G. Sistematika Penulisan Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Untuk mempermudah pemahaman dalam pembahasan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini maka penulis membaginya ke dalam lima bab. Adapun rincian dari tiap – tiap bab yang
terdiri dari :
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis menjelaskan secara singkat latar belakang yang menjadi pemikiran dalam pemilihan judul. Bab ini berisikan latar belakang PKLM, tujuan dan
manfaat PKLM, uraian teoritis, ruang lingkup PKLM, metode PKLM, metode pengumpulan data dan sistematika penulisan laporan PKLM.
BAB II : GAMBARAN UMUM LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI
Dalam bab ini penulis menguraikan secara singkat mengenai lokasi PKLM, struktur organisasi, uraian tugas pokok dan fungsi, serta gambaran mengenai pegawai Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan.
BAB III : GAMBARAN DATA PRAKTIK TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
Dalam bab ini penulis menguraikan tentang pengertian pajak, pengertian Pajak Pertambahan Nilai, subjek dan objek Pajak Pertambahan Nilai, tarif serta dasar pengenaan
pajak.
BAB IV: ANALISIS DAN EVALUASI DATA
Pada bab ini akan berisi tentang analisa penulis dan mengevaluasi data yang diperoleh mengenai tata cara pelaporan Pajak Pertambahan Nilai.
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini berisikan kesimpulan dan saran. Dimana dalam bab ini disimpulkan uraian – uraian dari bab – bab sebelumnya dan saran yang mungkin dapat digunakan untuk
Universitas Sumatera Utara
mengatasi masalah yang ada. Bab ini merupakan penutup dari bab – bab sebelumnya yang berisi kesimpulan dan saran yang kiranya dapat meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak
khususnya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN - LAMPIRAN
Universitas Sumatera Utara
BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK DAN LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN
MANDIRI
A.Sejarah Umum Berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan
Sejarah umum Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan semula bernama Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara didirikan berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Keuangan Nomor : 94KMK.011994 tanggal 29 Maret 1994 yang kemudian diubah namanya menjadi Kantor Pelayanan Pajak Medan Belawan dengan surat keputusan Menteri Keuangan
Nomor : 443KMK.012001 tanggal 23 Juli 2001 dan dengan adanya modernisasi di lingkungan DJP, maka sejak tanggal 27 Mei 2008 berubah nama menjadi Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Medan Belawan yang merupakan gabungan dari Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan serta Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak
Karikpa , yang akan melayani PPh, PPN, PBB, BPHTB, serta melakukan pemeriksaan tetapi bukan sebagai lembaga yang memutuskan keberatan. Kantor Pelayanan Pajak Pratama
adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada kepala kantor wilayah.
Kantor Pelayanan Pajak Pratama mempunyai tugas melaksanakan penyuluhan, pelayanan dan pengawasan Wajib Pajak dibidang pajak penghasilan, Pajak Pertambahan
Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan. Wilayah kerja Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Medan Belawan terdiri dari 4 kecamatan yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Kecamatan Medan Belawan 2. Kecamatan Medan Labuhan
3. Kecamatan Medan Marelan 4. Kecamatan Medan Deli
Keempat kecamatan diatas berbatasan dengan :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Belawan b. Sebelah Timur berbatasan dengan Sungai Deli
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Medan Barat d. Sebelah Barat berbatasan dengan Sunggal
Berdasarkan data dari Kantor Statistik Kotamadya Medan, wilayah kerja KPP Medan Utara yang telah berganti nama menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan
mempunyai luas 107,58 KM
2
10.758 Ha yang terdiri dari 4 empat kecamatan yang meliputi 23 dua puluh tiga kelurahan.
Sebelum tahun 1967, Kantor Pelayanan Pajak bernama Kantor Inpeksi Pajak Medan dan oleh pemerintah dipecah menjadi dua bagian, yaitu:
1. Kantor Inpeksi Pajak Medan Utara yang berlokasi di Jalan Suka Mulia Nomor 17 A. 2. Kantor Inpeksi Pajak Medan Selatan yang berlokasi di Jalan Diponegoro Nomor 30.
Pada tahun 1978, Kantor Pelayanan Pajak masih disebut Kantor Inpeksi Pajak. Pada saat itu ada dua Kantor Inpeksi Pajak, yaitu:
1. Kantor Inpeksi Pajak Medan Pajak Selatan 2. Kantor Inpeksi Pajak Medan Kisaran
Universitas Sumatera Utara
Pada tanggal 1 April 1979, Kantor Inpeksi Pajak diseluruh Indonesia diubah namanya menjadi Kantor Pelayanan Pajak KPP. Untuk wilayah Medan, Kantor Pelayanan Pajak
dibagi menjadi dua bagian, yaitu: 1. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Utara yang berlokasi di Jalan Suka Mulia
Nomor 17 A. 2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Selatan yang berlokasi di Jalan Diponegoro Nomor 30
A. Pada tahun 1989 tepatnya bulan April, Kantor Pelayanan Pajak dikembangkan
menjadi tiga, yaitu: 1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara
2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat 3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Selatan
Kemudian dengan SK No. 94KMK.011994 tanggal 29 Maret 1994, terhitung tanggal 1 April Kantor Pelayanan Pajak di Medan dibagi menjadi empat, yaitu:
1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara 2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat
3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur 4. Kantor Pelayanan Pajak Binjai
Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 443KMK.012001 tanggal 23 Juli 2001 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak, Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan
Universitas Sumatera Utara
Bangunan, Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak dan Kantor Penyuluhan dan Pengamalan Potensi Perpajakan, sehingga Kantor Pelayanan Pajak di Medan dibagi menjadi enam Kantor
Pelayanan Pajak, yaitu: 1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Belawan yang berlokasi di Jalan Asrama Nomor 7
Medan. 2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Selatan yang berlokasi di Jalan Suka Mulia Nomor 17
A Medan. 3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur yang berlokasi di Jalan Diponegoro Nomor 30 A
Medan. 4. Kantor Pelayanan Pajak Medan Binjai yang berlokasi di Jalan Asrama Nomor 7 A
Medan. 5. Kantor Pelayanan Pajak Medan Kota yang berlokasi di Jalan Diponegoro Nomor 17 A
Medan. 6. Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia yang berlokasi di Jalan Diponegoro Nomor 30
A Medan. Adapun Kantor Pelayanan Pajak Medan Belawan adalah Kantor Pelayanan Pajak
Medan Utara yang telah berganti nama. Sedangkan mengenai hal lainnya tidak ada yang berubah.
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan membawahi seksi sub bagian umum dan kelompok fungsional pemeriksa pajak dan penilai PBB yang mana setiap waskon
terdiri dari beberapa orang Account Representative AR dibantu pelaksana. Kantor Pelayanan Pajak Pratama dipimpin oleh kepala seksi kepala sub bagian umum dan dibantu
Universitas Sumatera Utara
oleh Account Representative AR dan pelaksana. Jumlah sumber daya manusia di lingkungan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan berjumlah 86 orang yang
terdiri dari pegawai 80 orang dan pegawai honorer 6 orang. Adapun perincian jumlah pegawai adalah sebagai berikut
Tabel I Jumlah Pegawai Berdasarkan per SeksiBagianKelompok
No SeksiBagianKelompok
Jumlah Pegawai Persentase
1 Kepala Kantor
1 1,25
2 Sub Bagian Umum
6 7,5
3 Pengolahan Data dan Informasi
7 8,75
4 Pelayanan
11 13,75
5 Penagihan
5 6,25
6 Pemeriksaan
2 2,5
7 Ekstensifikasi
4 5
8 Pengawasan dan Konsultasi I
8 10
9 Pengawasan dan Konsultasi II
7 8,75
10 Pengawasan dan Konsultasi III
7 8,75
11 Pengawasan dan Konsultasi IV
7 8,75
12 Fungsional Pemeriksa Penilai
15 18,75
Jumlah 80
100
Sumber : Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan Tabel II Jumlah Pegawai Berdasarakan Jabatan
No Jabatan
Jumlah Pegawai Presentase
Universitas Sumatera Utara
1 Eselon III
1 1,25
2 Eselon IV
8 10
3 Account Representative
20 25
4 Fungsional Pemeriksa Pajak
15 18,75
5 Pelaksana
36 45
Jumlah 80
100
Sumber : Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan Tabel III Jumlah Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan
Jumlah Pegawai Presentase
1 Strata 2 S2
4 5
2 Strata 1 S1
26 32,5
3 Diploma III Sederajat D3
15 18,75
4 Diploma I Sederajat D1
20 25
5 Sekolah Menengah Atas SMA
13 16,25
6 Sekolah Menengah Pertama SMP
2 2
Jumlah 80
100
Sumber : Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan
Universitas Sumatera Utara
Tabel IV Jumlah Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin
Jumlah Presentase
1 Laki – laki
60 75
2 Perempuan
20 25
Jumlah 80
100
Sumber : Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan B.Visi dan Misi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan adalah instansi yang berada dibawah naungan Direktorat Jenderal Pajak sehingga dapat dikatakan bahwa visi misi Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan sama dengan visi dan misi Direktorat Jenderal Pajak.
