4
Tahap ketiga ini dimulai ketika berumur 12 tahun -18 tahun. Di sekitar umur 12 tahun, remaja biasanya mengalami suatu perubahan radikal dalam
caranya memberi arti. Karena munculnya kemampuan kognitif baru yaitu operasi - operasi formal, maka remaja mulai mengambil alih pandangan pribadi orang
lain menurut pola pengambilan perspektif antarpribadi secara timbal balik. Karena munculnya operasi-operasi logis, remaja sanggup merefleksikan secara
kritis riwayat hidupnya dan menggali arti sejarah hidupnya bagi diri sendiri dan yang dicari adalah suatu sintesis baru atas berbagai arti yang pernah dialami
dalam hidup. Dengan demikian remaja berjuang mencari keseimbangan antara tuntutan menciptakan identitas diri berdasarkan dayanya sendiri dan identitas
sebagaimana diharapkan dan didukung oleh orang lain yang dipercayainya. Pada tahap ini remaja menyusun gambaran yang personal mengenai
lingkungan akhir. Allah yang “personal” merupakan seorang pribadi yang mengenal diri saya secara lebih baik daripada pengenalan diri saya sendiri.
Apabila rasa kedirian memang berasal dari seluruh jaringan hubungan dan peran yang penting. Maka gambaran Allah personal dan akrab sangat penting bagi
upaya menyusun identitas diri yang koheren pada seorang remaja. Pada tahap ini juga disebut tahap ‘menyesuaikan diri’, dimana tahap ini seseorang ingin sekali
merespon dengan setia pengharapan-pengharapan dan keputusan orang lain yang penting. Maka pada tahap ini, ada penambahan rasa percaya pada pendapatnya
sendiri melebihi tahap kedua tetapi hanya digunakan untuk memilih di antara otoritas-otoritas dan tidak mencakup inisiatif pribadi untuk memecahkan
ketidakcocokan di antara otoritas-otoritas. Lebih tepatnya memilih dan menyeimbangkan pelbagai pengharapan konvensional dari pelbagai dunia orang.
7
5. Tahap Individual –Reflektif Individuative- Reflective faith
Tahap kepercayaan individual – reflektif muncul pada umur 20 - 35 tahun
awal masa dewasa. Pola kepercayaan eksistensial ini ditandai oleh lahirnya refleksi kritis atas seluruh pendapat, keyakinan dan nilai agama lama. Pribadi
sudah mampu melihat diri sendiri dan orang lain sebagai bagian dari suatu sistem kemasyarakatan tetapi juga yakin bahwa diri sendirilah yang memikul tanggung
jawab atas penentuan pilihan ideologis dan gaya hidup yang membuka jalan
7
James W. Fowler. Tahap-Tahap Perkembangan Kepercayaan, menurut James W Fowler, Yogyakarta: Kanisius,1995 134-136
5
baginya untuk mengikat diri dengan cara menunjukkan kesetian pada seluruh hubungan dan panggilan tugas.
8
Perubahan ke tingkat empat memungkinkan mereka mulai memandang iman yang menjadi milik sendiri. Selanjutnya iman itu tidak hanya lebih personal
tetapi menghantar untuk ungkapan iman yang konstan dan koheren. Mereka mulai mempertanggungjawabkan ungkapan iman yang masuk akal dan logis.
Orang muda pada tahap ini telah mencapati tahap ditantang untuk merenungkan secara kritis hidup dan makna hidup mereka. Tahap ini menyediakan bagi mereka
bimbingan yang dibutuhkan akan orientasi ideologis dan keagamaan dan juga tanggung jawab etis dan politis. Meskipun ungkapan iman yang utuh belum
terbentuk pada masa inilah tuntutan untuk mencapai tahap keempat muncul.
6. Tahap Iman Konjungtif
Munculnya tahap kelima sekitar umur 35 tahun ke atas. Tahap ini muncul dari pengalaman hidup yang makin mendalam yang mencakup penderitaan,
kehilangan dan ketidakadilan. Tahap kelima mengandaikan pengetahuan tentang diri sendiri yang semakin mendalam. Jika ditahap keempat, pribadi muncul
sebagai individu dan bertanggung jawab. Sekarang, orang harus menguraikan lagi susunan iman yang dulu secara tergesa-tergesa terbentuk, kemudian menyusun
lagi sistem iman yang lebih bermakna, yang memperhitungkan penemuan baru tentang diri mereka.
Pada tahap ini, apa yang diterima sebagai berharga diperiksa tidak hanya dengan hal-hal luar seperti Injil, pendapat para ahli dan semacamnya, tetapi juga
dengan batin yang berhubungan dengan yang transenden. Orang menyadari dimensi yang semakin dalam dari persahabatan, loyalitas. Mereka juga menyadari
kebutuhan mereka untuk bermasyarakat yang semakin luas, masyarakat tempat mereka menemukan arti. Mereka sadar bahwa berhubungan dengan yang
transenden itu menuntut keterlibatan tertentu. Tetapi mereka juga menyadari bahwa keterlibatan tersebut belum memadai, hingga mereka harus terbuka
terhadap masa depan yang tidak menentu. Dalam bahasa sehari-hari kehidupan tidak lagi dilihat dari sudut satu di antara dua, tetapi ada kerelaan untuk hidup
bersama ambiguitas-ambiguitasnya. Iman tahap kelima melibatkan pemakaian kembali pola-pola komitmen dan cara-cara membuat makna masa lampau.
8
James W. Fowler. Teori Perkembangan Kepercayaan, karya – karya penting James W Fowler, 111-237
6
Sebaliknya hal tersebut merupakan memperoleh kembali “kebenaran- kebenaran lama” dengan cara yang baru, mengafirmasi secara pribadi kebenaran yang ada di
dalam kebenaran lama mengambil kekuatan mereka tetapi menolak pembatasan- pembatasan mereka.
9
7. Tahap Iman yang mengacu pada Universalitas