BNKP Sebagai Korban Gempa Bumi 28 Maret 2005

79 Pergaulan bebas dan praktik pelacuran – termasuk di kalangan anak-anak sekolah – sudah menjadi rahasia umum. Kawin kontrak, poligami, perselingkuhan, dan perceraian, yang merupakan sesuatu yang sangat langka di Nias sebelum gempa, sekarang sudah menyebar mulai dari kota hingga ke pedalaman desa. Banyak keluarga yang berantakan, dan dililit hutang terutama karena judi dan alkoholisme. Ibu Gulö menuturkan keresahannya terhadap fenomena baru di Nias: Hamil di luar nikah sudah dianggap biasa, termasuk pernikahan di luar pengetahuan orangtua atau keluarga. 84 Apa yang dulu dianggap “aibtabu” itu seperti hamil di luar nikah, perzinahan, kawin kontrak, perselingkuhan, dll, sekarang sudah dianggap biasa, dan tidak sedikit yang merekam perbuatan-perbuatan tidak senonoh itu serta menyebarluaskannya melalui media elektronik, seperti video porno melalui HPinternet. Budaya lokal yang sangat menjunjung tinggi kesucian kehidupan dan nilai-nilai moral telah mengalami pengrusakan hebat. 85 Ibu Gea dan Zega mengakui bahwa anak-anak zaman sekarang susah diatur, tidak peduli dengan orangtua dan keluarga, tidak peduli dengan sekolah, dan lebih menuruti keinginan hatinya yang bermuara pada kerusakan moral demoralitas dan ketiadaan harga diri. 86

2. Pelayanan Pastoral BNKP di Nias Pasca Gempa Bumi 28 Maret 2005

a. BNKP Sebagai Korban Gempa Bumi 28 Maret 2005

Pertama-tama, BNKP, baik dalam pengertian sebagai sistemlembaga, maupun dalam pengertian anggota jemaat, juga merupakan korban dari peristiwa gempa bumi 28 Maret 2005 itu. Menurut data yang dikeluarkan oleh kantor sinode BNKP pada 84 Ibu Gulö menjelaskan bahwa pernikahan seperti ini sering terjadi melalui hubungan komunikasi via HP, baik di kalangan remaja-pemuda, maupun di kalangan orangtua sendiri orang yang sudah memiliki isterisuami dan anak-anak. 85 Wawancara dengan Ibu Gulö, Pebruari 2012. 86 Wawancara dengan Ibu Gea dan Zega, Pebruari 2012. 80 bulan Juli 2005, gedung gereja BNKP yang mengalami kerusakan akibat gempa bumi tersebut adalah: rusak ringan 99 gedung, rusak berat 64 gedung, dan rusak total 576 gedung, semuanya 731 gedung. 87 Selain gedung gereja, ada banyak juga bangunan lain milik BNKP yang rusak, antara lain: gedung sekolah di berbagai wilayah di Nias, auditorium STT BNKP Sundermann, pertokoan, dan perkantoran. Gempa bumi ini juga merusak ribuan bangunan dan rumah warga jemaat BNKP, menyebabkan kerusakan pada lahan pertanian dan perkebunan mereka, dan mengganggu seluruh kehidupan jemaat. Pdt. Dachi mengatakan bahwa gempa bumi tersebut telah menghancurkan kehidupan perekonomian masyarakat Nias pada umumnya dan warga BNKP pada khususnya. 88 Ada banyak warga jemaat BNKP yang menjadi korban gempa bumi tersebut, baik yang mengalami luka maupun yang meninggal dunia. Demikian juga ribuan warga jemaat BNKP yang mengungsi dengan segala penderitaan mereka. Artinya, BNKP adalah korban dari peristiwa gempa bumi dahsyat tanggal 28 Maret 2005, baik dalam sistemstrukturbangunan fisik maupun warga jemaat. Sementara itu, muncul berbagai pertanyaan berkaitan dengan gempa ini, mempertanyakan kasih dan kedaulatan Allah atas Nias. 89 Salah seorang pendeta BNKP merefleksikan pertanyaan seputar kedaulatan dan kasih Allah dalam hubungannya dengan gempa bumi ini. 90 Mengapa Nias? Mengapa BNKP? Mengapa kami orang percaya baca: orang Kristen harus mengalami semua ini? Apakah dosa kami sudah terlalu berat sehingga kami 87 BPHMS BNKP dalam laporannya pada Persidangan Majelis Sinode BNKP ke-56 tahun 2012 di Jemaat BNKP Onolimbu, Resort 53 BNKP, menyebutkan bahwa gedung gereja BNKP yang hancur akibat gempa bumi 2005 adalah 778 gedung tanpa menjelaskan tingkat kehancuran atau kerusakan gedung gereja tersebut. Lih. LPJ BPHMS BNKP 2007-2012 di Onolimbu ..., 10. 88 Wawancara dengan Pdt. Dachi, Pebruari 2012. 89 Bnd. Zakaria J. Ngelow, dkk., Teologi Bencana …, 25-26. 90 Lih. Eirene Gulö, “Senin Dini Hari …”, dalam Ibid., 61-62. 81 harus dihukum oleh Tuhan? Apakah ibadah kami belum menyenangkan Tuhan? Di manakah Tuhan yang Mahakasih dan Mahakuasa itu? Ketika pertanyaan seperti ini muncul, maka umumnya para pelayan BNKP mencoba menenangkan jemaat dengan siraman rohani melalui doa, nyanyian pertobatan dan penyerahan diri kepada Tuhan, serta pencerahan bahwa semuanya itu adalah kehendak Tuhan. 91 Bagaimana BNKP melayani jemaatnya yang tengah dikuasai oleh kepanikan karena gempa bumi tersebut? Pendeta Telaumbanua menuturkan pengalamannya: Jujur saja, yang kami pikirkan pada awalnya adalah keselamatan masing-masing. Setelah memastikan bahwa kami aman barulah kemudian saya mendampingi warga jemaat yang juga sedang mengalami kepanikan luar biasa. Saya hanya dapat berteriak supaya mereka menjauhi bangunan, sehingga kami semua berkumpul di jalan, dan ada juga di lapangan. Saya juga mengunjungi warga jemaat yang berkumpul di beberapa tempat. Sebentar-sebentar kami berdoa, sekali- sekali menyanyikan lagu fangesa-dödö pertobatan. 92 Beberapa informan lain, memberi informasi yang hampir sama dengan pengalaman pendeta Telaumbanua tadi. 93 Mereka menuturkan bahwa hanya itu yang dapat dilakukan, doa dan nyanyian menjadi media penting dalam menenangkan warga jemaat pada waktu itu.

b. Masa Tanggap Darurat Maret 2005 – Juni 2005