Pada tahun 2013, Direktorat Jenderal Pajak telah melakukan transformasi visi demi memenuhi kriteria visi yang S.M.A.R.T Specific, Measurable, Achievable, Relevan, and
Time-Based. Direktorat Jenderal Pajak membutuhkan pedomanvisi baru yang lebih spesifik dan terukur daripada visi-visi sebelumnya. Visi baru Direktorat Jenderal Pajak tahun 2013
tersebut adalah:
Visi Direktorat Jenderal Pajak VISI
“ Menjadi institusi pemerintah penghimpun pajak negara yang terbaik di wilayah Asia
Tenggara”
Universitas Sumatera Utara
Frase lugas yang pada hakikatnya merupakan sebuah visi sekaligus tantangan tersebut telah final dirumuskan. Tugas DJP sekarang adalah melaksanakan eksekusinya dengan penuh
komitmen, kesungguhan, dan tanggung jawab. Semoga transformasi visi ini akan menjadi resolusi awal tahun 2013 yang mampu membakar semangat kita selaku punggawa negeri
untuk mewujudkan agar Direktorat Jenderal Pajak mampu menjadi instansi yang terbaik di kancah internasional, khususnya di kawasan Asia Tenggara.
Misi Direktorat Jenderal Pajak MISI
“ Menyelenggarakan fungsi administrasi perpajakan dengan menerapkan Undang-
Undang Perpajakan secara adil dalam rangka membiayai penyelenggaraan negara demi kemakmuran rakyat”
C. Struktur Organisasi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan
Struktur organisasi adalah suatu rangkaian yang mewujudkan pola tetap dari hubungan – hubungan diantara bidang kerja, namun orang mewujudkan kedudukan,
wewenang dan tanggung jawab dalam sistem kerja sama. Dengan adanya struktur organisasi yang jelas dapat diketahui posisi, tugas, dan wewenang setiap anggota. Tujuannya adalah
untuk pencapaian kerja dalam organisasi yang berdasarkan pada pola hubungan kerja serta lalu lintas wewenang dan tanggung jawab.
Jenis struktur organisasi yang digunakan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan adalah menggunakan jenis struktur line and staff organization atau
gabungan dari jenis struktur organisasi garis dan organisasi fungsional. Struktur organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan berdasarkan fungsi bukan jenis pajak.
Universitas Sumatera Utara
Kantor Pelayanan Pajak Pratama dikepalai oleh seorang Kepala Kantor yang terdiri atas Sub Bagian Umum dan beberapa seksi yang dipimpin oleh masing – masing seorang kepala seksi
ditambah dengan kelompok jabatan fungsional. Adapun bidang – bidang yang ada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan sebagai berikut:
1. Sub Bagian Umum 2. Seksi Ekstensifikasi
3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi PDI 4. Seksi Pelayanan
5. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I,II,III dan IV 6. Seksi Pemeriksaan
7. Seksi Penagihan 8. Kelompok Jabatan Fungsi
Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan
KANTOR PELAYANAN PAJAK
SEKSI PENAGIHAN SUB BAGIAN UMUM
SEKSI PENGAWASAN DAN KONSULTASI I
SEKSI PENGOLAHAN DATA DAN INFORMASI
SEKSI PENGAWASAN DAN KONSULTASI II
SEKSI PELAYANAN
SEKSI PENGAWASAN DAN KONSULTASI III
Universitas Sumatera Utara
D. Uraian Tugas dan Fungsi
Uraian dan Fungsi KPP Pratama diatur didalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 62PMK.012009 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Instansi
Vertikal Direktorat Jenderal Pajak pada Paragraf 2 dua pasal 58 sampai dengan 61. Dalam melaksanakan tugasnya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan
menyelenggarakan fungsi :
1. Pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi perpajakan, penyajian informasi perpajakan pendataan objek dan subjek pajak, serta penilaian Pajak
Bumi dan Bangunan sektor pertanian, perkebunan dan perhutanan 2. Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan
SEKSI PENGAWASAN DAN KONSULTASI IV
SEKSI PEMERIKSAAN
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
SEKSI EKSTENSIFIKASI
KANTOR PELAYANAN, PENYULUHAN DAN KONSULTASI
PERPAJAKAN PETUGAS TATA
USAHA KELOMPOK JABATAN
FUNGSIONAL
Universitas Sumatera Utara
3. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya
4. Penyuluhan perpajakan 5. Pelaksanaan registrasi Wajib Pajak
6. Pelaksanaan ekstensifikasi 7. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak
8. Pelaksanaan pemeriksaan pajak 9. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak
10. Pelaksanaan konsultasi perpajakan 11. Pelaksanaan intensifikasi
12. Pembetulan ketetapan pajak 13. Pelaksanaan administrasi kantor
1. Kepala Kantor KPP Pratama merupakan penggabungan dari KPP dan KARIKPA. Maka kepala KPP
Pratama mempunyai tugas mengkoordinasikan pelaksanaan penyuluhan, pelayanan, pengawasan, wajib pajak dibidang PPh, PPN, PPnBM, Pajak Tidak Langsung lainnya dalam
wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Sub Bagian Umum
Membantu dan menunjang kelancaran tugas kantor dalam mengkoordinasikan tugas dan fungsi pelayanan kesekretariatan terutama dalam hal pengaturan kegiatan tata dan
kepegawaian, keuangan serta perlengkapan. Sub bagian umum juga melaksanakan tugas di bidang administrasi penerimaan pengiriman surat – surat, mendistribusikan surat – surat
masuk kepada seksi yang bersangkutan dan pengiriman surat keluar kepada instansi yang
Universitas Sumatera Utara
terkait dan memberi nasehat dan menegakkan kedisiplinan kepada pegawai dan memberi penilaian atas pelaksanaan pekerjaan pegawai.
3. Seksi Ekstensifikasi Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasikan pelaksanaan dan penatausahaan
pengamatan potensi perpajakan, pendapatan objek dan subjek pajak, penilai objek pajak dan ekstensifikasi perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4. Seksi Pengolahan Data dan Informasi Melakukan pengumpulan, pencarian dan pengolahan data perpajakan, penyajian informasi
perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, urusan tata usaha penerimaan perpajakan, pelayanan dukungan teknis komputer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filling dan
pelaksanaan SI DJP serta penyiapan laporan kinerja. 5. Seksi Pelayanan
Membantu tugas Kepala Kantor dalam mengkoordinasi penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan
dan pengolahan surat pemberitahuan dan surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi Wajib Pajak serta kerja sama perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan
memungut fiskal luar negeri di pelabuhan Belawan. 6. Seksi Pengawasan dan Konsultasi Waskon I, II, III dan IV
Melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan dari wajib pajak terdaftar,memberikan bimbinganhimbauan kepada wajib pajak dan konsultasi teknis
perpajakan, penyusunan profil wajib pajak, menganalisis kinerja wajib pajak, melakukan rekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka melakukan intensifikasi dan melakukan evaluasi
hasil keputusan banding, penyelesaian permohonan izin prinsip pembebasan PPh Pasal 22 Impor, melaksanakan proses penyelesaian permohonan Surat Keterangan Bebas Pemungutan
Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor.
Universitas Sumatera Utara
. Dalam satu Kantor Pelayanan Pajak Pratama terdapat 4 empat Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi yang pembagian tugasnya didasarkan pada cakupan wilayah
yaitu: 6.1 Seksi Pengawasan dan Konsultasi I Waskon I
a. Kelurahan Kampung Besar b. Kelurahan Martubung
c. Kelurahan Sei Mati d. Kelurahan Pekan Labuhan
e. Kelurahan Tangkahan f. Kelurahan Nelayan Indah
6.2 Seksi Pengawasan dan Konsultasi II Waskon II a. Kelurahan Labuhan Deli
b. Kelurahan Rengas Pulau c. Kelurahan Terjun
d. Kelurahan Tanah 600 e. Kelurahan Paya Pasir
6.3 Seksi Pengawasan dan Konsultasi III Waskon III a. Kelurahan Tanjung Mulia
b. Kelurahan Mulia Hilir c. Kelurahan Mabar
d. Kelurahan Kota Bangun e. Kelurahan Titi Papan
f. Kelurahan Mabar Hilir 6.4 Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV Waskon IV
a. Kelurahan Sicanang
Universitas Sumatera Utara
b. Kelurahan Belawan Bahari c. Kelurahan Belawan Bahagia
d. Kelurahan Belawan I e. Kelurahan Belawan II
f. Kelurahan Bagan Deli • Account Representative
Account Representative AR merupakan petugas di kantor pajak yang memantau keadaan Wajib Pajak dengan Kantor Pelayanan Pajak. Keberadaan Account Representative
AR merupakan bentuk peningkatan pelayanan kepada Wajib Pajak. Wajib Pajak akan dilayani oleh Account Representative AR yang telah ditunjuk sehingga akan terjalin
keterbukaan, Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan, jumlah Account Representative sebanyak 16 orang dan setiap 1 orang Account Representative mengawasi
sebanyak 7.204 Wajib Pajak. Tugas Account Representative AR adalah melayani penyelesaian permohonan
restitusi Pajak Pertambahan Nilai, menerbitkan surat perintah membayar kelebihan pajak SPMKP menyelesaikan permohonan legalisasi ijin prinsip pembebasan Pajak Penghasilan
Pasal 22 impor, penyelesaian surat keterangan bebas SKB pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 impor.
