67 RMG sejak tahun 1950-an, dan sejak itu RMG mengirim para misionaris sebagai
penasihat dan tenaga pengajar, dan memberi dukungan dana yang cukup besar. Sejak tahun 2000-an, seiring dengan semakin banyaknya pendeta, BNKP
mengutus beberapa pendetanya untuk mengikuti penataranpelatihan yang berkaitan dengan pelayanan pastoral, umumnya di luar Nias. Ini semua dilakukan dalam upaya
memberikan pelayanan yang terbaik bagi Nias dan dunia yang lebih luas.
B. Pelayanan Pastoral BNKP di Nias Pasca Gempa Bumi 28 Maret 2005
Deskripsi pelayanan pastoral BNKP di Nias pasca gempa bumi 28 Maret 2005 berikut ini didahului dengan uraian tentang Nias pasca gempa bumi tersebut, karena
dalam konteks itulah BNKP melayani. Untuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap dan jelas tentang konteks Nias pasca gempa bumi, maka penulis mengulas
kembali secara singkat bagaimana peristiwa gempa bumi menghantam Nias pada tanggal 28 Maret 2005 yang lalu, karena peristiwa itu sendiri telah membawa dampak
yang luar biasa dalam kehidupan masyarakat Nias secara umum dan BNKP pada khususnya. Uraian ini disusul kemudian dengan gambaran dinamika perubahan yang
terjadi di Nias pasca gempa, mulai dari masa tanggap darurat
emergency,
masa rehabilitasi dan rekonstruksi, dan masa pasca rehabilitasi dan rekonstruksi.
1. Nias Pasca Gempa Bumi 28 Maret 2005
a. Kilas Balik Gempa Bumi 28 Maret 2005
“Malam itu, sekitar jam sebelas, saya baru saja selesai menonton film tentang peristiwa gempa bumi yang ditayangkan oleh salah satu
stasiun televisi swasta Indonesia. Saya ke toilet sebelum menuju kamar tidur. Keluar dari toilet, tiba-tiba rumah yang kami tempati bergoncang
keras selama beberapa menit, listrik sontak padam, suara gemuruh dan barang-barang berjatuhan terdengar jelas, teriakan dan tangisan
68 memecah kesunyian malam. Tanpa penerangan listrik, semua orang
keluar dari rumah masing-masing, berkumpul di jalan-jalan. Apa yang terjadi? Waktu itu dunia seperti kiamat, kami hanya dapat menangis,
menjerit, berdoa ....”.
57
Kisah di atas adalah cerita seorang bapak yang masih saja menyimpan
kenangan pahit itu ketika penulis melakukan wawancara tentang penelitian ini. Kisahnya ini memang hanya salah satu dari sekian ratus ribu kisah
Ono-Niha
yang mengalami peristiwa memilukan itu. Namun, kisah ini paling tidak dapat memberi
gambaran umum bagaimana peristiwa tragis itu telah meninggalkan kepedihan yang sulit terlupakan. Sebenarnya, apa yang terjadi?
Pada tanggal 28 Maret 2005, sekitar pukul 23.11 WIB pada hari Senin, di saat umat Kristiani masih diselimuti oleh suasana gembira karena perayaan paskah,
terjadilah gempa bumi dahsyat berkekuatan 8,7 SR dan meluluhlantakkan seluruh Nias. Kerusakan dan kerugian yang diakibatkan oleh gempa bumi ini memang sangat
besar, seperti ditunjukkan oleh tabel berikut. Tabel 2
Perkiraan Penilaian Kerusakan dan Kerugian Untuk Nias
58
Sektor Perkiraan Kerusakan
US juta Sektor Sosial
-
Pendidikan -
Kesehatan -
Masyarakat, Budaya, dan Agama 56
23 23
10
Infrastruktur -
Perumahan -
Transportasi -
Listrik, Air dan Sanitasi, dan Komunikasi 306
160 70
76
Sektor Produksi 1
57
Wawancara dengan bapak Ndruru, Pebruari 2012. Kisah yang “senada” dengan kisah bapak Ndruru ini diungkapkan juga oleh salah seorang vikaris BNKP sekarang sudah menjadi pendeta
dalam sebuah buku yang diterbitkan oleh Yayasan OASE INTIM, lih. Eirene Gulo, “Senin Dini Hari: Pergumulan Iman Menghadapi Gempa di Nias”, dalam Zakaria J. Ngelow, dkk ed., Teologi Bencana:
Pergumulan Iman Dalam Konteks Bencana Alam dan Bencana Sosial Makassar: Yayasan OASE
INTIM, 2006, 59-60.
58
Bank Dunia, Mengelola Sumber Daya …, 5.
69
Lintas-sektor pemerintahan dan lingkungan 29
Total 392
Sumber: BRR Aceh-Nias
Gempa bumi ini merupakan salah satu yang terbesar dalam satu abad terakhir, dan ini untuk pertama kalinya dua gempa besar
– dalam sejarah gempa di dunia – yang terjadi dalam waktu berdekatan dan dengan episentrum yang berdekatan.
