Pola Kuman Dan Jenis Batu Pada Penderita Batu Kandung Empedu Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Dan Rumah Sakit Jejaring FK USU
TESIS
POLA KUMAN DAN JENIS BATU PADA PENDERITA BATU
KANDUNG EMPEDU DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI
ADAM MALIK DAN RUMAH SAKIT JEJARING FK USU
OLEH:
Dr. BAYU IRVIA SATRIA
DEPARTEMEN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
Tesis
:“POLA KUMAN DAN JENIS BATU PADA PENDERITA
BATU KANDUNG EMPEDU DI RUMAH SAKIT UMUM
PUSAT HAJI ADAM MALIK DAN RUMAH SAKIT
JEJARING FK USU”
Nama PPDS :
BayuIrviaSatria
Nomor CHS :
Bidang Ilmu :
Kedokteran/ IlmuBedah
Kategori
:
BedahDigestif
TESIS INI TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI OLEH
Pembimbing :
Dr. Liberti Sirait SpB-KBD
NIP: 195604131987021001
Ketua Departemen Ilmu Bedah,
Ketua Program Studi IlmuBedah,
Dr. Emir T Pasaribu, SpB(K) Onk
Dr. Marshal, SpB. SpBTKV
NIP: 195 203 041 980 021 00
NIP: 196 103 161 986 111 001
(3)
SURAT KETERANGAN
Sudah diperiksa hasil penelitian
JUDUL
: “POLA KUMAN DAN JENIS BATU PADA
PENDERITA BATU KANDUNG EMPEDU DI
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM
MALIK DAN RUMAH SAKIT JEJARING FK
USU”
PENELITI
: Dr. BAYU IRVIA SATRIA
DEPARTEMEN
: ILMU BEDAH
INSTITUSI
: FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
MEDAN, JUNI 2013
KONSULTAN METODOLOGI PENELITIAN
FAKULTAS KEDOKTERAN USU
PROF. DR. H. AZNAN LELO, PhD, SpFK
NIP. 1951 1202 197902 1 001
(4)
TESIS PENELITIAN
JUDUL
: “POLA KUMAN DAN JENIS BATU PADA
PENDERITA BATU KANDUNG EMPEDU DI
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM
MALIK DAN RUMAH SAKIT JEJARING FK
USU”
PENELITI
: Dr. BAYU IRVIA SATRIA
NO. CHS
:
DEPARTEMEN
: ILMU BEDAH
INSTITUSI
: FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
MEDAN, JUNI 2013
SEKSI ILMIAH
DEPARTEMEN ILMU BEDAH USU
Dr. Budi Irwan, SpB-KBD
NIP.196712201997031001
(5)
PERNYATAAN
POLA KUMAN DAN JENIS BATU PADA PENDERITA BATU
KANDUNG EMPEDU DI RSUP H.ADAM MALIK MEDAN DAN
RSU JEJARING FK USU
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya
atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali
yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar
pustaka.
Medan, Juni 2013
(6)
UCAPAN TERIMA KASIH
Syukur
alhamdulillah
kehadirat Allah SWT penulis panjatkan, karena
berkat segala rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penulisan tesis ini yang merupakan salah satu persyaratan
tugas akhir untuk memperoleh keahlian dalam bidang Ilmu Bedah di
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Selawat dan salam
tak lupa penulis sampaikan kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW.
Dengan selesainya penulisan tesis ini, perkenankanlah penulis untuk
menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada:
Kedua orang tua, ayahanda H.Sudirman dan ibunda Hj. Sofiah. Mertua,
ayahanda Sutipto dan ibunda Sudarmiati, terima kasih yang
sedalam-dalamnya dan setulus-tulusnya, yang telah membesarkan dan mendidik
penulis sejak kecil dengan penuh kesabaran, kasih sayang dan perhatian,
dengan diiringi doa dan dorongan yang tiada hentinya sepanjang waktu,
memberikan contoh yang sangat berharga dalam menghargai dan menjalani
kehidupan.
Terima kasih yang tak terkira kepada istriku tercinta, Sri Rezeki Handayani
dan anakku M.Satria Raafi Irvia, Cerelia Aisyah Chaura Irvia dan Aqiila
Aisyah Zhaafira Irvia, atas segala pengorbanan, pengertian, dukungan
semangat, kesabaran dan kesetiaan dalam segala suka duka mendampingi
penulis selama menjalani masa pendidikan yang panjang ini.
Kepada abang, kakak, adik-adik (Lily Irviany SH, Alm. Yuyun M Irvia K,
Rino Irvia Yudha SH, Wiwin Irvia P AMKEB) dan seluruh keluarga besar
yang tidak mungkin saya sebutkan satu-persatu di sini, penulis
mengucapkan terima kasih atas pengertian dan dukungan yang diberikan
selama penulis menjalani pendidikan.
(7)
Kepada Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang
telah diberikan kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter
Spesialis Ilmu Bedah di lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara
Ketua Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara, dr. Emir T Pasaribu, SpB(K)Onk dan Sekretaris Departemen, dr.
Erjan Fikri, SpB,SpBA. Ketua Program Studi Ilmu Bedah, dr. Marshal
SpB,SpBTKV dan Sekretaris Program Studi Ilmu Bedah, dr. Asrul S,
SpB-KBD, yang telah bersedia menerima, mendidik dan membimbing penulis
dengan penuh kesabaran selama penulis menjalani pendidikan.
Prof.dr. Bachtiar Surya, SpB-KBD; dr. Syahbuddin Harahap, SpB; dr.
Liberti Sirait, SpB-KBD; dr. Budi Irwan SpB-KBD; dr. Asrul S, SpB-KBD;
dan dr. Adi Muradi SpB-KBD pembimbing penulisan tesis, terima kasih
yang sedalam-dalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya yang
dapat penulis sampaikan, yang telah sabar membimbing, mendidik,
membuka wawasan penulis, senantiasa memberikan dorongan dan motivasi
yang tiada hentinya dengan penuh bijaksana dan tulus ikhlas disepanjang
waktu sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan
kepada guru-guru saya : Prof. Iskandar Japardi, SpBS(K), Prof. Adril A
Hakim, SpS,SpBS(K), Prof. A. Gofar Sastrodiningrat SpBS(K), Prof. Nazar
Moesbar, SpB,SpOT, Prof. Hafas Hanafiah, SpB,SpOT, Alm.Prof. Usul
Sinaga, SpB, Alm.Prof Buchari Kasim, SpBP, dr. Asmui Yosodihardjo,
SpB,SpBA, dr. Gerhard Panjaitan, SpB(K)Onk, DR. dr. Humala
Hutagalung, SpB(K)Onk, dr. Harry Soejatmiko, SpB,SpBTKV, dr. Edi
Sutrisno, SpBP; dr. Jaelani, SpBP; dr. Chairiandi Siregar, SpOT, dr. Otman
Siregar SpOT(K)Spine; dr.Nino Nasution SpOT, dr. Husnul SpOT, dr.
(8)
Riahsyah Damanik, SpB(K)Onk, dr.Tiur Purba, SpB, dr. Kamal B Siregar,
SpB(K)Onk, dr. Bungaran Sihombing, SpU, dr. Syah M Warli, SpU , dr.
Sumiardi Karakata, SpU, Alm. dr. Djafar Tarigan, SpB-KBD, dr. Rasidi
Siregar, SpB, dr. Suhelmi, SpB, dr. Ramotan Purba, SpB, dr. Nazwir Nazar,
SpB, dr. Manan, SpOT, dr. Djeni Bijantoro, SpB, SpBA, dr. Zahri A Rani,
SpU, dr. Azwarto, SpB, dr. Albiner S, SpB(K)Onk, dr. Robert Siregar, SpB,
dr. Nasrun, SpB, dr. Afdol, SpB, dr. Erina Outri, SpB, dr. Marahakim, SpB,
dr. Amrin Hakim, SpB, Alm.dr.Daten Bangun, SpB dan seluruh guru bedah
saya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, di lingkungan RSUP H
Adam Malik, RSU Pirngadi Medan dan di semua tempat yang telah
mengajarkan ketrampilan bedah pada diri saya. Semua telah tanpa pamrih
memberikan bimbingan, koreksi dan saran kepada penulis selama mengikuti
program pendidikan ini.
Buat abang dan kakak bedah saya, dr. Mahyono, SpB, SpBA, dr. Adi
Muradi, SpB-KBD, dr. Budi Irwan, SpB-KBD, dr. Suyatno, SpB(K)Onk, dr.
Iqbal P Nasution, SpBA, dr. Doddy P, SpBTKV, dr. Ihsan, SpBS, dr.
Mahyudanil, SpBS, dr. Ridha D, SpBS, dr. Aswadi Tanjung, SpB(K)V, dr.
Suzie I, SpBS, dr. Frank B, SpBP, dr. Utama, SpBP. Terima kasih buat
semua nasehat di sekolah bedah.
Prof. Aznan Lelo, PhD, SpFK, yang telah membimbing, membantu dan
meluangkan waktu dalam membimbing statistik dari tulisan tugas akhir ini.
Para Senior, dan semua rekan seperjuangan peserta program studi Bedah
Medan yang bersama-sama menjalani suka duka selama pendidikan. Terima
kasihku buat kalian semua di sepanjang waktu kebersamaan kita. Buat
Yudha, Ryan, Deni dan Dian terimakasih buat SPSS-nya.