• Jangka Waktu Penyelesaian a 2 bulan sejak saat diterimanya permohonan secara lengkap.
b 4 bulan sejak saat diterimanya permohonan secara lengkap. c 12 bulan sejak saat permohonan diterima secara lengkap
d 3 minggu sejak SKPLB diterbitkan atau 3 minggu sejak permohonan secara lengkap.
Universitas Sumatera Utara
7. Seksi Penagihan Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasi pelaksanaan penyusunan perencanaan
pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.
8. Seksi Penagihan Membantu tugas Kepala Kantor mengkoordinasi pelaksanaan dan penatausahaan
penagihan aktif, piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak dan usulan penghapusan pajak serta penyimpanan dokumen – dokumen penagihan.
Dalam seksi penagihan ada Juru Sita Pajak yang bertugas untuk melaksanakan surat perintah penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, melaksanakan
penyitaan barang penanggung pajak berdasarkan surat perintah penyanderaan dan melaksanakan penyanderaan berdasarkan surat perintah penyanderaan.
9. Kelompok Jabatan Fungsional Pejabat fungsional terdiri dari Pejabat Fungsional Pemeriksaan dan Pejabat Fungsional
Penilai yang bertanggung jawab secara langsung kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama. Dalam melaksanakan pekerjaannya, Pejabat Fungsional Pemeriksaan berkoordinasi,
integrasi, sinkronisasi dengan Seksi Ekstensifikasi. Selain itu teknologi informatika dan sistem informasi dimanfaatkan secara optimal.
Universitas Sumatera Utara
BAB III GAMBARAN DATA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
3.1 Pengertian Pajak
Menurut P.J.Andriani salah seorang ahli pajak berpendapat bahwa : “ Pajak adalah Iuran kepada Negara yang dapat dipaksakan yang terutang oleh yang wajib membayarnya
menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran – pengeluaran umum
berhubungan dengan tugas Negara yang menyelenggarakan pemerintahan” Waluyo, 2010:2.
Menurut Prof. Edwin R.A. Seligman dalam buku Essay in Taxation yang diterbitkan di Amerika berpendapat bahwa : “Tax is compulsary taxation from the person, to the
government to depray the expences incurred in the common interest of all, without reference to special benefit conferred”. Dari definisi tersebut terlihat adanya kontribusi seseorang yang
ditujukan secara khusus pada seseorang. Memang demikian halnya bahwa bagaimanapun juga pajak itu ditujukan manfaatnya kepada masyarakat. idem
Menurut Prof.Dr.M.J.H. Smeets dalam buku De Economische Betekenis belastingen terjemahan berpendapat bahwa : “Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang
melalui norma – norma umum dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual, dimaksudkan untuk membiayai
pengeluaran pemerintah” Waluyo,2010:3. Dari definisi – definisi tersebut dapat diketahui ciri – ciri yang melekat pada
pengertian pajak, yaitu : a. Pajak dipungut berdasarkan undang – undang secara aturan pelaksanaanya
yang sifatnya dapat dipaksakan.
Universitas Sumatera Utara
b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
c. Pajak dipungut oleh negara bik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. d. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran – pengeluaran pemerintah.
e. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur.
Dari empat unsur yang menjadi ciri – ciri pajak ternyata menggambarkan bahwa fungsi pajak sebagai sarana untuk memasukkan uang sebagai pendapatan Negara. Selain itu
pajak juga dapat digunakan sebagai alat untuk mengatur kebijaksanaan perekonomian suatu Negara.
3.2 Sejarah Singkat Pajak Pertambahan Nilai PPN
Pajak Pertambahan Nilai PPN, yang telah menjalani sejarah dalam waktu yang panjang sejak dari penemuannya hingga diterapkan di lapangan. Pengenaan pajak yang
didasarkan atas Nilai Tambah ini pertama kali ditemukan oleh Industriawan Jerman yang duduk sebagai anggota The Reichtag bernama Carl Feodrich Von Siemens.
Siemens mengemukakan agar sistem Pajak Penjualan yang berlaku direfromasi dengan sistem pengenaan pajak atas pertambahan nilai dalam sistem perpajakan di Jerman
pada tahun 1919. Namun apa yang digagaskan dan diajukan oleh Siemans belum dapat dilaksanakan saat itu. Setelah langkah Siemens di Jerman, kemudian untuk memperbaiki
sistem perpajakan di Amerika Serikat USA, pada tahun 1921 oleh Thomas telah mengusulkan gagasan pengenaan pajak atas nilai tambah dalam perpajakan Amerika Serikat
USA. Selanjutnya Carl S Shoup, seorang yang duduk dalam Komisi Perpajakan untuk
Jepang telah mengusulkan pula mengenai pengenaan Pajak Pertambahan Nilai di Jepang pada tahun 1949, dimana pajak dihitung dari jumlah yang terdiri dari pengeluaran yang dilakukan
Universitas Sumatera Utara
untuk pembayaran upah, bunga, modal dan sewa, demikian juga atas laba usaha. Namun usul – usul itu tersebut juga belum dapat dilaksanakan saat itu.
Dari berbagai gagasan tersebut, dengan didasarkan atas berbagai penelitian dan kajian yang mendiam maka Negara yang pertama kali menerapkan ini dalam perpajakannya adalah
Perancis pada tahun 1954. PPN ini diterapkan dengan sistem yang mudah dan sederhana, dan hingga kini masih dipergunakan. Adapun sasaran pengenaan PPN ini di perancis mulanya
adalah atas impor barang jalur produksi manufaktur juga jalur distribusi sampai kepada tingkat pedagang besar Whole Saler.
Sistem PPN yang cepat merambah penerapannya di berbagai Negara Eropa, Amerika, Asia dan Afrika pada hakikatnya adalah Pajak Penjualan yang dikenakan akibat adanya
terjadi transaksi atas nilai tambahnya. Sehingga kalaupun suatu Negara menerapkan sistem PPN, umumnya Negara tersebut sebelumnya telah menerapkan sistem Pajak Penjualan
seperti halnya Indonesia. Dalam “General Report” yang dimuat dalam buku Cashier de Droit Fiscal
International volume LXVIIIb tahun 1983, Hans Georg Rupee, seorang guru besar Hukum Fiskal dan Direktur The Institute for Financial Law of The University of Graz, Austria
menyatakan bahwa pada hakikatnya konsepsi Pajak Pertambahan Nilai semata – mata mengandung pengertian sebagai suatu tata cara pemungutan pajak, daripada sebagai suatu
jenis pajak. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Richard A.Musgrave and Peggy B.Musgrave
dalam bukunya Public Finance in Theory and Practice, the fourth edition, page 441, antara lain adalah sebagai berikut : “the value-added tax is not genuinely new form of taxation, but
merely a sales tax which is administered in different form”. Demikian pula Ben Terra, Guru Besar Hukum di Universitas Amsterdam dan
Universitas Leyden, di dalam bukunya yang mengupas tentang Pajak Pertambahan Nilai di
Universitas Sumatera Utara
Masyarakat Ekonomi Eropa yang diberi judul “SALES TAXATION” antara lain menyatakan bahwa Sales Taxation can be lavied in various ways, for examples, in a direct way, or
indirect way as a retail sales tax or as a value added tax. Pajak Pertambahan Nilai atau lebih tepatnya Pajak Penjualan, yang dikenal dalam
berbagai nama dengan maksud yang senada , apabila ditelusuri melalui jalur sejarahnya, sudah dikenal sejak berabad – abad lalu.
Secara meluas Pajak Penjualan diterapkan di Eropa dalam abad pertengahan dan abad – abad berikutnya, terutama di Spanyol diterapkan dengan nama “ alcabala” dalam abad ke-
14 dan kemudian diterapkan di beberapa Negara lain yang berada di bawah pengaruhnya. Pemerintah kerajaan Spanyol berusaha menerapkan Pajak Penjualan dengan tarif 10 the
“tenth penny” di Belanda selaku salah satu propinsinya, yang berakibat membawa ke arah revolusi yang melahirkan kemerdekaan Belanda.
