

i

X = data ke-i

X = rata-rata data

s = simpangan baku sampel

F (zi) = peluang zi berdasarkan daftar distribusi normal baku

S(zi) = proporsi z1 , z2 , z3 , ... zn yang kurang dari atau sama dengan zi

c. Keputusan Uji

Tolak H0 jika D > D(a,n) , dengan D(a,n) adalah nilai kritis uji Kolmogorov-Smirnov untuk α = 0,05 dan n = 32

Rekapitulasi hasil uji normalitas data skor tes kemampuan awal dan tes kemam-puan akhir disajikan dalam Tabel 3.13. Perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran C.7 dan Lampiran C.8.

Tabel 3.13 Nilai Uji Normalitas Data Penelitian

Sumber Data Dhitung Dtabel H0

Tes awal kemampuan berpikir kritis 0,093 0,240 Diterima Tes akhir kemampuan berpikir kritis 0,086 0,240 Diterima

Berdasarkan hasil uji, diketahui bahwa data hasil tes kemampuan awal dan tes kemampuan akhir berpikir kritis keduanya berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

2. Uji Kesamaan Dua Rata-Rata

Penelitian ini menggunakan uji hipotesis yang ditinjau dari skor rata-rata nilai kemampuan berpikir kritis siswa sebelum diberi perlakukan dan setelah diberi


(1)

berikut.

√ Keterangan:

x = banyaknya siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis yang baik = persentase siswa yang diharapkan memiliki kemampuan berpikir kritis yang baik

n = jumlah siswa peserta tes

Menurut Sudjana (2005), kriteria pengujiannya adalah tolak H0 jika dengan peluang dan taraf signifikansi , untuk diperoleh dari daftar normal baku. H0 diterima untuk nilai z lainnya.


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulan bahwa Pembelajaran Socrates Kontekstual efektif terhadap kemampuan berpikir kritis siswa. Hal ini dapat dilihat dari aspek berikut:

1. Kemampuan berpikir kritis siswa sesudah mengikuti Pembelajaran Socrates Kontekstual lebih baik dibandingkan sebelum mengikuti pembelajaran tersebut.

2. Persentase siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis yang baik setelah mengikuti Pembelajaran Socrates Kontekstual lebih dari 60% dari jumlah siswa.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, agar mendapat hasil yang lebih optimal disarankan hal-hal berikut ini:

1. Dalam menerapkan Pembelajaran Socrates Kontekstual ada beberapa hal yang harus diperhatikan:

a. Waktu dalam satu kali pertemuan jangan terlalu pendek, disarankan dalam satu kali pertemuan adalah 2 jam pelajaran.


(3)

siasatinya dengan menerapkan team teaching atau mengkondisikan siswa sebaik mungkin, agar guru dapat berkomunikasi dengan siswa secara merata.

2. Pembaca dan peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitian lanjutan mengenai penerapan Pembelajaran Socrates Kontekstual hendaknya dalam pelaksanaan pembelajran memperhatikan the safety factor (faktor keselama-tan). Melakukan pendekatan kepada siswa sebelum penelitian dan pada jam-jam diluar pelajaran sangatlah penting. Hal ini menyebabkan siswa akan lebih merasa dekat dan mengenal kita sehingga menghilangkan kecanggu-ngan saat berinteraksi di kelas. Hal ini juga dapat meminimalisir rasa takut siswa saat diberi pertanyaan Socrates. Menurut Maxwell (2008) orang-orang yang takut bertnya sering tidak mampu untuk berpikir kritis.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Akademisi Amerika Serikat. 1997.Preparing for the 21st Century The Education Imperative. [Online] . [http://www.bincangedukasi.com, diakses Desember 2014].

Arifin, Zainal.2012.Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Arikunto,Suharsimi. 2011. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Edisi Revisi.

Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto,Suharsimi. 2006. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Brookfield, Stephen D. dan Preskill.2005. Discussion as a Way of Teaching. [Online]. [http://www.elon.edu, diakses Juni 2015].

BSNP. 2006. Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.

Critical Thinking Community. 2009. Defining Critical Thinking. [Online]. [http://www.criticalthinking.org, diakses Desmber 2014].

Daryanto dan Mulyo.2012. Model Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta: Gava Media.

Depdiknas, 2003. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning), Jakarta: Ditjen Dikdasmen.

Eggen, Paul dan Kauchak,don. 2012. Strategi dan Model Pembelajaran Mengejar Konten dan Keterampilan Berpikir. Jakarta : Indeks.

Facione, Peter A. 1990. Critical Thinking: A Statement of Expert Consensus For Purposes of Educational Assessment And Instruction. [Online]. [http://assessment. aas.duke.edu, diakses Desember 2014].