59
Gempa bumi ini meninggalkan bekas yang mendalam bagi manusia dan alam yang ditinggalkannya. Banyak orang yang kehilangan segalanya hanya dalam waktu
beberapa detik setelah gempa 2005 ini, kehilangan orang yang dikasihi, kehilangan harta milik, dan kehilangan pekerjaan; banyak orang yang menderita luka hingga
cacat fisik, demikian juga dengan kerusakan lahan pertanian dan peternakan. Gempa bumi ini telah menggoncang keras seluruh kehidupan yang berlangsung di atas
wilayah Nias, sehingga tidak mengherankan kalau kemudian banyak orang yang sulit melupakan peristiwa ini. Cerita bapak Ndruru tadi membuktikannya
Bagaimana masyarakat Nias sendiri memahami peristiwa gempa bumi ini? Pertama ada pemahaman tradisional, yang mengaitkannya dengan dewa penguasa
bumi menurut agama Nias, yaitu
Laturedanö,
yang marah dan menggoncang bumi karena adanya ketidakharmonisan, konflik, atau peperangan di bumi.
60
Pemahaman selanjutnya adalah pemahaman rohani, yaitu bahwa peristiwa gempa bumi merupakan
“ujian iman”, sehingga yang dibutuhkan adalah berdoa, pertobatan, dan penyerahan
59
Sebelumnya telah terjadi gempa bumi yang disusul dengan bencana tsunami yang meluluhlantakkan NAD dan sebagian kecil wilayah Nias pada tanggal 26 Desember 2004, sedangkan
gempa bumi tanggal 28 Maret 2005 ini menghantam seluruh Nias.
60
Ketika gempa terjadi, Ono-Niha akan berteriak: “biha tuha, biha tuha”, yang intinya seruan
permohonan kepada dewa Laturedanö, sekaligus pernyataan pertobatan, supaya Laturedanö berhenti menggoyangkan bumi. Penulis masih menyaksikan masyarakatpenduduk yang mempraktikkan
pemahaman tradisional ini di wilayah arah Tögizita, Nias Selatan, ketika terjadi gempa bumi 28 Maret 2005 yang lalu. Lih. Juga Phil J. Garang, Nias Membangun Harapan ..., 81; Pramudianto, Nias
Rescuing …, 42-44.
70 diri total kepada Tuhan, dan memohon Tuhan segera memulihkan Nias.
61
Manifestasi dari pandangan ini misalnya adalah Kebaktian Kebangunan Rohani KKR yang
dilaksanakan di mana-mana di seluruh pelosok wilayah Nias, baik pada masa tanggap darurat, maupun pada masa rehabilitasi dan rekonstruksi, bahkan sampai sekarang di
beberapa tempat. Ada sebagian lagi masyarakat yang melihat peristiwa gempa bumi ini sebagai peristiwa alam yang memang harus terjadi sebagai bagian dari dinamika
alam. Karenanya, yang lebih dibutuhkan adalah pendidikan atau pencerahan kepada masyarakat tentang fenomena alam ini supaya sedapat mungkin masyarakat mampu
mengurangi risiko bencana gempa bumi tersebut.
62
Apa pun pemahaman masyarakat tentang gempa bumi, yang pasti peristiwa itu telah mengubah segala sesuatu Nias yang tadinya sedang menikmati sukacita paskah,
tiba-tiba berubah menjadi tangisan pilu serentak di seluruh Nias, alam pun menangis, bangunan serta berbagai fasilitas umum lainnya hancur berantakan. Nias yang dalam
banyak aspek sangat terbelakang dibanding dengan wilayah lain di Sumatera Utara, atau di Indonesia, semakin terpuruk dengan peristiwa gempa bumi ini, ibarat
ungkapan: “sudah jatuh ditimpa tangga”. Sementara itu, Nias yang sebelumnya kurang mendapat perhatian pemerintah Indonesia dan dunia internasional, tiba-tiba
berubah menjadi suatu wilayah yang menjadi “pusat” perhatian, tentu dengan alasan kemanusiaan. Sejak peristiwa inilah Nias mengalami perubahan besar, memasuki
babak kehidupan baru, dan ditetapkan sebagai wilayah rawan bencana.
61
Bnd. juga Eirene Gulo, “Senin Dini Hari …”, 63. Pada perkembangan kemudian, sejak berbagai bantuan didatangkan ke Nias, ada masyarakat yang melihat gempa bumi sebagai alat Tuhan
untuk membangun Nias yang jauh sebelum gempa sangat terbelakang dalam banyak aspek kehidupan.
62
Wawancara dengan Bapak Gulö, Pebruari 2012.
71
b. Nias Masa Tanggap Darurat Maret 2005 – Juni 2005