Dalam tahun 1916 dalam pertengahan Perang Dunia I, Jerman berusaha menutup dana yang sangat besar untuk membiayai perang dengan jalan menerapkan the Stamp Sales Tax
yang pada waktu itu merupakan pilihan yang cukup menarik. Namun demikian, dibalik itu terdapat sisi gelap dari Pajak Penjualan dan Pajak
Peredaran Turnover tax Omzet belasting, yaitu sifat kumulatif yang melekat padanya. Sifat inilah yang meresahkan dunia usaha di Jerman dalam tahun 1919. The Stamp
Sales Tax yang diterapkan dalam tahun 1916, pada tahun 1918 dikembangkan lagi menjadi “ General Turnover Tax” yang dikenakan atas seluruh penyerahan barang dan jasa yang
dilakukan oleh para pengusaha. Dilihat dari sistem pemungutannya, pajak peredaran yang diterapkan ini tergolong sebagai “the multi stage gross turnover tax” sehingga bersifat
kumulatif. Oleh karena itu banyak para pengusaha, terutama pengusaha dalam skala kecil protes kepada pemrintah. Melihat keadaan seperti itu, pada awal tahun 1919, seorang
industrialis yang merupakan konsultan pemerintah, yang bernama Carl Friedrich von
Universitas Sumatera Utara
Siemens mengusulkan untuk melakukan perombakan terhadap Turnover Tax yang sedang berlaku. Sebagai penggantinya diusulkan “the Refined Turnover Tax” yang berusaha
sebanyak mungkin mengurangi dampak kumulasi pemungutannya. Usul von Siemens ini ternyata tidak mendapat perhatian dari Pemerintah Jerman pada waktu itu. Setelah melakukan
perjalanan waktu yang cukup panjang, baru pada tanggal 1 Januari 1968, Jerman menerapkan “Consumption Type Value Added Tax” sebagai pengganti Turnover Tax.
Justru Perancis sebagai Negara Eropa pertama yang mengadopsi VAT sampai tingkat pedagang besar dalam tahun 1954, mendahului Jerman sebagai pencetus pertama ide VAT.
Pada saat Jerman baru menerapkan VAT dalam tahun 1968, Perancis telah memperluas objek pajaknya sampai dengan penyerahan barang yang dilakukan oleh pedagang eceran.
Demikianlah berturut – turut negara – negara di Eropa menerapkan VAT dan menjadi persyaratan bagi setiap Negara calon EEC. Negara Eropa yang menerapkan VAT setelah
Perancis adalah Denmark pada tahun 1967 dan Jerman pada tahun 1968, kemudian diikuti oleh Belanda dan Swedia pada tahun 1969, sedangkan Luxemburg dan Norwegia menyusul
pada tahun 1970. Di Belgia dan irlandia, VAT mulai diterapkan secara berturut – berturut pada tahun 1971 dan 1972. Inggris, Italia dan Austria menyusul pada tahun 1973.
Adapun negara – negara di luar Eropa yang menerapkan VAT, dimulai dari Negara Pantai Gading the Ivory Coast tahun 1960, Senegal tahun 1961, Brazilia dan Ekuador
secara berturut – turut tahun 1967 dan 1970. Sedangkan Uruguay menerapkan VAT tahun 1973. Negara Amerika Latin lainnya yang menerapkan sejak 1975 adalah Argentina, Chile,
Costa Rica dan Peru. Honduras menerapkan VAT sejak 1976 serta Panama mulai tahun 1977. Kemudian pada tahun 1978 Mexico menerapkan VAT, disusul oleh Haiti pada tahun 1982,
guatemala dan Republik Dominica pada tahun 1985.
Universitas Sumatera Utara
Demikian pula Granada, Maroko, New Zealand, Nigeria, Portugal dan spanyol menyusul pada tahun 1986. Secara berturut – turut Israel, Yunani dan Hongaria masing –
masing menerapkan VAT mulai tahun 1976, 1987 dan 1988. Adapun Vietnam merupakan Negara Asia pertama yang menerapkan VAT, pada
tahun 1973, kemudia disusul Korea dalam tahun 1977, Republik Rakyat Cina pada tahun 1984, sedangkan Indonesia menerapkan VAT dalam tahun 1985 bersamaan dengan Turki.
Demikian pula India mulai menerapkan VAT tahun 1986 yang kemudian menyusul Filipina melakukan hal yang sama pada tahun 1988.
Adapun perjalanan sejarah Pajak Pertambahan Nilai sebagai sub kelompok dari Pajak Tidak Langsung, di Indonesia secara garis besar dapat digambarkan sebagai berikut :
a. Masa Pajak Pembangunan I PPb I Pada permulaannya, pajak ini dipungut secara sukarela. Secara resmi pada tanggal
1 Juni 1974, dipungut PPb I atas rumah makan penginapan dan penyerahan jasa di rumah – rumah makan. PPb I ini pada awalnya merupakan pajak pusat namun
kemudian dengan Undang – undang No. 32 tahun 1956 dilimpahkan kepada pemerintah daerah dalam rangka perimbangan keuangan Negara dengan daerah –
daerah yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Dalam pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 1957 yang berisi ketentuan tentang penyerahan pajak
pusat kepada daerah ditetapkan bahwa pajak pusat diserahkan ke Dati II, namun bila belum terbentuk atau tidak terbagi dalam Dati II, maka Dati I dapat memungut
sendiri. Kebijaksanaan tarifnya diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah.
b. Masa Pajak Peredaran 1950 PPe 1950 Pajak Peredaran dikenakan atas penyerahan barang dan jasa yang dilakukan di
Indonesia. Pemungutannya dilakukan secara bertingkat pada setiap mata rantau jalur produksi dan jalur distribusi. Jumlah pengecualian dibatasi sedikit mungkin.
Universitas Sumatera Utara
Hanya dikenal satu tarif pajak single rate yaitu 2,5. Pajak ini bersifat kumulatif. Oleh karena itu, pajak ini tidak dapat bertahan lama, hanya berlaku selama 9 bulan.
c. Masa Pajak Penjualan 1951 PPn 1951 Sebagai pengganti Pajak Peredaran yang bersifat kumulatif diberlakukan Pajak
Penjualan yang dipungut berdasarkan Undang – undang Darurat No. 19 tahun 1951 yang mulai berlaku tanggal 1 Oktober 1951, yang kemudian ditingkatkan menjadi
undang – undang oleh Undang – undang No.35 tahun 1953. Undang – undang ini lebih populer disebut sebagai Undang – undang Pajak Penjualan 1951. Ditinjau
dari tingkat pemungutannya, merupakan single stage tax pada tingkat pabrikan sehingga dapat juga dinamakan a manufacturer’s sales tax.
Karena dimaksudkan untuk mengganti Pajak Peredaran yang bersifat kumulatif maka, dalam pasal 31 Undang – undang No.19 Darurat tahun 1951 tersebut dibuka
kemungkinan untuk memperoleh kembali Pajak Penjualan yang dibayar pada saat pembelian bahan mentah, bahan pembantu, bahan bakar, alat pembungkus yang
digunakan dalam proses produksi. Namun ketentuan ini kemudian dicabut dengan Undang – undang No.20 Prp Tahun 1959, sehingga dalam pelaksanaannya Pajak
Penjualan juga bersifat kumulatif, seperti Pajak Peredaran yang digantikannya. Dalam perjalanan operasionalnya, Undang – undang Pajak Penjualan 1951
mengalami perluasan objek pajak. Perluasan yang pertama dilakukan dengan Undang – undang No.20 Prp dan No.21 Prp tahun 1959, Pajak Penjualan
dikenakan atas penyerahan 18 jenis jasa. Sedangkan perluasan yang kedua dengan Undang – undang No. 2 tahun 1968, Pajak Penjualan dikenakan atas pemasukan
barang dari luar negeri ke daerah pabean. Sebelumnya Pajak Penjualan atas impor
Universitas Sumatera Utara
yang dikenal dengan nama Pajak Masuk, dengan Undang – undang No.30 Prp tahun 1960 dinyatakan dihapus.
d. Masa Pajak Pertambahan Nilai 1984 PPN 1984 Untuk mengantisipasi sifat kumulatif pelaksanaan Undang – undang PPN 1951
tersebut, dan bersamaan dengan program reformasi sistem perpajakan nasional tahun 1983, Undang – undang Pajak Penjualan 1951 diganti dengan Undang –
undang No.8 tahun 1983 yang dinamakan Undang – undang Pajak Pertambahan Nilai tahun 1984. Pajak ini termasuk dalam kelompok Non Comulative Multi Stage
Sales Tax. Undang – undang yang baru ini secara efektif berlaku sejak tanggal 1 April 1985. Sifat non komulatif dari Pajak Pertambahan Nilai terletak pada
mekanisme pemungutannya yang dikenakan pada nilai tambah Added Value dari barang kena pajak dan jasa kena pajak. Diharapkan dengan sifat seperti ini akan
mengurangi hasrat para wajib pajak untuk menghindari bahkan menyelundupkan Pajak Pertambahan Nilai yang menjadi kewajibannya.