Para pegawai dilingkungan Departemen Ilmu Bedah FK USU dan para
tenaga kesehatan yang berbaur berbagi pekerjaan memberikan pelayanan
Bedah di RSUP H Adam Malik, RSU Pirngadi, RSUD Sipirok, RSUD
(9)
Blank kejeren, RSUD Balige, RSUD Singkil, RSUD Tamiang, RSUD
Panyabungan dan di semua tempat yang pernah bersama penulis selama
penulis menimba ilmu.
Mohon maaf penulis pada semua orang, atas kesalahan ucapan dan
perbuatan yang telah terjadi. Akhirnya hanya Allah SWT yang dapat
membalas segala kebaikan.
Semoga ilmu yang penulis peroleh selama pendidikan Ilmu Bedah ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua.
Medan, Juni 2013
Penulis
(10)
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN TESIS ...
i
LEMBAR PERNYATAAN ...
iv
UCAPAN TERIMA KASIH ...
v
DAFTAR ISI ...
ix
DAFTAR TABEL ...
xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
DAFTAR SINGKATAN ... xiv
ABSTRAK ... xv
BAB 1. PENDAHULUAN ...
1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 2
1.3. Hipotesa Penelitian ...
3
1.4. Tujuan Penelitian ... 3
1.5. Manfaat Penelitian ... 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ...
4
2.1. Batu Empedu ... 4
2.2. Diagnosa Batu Empedu ... 5
2.2.1. Anamnesis ... 5
2.2.2. Pemeriksaan Fisik ... 5
2.2.3. Pemeriksaan Laboratorium ... 6
2.2.4. Pencitraan ... 6
2.3. Epidemiologi ... 7
2.3.2.Usia ...
8
2.3.3.Berat Badan ...
9
2.3.4.Makanan ... 9
2.3.5.Riwayat Keluarga ...
9
2.3.6.Aktifitas Fisik ...
9
2.3.7.Penyakit Usus Halus ...
9
2.3.8.Nutrisi Intravena Jangka Lama ...
9
2.4. Patofisiologi ...
10
2.4.1.Patofisiologi Batu Kolesterol ... 10
2.4.1.1.Supersaturasi Kolesterol ...
11
2.4.1.2.Pembentukan Inti Kolesterol ...
11
2.4.1.3.Penurunan Fungsi Kandung Empedu ...
11
2.4.2.Patofisiologi Batu Pigmen ... 12
2.4.2.1.Batu Pigmen Hitam ...
12
2.4.2.2.Batu Pigmen Coklat ... 13
(11)
BAB 3. METODE PENELITIAN ...
15
3.1. Rancangan Penelitian ... 15
3.2. Tempat dan Waktu ... 15
3.3. Populasi dan Sampel... 15
3.4. Kriteria Inklusi... 15
3.5. Kriteria Eksklusi ... 15
3.6. Besar Sampel ... 16
3.7. Variabel Penelitian ... 16
3.8. Defenisi Operasional ... 16
3.9. Kerangka Konsep ... 16
3.10. Alur Kerja ... 17
3.11. Analisa Data ...
17
BAB 4. HASIL PENELITIAN ...
18
4.1. Demografi Penelitian ... 18
4.2. Hubungan Usia dan Jenis Kelamin dengan Jenis Batu ... 21
4.3. Pola Kuman pada Batu Kandung Empedu...
21
4.4. Hubungan Infeksi Kuman dengan Jenis Batu ...
23
BAB 5. PEMBAHASAN ...
24
BAB 6. SIMPULAN DAN SARAN ...
27
6.1. Simpulan ...
27
6.2. Saran ...
27
DAFTAR PUSTAKA
... 28
(12)
DAFTAR TABEL
Tabel
Judul
Halaman
4.1.
Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ...
18
4.2.
Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Usia dan Jenis Batu
Empedu ...
18
4.3.
Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin dan Jenis
Batu empedu ...
19
4.4. Distribusi subjek penelitian berdasarkan BMI dan jenis batu
empedu ...
20
4.5
Pola Jenis kuman pada batu kandung Empedu ...
21
4.6.
Hasil Kultur Cairan Empedu Berdasarkan Jenis Batu ...
23
(13)
DAFTAR GAMBAR
Tabel
Judul
Halaman
3.9. Kerangka Konsep... 16
3.11. Alur Kerja ... 17
Diagram 4.1. Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin ... 19
Diagram 4.2. Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Batu Empedu ... 19
Diagram 4.3 Proporsi BMI Penderita Batu Kandung Empedu ...
20
Diagram 4.4. Gambaran Pola Kuman Pada Batu Pigmen ...
22
(14)
DAFTAR LAMPIRAN
Tabel
Judul
Halaman
1.
Susunan Peneliti ...
31
2.
Rencana Anggaran Penelitian ...
32
3.
Jadwal Penelitian ...
33
4.
Naskah Penjelasan Kepada Orang Tua/Kerabat Pasien Lainnya ...
34
5.
Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) ...
35
6.
Persetujuan Dari Komisi Etika Penelitian ...
36
(15)
DAFTAR SINGKATAN
BMI
Body Mass Index
CT
Computed Tomografi
ERCP
Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography
HIDA
Hepatobiliary Iminodiacetic Acid
MRCP
Magnetic Resonance Cholangio-Pancreatography
PTC
Percutaneus Cholangiography
USG
Ultrasonography
(16)
Pola Kuman dan Jenis Batu Empedu pada Penderita Batu Kandung
Empedu di Ruah Sakit Pusat Haji Adam Malik dan Rumah Sakit
Jejaring USU
ABSTRAK
Latar Belakang
Di Amerika Serikat, sekitar 10-15% penduduk dewasa menderita batu
empedu, dengan angka kejadian pada pasien wanita tiga kali lebih banyak
daripada pria. Normalnya cairan empedu manusia adalah steril.
Namun,
pada obstruksi saluran empedu, bakteri dapat memperoleh akses kesaluran
empedu baik melalui papilla dari vater atau sirkulasi portal dan kemudian
menyebabkan infeksi saluran empedu. Bakteri yang sering menimbulkan
infeksi di saluran empedu adalah Escherichia coli dan Klebsiell spp, yang
menghasilkan glukoronidase sehingga memudahkan perubahan bilirubin
terkonjugasi menjadi bilirubin yang tak terkonjugasi, yang selanjutnya
bilirubin jenis ini mudah mengendap di saluran empedu. Penelitian
bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan jenis batu empedu
dengan infeksi bakteri.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian
cross sectional
untuk mengetahui
hubungan antara infeksi kuman dan jenis batu pada penderita batu kandung
empedu. Penelitian dilakukan di Sub Bagian Bedah Digestif Fakultas
Kedokteran USU/ RSUP H Adam Malik dan RS Jejaring FK USU selama
periode April 2012 sampai Juli 2012. Sampel penelitian adalah penderita
batu kandung empedu yang dilakukan tindakan operasi di bagian bedah
digestif RSUP H Adam Malik dan RS Jejaring FK USU, termasuk dalam
kriteria inklusi, selama kurun waktu April 2012 sampai Juli 2012.
Hasil Penelitian
Selama periode April 2012 sampai dengan Juli 2012 terdapat 60 pasien
dengan batu empedu yang berobat ke RSUP H Adam Malik dan RS Jejaring
FK USU. Dari 60 pasien tersebut hanya 52 pasien yang memenuhi egative
inklusi dan dimasukkan kedalam sampel penelitian. Jumlah pasien laki-laki
sama dengan perempuan yaitu 26 orang, dengan rata-rata umur 49 tahun
(49,77 ± 13,17). Umur rata-rata pasien dengan batu pigmen adalah 51 tahun
(51,5 ± 2,47), sedangkan pasien dengan batu kolesterol adalah 45 tahun
(45,87 ± 7,49). Dari hasil analisa egative tidak terdapat perbedaan yang
bermakna antara jenis kelamin dan jenis batu empedu dengan nilai
p=
0,071
(
α
= 0,05). Begitu juga dengan usia dan jenis batu empedu tidak terdapat
perbedaan yang bermakna dengan nilai
p=
0,071 (
α
= 0,05). Hasil analisa
batu ditemukan 36 pasien dengan batu pigmen (69,2%) dan 16 pasien
(30,8%) batu kolesterol. Dari hasil kultur cairan empedu, dari 52 pasien
ditemukan 28 pasien (53,8%) dengan hasil kultur cairan empedu positif dan
24 pasien (46,2%) kultur
egative. Dari hasil kultur positif 24 (85,7%)
ditemukan pada pasien dengan jenis batu pigmen dan 4 (14,3%) pada pasien
jenis batu kolesterol dengan kuman terbanyak
Enterobacteriaceae.
Uji
(17)
stastik hubungan antara pola kuman dan jenis batu empedu didapatkan
hubungan yang bermakna dengan nilai
p=
0,005 (
α
= 0,05).
Kesimpulan
Jenis
kuman
terbanyak
pada
kultur
cairan
empedu
adalah
Enterobacteriaceae.
Terdapat hubungan yang bermakna antara jenis batu
dengan pola kuman pada kultur cairan empedu, dimana jenis batu pigmen
lebih banyak dipengaruhi oleh kuman bila dibandingkan jenis batu
kolesterol secara bermakna.
