81 harus dihukum oleh Tuhan? Apakah ibadah kami belum menyenangkan Tuhan? Di
manakah Tuhan yang Mahakasih dan Mahakuasa itu? Ketika pertanyaan seperti ini muncul, maka umumnya para pelayan BNKP mencoba menenangkan jemaat dengan
siraman rohani melalui doa, nyanyian pertobatan dan penyerahan diri kepada Tuhan, serta pencerahan bahwa semuanya itu adalah kehendak Tuhan.
91
Bagaimana BNKP melayani jemaatnya yang tengah dikuasai oleh kepanikan karena gempa bumi tersebut? Pendeta Telaumbanua menuturkan pengalamannya:
Jujur saja, yang kami pikirkan pada awalnya adalah keselamatan masing-masing. Setelah memastikan bahwa kami aman barulah
kemudian saya mendampingi warga jemaat yang juga sedang mengalami kepanikan luar biasa. Saya hanya dapat berteriak supaya
mereka menjauhi bangunan, sehingga kami semua berkumpul di jalan, dan ada juga di lapangan. Saya juga mengunjungi warga jemaat yang
berkumpul di beberapa tempat. Sebentar-sebentar kami berdoa, sekali- sekali menyanyikan lagu
fangesa-dödö
pertobatan.
92
Beberapa informan lain, memberi informasi yang hampir sama dengan pengalaman pendeta Telaumbanua tadi.
93
Mereka menuturkan bahwa hanya itu yang dapat dilakukan, doa dan nyanyian menjadi media penting dalam menenangkan warga
jemaat pada waktu itu.
b. Masa Tanggap Darurat Maret 2005 – Juni 2005
Apakah BNKP terus meratapi ketidakberdayaannya dalam menghadapi gempa? Tentu tidak Setelah peristiwa gempa bumi itu, dan sambil terus
mempertanyakan kedaulatan Allah tadi, BNKP kemudian melakukan tindakan
emergency
dengan membentuk TPB-Gempa Nias Tim Penanggulangan Bencana Gempa Nias. TPB-Gempa Nias inilah yang kemudian menangani tindakan
91
Wawancara dengan Pdt. Telaumbanua, Gr.J. Ndruru, Bapak SNK Lase, Desember 2011.
92
Wawancara dengan Pdt. Telaumbanua, Desember 2011.
93
Informan tersebut antara lain: Pdt. Waruwu, Gr.J. Ndruru, Gr.J Halawa, dan SNK Lase.
82
emergency
BNKP, tetapi hanya sebatas suplai kebutuhan mendesak berupa beras, makanan
instant
, tenda, dan keperluan yang sifatnya darurat. Pada waktu itu, UEM memberi dukungan besar, ditambah dengan KiA
– Belanda, LWF, dan Gereja Lutheran Belanda; serta bantuan dari dalam negeri dan jemaat di luar Nias.
94
Sementara itu selama masa darurat ini
emergency,
BNKP melakukan pelayanan pastoral melalui pendampingan pastoral kepada para korban gempa bumi,
baik di kamp pengungsian, di rumah penduduk, bahkan kepada para pengungsi yang eksoduskeluar wilayah Nias. Pelayanan pastoral ini dilakukan oleh para pelayan
BNKP di wilayah pelayanan masing-masing.
95
Mereka mendoakan dan menguatkan warga jemaat dan para pengungsi yang tinggal di kamp pengungsian. Mereka
memimpin ibadah di berbagai tempat di mana warga jemaat dapat berkumpul. Seorang pendeta resort di BNKP mengenang kembali kisah pelayanan pastoralnya
selama masa tanggap darurat ini: Saya masih pendeta jemaat pada waktu itu penulis: pada waktu terjadi
gempa. Peristiwa ini merupakan yang pertama kali dalam hidupku. Saya sebenarnya takut juga, tetapi warga jemaat sangat membutuhkan
pelayanan. Saya tidak tahu harus berbuat apa, warga jemaat membutuhkan layanan medis, mereka meminta saya bersama majelis
jemaat untuk mengurus bantuan. Saya hanya dapat mengunjungi mereka yang berkumpul di halaman sekolah. Saya mendoakan dan
menguatkan mereka. Kami menyanyikan lagu
fangesa-dödö
. Saya percaya bahwa kuasa Tuhan jauh melebihi gempa bumi.
96
Pelayanan pastoral yang seperti inilah yang dilakukan secara umum oleh BNKP pada
masa ini, dimana semuanya dilakukan secara darurat dalam suasana darurat juga.
94
Lih. Laporan Badan Pelayanan Rehabilitasi dan Rekonstruksi BNKP, Dok. 07.2Pers.Sinode ke-55 BNKP2010
95
Wawancara dengan Gr. Jemaat K. Halawa, Desember 2011.
96
Wawancara dengan Pdt. H. Lase, Pebruari 2012.
83
c. Masa Rehabilitasi dan Rekonstruksi Juni 2005 – April 2009