Dalam perjalanan dedikasinya, pada akhir tahun 1994 diindangkan Undang – undang No.11 tahun 1994 tentang perubahan atas Undang – undang No.8 tahun
1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barng mewah yang mulai berlaku sejak 1 Januari 1995.
3.3 Pengertian Pajak Pertambahan Nilai PPN Pajak Pertambahan Nilai PPN adalah pajak yang dikenakan atas :
a. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha;
b. Impor Barang Kena Pajak; c. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
pengusaha;
Universitas Sumatera Utara
d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; f. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;
g. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;dan h. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
3.4 Subjek PPN dan Objek PPN 3.4.1 Subjek Pajak Pertambahan Nilai PPN
Subjek Pajak Pertambahan Nilai PPN adalah pihak yang diberikan hak dan kewajiban di bidang perpajakan atau suatu objek pajak. Subjek pajak yang mendaftarkan diri sebagai
pengusaha disebut Pengusaha Kena Pajak. Dari ketentuan dalam pasal 4 UU No.7 tahun 1983, diubah dengan UU No.11 tahun
1994, dan terakhir diubah dengan UU No.18 tahun 2000, dan UU PPN No.42 tahun 2009 yang disebut dengan UU PPN dapat diketahui bahwa subjek PPN dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu : 1. Pengusaha Kena Pajak PKP
Ketentuan yang mengatur bahwa subjek PPN harus Pengusaha Kena Pajak adalah huruf a, huruf c, dan huruf f, UU PPN
Dari pasal-pasal ini dapat diketahui bahwa : a. Yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak danatau Jasa Kena Pajak
yang dikenakan adalah Pengusaha Kena Pajak Pasal 4 Huruf a dan huruf c UU PPN
b. Yang dapat mengekspor Barang Kena Pajak yang dapat dikenakan PPN adalah Pengusaha Kena Pajak Pasal 4 Huruf f UU PPN
Universitas Sumatera Utara
c. Bentuk kerjasama operasi yang apabila menyerahkan Barang Kena Pajak danatau Jasa Kena Pajak dapat dikenakan PPN adalah Pengusaha Kena Pajak Pasal 2
Ayat 2 PP No.50 tahun 1994 2. Bukan Pengusaha Kena Pajak
Subjek PPN tidak harus Pengusaha Kena Pajak, tetapi bukan Pengusaha Kena Pajak pun dapat menjadi subjek PPN sebagaimana diatur dalam Pasal 4 huruf b, d dan huruf e
serta pasal 16 C UU PPN. Berdasarkan pasal – pasal ini dapat diketahui bahwa dapat dikenakan PPN:
a. Siapapun yang mengimpor Barang Kena Pajak b. Siapapun yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak dan atau Jasa Kena Pajak
dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. c. Siapapun yang membangun sendiri tidak dalam lingkungan perusahaan dan
pekerjaannya.
3.4.2 Objek Pajak Pertambahan Nilai PPN
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas : 1. Penyerahan Barang Kena Pajak BKP di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha Undang – undang Republik Indonesia Nomor 42 tahun 2009, Pasal 4 Ayat 1a
Barang Kena Pajak BKP adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau tidak bergerak dan barang yang tidak berwujud yang
dikenakan pajak berdasarkan Undang – undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak atas Barang Mewah. Sedangkan yang termasuk barang yang tidak dikenakan Pajak
Pertambahan Nilai adalah:
Universitas Sumatera Utara
a. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran, yang diambil langsung dari sumbernya.
b. Barang – barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak. c. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah tangga, warung dan
sejenisnya. d. Uang, emas batangan, dan surat – surat berharga.
Kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak yang dilakukan oleh pengusaha meliputi pengusaha yang sudah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak maupun pengusaha
yang seharusnya dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak. Penyerahan barang yang dikenakan pajak yang harus memenuhi syarat – syarat sebagai berikut:
a. Barang berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak; b. Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak yang tidak
berwujud; c. Penyerahan dilakukan di Daerah Pabean; dan
d. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya. 2. Impor Barang Kena Pajak
Pajak terjadi pada saat impor barang. Pemungutan dilakukan melalui Direktorat Jenderal Bea Cukai. Berbeda dengan penyerahan Barang Kena Pajak tersebut pada
butir 1, maka siapapun yang memasukkan Barang Kena Pajak ke dalam Daerah Pabean tanpa memperhatikan apakah dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya atau
tidak, tetap dikenakan pajak. Demikian juga atas impor Barang Kena Pajak yang berdasarkan ketentuan perundang – undangan Pabean dibebaskan dari pungutan bea
masuk, pajak yang terutang tetap dipungut kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan Undang – undang Republik Indonesia Nomor 42 tahun 2009,Pasal 4 Ayat
1b.
Universitas Sumatera Utara
3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha Undang – undang Republik Indonesia Nomor 42 tahun 2009, Pasal 4 Ayat 1c.
Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. Jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak.
b. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean. c. Penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaan pengusaha yang
bersangkutan. 4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam
Daerah Pabean Undang – undang Republik Indonesia Nomor 42 tahun 2009, Pasal 4 Ayat 1d.
5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean Undang – undang Republik Indonesia Nomor 42 tahun 2009, Pasal 4 Ayat 1e.
6. Ekspor Barang Kena Pajak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak. Atas penyerahan Barang Kena Pajak dari dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean
dikenakan pajak menurut Undang – undang Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak adalah Pengusaha yang telah dikukuhkan
menjadi Pengusaha Kena Pajak Undang – undang Republik Indonesia Nomor 42 tahun 2009, Pasal 4 Ayat 1f.
7. Ekspor Barang Kena Pajak tidak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak Undang – undang Republik Indonesia Nomor 42 tahun 2009, Pasal 4 Ayat 1g.
8. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak Undang – undang Republik Indonesia Nomor 42 tahun 2009, Pasal 4 Ayat 1h.
Universitas Sumatera Utara
3.5 Dasar Pengenaan Pajak dan Tarif Pajak Pertambahan Nilai 3.5.1 Dasar Pengenaan Pajak
Untuk menghitung besarnya pajak diperlukan yang terutang, diperlukan adanya Dasar
Pengenaan Pajak DPP. Pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalihkan tarif pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak. Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah harga jual,
penggantian, nilai impor, nilai ekspor atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak terutang. Selanjutnya yang dimaksud dengan Harga Jual, Penggantian,
Nilai Ekspor, dan Nilai Impor adalah sebagai berikut: a. Harga Jual
Harga jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan potong harga yang dicantumkan dalam faktur pajak. Undang – undang Pajak Pertambahan Nilai 2009 Pasal
1 angka 18.
b. Penggantian Penggantian adalah nilai erupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya
diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak termasuk PPN yang dipungut
menurut undang – undang Pajak Pertambahan Nilai 2009 Pasal 1 angka 19. c. Nilai Ekspor
Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir. Nilai Ekspor dapat diketahui dari dokumen ekspor,
Universitas Sumatera Utara
misalnya harga yang tercantum dalam Pemberitahuan Ekspor barang. Undang – undang Pajak Pertambahan Nilai 2009 Pasal 1 angka 26.
d. Nilai Impor Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk
ditambah pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang – undangan Pabean untuk impor Barang Kena Pajak, termasuk Pajak
Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang – undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Nilai Impor yang menjadi Dasar pengenaan Pajak adalah harga patokan impor atau cost insurance and freight CIF sebagai dasar penghitungan bea masuk ditambah dengan
semua biaya dan pungutan lain menurut ketentuan Undang – undang Pabean. Undang – undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 Pasal 1 angka 20.
3.5.2 Tarif Pajak Pertambahan Nilai
Tarif Pajak Pertambahan Nilai PPN diatur dalam Pasal 7 UU PPN 1984 sebagai berikut: 1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai PPN adalah 10
2. Tarif Pajak Pertambahan Nilai PPN sebesar 0 diterapkan atas : a. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud
b. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud c. Ekspor Jasa Kena Pajak
Dengan Peraturan Pemerintah, tarif sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 Ayat 2 dapat diubah menjadi serendah – rendahnya 5 dan setinggi – tingginya 15.
Namun sejak UU PPN dan PPnBM efektif diberlakukan tanggal 1 April 2009, tarif PPN tetap 10. Tarif PPN atas ekspor Barang Kena Pajak adalah 0. Pengenaan tarif 0 bukan
berarti pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dengan demikian, Pajak Masukan yang telah dibayar dari barang yang diekspor tetap dapat dikreditkan.
Universitas Sumatera Utara
Cara menghitung Pajak Pertambahan Nilai PPN yang terutang adalah dengan mengalihkan tarif Pajak Pertambahan Nilai PPN 10 atau 0 untuk Ekspor Barang Kena
Pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak
PPN yang terutang = Tarif PPN x Dasar Pengenaan
Pajak Pertambahan Nilai PPN yang terutang ini merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak. Bagi Pengusaha Kena Pajak pembelian merupakan
Pajak Masukan.