(18)
Pola Kuman dan Jenis Batu Empedu pada Penderita Batu Kandung
Empedu di Ruah Sakit Pusat Haji Adam Malik dan Rumah Sakit
Jejaring USU
ABSTRAK
Latar Belakang
Di Amerika Serikat, sekitar 10-15% penduduk dewasa menderita batu
empedu, dengan angka kejadian pada pasien wanita tiga kali lebih banyak
daripada pria. Normalnya cairan empedu manusia adalah steril.
Namun,
pada obstruksi saluran empedu, bakteri dapat memperoleh akses kesaluran
empedu baik melalui papilla dari vater atau sirkulasi portal dan kemudian
menyebabkan infeksi saluran empedu. Bakteri yang sering menimbulkan
infeksi di saluran empedu adalah Escherichia coli dan Klebsiell spp, yang
menghasilkan glukoronidase sehingga memudahkan perubahan bilirubin
terkonjugasi menjadi bilirubin yang tak terkonjugasi, yang selanjutnya
bilirubin jenis ini mudah mengendap di saluran empedu. Penelitian
bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan jenis batu empedu
dengan infeksi bakteri.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian
cross sectional
untuk mengetahui
hubungan antara infeksi kuman dan jenis batu pada penderita batu kandung
empedu. Penelitian dilakukan di Sub Bagian Bedah Digestif Fakultas
Kedokteran USU/ RSUP H Adam Malik dan RS Jejaring FK USU selama
periode April 2012 sampai Juli 2012. Sampel penelitian adalah penderita
batu kandung empedu yang dilakukan tindakan operasi di bagian bedah
digestif RSUP H Adam Malik dan RS Jejaring FK USU, termasuk dalam
kriteria inklusi, selama kurun waktu April 2012 sampai Juli 2012.
Hasil Penelitian
Selama periode April 2012 sampai dengan Juli 2012 terdapat 60 pasien
dengan batu empedu yang berobat ke RSUP H Adam Malik dan RS Jejaring
FK USU. Dari 60 pasien tersebut hanya 52 pasien yang memenuhi egative
inklusi dan dimasukkan kedalam sampel penelitian. Jumlah pasien laki-laki
sama dengan perempuan yaitu 26 orang, dengan rata-rata umur 49 tahun
(49,77 ± 13,17). Umur rata-rata pasien dengan batu pigmen adalah 51 tahun
(51,5 ± 2,47), sedangkan pasien dengan batu kolesterol adalah 45 tahun
(45,87 ± 7,49). Dari hasil analisa egative tidak terdapat perbedaan yang
bermakna antara jenis kelamin dan jenis batu empedu dengan nilai
p=
0,071
(
α
= 0,05). Begitu juga dengan usia dan jenis batu empedu tidak terdapat
perbedaan yang bermakna dengan nilai
p=
0,071 (
α
= 0,05). Hasil analisa
batu ditemukan 36 pasien dengan batu pigmen (69,2%) dan 16 pasien
(30,8%) batu kolesterol. Dari hasil kultur cairan empedu, dari 52 pasien
ditemukan 28 pasien (53,8%) dengan hasil kultur cairan empedu positif dan
24 pasien (46,2%) kultur
egative. Dari hasil kultur positif 24 (85,7%)
ditemukan pada pasien dengan jenis batu pigmen dan 4 (14,3%) pada pasien
jenis batu kolesterol dengan kuman terbanyak
Enterobacteriaceae.
Uji
(19)
stastik hubungan antara pola kuman dan jenis batu empedu didapatkan
hubungan yang bermakna dengan nilai
p=
0,005 (
α
= 0,05).
Kesimpulan
Jenis
kuman
terbanyak
pada
kultur
cairan
empedu
adalah
Enterobacteriaceae.
Terdapat hubungan yang bermakna antara jenis batu
dengan pola kuman pada kultur cairan empedu, dimana jenis batu pigmen
lebih banyak dipengaruhi oleh kuman bila dibandingkan jenis batu
kolesterol secara bermakna.
(20)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN
Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara barat sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas (Lesmana L, 2000). Di Amerika Serikat, sekitar 10-15 % penduduk dewasa menderita batu empedu, dengan angka kejadian pada pasien wanita tiga kali lebih banyak dari pada pria. Setiap tahun, sekitar 1 juta pasien batu empedu ditemukan dan 500.000-600.000 pasien menjalani kolesistektomi, dengan total biaya sekitar U$4 trilyun (Murshid KR, 2007).
Normalnya cairan empedu manusia adalah steril (Csendes, 1975; Scott AJ, 1971). Namun, pada obstruksi saluran empedu, bakteri dapat memperoleh akses kesaluran empedu baik melalui papilla dari vater atau sirkulasi portal dan kemudian menyebabkan infeksi saluran empedu (Carpenter HA, 1998). Bakterimia sistemik juga bisa terjadi pada kasus yang berat (Kou CH, 1995). Tanpa pengobatan yang adekuat, infeksi dapat menyebabkan komplikasi yang berat dan kematian (Jeng KS, 1989; Fan ST, 1991). Pengobatan bedah termasuk dekompresi obstruksi bilier dan pengangkatan batu dianggap sebagai standar emas (Fan ST, 1993; Lee KT, 1992). Namun, pemberian antibiotik yang tepat untuk mengontrol infeksi saluran empedu juga penting (Fan ST, 1991; Boey JH, 1980). Dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan strain resisten dan kerentanan yang rendah terhadap anaerob dan gram negatif telah membuat terapi antimikroba sulit dan rumit (Elsakr R, 1998).Pentingnya memperoleh kultur empedu pada saat kolesistektomi terletak pada fakta bahwa antibiotik yang tepat dapat diberikan pada kultur positif untuk mencegah komplikasi serius seperti septikemia gram negative (Ballal M, 2001). E.coli
(21)
termasuk Pseudomonas spp., Enteroccocus faecalis, Streptococcus spp, and Kleibsiella spp (Gold DR, 1996; Wu XT, 1998; Keightley MR, 1976).
Menurut Ahmed dan Ramsey, lebih dari 90% batu empedu adalah batu kolesterol (komposisi kolesterol lebih dari 50%), atau bentuk campuran (20-50% memiliki unsur kolesterol) dan 10% sisanya adalah batu pigmen (unsur kalsium dominan dan kolesterol kurang dari 20%). Berdasarkan hal tersebut, maka batu empedu diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu batu kolesterol dan batu non kolesterol atau batu pigmen. Batu pigmen coklat terjadi karena faktor stasis (aliran lambat) dan infeksi di sistem saluran empedu (Ahmed A, 2000). Bakteri yang sering menimbulkan infeksi di saluran empedu adalah Escherichia coli dan Klebsiell spp, yang menghasilkan glukoronidase sehingga memudahkan perubahan bilirubin terkonjugasi menjadi bilirubin yang tak terkonjugasi, yang selanjutnya bilirubin jenis ini mudah mengendap di saluran empedu (Beckingham, 2001).
Berdasarkan hal tersebut peneliti berasumsi bahwa ada hubungan jenis batu dengan infeksi kuman. Karena itu peneliti berkeinginan melakukan penelitian untuk mengetahui apakah ada hubungan jenis batu empedu dengan infeksi kuman . Saat ini belum ada data tentang pola kuman dan jenis batu empedu di RSUP Haji Adam Malik dan RS Jejaring FK USU. Untuk tujuan ini dilakukan pemeriksaan berupa analisa batu, dan kultur cairan empedu.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Dengan memperhatikan latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Apakah terdapat hubungan antara infeksi kuman dan jenis batu pada penderita batu kandung empedu.
(22)
1.3. HIPOTESA PENELITIAN
Terdapat hubungan antara infeksi kuman dan jenis batu empedu pada penderita batu kandung empedu.
1.4. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui pola kuman pada cairan empedu pada penderita batu kandung empedu
2. Untuk mengetahui gambaran jenis batu empedu pada penderita batu kandung empedu 3. Untuk mengetahui hubungan antara infeksi kuman dengan jenis batu empedu.
1.5. MANFAAT PENELITIAN
1. Memberikan informasi kepada para Klinisi bagaimana hubungan infeksi kuman dan jenis batu pada penderita batu kandung empedu
(23)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 BATU EMPEDU
Batu empedu atau cholelithiasis adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu atau kedua-duanya. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur dari cairan empedu yang mengendap dan membentuk suatu material mirip batu di dalam kandung empedu atau saluran empedu. Komponen utama dari cairan empedu adalah bilirubin, garam empedu, fosfolipid dan kolesterol. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu bisa berupa batu kolesterol, batu pigmen yaitu coklat atau pigmen hitam, atau batu campuran (Lesmana L, 2000).
Lokasi batu empedu bisa bermacam – macam yakni di kandung empedu, duktus sistikus, duktus koledokus, ampula vateri dan di dalam hati. Kandung empedu merupakan kantong berbentuk seperti buah alpukat yang terletak tepat dibawah lobus kanan hati. Empedu yang disekresi secara terus menerus oleh hati masuk kesaluran empedu yang kecil di dalam hati. Saluran empedu yang kecil-kecil tersebut bersatu membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri yang akan bersatu membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus komunis bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus. Pada banyak orang, duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus membentuk ampula vateri sebelum bermuara ke usus halus. Bagian terminal dari kedua saluran dan ampula dikelilingi oleh serabut otot sirkular, dikenal sebagai sfingter oddi (Sjamsuhidajat R, 2005).
