Pengertian Business Continuity Plan BCP

Dengan memiliki rencana kongkrit mengenai apa yang harus dilakukan selama dan setelah gangguan serius terjadi, perusahaan dapat memastikan bahwa gangguan itu hanya berdampak minimal pada proses bisnis utamanya, dan layanan yang layak kepada klien tetap bisa berlanjut.

2.3.1. Pengertian Business Continuity Plan BCP

Menurut Susan 2007: 3 BCP adalah metodologi yang digunakan untuk membuat dan menyetujui rencana untuk mempertahankan kelangsungan operasional bisnis sebelum, selama atau sesudah bencana yang mengganggu. Perencanaan keberlangsungan bisnis dibuat untuk mencegah tertundanya aktivitas bisnis normal. BCP didisain untuk melindungi proses bisnis vital dari kerusakan atau bencana yang terjadi secara alamiah atau perbuatan manusia, dan kerugian yang ditimbulkan dari tidak tersedianya proses bisnis normal rutin, seperti biasa. Business Continuity Plan merupakan strategi untuk meminimalisir efek dari ganguan dan mengupayakan berjalannya kembali proses bisnis suatu organisasi atau perusahaan. Kejadian atau hal-hal yang menahan proses bisnis adalah segala sesuatu gangguan keamanan yang terduga dan yang bisa mematikan operasi normal bisnis dalam kurun waktu tertentu. Tujuan dari BCP adalah untuk meminimalisir efek dari kejadian atau bencana tersebut dalam sebuah perusahaan atau organisasi. Manfaat utama dari Business Continuity Plan adalah untuk mereduksi risiko kerugiaan keuangan dan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk memulihkan diri dari bencana atau gangguan sesegera mungkin. Perencanaan keberlangsungan bisnis juga harus dapat membantu meminimalisir biaya dan mengurangi risiko sehubungan dengan kejadian bencana tersebut. Universitas Sumatera Utara Business Continuity Plan perlu memperhatikan semua area proses informasi kritis dari perusahaan, seperti hal di bawah ini; Ronald Russell 2003: 379  LAN, WAN, dan server  Hubungan telekomunikasi dan komunikasi data  Lokasi dan ruang kerja  Aplikasi, software, dan data  Media dan tempat penyimpanan rekamandata  Proses produksi dan staf-staf yang bekerja Lebih lanjut Ronald Russell menjelaskan bahwa prioritas nomor satu dari semua perencanaan keberlangsungan bisnis dan pemulihan bencana adalah selalu people first, mengutamakan manusianya. Sementara kita membahas mengenai pentingnya kapital, kembali beroperasinya aktivitas bisnis normal, dan issu keberlanjutan bisnis lainnya, perhatian utama yang harus ditangani dalam perencanaan adalah untuk mengeluarkan atau menghindarkan manusia dalam hal ini pegawai akan bahaya dari suatu bencana. Jika pada saat yang bersamaan ada pertentangan apakah menyelamatkan hardware atau data ketimbang manusia terhadap ancaman bahaya fisik, perlindungan untuk manusia harus yang diutamakan. Keselamatan dan evakuasi personel harus menjadi komponen pertama dalam perencanaan menghadapi bencana. BCP membedakan ancaman atau gangguan berdasarkan asal muasal bencana yang dapat dibedakan sebagai berikut : 1. Gangguan alam, yaitu ancaman atau bencana yang terjadi karena gangguanperistiwa alam diluar kemampuan manusiayang dapat dikategorikan force majeur, diantaranya banjir, genangan air, gempa bumi, badai, tsunami, kekeringan dan lainnya; Universitas Sumatera Utara 2. Gangguan lainnya, yaitu ancaman atau bencana yang penyebabnya dapat disebabkan oleh manusia tau kelalaian manusia human error atau kerusakan pada peralatan, diantaranya kebakaran, gangguan komunikasi, tabrakan pesawat udara, gangguan listrik, sabotase dan lainnya; 3. Ancaman yang “bukan bencana”, seperti pemogokan, gangguan perangkat lunak software atau perangkat keras hardware, virus dan lainnya. Selain beberapa pembagian jenis bencana tersebut diatas, BCP kemudian juga mengidentifikasikan kerugian yang ditimbulkan oleh setiap ancaman, gangguan atau bencana melalui ukuran kerugian secara kuantitatif dan kualitatif. Ukuran-ukuran kerugian secara kuantitatif dapat digambarkan sebagai berikut :  Penentuan besarnya kerugian keuangan dari hilangnya pendapatan, pengeluaran modal atau resolusi kewajiban pribadi;  Biaya operasional tambahan yang dibutuhkan dalam kaitan dengan kejadian yang mengganggu;  Penemtuan kerugian keuangan dari resolusi pelanggaran persetujuan kontrak;  Penentuan kerugian keuangan dari resolusi pelanggaran pengatur atau pemenuhan kebutuhan. Ukuran-ukuran kerugian kualitatif terdiri dari :  Hilangnya kredibilitas atau kepercayaan publik  Hilangnya manfaat kompetensi atau penguasaan pasar. Penetapan BCP untuk sistem pembayaran khususnya penyelenggaraan SKNBI merupakan salah satu pemenuhan dari Core Principles for Systematically Important Payment Systems yang dikeluarkan oleh Committee on Payment and Settlement Systems, Bank for International Settlements CPSS-BIS. Core Principles berisi prinsip-prinsip penyelenggaraan sistem pembayaran dengan tujuan agar pelaksanaan Universitas Sumatera Utara kegiatan sistem pembayaran yang bersifat kritikal dan sistemik dapat berjalan dengan aman dan efisien. Salah satu core principles yang terkait dengan kesinambungan operasional sistem pembayaran adalah Core Principle VII, Bank for Interational Settlements yaitu : “Sistem pembayaran harus memiliki dan memastikan tingkat kehandalan yang tinggi terhadap keamanan dan operasional serta memiliki pengaturan kontinuitas untuk penyelesaian tepat waktu pengo lahan harian” Bank Indonesia, secara internal juga telah menentukan adanya BCP dalam penyelenggaraan kliring serta menjadi materi pemeriksaan audit bagi setiap penyelenggara, sebagaimana tercantum dalam Surat Edaran No.1234DASP tanggal 22 Desember 2010. Menurut Hephaestus Books 2010:1 BCP adalah perencanaan yang mengidentifikasikan pemaparan organisasi terhadap ancaman internal maupun dari eksternal, menggabungkan perangkat keras dan perangkat lunak untuk melaksanakan pencegahan dan pemulihan yang efektif bagi organisasi, sambil mempertahankan daya saing dan nilai integritas sistem. Efek dari penerapan BCP adalah menjamin kelangsungan bisnis, yang merupakan kondisi yang sedang berlangsung atau metodologi yang mengatur bagaimana bisnis dalam keadaan kondusif. BCP dapat menjadi bagian dari upaya pembelajaran organisasi yang membantu mengurangi risiko operasional terkait dengan kontrol manajemen informasi yang lemah. Proses ini dapat terintegrasi dengan meningkatkan keamanan informasi dan praktik manajemen risiko Universitas Sumatera Utara Gambar 4 : Fase Penanganan Bencana

2.3.2 Proses Business Continuity Plan