3.6 Saat dan Tempat Pajak Terutang, Pelaporan SPT Surat Pemberitahuan 3.6.1 Saat Pajak Terutang
Untuk menentukan saat Pengusaha Kena Pajak melaksanakan kewajiban membayar pajak, penentuan saat pajak terutang masih sangat relevan. Tanpa diketahui saat pajak
terutang, tidak mungkin ditentukan bilamana Pengusaha Kena Pajak wajib memenuhi
kewajiban melunasi hutang pajaknya.
Dalam Pasal 11 UU PPN 2009 saat pajak terutang adalah sebagai berikut: a. Terutang pajak terjadi saat penyerahan Barang Kena Pajak atau saat penyerahan Jasa
Kena Pajak atau pada saat impor Barang Kena Pajak atau pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar pabean atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar
daerah pabean atau ekspor Barang Kena Pajak Berwujud atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau ekspor Jasa Kena Pajak.
b. Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya
pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean, saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran.
Universitas Sumatera Utara
3.6.2 Tempat Pajak Terutang
Berdasarkan Pasal 12 Undang – undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 ditetapkan bahwa Pajak Terutang di :
a. Tempat tinggal atau tempat kedudukan b. Tempat kegiatan usaha dilakukan
c. Tempat lain yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak d. Tempat Barang Kena Pajak dimasukkan, dalam hal impor, tempat orang pribadi atau
badan terdaftar sebagai Wajib Pajak dalam hal pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
3.6.3 Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dan Surat Pemberitahuan Masa
Pada setiap akhir bulan, Pengusaha Kena Pajak akan menghitung Pajak Pertambahan Nilai yang terutang untuk masa pajak yang bersangkutan dengan membandingkan antara
pajak keluaran dengan pajak masukan yang dapat dikreditkan harus memasukkan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai PPN. Surat Pemberitahuan adalah:
a. Bagi Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan tidak lebih dari 25 dua puluh lima Faktur Pajak Standar dalam 1 satu Masa Pajak adalah Surat Pemberitahuan SPT
baik dalam bentuk formulir kertas maupun dalam bentuk data elektronik. b. Bagi Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan lebih dari 25 dua puluh lima Faktur
Pajak Standar dalam 1 satu Masa Pajak adalah Surat Pemberitahuan SPT dalam bentuk data elektronik.
Surat Pemberitahuan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai harus dilaporkan selambat – lambatnya 20 dua puluh hari setelah berakhirnya masa pajak kepada Kantor Pelayanan
Pajak dimana pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Peraturan Direktorat
Universitas Sumatera Utara
Jenderal Pajak Nomor 44PJ2010 tentang Bentuk, Isi, dan Tata cara Pengisian Serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sebagai pengganti dari
PER-146PJ2006 Surat Pemberitahuan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai terdiri dari:
a. 1111 F.1.2.32.04 – Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai SPT Masa PPN.
b. 1111 AB D.1.2.32.07 – Rekapitulasi Penyerahan dan Perolehan. c. 1111 A1 D.1.2.32.08 – Daftar Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud , Barang Kena
Pajak Tidak Berwujud, danatau Jasa Kena Pajak. d. 1111 A2 D.1.2.32.09 – Daftar Pajak Keluaran atas Penyerahan Dalam Negeri dengan
Faktur Pajak. e. 1111 B1 D.1.2.32.10 – Daftar Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan atas Impor
Barang Kena Pajak dan Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak BerwujudJasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean.
f. 1111 B2 D.1.2.32.11 – Daftar Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan atas Perolehan Barang Kena PajakJasa Kena Pajak Dalam Negeri
g. 1111 B3 D.1.2.32.12 – Daftar Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan atas yang Mendapat Fasilitas.
3.7 Kelebihan dan Kekurangan Pajak Pertambahan Nilai PPN
Pajak Pertambahan Nilai PPN memiliki beberapa kelebihan yang tidak dimiliki oleh Pajak Penjualan. Meskipun demikian, sebagai suatu sistem, ternyata Pajak Pertambahan Nilai
PPN juga tidak bebas sama sekali dari beberapa kekurangan. a. Beberapa kelebihan Pajak Pertambahan Nilai PPN :
1. Mencegah terjadinya pengenaan pajak berganda
Universitas Sumatera Utara
2. Netral dalam perdagangan dalam dan luar negeri 3. Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan Barang Modal dapat diperoleh kembali pada
bulan perolehan, sesuai dengan tipe konsumsi Consumption Type VAT dan metode pengurangan tidak langsung indirect substraction method. Dengan demikian, maka
sangat membantu likuiditas perusahaan. 4. Ditinjau dari sumber pendapatan negara, Pajak Pertambahan Nilai mendapat predikat
sebagai “money maker” karena konsumen selaku pemikul beban pajak tidak merasa dibebani oleh pajak tersebut sehingga memudahkan fiskus untuk memungutnya.
b. Beberapa kelemahan Pajak Pertambahan Nilai PPN: 1. Biaya administrasi relatif tinggi bila dibandingkan dengan Pajak Tidak Langsung
lainnya, baik di pihak administrasi pajak maupun di pihak Wajib Pajak. 2. Menimbulkan dampak regresif, yaitu semakin tinggi tingkat kemampuan konsumen,
semakin ringan beban pajak yang dipikul, dan sebaliknya semakin rendah tingkat kemampuan konsumen, semakin berat beban pajak yang dipikul. Dampak ini timbul
sebagai konsekuensi karakteristik Pajak Pertambahan Nilai PPN sebagai pajak objektif.
3. Pajak Pertambahan Nilai PPN sangat rawan dari upaya penyelundupan pajak. Kerawanan ini ditimbulkan sebagai akibat dari mekanisme pengkreditan yang
merupakan upaya memperoleh kembali pajak yang dibayar oleh Pengusaha dalam bulan yang sama tanpa terlebih dahulu melalui prosedur administarasi fiskus.
4. Konsekuensi dari kelemahan tersebut pada sub 3, Pajak Pertambahan Nilai PPN menuntut tingkat pengawasan yang lebih cermat oleh administrasi pajak terhadap
tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.
Universitas Sumatera Utara
3.8 Dasar Hukum Pengolahan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai PPN 1111
Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor Per-2PJ2011 Tentang:
Prosedur Penerimaan dan Pengolahan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai PPN 1111 dalam Bentuk Kertas Hard Copy
• Petugas TPT Tempat Pelayanan Terpadu pada Seksi Pelayanan 1. Menerima Surat Pemberitahuan SPT yang disampaikan:
a. secara langsung ke KPP; b. melalui posperusahaan jasa ekspedisijasa kurir dengan bukti pengiriman surat.;
c. melalui Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan KP2KPbeserta Daftar Nominatif Pengantar pengiriman SPT.
2. Meneliti kelengkapan SPT sebagaimana dimaksud pada Lampiran III angka romawi I. SPT yang disampaikan melalui KP2KP tidak perlu dilakukan penelitian kelengkapan SPT
lagi, tetapi langsung dilakukan perekaman elemen – elemen. 3. Mengisi jumlah keseluruhan lembar SPT Masa PPN yang disampaikan oleh Pengusaha
Kena Pajak yang terdiri dari formulir Induk SPT Masa PPN dan formulir Lampiran SPT Masa PPN pada pojok kanan atas SPT Masa PPN. Dalam hal terdapat Lampiran SPT yang
tidak ada data transaksi maka Petugas menghimbau kepada Pengusaha Kena Pajak untuk pelaporan SPT selanjutnya agar tidak melampirkan Lampiran SPT yang tidak ada data
transaksi. 4. Menolak SPT yang disampaikan secara langsung atau yang disampaikan melalui
posperusahaan jasa ekspedisijasa kurir dengan bukti pengiriman surat dalam hal: a. Pengusaha Kena Pajak atau Pemungut PPN tersebut tidak terdaftar di KPP; atau
b. SPT tidak lengkap, dengan cara yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1 SPT yang disampaikan langsung oleh Pengusaha Kena Pajak atau Pemungut PPN, ditolak dan dikembalikan secara langsung kepada Pengusaha Kena Pajak atau
Pemungut PPN untuk dilengkapi. 2 SPT yang disampaikan melalui posperusahaan jasa ekspedisijasa kurir dengan bukti
pengiriman surat, ditolak dengan mengirimkan kembali SPT dan membuat Surat Penolakan SPT Masa PPN rangkap 2 dua untuk ditandatangani oleh Kasi Pelayanan
lembar kesatu untuk Pengusha Kena Pajak atau Pemungut PPN, lembar kedua untuk arsip.