(24)
2.2 DIAGNOSA BATU EMPEDU
2.2.1 ANAMNESIS
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan yang mungkin timbul adalah dyspepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang simptomatis, pasien biasanya datang dengan keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium atau nyeri/kolik pada perut kanan atas atau perikondrium yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang beberapa jam. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba. Kadang pasien dengan mata dan tubuh menjadi kuning, badan gatal-gatal, kencing berwarna seperti teh, tinja berwarna seperti dempul dan penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, scapula, atau kepuncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam (Sjamsuhidajat, 2005).
2.2.2 PEMERIKSAAN FISIK
Pasien dengan stadium litogenik atau batu asimptomatik tidak memiliki kelainan dalam pemeriksaan fisik. Selama serangan kolik bilier, terutama pada saat kolelitiasis akut, pasien akan mengalami nyeri palpasi/nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Diketahui dengan adanya tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas. Riwayat ikterik maupun ikterik kutaneus dan sklera dan bisa teraba hepar (Sjamsuhidajat, 2005).
(25)
2.2.3 PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi lekositosis. Apabila terjadi sindrom mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledokus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu didalam duktus koledokus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amylase serum biasanya meningkat sedang setiap kali terjadi serangan akut (Sjamsuhidajat R, 2005).
2.2.4 PENCITRAAN
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica (Sjamsuhidajat R, 2005).
Pemeriksaan ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledokus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa (Lesmana L, 2000).
Kolesistografi, untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga
(26)
dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Cara ini memerlukan lebih banyak waktu dan persiapan dibandingkan ultrasonografi. Pemeriksaan kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu (Lesmana L, 2000; Sjamsuhidajat, 2005).
Penataan hati dengan HIDA, metode ini bermanfaat untuk menentukan adanya obstruksi di duktus sistikus misalnya karena batu. Juga dapat berguna untuk membedakan batu empedu dengan beberapa nyeri abdomen akut. HIDA normalnya akan diabsorpsi di hati dan kemudian akan di sekresi ke kantong empedu dan dapat dideteksi dengan kamera gamma. Kegagalan dalam mengisi kantong empedu menandakan adanya batu sementara HIDA terisi ke dalam duodenum (Lesmana L, 2000; Maryan LF, 1997).
Computed Tomografi (CT) juga merupakan metode pemeriksaan yang akurat untuk menentukan adanya batu empedu, pelebaran saluran empedu dan koledokolitiasis. Walupun demikian, teknik ini jauh lebih mahal dibanding USG (Maryan LF, 1997).
Percutaneous Transhepatic Cholangiographi (PTC) dan Endoscopic Retrograde Cholangio-pancreatography (ERCP) merupakan metode kolangiografi direk yang amat bermanfaat untuk menentukan adanya obstruksi bilier dan penyebab obstruksinya seperti koledokolitiasis. Selain untuk diagnosis ERCP juga dapat digunakan untuk terapi dengan melakukan sfingterotomi ampula vateri diikuti ekstraksi batu. Tes invasive ini melibatkan opasifikasi lansung batang saluran empedu dengan kanulasi endoskopi ampula vateri dan suntikan retrograde zat kontras. Resiko ERCP pada hakekatnya dari endoskopi dan mencakup sedikit penambahan insidens kolangitis dalam saluran empedu yang tersumbat sebagian (Beckingham IJ, 2001; Maryan LF, 1997).
2.3 EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, sekitar 10-15 % penduduk dewasa mendertia batu empedu, dengan angka kejadian pada pasien wanita tiga kali lebih banyak dari pada pria. Batu kolesterol sekitar 70-80% dan batu pigmen 20-30%. Setiap tahun, sekitar 1 juta pasien
(27)
batu empedu ditemukan dan 500.000 – 600.000 pasien kolesistektomi, dengan total biaya sekitar US$4 trilyun (Murshid KR, 2007).
Balzer dkk, melakukan penelitian epdiemiologi untuk mengetahui seberapa banyak populasi penderita batu empedu di Jerman. Dilaporkan bahwa dari 11.840 otopsi ditemukan 13,1% pria dan 33,7% wanita menderita batu empedu. Faktor etnis dan genetic berperan penting dalam pembentukan batu empedu. Selain itu, penyakit batu empedu juga relatif rendah di Okinawa Jepang. Sementara itu, 89 % wanita suku Indian Pima di Arizona Selatan yang berusia diatas 65 tahun mempunyai batu empedu. Batu empedu dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya batu empedu (Balzer KR, 1975).
2.3.1 Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena batu empedu dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang meningkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena batu empedu. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitis pengosongan kandung empedu.
2.3.2 Usia
Resiko untuk terkena batu empedu meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia > 40 tahun lebih cenderung untuk terkena batu empedu dibandingkan dengan orang usia yang lebih muda
(28)
2.3.3 Berat badan (BMI)
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi batu empedu. Ini dikarenakan dengan tingginy BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/pengosongan kandung empedu.
2.3.4 Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat yang cepat (seperti setelah operasi gastrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
2.3.5 Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat keluarga batu empedu mempunyai resiko lebih besar dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga
2.3.6 Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadi batu empedu. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.
2.3.7 Penyakit usus halus
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan batu empedu adalah crhon disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.
(29)
2.3.8 Nutrisi intravena jangka lama
Nutirisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.
2.4 PATOFISIOLOGI
Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigmen dan batu campuran. Lebih dari 90 % batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol) atau batu campuran (batu yang mengandung 20-50% kolesterol). 10 % sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana mengandung <20% kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah keadaan stasis kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan kosentrasi kalsium dalam kandung empedu (Yekeler E, 2004).
Batu kandung empedu merupakan gabungan material batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan fosfolipid membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi dan membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang terbentuk dalam kandung empedu, kemudian lama kelamaan tersebut bertambah ukuran, beragregasi, melebur dan membentuk batu. Faktor motilitas kandung empedu dan biliary stasis merupakan predisposisi pembentukan batu campuran (Sjamsuhidajat, 2005; Yekeler, 2004).
(30)
2.4.1. PATOFISIOLOGI BATU KOLESTEROL
Tiga hal yang memudahkan terjadinya batu kolesterol di kandung empedu yaitu supersaturasi kolesterol, pembetukan inti kolesterol dan disfungsi kandung empedu (Johnston DE, 1993).
2.4.1.1 Supersaturasi kolesterol
Secara normal, komposisi empedu terdiri atas 70 % garam empedu, 22% fosfolipid (terutama lesitin), 4% kolesterol, 3% protein,dan 0,3% bilirubin. Terbentuknya batu empedu tergantung dari keseimbangan kadar garam empedu, kolesterol dan lesitin. Semakin tinggi kadar kolesterol atau semakin rendah kandungan garam empedu, akan membuat kondisi di dalam kandung empedu jenuh akan kolesterol (supersaturasi kolesterol). Kolesterol disintesis dihati dan diekskresikan dalam bentuk garam empedu. Dengan meningkatnya sintesis dan sekresi kolesterol, resiko terbentuknya empedu juga meningkat. Penurunan berat badan yang terlalu cepat (karena hati mensintesis kolesterol lebih banyak), maka esterogen dan kontrasepsi (menurunkan sintesis garam empedu) menyebabkan supersaturasi kolesterol (Beckingham IJ, 2001).
2.4.1.2. Pembentukan inti kolesterol
Nampaknya faktor pembentukan inti kolesterol mempunyai peran lebih besar dalam proses pembentukan dibandingkan faktor supersaturasi. Kolesterol baru dapat dimetabolisme di dalam usus dalam bentuk terlarut air. Dan empedu memainkan peran tersebut. Kolesterol diangkut dalam bentuk misel dan vesikel. Misel merupakan agregat yang berisi fosfolipid (terutama lesitin), garam empedu dan kolesterol. Apabila saturasi kolesterol lebih tinggi, maka akan diangkut dalam bentuk vesikel. Vesikel ibarat sebuah lingkaran dua lapis. Apabila kosentrasi kolesterol sangat banyak, dan supaya kolesterol dapat terangkut, maka vesikel akan memperbanyak lapisan lingkarannya, sehingga
(31)
kandung empedu, pengangkut kolesterol, baik misel dan vesikel, akan bergabung menjadi vesikel multilapis. Vesikel ini dengan adanya protein musin akan membentuk Kristal kolesterol. Kristal kolesterol yang terfragmentasi pada akhirnya akan di lem (disatukan) oleh protein empedu membentuk batu kolesterol.
2.4.1.3. Penurunan fungsi kandung empedu
Menurunnya kemampuan kontraksi dan kerusakan dinding kandung empedu, memudahkan seseorang menderita batu empedu. Kontraksi kandung empedu yang melemah akan menyebabkan stasis empedu. Stasis empedu akan membuat musin yang di produksi di kandung empedu terakumulasi seiring dengan lamanya cairan empedu tertampung dalam kandung empedu. Musin tersebut akan semakin kental dan semakin pekat sehingga semakin menyulitkan proses pengosongan cairan empedu. Bila daya kontraksi kandung empedu menurun dan di dalam kandung empedu tersebut sudah ada Kristal, maka Kristal tersebut tidak akan dapat dibuang keluar ke duodenum. Beberapa kondisi yang dapat menganggu daya kontraksi kandung empedu, yaitu hipomotilitas, parenteral total (menyebabkan aliran empedu menjadi lambat), kehamilan, cedera medulla spinalis dan diabetes mellitus.