Halpern, Diane F. 2003. Thought and knowledge : an introduction to critical thinking. Lawrence Erlbaum Associates, Inc. [Online]. [http://assessment.aas.duke. edu, diakses Desember 2014].


(5)

Banda Aceh: Jurnal Didaktik Matematika.

Jumadi. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan Implementasinya. Makalah disampaikan pada Workshop Sosialisasi dan Implementasi Kurikulum 2004 Madrayah Aliyah DIY, Jateng, Kalsel di FMIPA UNY Th 2003.

Komalasari, Kokom.2010. Pembelajaran Kontekstual, Konsep dan Aplikasi. Bandung: Refika Aditama.

Kunandar (2009).Guru Profesional Implementasi Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Jakarta Pers.

Lewis, Karron G. 2007. Developing Questioning Skills. Austin: Center for Teaching Effectiveness, The University of Texas.

Maxwell,M. (2008). The Socrates Method and its Effect on Critical Thinking. [Online]. [http://www.Socratesmethod.net, diakses Desember 2014].

Mulyasa. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mundilarto. 2005. Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Sains. Makalah disampaikan pada PPM Terpadu di SMPN 2 Mlati Sleman Yogyakarta pada tanggal 20 Agustus 2005.

Nurhadi dkk.2003. Pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning/ CTL) dan penerapannya dalam KBK. Malang : Penerbit Universitas Negeri Malang.

OECD. 2014. Programme for Inter-national Student Assessment (PISA) 2012 Result in Focus. [Online]. [http:// www.oecd.org, diakses Desember 2014]. Permalink. (2006). Begging the Question: Socratic Dialogue Part I. [Online].

[http://gandalwaven.typepad.com, diakses Desember 2014].

Sudijono, Anas.2008.Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Pt Raja Grafindo Persada.

Sudjana.2005.Metoda Statistika. Bandung :Tarsito.

Sugiyono, (2008). Metode Penelitian Kunatitatif Kualitatif dan R&D. Bandung Alfabeta.


(6)

Sutikno, M. Sobri.2005. Pembelajaran Efektif. NTP Pres. Mataram.

UNESCO. 1996. The Treasure Within. [Online]. [http://www.bincangedukasi. com, diakses Desember 2014].

Usman dan Akbar. 2006. Pengantar Statistika. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Valentine, Charlina Agus (2014) Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa yang Dialar Menggunakan Model Pembeajaran Berbasis Masalah Kooperative Tipe STAD. Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel. [http://www. http://digilib.uinsby.ac.id].

Warsita, Bambang.2008.Teknologi Pembelajaran : Landasa Dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Wijaya, C. (2007). Pendidikan Remedial. Bandung: Rosdakarya.

Yunarti, T. (2011). Pengaruh Metode Socrates terhadap Kemampuan dan Disposisi Berpikir Kritis Matematis Siswa SMA. Disertasi-UPI; tidak diterbitkan.

Zakaria, Ahmad.2014. Perbandingan Peningkatan Kemampuan Koneksi Matema-tis Siswa Smp Antara yang Mendapat Pembelajaran Dengan Menggunakan Strategi Konflik Kognitif Piaget dan Hasweh. UPI: Repositori.upi.edu.


Dokumen yang terkait

PENERAPAN METODE SOCRATES PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DITINJAU DARI PROSES BELAJAR DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS (Penelitian Deskriptif Kualitatif pada Siswa Kelas X SMA Negeri 15 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran

8 52 122

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN SOCRATES KONTEKSTUAL DALAM MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 19 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015)

3 24 67

ANALISIS DESKRIPTIF DISPOSISI BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN SOCRATES KONTEKSTUAL (Penelitian Kualitatif di SMP Al-Kautsar Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014/2015)

2 13 89

ANALISIS SELF-EFFICACY BERPIKIR KRITIS SISWA DENGAN PEMBELAJARAN SOCRATES KONTEKSTUAL (Penelitian Kualitatif pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 19 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014/2015)

2 27 96

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN SOCRATES KONTEKSTUAL DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA (Penelitian Kuantitatif pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 22 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014/2015)

0 10 75

DESKRIPSI DISPOSISI BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN SOCRATES KONTEKSTUAL (Penelitian Kualitatif pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 19 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014/2015)

3 19 81

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN SOCRATES KONTEKSTUAL DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA(Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Al-Kautsar Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014/2015)

0 6 67

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PROBING-PROMPTING DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 9 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014/2015)

0 12 50

EFEKTIVITAS PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 8 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2014/2015)

0 4 60

ANALISIS DESKRIPTIF SELF-EFFICACY BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN SOCRATES KONTEKSTUAL (Penelitian Kualitatif pada Siswa Kelas VII-J SMP Negeri 8 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2014/2015)

3 34 86