5. Merekam elemen-elemen SPT Lengkap antara lain: NPWP, Masa Pajak, Kode Jenis SPT SPT bukan Pembetulan atau SPT Pembetulan, Kode Status Nihil, Kurang Bayar, atau
Lebih Bayar, Kode Permohonan atas Lebih Bayar Kompensasi, Restitusi, atau tanpa keterangan, Kode Penyampaian SPT langsung, melalui pos, atau melalui KP2KP, dan
keterangan lainnya untuk keperluan tanda terima SPT, dan mencetak tanda terima SPT, tanggal terima SPT, membubuhkan tanda tangan, nama jelas, Nomor Induk Pegawai NIP
dan Cap Kantor. Tanda terima SPT terdiri dari dua bagian, yaitu Lembar Pengawasan Arus Dokumen bagian atas dan Bukti Penerimaan Surat bagian bawah.
SPT yang diterima dari KP2KP tanggal penerimaan SPT sesuai dengan tanggal di terimanya SPT di KP2KP
.
6. Menyerahkan Bukti Penerimaan Surat BPS kepada Pengusaha Kena Pajak atau Pemungut PPN sebagai tanda terima atas SPT lengkap yang disampaikan secara langsung
oleh PKP atau Pemungut PPN. Dalam hal sistem tidak berfungsi, Petugas TPT membuat Lembar Pengawasan Arus
Dokumen LPAD dan Bukti Penerimaan Surat BPS secara manual dan membubuhkan tanggal diterima, tanda tangan, nama jelas, NIP dan Cap Kantor. Perekaman Lembar
Universitas Sumatera Utara
Pengawasan Arus Dokumen LPAD dan Bukti Penerimaan Surat BPS dilakukan segera setelah sistem berfungsi kembali.
7. Menggabungkan SPT dengan LPAD. 8. Mencetak KP.PPN 1.8 rangkap 4 yang berfungsi sebagai batch header untuk setiap
kelompok SPT NihilKurang BayarLebih Bayar. 9. Mengirim SPT ke Seksi Pengolahan Data dan Informasi disertai dengan KP.PPN.1.8.
lembar ke-1, 2 dan 3. 10. Menerima kembali KP.PPN 1.8 lembar ke-2 yang telah ditandatangani dalam hal fisik
SPT telah sesuai dengan KP.PPN 1.8. 11. Menerima kembali KP.PPN 1.8 lembar ke-1, 2 dan 3 yang telah diberi catatan SPT tidak
sesuai berikut SPT-nya dari Seksi Pengolahan Data dan Informasi dalam hal fisik SPT tidak sesuai dengan KP.PPN 1.8.
12. Catatan 1 SPT Lengkap Lebih Bayar yang diajukan permohonan pengembalian restitusi oleh
PKP dalam hal tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 4b UU PPN tetap diterima.
2 Untuk SPT Lebih Bayar yang diajukan permohonan pengembalian restitusi, TPT harus memfotokopi LPAD beserta Induk SPT untuk disampaikan kepada AR.
• Seksi Pengolahan Data dan Informasi
1. Menerima dari Petugas TPT atas SPT berikut KP.PPN 1.8 lembar ke-1, 2 dan 3 yang telah dikelompokkan.
2. Mengecek dan mencocokkan kebenaran fisik SPT apakah telah sesuai dengan isi batch header yang tercantum dalam KP.PPN 1.8.
Universitas Sumatera Utara
3. Membubuhkan paraf dan tanggal pada lembar ke-2 KP.PPN 1.8 dan mengembalikannya kepada Petugas TPT sebagai tanda terima, apabila fisik SPT dan KP.PPN 1.8-nya telah
sesuai. 4. Mengembalikan KP.PPN 1.8 lembar ke-1, 2 dan 3 dan memberi catatan SPT tidak sesuai
berikut SPT-nya kepada Petugas TPT bila isi batch tidak sesuai dengan jumlah fisik SPT untuk dilengkapi.
5. Merekam SPT lengkap, dengan prioritas sebagai berikut: a. SPT LB yang diajukan permohonan pengembalian restitusi oleh PKP :
1 Pasal 17 C Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 selanjutnya disebut UU KUP;
2 Pasal 17 D UU KUP; 3
Pasal 9 ayat 4c Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 selanjutnya disebut UU PPN;
4 Pasal 9 ayat 4b UU PPN; 5 Selain Pasal 9 ayat 4b UU PPN;
b. SPT LB kompensasi; c. SPT Kurang Bayar;
d. SPT Nihil Catatan:
Perekaman SPT Lebih Bayar yang diajukan permohonan pengembalian restitusi harus diselesaikan pada hari kerja berikutnya setelah tanggal penerimaan SPT.
Universitas Sumatera Utara
6. Mengirim SPT yang telah direkam beserta daftar pengantar kepada:
a. Seksi Pengawasan dan Konsultasi yang terdiri dari:
1 SPT Lebih Bayar yang diajukan permohonan pengembalian restitusi; 2 SPT unbalance;
3 SPT Lebih Bayar namun tidak memilih untuk dikompensasikan atau dikembalikan restitusi; danatau
4 SPT yang terlambat lapor atau terlambat bayar.
b. Seksi Pelayanan yang terdiri dari:
1 SPT Kurang Bayar; 2 SPT Lebih Bayar kompensasi; danatau
3 SPT Nihil, yang sesuai dengan hasil perekaman SPT balance untuk diarsipkan.
• Seksi Pengawasan dan Konsultasi
1. Menerima SPT dari Seksi Pengolahan Data dan Informasi beserta daftar pengantarnya. 2. Melakukan penelitian kebenaran formal pengisian SPT atas SPT lengkap sebagaimana
dimaksud pada Lampiran III angka romawi II. 3. Menyiapkan Surat Himbauan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V dalam hal antara
lain terdapat:
a. kesalahan matematis SPT unbalance; b. SPT Lebih Bayar namun tidak memilih untuk dikompensasikan atau dikembalikan
restitusi, atau c. PKP mengajukan permohonan pengembalian restitusi setiap Masa Pajak tetapi tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 4b UU PPN, kecuali
Universitas Sumatera Utara
bagi PKP Pasal 17 C UU KUP atau Pasal 17 D UU KUP atau Pasal 9 ayat 4c UU PPN diproses berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
4. Menyiapkan: a. Surat Teguran dalam hal terdapat PKP atau Pemungut PPN yang tidak memasukkan
SPT; atau b. nota hitung dan STP dalam hal terdapat keterlambatan penyampaian SPT danatau
keterlambatan pembayaran. 5. Mengelompokkan SPT Lebih Bayar yang diajukan permohonan pengembalian restitusi
berdasarkan prosedur pengembalian yaitu melalui: a. Prosedur penelitian pengembalian pendahuluan; atau
b. Prosedur biasa pemeriksaan. 6. Mengirim SPT Lebih bayar yang diajukan permohonan pengembalian restitusi yang
diproses berdasarkan prosedur pemeriksaan ke Seksi Pemeriksaan. 7. Meneliti SPT Lebih bayar yang diajukan permohonan pengembalian restitusi yang
diproses berdasarkan prosedur pengembalian pendahuluan. 8. Mengirim SPT Lebih Bayar yang diajukan permohonan pengembalian restitusi melalui
prosedur penelitian, SPT unbalance, SPT yang terlambat lapor atau terlambat bayar dan SPT Lebih Bayar namun tidak memilih untuk dikompensasikan atau dikembalikan
restitusi ke Seksi Pelayanan setelah SPT tersebut selesai ditindaklanjuti. Catatan
1 Atas SPT Lebih Bayar yang diajukan permohonan pengembalian restitusi, dalam hal terjadi kesalahan matematis, tidak perlu dibuat Surat Himbauan tetapi langsung
diteruskan ke Seksi Pemeriksaan.
Universitas Sumatera Utara
2 Atas SPT yang terdapat kesalahan matematis namun tidak dilakukan pembetulan oleh PKP atau Pemungut PPN, akan menjadi pertimbangan dalam analisis resiko untuk
pemeriksaan.
3 Atas SPT Lebih Bayar yang diajukan permohonan pengembalian restitusi, namun tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 4b UU PPN,
maka pengajuan restitusi tersebut tidak dapat diproses kecuali bagi PKP Pasal 17 C UU KUP atau Pasal 17 D UU KUP atau Pasal 9 ayat 4c UU PPN diproses berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
• Petugas pada Seksi Pelayanan
1. Menerima SPT dari Seksi Pengolahan Data dan Informasi dan Seksi Pengawasan dan Konsultasi untuk disimpan dalam rumah berkas.
2. Mencetak dan mengirim: a. Surat Teguran; atau
b. STP kepada PKP atau Pemungut PPN dengan tembusan ke Seksi Penagihan.
Prosedur Penerimaan dan Pengolahan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai PPN 1111 dalam Bentuk Media Elektronik
• Petugas Tempat Pelayanan Terpadu TPT pada Seksi Pelayanan 1. Menerima Surat Pemberitahuan SPT yang disampaikan:
a. Secara langsung ke KPP; b. Melalui posperusahaan jasa ekspedisijasa kurir dengan bukti pengiriman surat.;
c. Melalui Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan KP2KP beserta Daftar Nominatif Pengantar pengiriman SPT.