2.4.2 PATOFISIOLOGI BATU PIGMEN
Disebut batu pigmen karena batu jenis ini mengandung kalsium bilirubinat dalam jumlah yang lebih dominan dan mengandung kolesterol < 50%. Terdapat dua jenis batu pigmen, yaitu batu pigmen hitam dan coklat
2.4.2.1 Batu pigmen hitam
Batu pigmen hitam tersusun oleh kalsium bilirubinat (80%), kalsium karbonat, kalsium fosfat, glikoprotein dan sedikit kolesterol karena pigmen bilirubin merupakan komponen terbesar sebagai penyusun batu, maka penyakit penyakit tertentu yang dapat
(32)
meningkatkan kadar bilirubin akan memudahkan terbentuknya batu pigmen hitam, seperti ,misalnya pada penyakit anemia hemolitik dan sirosis hati. Pada penyakit anemia hemolitik (misalnya, thalassemia, anemia sel seckle), sel darah merah muda pecah sehingga kadar bilirubin darah meningkat dan akan menjadi sumber potensial terbentuknya batu pigmen hitam.
2.4.2.2 Batu pigmen coklat
Batu pigmen coklat lebih jarang ditemui, kira kira proporsinya hanya 5%. Batu pigmen hitam (disebut sebagai batu primer) hampir selalu terbentuk di kandung empedu, sedangkan batu pigmen coklat (disebut sebagai batu sekunder) lebih sering terbentuk di luar kandung empedu, seperti di duktus hepatikus, duktus koledokus. Seseorang yang sudah menjalan pengangkatan batu kandung empedu, pembentukan batu disepanjang saluran empedu yang disebabkan oleh batu pigmen coklat pun masih memungkinkan. Batu pigmen coklat terjadi karena faktor stasis (aliran lambat) dan infeksi di system saluran empedu. Bakteri yang sering menimbulkan infeksi disaluran empedu adalah Escherichia coli dan Klebsiell spp, yang menghasilkan glukorinadase sehingga memudahkan perubahan bilirubin terkonjugasi menjadi bilirubin yang tak terkonjugasi, yang selanjutnya bilirubin jenis ini mudah mengendap di saluran empedu (Beckingham IJ, 2005).
2.5 Bakteriologi
Empedu di dalam kantong empedu atau di dalam ductus bilier, tanpa adanya batu empedu atau penyakit kantong empedu lainnya normalnya steril. Pada keadaan adanya batu empedu atau obtsruksi dari bilier prevalensi bakteri biliar meningkat. Persentase kultur bilier dari kantung empedu positif diantara pasien dengan batu empedu yang menimbulkan gejala dan cholecystitis kronis bervariasi antara 11% sampai 30%.
(33)
dibandingkan dengan cholecystitis kronis (46% berbanding 22%) dan meningkat lebih jauh lagi pada adanya batu saluran empedu. Kultur empedu positif lebih sering terjadi pada orang tua (>60 tahun) dengan batu empedu yang menimbulkan gejala dibandingkan pasien usia muda (45% berbanding 16%). Bakteri aerob gram negatif adalah organisme paling sering ditemukan dari empedu pasien dengan batu empedu, cholecystitis akut, atau cholangitis. Escerichia coli dan klebsiella adalah bakteri gram negatif paling sering ditemukan. Bagaimanapun juga Pseudomonas dan spesies Enterobacter mulai sering ditemukan terutama pada obstruksi bilier karena keganasan. Beberapa bakteri lain yang ditemuakn adalah aerob gram positif spesies enterococcus, dan streptococcus viridans. Bakteri anaerob seperti Bacteroides dan spesies clostridium jarang terjadi tetapi tetap merupakan pathogen yang signifikan pada infeksi bilier. Spesies candida juga mulai sering ditemukan sebagai pathogen bilier pada pasien yang dalam kondisi sepsis (Acosta J, 2007).
Pada beberapa penelitian, bakteri tumbuh pada kultur cairan empedu rata-rata ditemukan seperti Van Leeuwen dkk 16%,27 Al Harbi M dkk 28%, 28 Abeysuria dkk 54%,29 Mahafzah AM dkk 20%,30 Ohdan H dkk 38%,31 Den Hoed PT 22%,32 Sammy AK dkk 19% (Van Leeuwen PA, 1985; AL Harbi M, 2008; Mahafzah AM, 2009; Ohdan H 1996Den Hoed PT; 1998; Sammy AK, 1993 ).
(34)
Spesies Bakteri Yang Sering Ditemukan Pada Infeksi Saluran empedu Enterobactericeae (insidensi 68%)
Eschesichia Coli Klebsiella Sepsis Enterobacter Spesies
Enterococcus specimen (insidensi 14%) Anaerobs (insidensi 10%)
Bacteroides spesifik
Clostridium spesies (insidensi 7%) Streptococcus spesies (jarang) Pseudmonas Spesies (jarang) Cansida spesies (jarang)
(35)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional untuk mengetahui hubungan antara infeksi kuman dan jenis batu pada penderita batu kandung empedu.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Sub Bagian Bedah Digestif Fakultas Kedokteran USU/ RSUP H Adam Malik dan RS Jejaring FK USU selama periode April 2012 sampai Juli 2012.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian semua penderita batu kandung empedu yang datang ke poliklinik bedah digestif RSUP H Adam Malik dan RS Jejaring FK USU. Sampel penelitian adalah penderita batu kandung empedu yang dilakukan tindakan operasi di bagian bedah digestif RSUP H Adam Malik dan RS Jejaring FK USU, termasuk dalam kriteria inklusi, selama kurun waktu April 2012 sampai Juli 2012.
3.4 Kriteria Inklusi
• Penderita yang telah didiagnosa batu kandung empedu dan dilakukan tindakan operasi dibagian digestif FK USU/RSUP H Adam Malik dan RS Jejaring FK USU.
3.5 Kriteria Eksklusi
• Pasien dengan imunodefisiensi • Cholangitis
(36)
3.6 Besar Sampel
Seluruh penderita batu kandung empedu yang masuk ke dalam inklusi dan dilakukan tindakan operasi dan analisa batu selama periode penelitian.
3.7 Variabel Penelitian
Variabel Dependen: pola kuman yang didapat dari hasil kultur cairan empedu Variabel Independen: jenis batu empedu berdasarkan analisa batu
3.8 Definisi Operasional
• Batu kandung empedu adalah batu yang dijumpai di dalam kandung empedu • Analisa batu adalah analisa jenis batu yang diambil dari kandung empedu
penderita yang termasuk dalam kriteria inklusi
• Kultur cairan empedu dilakukan dengan menggunakan cairan empedu intraoperatif
• Pola kuman adalah kuman yang didapat dari hasil kultur pada media kultur yang dilakukan di laboratorium
3.9 Kerangka Konsep
POLA KUMAN
CAIRAN EMPEDU
JENIS BATU
EMPEDU
(37)
3.10 Alur Kerja
3.11Analisa Data
Data dianalisa dengan menggunakan uji statistic chi-square dengan
program SPSS 18
PENDERITA BATU KANDUNG
EMPEDU
KRITERIA
INKLUSI
KRITERIA
EKSKLUSI
KULTUR BILE
TINDAKAN OPERASI
ANALISA
BATU
(38)
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Demografi Penelitian
Selama periode penelitian yang dilakukan dari bulan April 2012 sampai dengan Juli 2012, terdapat 60 pasien dengan batu kandung empedu yang berobat ke RSUP H Adam Malik dan RS Jejaring FK USU. Dari 60 pasien tersebut hanya 52 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan dimasukkan ke dalam subjek penelitian.
Dari 52 subjek penelitian didapatkan jumlah penderita batu kandung empedu yang sama antara jenis kelamin perempuan dengan laki – laki. Data Demografi subjek yang mengikuti penelitian ini ditampilkan dalam bentuk tabel dan diagram.
Tabel 4.1. Distribusi subjek penelitian berdasarkan Usia
Usia(Tahun) Jumlah Proporsi
21-30 2 2/52
31-40 10 10/52
41-50 20 20/52
51-60 7 7/52
>61 13 13/52
Total 52
Bedasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa kelompok usia terbanyak penderita batu kandung empedu adalah kelompok usia 41 – 50 tahun, rata-rata umur 49,77 ± 13,17 tahun. Bila dibandingkan rerata usia pasien menurut jenis batu maka diperoleh bahwa rerata usia pasien dengan batu pigmen (51,5 ± 2,47 tahun) yang kelihatannya lebih besar dari rerata usia pasien dengan batu kolesterol (45,87 ± 7,49 tahun).
