Masa Tanggap Darurat Maret 2005 – Juni 2005

81 harus dihukum oleh Tuhan? Apakah ibadah kami belum menyenangkan Tuhan? Di manakah Tuhan yang Mahakasih dan Mahakuasa itu? Ketika pertanyaan seperti ini muncul, maka umumnya para pelayan BNKP mencoba menenangkan jemaat dengan siraman rohani melalui doa, nyanyian pertobatan dan penyerahan diri kepada Tuhan, serta pencerahan bahwa semuanya itu adalah kehendak Tuhan. 91 Bagaimana BNKP melayani jemaatnya yang tengah dikuasai oleh kepanikan karena gempa bumi tersebut? Pendeta Telaumbanua menuturkan pengalamannya: Jujur saja, yang kami pikirkan pada awalnya adalah keselamatan masing-masing. Setelah memastikan bahwa kami aman barulah kemudian saya mendampingi warga jemaat yang juga sedang mengalami kepanikan luar biasa. Saya hanya dapat berteriak supaya mereka menjauhi bangunan, sehingga kami semua berkumpul di jalan, dan ada juga di lapangan. Saya juga mengunjungi warga jemaat yang berkumpul di beberapa tempat. Sebentar-sebentar kami berdoa, sekali- sekali menyanyikan lagu fangesa-dödö pertobatan. 92 Beberapa informan lain, memberi informasi yang hampir sama dengan pengalaman pendeta Telaumbanua tadi. 93 Mereka menuturkan bahwa hanya itu yang dapat dilakukan, doa dan nyanyian menjadi media penting dalam menenangkan warga jemaat pada waktu itu.

b. Masa Tanggap Darurat Maret 2005 – Juni 2005

Apakah BNKP terus meratapi ketidakberdayaannya dalam menghadapi gempa? Tentu tidak Setelah peristiwa gempa bumi itu, dan sambil terus mempertanyakan kedaulatan Allah tadi, BNKP kemudian melakukan tindakan emergency dengan membentuk TPB-Gempa Nias Tim Penanggulangan Bencana Gempa Nias. TPB-Gempa Nias inilah yang kemudian menangani tindakan 91 Wawancara dengan Pdt. Telaumbanua, Gr.J. Ndruru, Bapak SNK Lase, Desember 2011. 92 Wawancara dengan Pdt. Telaumbanua, Desember 2011. 93 Informan tersebut antara lain: Pdt. Waruwu, Gr.J. Ndruru, Gr.J Halawa, dan SNK Lase. 82 emergency BNKP, tetapi hanya sebatas suplai kebutuhan mendesak berupa beras, makanan instant , tenda, dan keperluan yang sifatnya darurat. Pada waktu itu, UEM memberi dukungan besar, ditambah dengan KiA – Belanda, LWF, dan Gereja Lutheran Belanda; serta bantuan dari dalam negeri dan jemaat di luar Nias. 94 Sementara itu selama masa darurat ini emergency, BNKP melakukan pelayanan pastoral melalui pendampingan pastoral kepada para korban gempa bumi, baik di kamp pengungsian, di rumah penduduk, bahkan kepada para pengungsi yang eksoduskeluar wilayah Nias. Pelayanan pastoral ini dilakukan oleh para pelayan BNKP di wilayah pelayanan masing-masing. 95 Mereka mendoakan dan menguatkan warga jemaat dan para pengungsi yang tinggal di kamp pengungsian. Mereka memimpin ibadah di berbagai tempat di mana warga jemaat dapat berkumpul. Seorang pendeta resort di BNKP mengenang kembali kisah pelayanan pastoralnya selama masa tanggap darurat ini: Saya masih pendeta jemaat pada waktu itu penulis: pada waktu terjadi gempa. Peristiwa ini merupakan yang pertama kali dalam hidupku. Saya sebenarnya takut juga, tetapi warga jemaat sangat membutuhkan pelayanan. Saya tidak tahu harus berbuat apa, warga jemaat membutuhkan layanan medis, mereka meminta saya bersama majelis jemaat untuk mengurus bantuan. Saya hanya dapat mengunjungi mereka yang berkumpul di halaman sekolah. Saya mendoakan dan menguatkan mereka. Kami menyanyikan lagu fangesa-dödö . Saya percaya bahwa kuasa Tuhan jauh melebihi gempa bumi. 96 Pelayanan pastoral yang seperti inilah yang dilakukan secara umum oleh BNKP pada masa ini, dimana semuanya dilakukan secara darurat dalam suasana darurat juga. 94 Lih. Laporan Badan Pelayanan Rehabilitasi dan Rekonstruksi BNKP, Dok. 07.2Pers.Sinode ke-55 BNKP2010 95 Wawancara dengan Gr. Jemaat K. Halawa, Desember 2011. 96 Wawancara dengan Pdt. H. Lase, Pebruari 2012. 83

c. Masa Rehabilitasi dan Rekonstruksi Juni 2005 – April 2009