2. Meneliti kelengkapan SPT sebagaimana dimaksud pada Lampiran III angka romawi I.
Universitas Sumatera Utara
SPT yang disampaikan melalui KP2KP tidak perlu dilakukan penelitian kelengkapan SPT lagi, tetapi langsung dilakukan perekaman elemen – elemen.
3. Melakukan pengujian data digital SPT sebagai berikut:
a. Menampilkan data digital melalui aplikasi yang tersedia. b. Mengecek kelengkapan elemen-elemen SPT dan kesesuaian Induk SPT dalam tampilan
komputer dengan Induk SPT hasil cetakan yang disampaikan oleh PKP atau Pemungut PPN.
c. Mengecek kelengkapan pengisian elemen-elemen lampiran SPT dalam tampilan komputer.
d. Apabila hasil langkah b dan c tidak cocok, SPT agar ditolak dan dikembalikan kepada PKP atau Pemungut PPN.
e. Apabila hasil langkah b dan c cocok, melakukan loading data digital. Catatan
1 Dalam hal sarana komputer tidak berfungsi sehingga tidak dapat dilakukan pengujian data digital SPT, maka SPT yang disampaikan oleh PKP atau Pemungut PPN tetap
diterima sepanjang PKP atau Pemungut PPN telah melengkapi lampiran-lampiran lainnya yang dipersyaratkan.
2 Dalam hal SPT loader lambat atau tidak berfungsi, maka Petugas TPT melakukan penelitian data digital dilakukan dengan menggunakan aplikasi viewer. Loading data
digital SPT dilakukan segera setelah loader berfungsi kembali. 3 Dalam hal SPT yang disampaikan dalam bentuk media elektronik, hard copy Induk
SPT tetap disampaikan sedangkan hard copy Lampiran SPT tidak perlu disampaikan. 4. Mencetak tanda terima SPT, membubuhkan tanda tangan, nama jelas, Nomor Induk
Pegawai NIP dan Cap Kantor. Dalam hal sistem tidak berfungsi, Petugas TPT membuat
Universitas Sumatera Utara
LPAD dan BPS secara manual dan membubuhkan tanggal diterima, tanda tangan, nama jelas, NIP dan Cap Kantor. Perekaman LPAD dan BPS dilakukan segera setelah sistem
berfungsi kembali.
5.
Menyimpan atau meng-copy data elektronik SPT csv. file berdasarkan bulan diterimanya SPT pada PC yang disediakan untuk penyimpanan data elektronik SPT.
6. Menyerahkan BPS kepada PKP atau Pemungut PPN sebagai tanda terima atas SPT lengkap yang disampaikan secara langsung oleh PKP atau Pemungut PPN beserta media
elektronik yang disampaikan PKP atau Pemungut PPN. 7. Melakukan langkah-langkah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II angka romawi I
huruf A angka 6 s.d. 11. Catatan
1 SPT Lengkap Lebih Bayar yang diajukan permohonan pengembalian restitusi oleh PKP dalam hal tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
4b UU PPN tetap diterima. 2 Untuk SPT Lebih Bayar yang diajukan permohonan pengembalian restitusi, TPT
harus memfotokopi LPAD beserta Induk SPT untuk disampaikan kepada AR. 3 Dalam hal SPT dalam bentuk elektronik belum dilakukan pengujian data dan KPP tidak
menerbitkan Surat Penolakan SPT Masa PPN dalam jangka waktu 30 tiga puluh hari sejak tanggal yang tercantum dalam BPS, maka BPS tersebut dianggap sah.
• Seksi Pengolahan Data dan Informasi
1. Melakukan langkah-langkah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II angka romawi I huruf B, kecuali kegiatan angka romawi I huruf B angka 5 perekaman SPT.
Universitas Sumatera Utara
2. Melakukan back up data elektronik SPT csv.file dari PC di TPT yang digunakan untuk penyimpanan data elektronik SPT ke CD paling lambat tanggal 5 bulan berikutnya setelah
batas akhir penyampaian SPT.
• Petugas pada Seksi Pengawasan dan Konsultasi
1. Menerima SPT dari Seksi Pengolahan Data dan Informasi beserta daftar pengantarnya. 2. Melakukan penelitian kebenaran formal pengisian SPT atas SPT lengkap sebagaimana
dimaksud pada Lampiran III angka romawi II. 3. Menyiapkan Surat Himbauan sebagaimana dimaksud dalam Lampiran V dalam hal antara
lain terdapat:
a. kesalahan matematis SPT unbalance; b. SPT Lebih Bayar namun tidak memilih untuk dikompensasikan atau dikembalikan
restitusi, atau c. PKP mengajukan permohonan pengembalian restitusi setiap Masa Pajak tetapi tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 4b UU PPN, kecuali bagi PKP Pasal 17 C UU KUP atau Pasal 17 D UU KUP atau Pasal 9 ayat 4c UU
PPN diproses berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 4. Menyiapkan:
a. Surat Teguran dalam hal terdapat PKP atau Pemungut PPN yang tidak memasukkan SPT; atau
b. nota hitung dan STP dalam hal terdapat keterlambatan penyampaian SPT danatau keterlambatan pembayaran.
5. Mengelompokkan SPT Lebih Bayar yang diajukan permohonan pengembalian restitusi berdasarkan prosedur pengembalian yaitu melalui:
a. Prosedur penelitian pengembalian pendahuluan; atau
Universitas Sumatera Utara
b. Prosedur biasa pemeriksaan. 6. Mengirim SPT Lebih bayar yang diajukan permohonan pengembalian restitusi yang
diproses berdasarkan prosedur pemeriksaan ke Seksi Pemeriksaan. 7. Meneliti SPT Lebih bayar yang diajukan permohonan pengembalian restitusi yang
diproses berdasarkan prosedur pengembalian pendahuluan. 8. Mengirim SPT Lebih Bayar yang diajukan permohonan pengembalian restitusi melalui
prosedur penelitian, SPT unbalance, SPT yang terlambat lapor atau terlambat bayar dan SPT Lebih Bayar namun tidak memilih untuk dikompensasikan atau dikembalikan
restitusi ke Seksi Pelayanan setelah SPT tersebut selesai ditindaklanjuti. Catatan
1 Atas SPT Lebih Bayar yang diajukan permohonan pengembalian restitusi, dalam hal terjadi kesalahan matematis, tidak perlu dibuat Surat Himbauan tetapi langsung
diteruskan ke Seksi Pemeriksaan. 2 Atas SPT yang terdapat kesalahan matematis namun tidak dilakukan pembetulan oleh
PKP atau Pemungut PPN, akan menjadi pertimbangan dalam analisis resiko untuk pemeriksaan.
3 Atas SPT Lebih Bayar yang diajukan permohonan pengembalian restitusi, namun
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 4b UU PPN, maka pengajuan restitusi tersebut tidak dapat diproses kecuali bagi PKP Pasal 17 C UU
KUP atau Pasal 17 D UU KUP atau Pasal 9 ayat 4c UU PPN diproses berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
• Petugas pada Seksi Pelayanan
1. Menerima SPT dari Seksi Pengolahan Data dan Informasi dan Seksi Pengawasan dan Konsultasi untuk disimpan dalam rumah berkas.
Universitas Sumatera Utara
2. Mencetak dan mengirim: a. Surat Teguran; atau
b. STP kepada PKP atau Pemungut PPN dengan tembusan ke Seksi Penagihan.
3.9 Rencana dan Pencapaian Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai
Rencana penerimaan dan pencapaian Pajak Pertambahan Nilai pada tahun 2012 di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan adalah sebagai berikut :
Tabel V Rencana Penerimaan dan Pencapaian Pajak Pertambahan Nilai
Penerimaan Jenis PPN Rencana
SPMKP Penerimaan Netto
411211. PPN Dalam Negeri 76.898.667.998
141.701.200.836 64.802.532.838
411212. PPN Impor 47.903.547.998
12.918.900.633 34.984.647.365
411219. PPN Lainnya 407.615.466
- 407.615.466
411221. PPnBM dalam Negeri 545.511
- 545.511
411222. PPnBM Impor 44.561.300
- 44.561.300
Sumber : Seksi Pengolahan Data dan Informasi
Dari tabel diatas, kita bisa melihat bahwa pada penerimaan jenis PPN Impor mengalami penurunan atau minus dari yang direncanakan sekitar 76.898.667.998. Ini
disebabkan oleh banyaknya SPMKP atau restitusi yang keluar. Restitusi PPN Impor ini mengalami minus dalam hal ekspor-impor makanan.
Untuk PPN Impor juga belum mencapai penerimaan netto sesuai yang direncanakan yaitu sekitar 34.984.647.365. Sedangkan untuk PPN Lainnya, PPnBM dalam Negeri dan
PPnBM Impor mendapatkan penerimaan netto sesuai dengan yang direncanakan.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV ANALISA DAN EVALUASI DATA