(39)
Tabel 4.2 Distribusi subjek penelitian berdasarkan usia dan jenis batu empedu
Usia(Tahun) Batu Kolesterol Batu Pigmen
21-30 - 2
31-40 3 7
41-50 9 11
51-60 3 4
>61 1 12
Total 16 36
T test p= 0,071
Tabel 4.3 Distribusi subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin dan jenis batu empedu
Jenis Kelamin Batu Kolesterol Batu Pigmen Total
Laki - laki 5
(19,2%)
21 (80,8%)
26 (100%)
Perempuan 11
(42,3%)
15 (57,7%)
26 (100%)
Total 16 36 52
Chi Square p =0,071
Diagram 4.1. Distribusi pasien berdasarkan Jenis Kelamin 0 5 10 15 20 25 30
Perempuan Laki - laki
Jenis Kelamin
Perempuan Laki - laki
(40)
Diagram 4.2
Diagram Tabel 4.4 Distribu BMI Overweig Non Overwe Total 1 0 5 10 15 20 25 30 35 Underweig
4.2 Distribusi pasien berdasarkan Jenis Batu Empe
am 4.3 Proporsi BMI penderita batu kandung empedu busi subjek penelitian berdasarkan BMI dan jenis ba
Batu Kolesterol Batu Pigmen
eight 16
(100%)
16 (44,4%)
weight 0
(0%) 20 (55,6%) 16 (100%) 36 (100%) 20 31
weight Ideal Overweight
Weight Category
Un Ide Ov mpedu pedunis batu empedu Total 32 20 52 Underweight Ideal Overweight
(41)
Diagram 4.1 menunjukkan bahwa jumlah pasien pederita batu kandung empedu berjenis kelamin laki-laki sama dengan perempuan yaitu masing – masing 26 orang.
Diagram 4.2 dari hasil analisa batu dapat diketahui bahwa sebagian besar penderita batu kandung empedu merupakan jenis batu pigmen yaitu sebanyak 36 pasien dengan batu pigmen sedangkan batu kolesterol dijumpai pada 16 pasien.
Dari pengukuran berat badan didapatkan berat badan rata – rata penderita batu kandung empedu adalah 65 ± 6,75 kg. Dari pengukuran tinggi badan didapatkan tinggi badan rata – rata penderita batu kandung empedu adalah 1,61 ± 0,06 m. Dilakukan penghitungan BMI (Body Mass Index) dengan cara Du Bois dan didapatkan BMI rata – rata penderita batu kandung empedu adalah 25,2 ± 2,4 kg/m2. Berdasarkan BMI penderita batu kandung empedu pada penelitian ini didapatkan 1 orang termsuk kategori
underweight, 20 orang termasuk kategori mempunyai berat badan ideal, dan 31 orang termasuk overweight.
4.2 Hubungan Usia, Jenis kelamin dan BMI dengan Jenis batu
Tabel 4.2, 4.3 dan 4.4 menunjukkan distribusi subjek penelitian berdasarkan usia dan jenis kelamin dengan jenis batu kandung empedu. Dari analisa statistik tidak terdapat perbedaan yang bermakna proporsi batu kolesterol dan pigmen pada laki – laki dan perempuan dengan nilai p = 0,071 (Chi squere, α=0,05). Begitu juga dengan usia dan jenis batu empedu tidak terdapat perbedaan yang bermakna dengan nilai p= 0,071 (T-test,
α = 0,05). Pada analisa statistik proporsi terjadinya batu kolesterol dan batu pigmen pada overweight dan non-overweight itu berbeda secara signifikan dengan nilai p= 0,001 (Chi squere, α=0,05)
4.3 Pola Kuman pada Batu Kandung Empedu
Peneliti juga mencari jenis kuman pada cairan empedu yang terdapat pada kandung empedu. Kemudian peneliti mencoba mendeskripsikan pola jenis kuman pada masing
(42)
masing jenis batu. Deskripsi pola kuman pada batu kandung empedu, batu pigmen dan batu kolesterol disajikan pada tabel 4.5, diagram 4.4 dan 4.5.
Tabel. 4.5 Pola Jenis kuman pada batu kandung Empedu
Jenis kuman
Jumlah ProporsiEnterobacteriaceae 9 9/28
Staphylococcus aureus 2 2/28
Enterococci 3 3/28
Klebsiella 2 2/28
Streptococcus faecalis 2 2/28 Pseudomonas aeruginase 2 2/28
Escherichia coli 6 6/28
Proteus 2 2/28
Total 28
Dari hasil kultur cairan empedu, dari 52 pasien ditemukan 28 pasien (53,8%) dengan hasil kultur cairan empedu positif dan 24 pasien (46,2%) kultur negatif.
(43)
Diagram 4.5 Gambaran Pola Kuman Pada Batu Kolesterol
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa kuman jenis Enterobacter dan E coli merupakan kuman terbanyak yang ditemukan pada pasien batu kandung empedu. Pada diagram 4.4 hal yang sama diperlihatkan pada hasil pola kuman pada batu pigmen. Sedangkan pada diagram 4.5 dapat diketahui bahwa Proteus merupakan jenis kuman yang yang terbanyak ditemukan pada penderita batu kolesterol.
4.4 Hubungan Infeksi Kuman dengan Jenis Batu
Hubungan antara infeksi kuman dengan angka kejadian batu kandung
empedu diperlihatkan pada tabel 4.6.
Tabel 4.6. Hasil kultur Cairan Empedu berdasarkan Jenis Batu
Jenis Batu Positif Negatif Total
Batu Pigmen 24
(66,7%)
12 (33,3%)
36 (100%)
Batu Kolesterol 4
(25,0%)
12 (75,0%)
16 (100%)
Total 28 24 52
X2=7.738 df=1 p= 0.005 n
n
n
(44)
Hasil kultur positif ditemukan pada 24 pasien (85,7%) dengan jenis batu pigmen dan 4 (14,3%) pada pasien jenis batu kolesterol.
Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan Chi square diketahui bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah proporsi infeksi kuman dengan angka kejadian batu pigmen (p=0,005, α 0.05). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa infeksi kuman merupakan salah satu hal yang menyebabkan terbentuknya batu pigmen.
(45)
BAB V
PEMBAHASAN
Batu empedu atau cholelithiasis adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu atau kedua-duanya.Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur dari cairan empedu yang mengendap dan membentuk suatu material mirip batu di dalam kandung empedu atau saluran empedu. Komponen utama dari cairan empedu adalah bilirubin, garam empedu, fosfolipid dan kolesterol. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu bisa berupa batu kolesterol, batu pigmen atau batu campuran (Lesmana L, 2000).
Istilah yang sering digunakan untuk mengingat faktor resiko batu empedu adalah
female, fat, fertile, dan forty yang manatelah banyak dibuktikan. Di Amerika Serikat, sekitar 10-15 % penduduk dewasa mendertia batu empedu, dengan angka kejadian pada pasien wanita tiga kali lebih banyak dari pada pria (Murshid KR, 2007). Balzer dkk melaporkan bahwa dari 11.840 otopsi ditemukan 13,1% pria dan 33,7% wanita menderita batu empedu (Balzer K, 1975). Pada penelitian ini didapatkan jumlah yang sama perbandingan penderita batu kandung empedu antara perempuan dengan laki – laki. Pada penelitian ini tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dan jenis batu empedu dengan nilai p= 0,075 (α = 0,05). Meskipun pada umumnya kejadian batu empedu lebih sering pada wanita namun jenis kelamin bukan merupakan suatu prediktor terhadap jenis batu.
Batu kandung empedu jarang ditemukan pada dua dekade awal kehidupan dan insidennya meningkat seiring dengan usia, terutama pada usia diatas 40 tahun (Schafmayer C, 2006). Hal ini sesuai dimana pada penelitian ini didapatkan kelompok usia terbanyak penderita batu kandung empedu adalah kelompok usia 41 – 50 tahun. Usia tidak berhubungan dengan jenis batu empedu. Pada penelitian ini didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara usia pasien dengan jenis batu empedu (p= 0,071). Hal yang
(46)
sama juga didapatkan oleh Schafmayer C dkk. dimana mereka menyebutkan bahwa onset usia terjadinya batu tidak mempengaruhi jenis batu empedu (Gold DR, 1996).
Berdasarkan BMI rata – rata( 25,2 ± 2,4 kg/m2), penderita batu kandung empedu pada penelitian ini dapat dikategorikan overweight. Dengan penderita batu kandung empedu yang overweight lebih banyak dibanding dengan yang mempunyai berat badan yang ideal maupun underweight. Dari literatur dikatakan bahwa obesitas merupakan faktor risiko dari penyakit batu kandung empedu. Sekurangnya 25% individu obese terdapat bukti mempunyai penyakit batu kandung empedu.
Pada penelitian ini, batu pigmen lebih banyak ditemukan. Hal ini berbeda dari penelitian lain dimana menyebutkan lebih dari 90 % batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol) atau batu campuran ( batu yang mengandung 20-50% kolesterol). 10 % sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana mengandung <20% kolesterol (Yekeler E, 2004).
Pada orang sehat tidak ada bakteri pada sistem biliarnya. Data terbaru dari penelitian infeksi dan bakteriologi setelah laparoskopi dan operasi gallbladder terbuka tidak menunjukkan hubungan antara infeksi biliar dan komplikasi septik (Gold DR, 1996).
Persentase kultur bilier dari kantung empedu positif diantara pasien dengan batu empedu yang menimbulkan gejala dan cholecystitis kronis bervariasi antara 11% sampai 30% (Acosta J, 2007). Kultur cairan empedu dari pasien dengan batu empedu paling sering adalah E. coli. Bakteri lain seperti Pseudomonas spp., Enterococcus faecalis, Streptococcus spp. dan Klebsiella spp (Csendes A, 1996).Pada penelitian ini jenis bakteri terbanyak adalah Enterobacteriaceae.Tseng dkk menemukan E.coli di 57 % dari kasus mereka (Tseng LJ, 2000).
Pada penelitian ini, 28 (53,8%) dari 52 pasien ditemukan pertumbuhan bakteri dari cairan empedunya. Dari hasil kultur positif 24 (85,7%) ditemukan pada pasien
(47)
menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara jenis batu empedu dengan pola kuman pertumbuhan kuman. Pertumbuhan kuman lebih sering ditemukan secara bermakna pada pasien dengan batu pigmen bila dibandingkan dengan batu kolesterol. Penelitian yang dilakukan oleh Abeysuriya V dkk. menyebutkan bahwa 29 (82%) dari 38 pasien dengan hasil kultur positif adalah pasien dengan batu pigmen, sedangkan pasien dengan batu kolesterol hanya 9 pasien (26%) (Abeysuriya V, 2008). Mekanisme pembentukan batu empedu oleh bacterial betaglucoronidase telah diusulkan oleh para peneliti sebelumnya. Produksi betaglucoronidase oleh bakteri menyebabkan sedimentasi di kandung empedu dan menghasilkan pembentukan batu empedu.
(48)
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1. Simpulan
Dari penelitian “Pola Kuman dan Jenis Batu Empedu pada Penderita Batu
Kandung Empedu di Ruah Sakit Pusat Haji Adam Malik dan Rumah Sakit
Jejaring USU” dapat disimpulkan bahwa:
1.
Jenis
kuman
terbanyak
pada
kultur
cairan
empedu
adalah
Enterobacteriaceae.
2.
Jenis batu empedu tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin dan usia penderita.
3.Jenis batu empedu dipengaruhi oleh
Body Mass Index
(BMI).
4.
Terdapat hubungan yang bermakna antara jenis batu dengan pola kuman,
dimana jenis batu pigmen lebih banyak dipengaruhi oleh kuman bila
dibandingkan jenis batu kolesterol.
6.2. Saran
Karena pada batu pigmen mempengaruhi pola kuman pada kultur cairan
empedu, perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat efektivitas pemberian
antibiotik pada batu empedu, terutama pasien dengan batu pigmen.
(49)
DAFTAR PUSTAKA
1.
Abeysuriya, V., Deen, K.I., Wijesuriya, T., dan Salgado, S.S. (2008).
Microbiology of gallbladder bile in uncomplicated symptomatic
cholelithiasis.
Hepatobiliary Pancreat Dis Int
, 7(6).
2.
Acosta, J., Adams, C.A., Alacron, R.H. et al. (2007).
Sabiston Text Book of
Surgery18th ed
Saunders, el Sevier inc.
3.
Ahmed, A., Ramsey, C.C. dan Keedde, E.B. (2001). Management of
gallstones and their complications.
Am Fam Phys
, 61, 1673-80.
4.
Al Harbi, M., Osaba, A.O., Mowalled, A., dan Al Ahmedi, K. (2001). Tract
microflora in Saudi patients with cholelithiasis. Top Med Int Health 2001,
6(7), 570-4.
5.
Ballal, M., Jyothi, K.N., Antony, B., Arun, C., Prabhu, T., dan Shivananda,
P.G. (2001). Bacteriological spectrum of cholecystitis and its antibiogram
.
Indian journal of Medical Microbiology
2001, 19(4), 212-4.
6.
Balzer, K. et al. (1986). Epidemiology of gallstone in a German industrial
town (Essen) from 1940 to 1975.
Digestion
. 33(4), 189-97.
7.
Beckingham, I.J. (2001). Gallstone.
BMJ
, 322, 91-94.
8.
Bedirli, A., Sakrak, O., Souzuer, E.M, et al. (2001). factors effecting the
complications
in
the
natural
history
of
acute
cholecystitis.
Hepatogastroenterology 2001, 19(7), 669-77.
9.
Boey, J.H. dan Way, L.W. (1980). Acute cholangitis.
Journal of Annals of
Surgery
, 191, 264-70.
10.
Carpenter, H.A. (1998). Bacterial and parasitic cholangitis.
Journal of Mayo
Clinic Proceedings
, 73, 473-8.
11.
Csendes, A., Mitru, N., Maluenda, F., Diaz, J.C., Burdiles, P., Csendes, P., et
al. (1996). Counts of bacteria and pyocites of choledochal bile in controls and
in patients with gallstones or common bile duct stones with or without acute
cholangitis. Hepatogastroenterology, 143, 800-806.
12.
Csendes A, Burdiles P, Maluenda F, et al. (1996). Simultaneous bacteriologic
assessment of bile from gallbladder and common bile duct in control subjects
(50)
and patients with gallstones and common duct stones. Arch Surg, 131(4),
389-94.
13.
Csendes A, Fernandez M, Uribe P. (1975). Bacteriology of gallbladder bile
normal subject.
American Journal of Surgery
, 129, 629-31.
14.
Darko R dan Archampong EQ. (1994). The microflora of bile in Ghanaians.
West Afr J Med
, 13, 113-115.
15.
Den Hoed PT, Boelhouwer RU, Veen HF, Hop WC, Bruining HA. (1998).
Infections and bacteriological data after laparoscopic and open gallbladder
surgery. J Hosp Infect, 39(1), 27-37.
16.
Elsakr R, Johnson DA, Younes Z, Oldfield EC. (1998). Antimicrobial
treatment of intra abdominal infections.
Journal of Digestive Surgery
, 16:
47-60.
17.
Fan ST, Lai EC, Mok FP, Choi TK, Wong J. (1991). Acute cholangitis
secondary to hepatolithiasis.
Journal of Archives of Surgery
, 126, 1027-31.
18.
Fan ST, Lai ECS, Wong J. (1993). Hepatic resection for hepatolithiasis.
Journal of Archives of Surgery
, 128, 1070-4.
19.
Gold-Deutch R, Mashiach R, Bodur I, Ferszt M, Negri M, Halperin Z, et al.
(1996). How does infected bile affect the postoperative course of patients
undergoing laparoscopic cholecystectomy ?
Am J Surg
, 172, 272-274.
20.
Jeng KS, Shih SC, Chiang HJ, Chen BF. (1989). Secondary biliary cirrhosis.
Journal of Archives of Surgery
, 124, 1301-5.
21.
Johnston DE.,Kaplan MM. (1993). Pathogenesis and treatment of gallstones.
N Engl J Med
, 328, 412-421.
22.
Keighley MR, Flinn R, Alexander-Williams J. (1976). Multivariate analysis
of clinical and operative findings associated with biliary sepsis.
Br J Surg
,
63, 528-531.
23.
Kuo CH, Changchien CS, Chen JJ, Tai DI, Chiou SS, Lee CM. (1995).
Septic acute Cholecystitis. Scandinavian
Journal of Gastroenterology
, 30,
272-5.
24.
Lee KT, Sheen PC, Tsai CC, Chen JS, Ker CG. (1992). Long term results of
one hundred and seven hepatic resection for intrahepatic stones.
Journal of
Digestive Surgery
, 9, 298-302.
(51)
25.
Lesmana L. (2000). Batu empedu. Dalam :
Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I.
Edisi 3
. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
380-384.
26.
Maryan
Lee
F,
Chiang
W.
Cholelithiasis.
Available
from
:
http://www.emedicine.com/emerg/Gastrointestinal/topic97.htm
.
27.
Mahafzah AM, Daradkeh SS. (2009). Profile and predictors of bile infection
in patients undergoing laparoscopic cholecystectomy. Saudi Med J, 30(8),
1044-8.
28.
Murshid KR. (2007). Asymptomatic gallstones: should we operate?.
The
Saudi J of Gastroenterol
, 13, 57-69.
29.
Ohdan H, Oshiro H, Yamamoto Y, Tanaka I, Inagaki K, Sumimoto K, et al.
(1993).
Bacteriological
investigation
of
bile
in
patients
with
cholelithiasis.Surg Today, 23(5), 390-95.
30.
Samy AK, MacBain G. (1995). Association of positive bile cultures with the
magnitude of surgery and the patients' age. J R Coll Surg Edinb, 40(3),
188-91.
31.
Schafmayer C, Hartleb J, Tepel J, et all. (2006). Predictors of gallstone
composition in 1025 symptomatic gallstones from Northern Germany. BMC
Gastroenterol. 6, 36-39.
32.
Scott AJ. (1971). Bacteria and disease of the biliary tract progress report.
Gut
, 12, 487-92.
33.
Shaffer EA.(2005). Epidemiology and Risk Factors for Gallstone Disease:
Has the Paradigm Changed in the 21
stCentury? Curr Gastroenterol Rep,
7132-140.
34.
Sjamsuhidajat R, de Jong W. (2005).
Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2
. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 570-579.
35.
Tseng LJ, Tsai CC, Mo LR, et al. (2000). Palliative percutaneous
transhepatic gallbladder drainage of gallbladder empyema before
laporoscopic cholecystectomy. Hepatogastroenterology, 47(34), 932-6
36.
Van Leeuwen PA, Keman JN, Butzelear RM, Van der Bogaard AE. (1985).
Correlation between a positive gallbladder culture and subsequent wound
(52)
infection after biliary surgery-a retrospective study of 840 patients. Neth
Jsurg, 37(6), 179-82
.
37.
Wu XT, Xiao IJ, Li XQ, Li JS. (1998). Detection of bacterial DNA from
cholesterol gallstones by nested primers polymerase chain reaction.
World J
Gastroenterol
, 4, 234-237.
38.
Yekeler E, Akyol Y. Cholelithiasis. Dalam: New England Journal of
Medicine.
Available
from:
(53)
Lampiran 1
Susunan Peneliti
Peneliti
a. Nama lengkap : Dr. Bayu Irvia Satria
b. Fakultas : Kedokteran
c. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara
Pembimbing I
a. Nama lengkap : Dr. Libert iSirait SpB-KBD
b. Pangkat/Gol/NIP : Pembina Utama/IVa/195604131987021001
c. Jabatan Fungsional : Staf Pengajar Ilmu Bedah
d. Fakultas : Kedokteran
e. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara
(54)
Lampiran 2
Rencana Anggaran Penelitian
No Uraian Jumlah
1 Honorarium Rp 1.800.000,-
2 Fotocopikuesioner, dll (800 lbr x Rp 200) Rp 1.600.000,-
3 Pembuatan Proposal danLaporanPenelitian Rp700.000,-
4 Penggandaan Proposal danLaporanPenelitian Rp1.500.000,-
Total Rp5.600.000,-
(55)
Lampiran 3
Jadwal Penelitian
No
Jenis Kegiatan
Bulan Ke
1
2
3
4
1
Persiapan
2
Pengumpulan Data
3
Pengolahan Data
4
Penyusunan Laporan
5
Seminar
(56)
Lampiran 4
Naskah Penjelasan kepada Orangtua/Kerabat Pasien Lainnya
Yth.Bapak / Ibu ………..……….……
Sebelumnya kami ingin memperkenalkan diri. Kami dokter Bayu Irvia Satria dan kawan-kawan, bertugas di Departemen Ilmu Bedah FK USU / RSUP H Adam Malik Medan. Saat ini kami sedang melaksanakan penelitian tentang pola kuman dan jenis batu kandung empedu pada penderita batu kandung empedu yang disesuaikan dengan usia dan kondisi yang di derita anak/kerabat Bapak / Ibu. Bersama ini kami mohon izin kepada Bapak/Ibu orang tua/kerabat dari ………..untuk melakukan pendataan tentang kondisi kesehatan anak/kerabat Bapak / Ibu tersebut. Kami juga memohon izin kepada Bapak / Ibu untuk melakukan pemeriksaan tersebut diatas pada anak/kerabat yang sedang menjalani penanganan dari penyakit yang dideritanya tersebut.
Persetujuan keikutsertaan Bapak/Ibu terhadap pemeriksaan yang dilakukan sesuai dengan penelitian ini dituangkan dalam naskah Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP). Demikian yang dapat kami sampaikan.Atas perhatian Bapak/Ibu, diucapkan terima kasih.
Hormat kami, Peneliti
(57)
Lampiran 5
Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP)
Saya yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : ………..……
Umur : ……… tahun L / P
Alamat :………..………..
Hubungan dengan pasien : Bapak/Ibu/anak/hubungan kerabat lainnya
Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan
PERSETUJUAN
Untuk dilakukan pendataan tentang kondisi kesehatan anak/kerabat Bapak / Ibu tersebut. Kami juga memohon izin kepada Bapak / Ibu untuk melakukan pemeriksaan terhadap anak/kerabat saya :
Nama : ………., Umur:……...…… tahun
Alamat Rumah :……...………..
Yang tujuan, sifat, dan perlunya pemeriksaan tersebut di atas, serta risiko yang dapat ditimbulkannya telah cukup dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya.
Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan.
Medan, ………2013
Yang memberikan penjelasan Yang membuat
pernyataan persetujuan
(58)
Lampiran 6
Persetujuan dari Komisi Etika Penelitian
PERSETUJUAN KOMISI ETIK TENTANG PELAKSANAAN PENELITIAN BIDANG KESEHATAN
Nomor :...
Yang bertanda tangan di bawah ini, Ketua Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, setelah dilaksanakan pembahasan dan penilaian usulan penelitian yang berjudul :
POLA KUMAN DAN JENIS BATU PADA PENDERITA BATU KANDUNG EMPEDU DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN
DAN RUMAH SAKIT JEJARING FK USU.
Yang menggunakan manusia sebagai subjek penelitian dengan: Ketua Pelaksana/Peneliti Utama : dr. Bayu Irvia Satria
Institusi : Departemen Ilmu Bedah FK USU
Dapat disetujui pelaksanaannya selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kode etik penelitian biomedik.
Medan,... Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran USU
(...)
(59)
FORMULIR DATA PENELITIAN
(dr. Bayu Irvia Satria)
JUDUL:
I. POLA KUMAN DAN JENIS BATU PADA PENDERITA BATU KANDUNG EMPEDU DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK DAN RS JEJARING FK USU.
IDENTITAS PASIEN
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
No. Rekam Medis :
PEMERIKSAAN KLINIS
Body Mass Index (kg/m2) :
Anamnesis :
Pemeriksaan Fisik :
Tanda vital :
Status generalis :
Pemeriksaan Penunjang :
Jenis Batu Kandung Empedu :
(1)
Rencana Anggaran Penelitian
No Uraian Jumlah
1 Honorarium Rp 1.800.000,-
2 Fotocopikuesioner, dll (800 lbr x Rp 200) Rp 1.600.000,- 3 Pembuatan Proposal danLaporanPenelitian Rp700.000,- 4 Penggandaan Proposal danLaporanPenelitian Rp1.500.000,-
Total Rp5.600.000,-
(2)
Jadwal Penelitian
No
Jenis Kegiatan
Bulan Ke
1
2
3
4
1
Persiapan
2
Pengumpulan Data
3
Pengolahan Data
4
Penyusunan Laporan
5
Seminar
(3)
Naskah Penjelasan kepada Orangtua/Kerabat Pasien Lainnya
Yth.Bapak / Ibu ………..……….……
Sebelumnya kami ingin memperkenalkan diri. Kami dokter Bayu Irvia Satria dan kawan-kawan, bertugas di Departemen Ilmu Bedah FK USU / RSUP H Adam Malik Medan. Saat ini kami sedang melaksanakan penelitian tentang pola kuman dan jenis batu kandung empedu pada penderita batu kandung empedu yang disesuaikan dengan usia dan kondisi yang di derita anak/kerabat Bapak / Ibu. Bersama ini kami mohon izin kepada Bapak/Ibu orang tua/kerabat dari ………..untuk melakukan pendataan tentang kondisi kesehatan anak/kerabat Bapak / Ibu tersebut. Kami juga memohon izin kepada Bapak / Ibu untuk melakukan pemeriksaan tersebut diatas pada anak/kerabat yang sedang menjalani penanganan dari penyakit yang dideritanya tersebut.
Persetujuan keikutsertaan Bapak/Ibu terhadap pemeriksaan yang dilakukan sesuai dengan penelitian ini dituangkan dalam naskah Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP). Demikian yang dapat kami sampaikan.Atas perhatian Bapak/Ibu, diucapkan terima kasih.
Hormat kami, Peneliti
(4)
Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP)
Saya yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : ………..……
Umur : ……… tahun L / P
Alamat :………..………..
Hubungan dengan pasien : Bapak/Ibu/anak/hubungan kerabat lainnya
Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan PERSETUJUAN
Untuk dilakukan pendataan tentang kondisi kesehatan anak/kerabat Bapak / Ibu tersebut. Kami juga memohon izin kepada Bapak / Ibu untuk melakukan pemeriksaan terhadap anak/kerabat saya :
Nama : ………., Umur:……...…… tahun
Alamat Rumah :……...………..
Yang tujuan, sifat, dan perlunya pemeriksaan tersebut di atas, serta risiko yang dapat ditimbulkannya telah cukup dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya.
Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan.
Medan, ………2013
Yang memberikan penjelasan Yang membuat
(5)
Persetujuan dari Komisi Etika Penelitian
PERSETUJUAN KOMISI ETIK TENTANG PELAKSANAAN PENELITIAN BIDANG KESEHATAN
Nomor :...
Yang bertanda tangan di bawah ini, Ketua Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, setelah dilaksanakan pembahasan dan penilaian usulan penelitian yang berjudul :
POLA KUMAN DAN JENIS BATU PADA PENDERITA BATU KANDUNG EMPEDU DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN
DAN RUMAH SAKIT JEJARING FK USU.
Yang menggunakan manusia sebagai subjek penelitian dengan: Ketua Pelaksana/Peneliti Utama : dr. Bayu Irvia Satria
Institusi : Departemen Ilmu Bedah FK USU
Dapat disetujui pelaksanaannya selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kode etik penelitian biomedik.
Medan,... Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran USU
(...)
(6)
(dr. Bayu Irvia Satria) JUDUL:
I. POLA KUMAN DAN JENIS BATU PADA PENDERITA BATU KANDUNG EMPEDU DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK DAN RS JEJARING FK USU.
IDENTITAS PASIEN
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
No. Rekam Medis :
PEMERIKSAAN KLINIS Body Mass Index (kg/m2) :
Anamnesis :
Pemeriksaan Fisik : Tanda vital : Status generalis :
Pemeriksaan Penunjang : Jenis Batu Kandung Empedu : Pola Kuman dan Sensitivity test :