BATU EMPEDU Bakteriologi TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 BATU EMPEDU

Batu empedu atau cholelithiasis adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu atau di dalam saluran empedu atau kedua-duanya. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur dari cairan empedu yang mengendap dan membentuk suatu material mirip batu di dalam kandung empedu atau saluran empedu. Komponen utama dari cairan empedu adalah bilirubin, garam empedu, fosfolipid dan kolesterol. Batu yang ditemukan di dalam kandung empedu bisa berupa batu kolesterol, batu pigmen yaitu coklat atau pigmen hitam, atau batu campuran Lesmana L, 2000. Lokasi batu empedu bisa bermacam – macam yakni di kandung empedu, duktus sistikus, duktus koledokus, ampula vateri dan di dalam hati. Kandung empedu merupakan kantong berbentuk seperti buah alpukat yang terletak tepat dibawah lobus kanan hati. Empedu yang disekresi secara terus menerus oleh hati masuk kesaluran empedu yang kecil di dalam hati. Saluran empedu yang kecil-kecil tersebut bersatu membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri yang akan bersatu membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus komunis bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus. Pada banyak orang, duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus membentuk ampula vateri sebelum bermuara ke usus halus. Bagian terminal dari kedua saluran dan ampula dikelilingi oleh serabut otot sirkular, dikenal sebagai sfingter oddi Sjamsuhidajat R, 2005. Universita Sumatera Utara

2.2 DIAGNOSA BATU EMPEDU

2.2.1 ANAMNESIS

Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan yang mungkin timbul adalah dyspepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang simptomatis, pasien biasanya datang dengan keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium atau nyerikolik pada perut kanan atas atau perikondrium yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang beberapa jam. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30 kasus timbul tiba-tiba. Kadang pasien dengan mata dan tubuh menjadi kuning, badan gatal-gatal, kencing berwarna seperti teh, tinja berwarna seperti dempul dan penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, scapula, atau kepuncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam Sjamsuhidajat, 2005.

2.2.2 PEMERIKSAAN FISIK

Pasien dengan stadium litogenik atau batu asimptomatik tidak memiliki kelainan dalam pemeriksaan fisik. Selama serangan kolik bilier, terutama pada saat kolelitiasis akut, pasien akan mengalami nyeri palpasinyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Diketahui dengan adanya tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas. Riwayat ikterik maupun ikterik kutaneus dan sklera dan bisa teraba hepar Sjamsuhidajat, 2005. Universita Sumatera Utara

2.2.3 PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi lekositosis. Apabila terjadi sindrom mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledokus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu didalam duktus koledokus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amylase serum biasanya meningkat sedang setiap kali terjadi serangan akut Sjamsuhidajat R, 2005.

2.2.4 PENCITRAAN

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15 batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica Sjamsuhidajat R, 2005. Pemeriksaan ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledokus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa Lesmana L, 2000. Kolesistografi, untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga Universita Sumatera Utara dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Cara ini memerlukan lebih banyak waktu dan persiapan dibandingkan ultrasonografi. Pemeriksaan kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu Lesmana L, 2000; Sjamsuhidajat, 2005. Penataan hati dengan HIDA, metode ini bermanfaat untuk menentukan adanya obstruksi di duktus sistikus misalnya karena batu. Juga dapat berguna untuk membedakan batu empedu dengan beberapa nyeri abdomen akut. HIDA normalnya akan diabsorpsi di hati dan kemudian akan di sekresi ke kantong empedu dan dapat dideteksi dengan kamera gamma. Kegagalan dalam mengisi kantong empedu menandakan adanya batu sementara HIDA terisi ke dalam duodenum Lesmana L, 2000; Maryan LF, 1997. Computed Tomografi CT juga merupakan metode pemeriksaan yang akurat untuk menentukan adanya batu empedu, pelebaran saluran empedu dan koledokolitiasis. Walupun demikian, teknik ini jauh lebih mahal dibanding USG Maryan LF, 1997. Percutaneous Transhepatic Cholangiographi PTC dan Endoscopic Retrograde Cholangio-pancreatography ERCP merupakan metode kolangiografi direk yang amat bermanfaat untuk menentukan adanya obstruksi bilier dan penyebab obstruksinya seperti koledokolitiasis. Selain untuk diagnosis ERCP juga dapat digunakan untuk terapi dengan melakukan sfingterotomi ampula vateri diikuti ekstraksi batu. Tes invasive ini melibatkan opasifikasi lansung batang saluran empedu dengan kanulasi endoskopi ampula vateri dan suntikan retrograde zat kontras. Resiko ERCP pada hakekatnya dari endoskopi dan mencakup sedikit penambahan insidens kolangitis dalam saluran empedu yang tersumbat sebagian Beckingham IJ, 2001; Maryan LF, 1997.

2.3 EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat, sekitar 10-15 penduduk dewasa mendertia batu empedu, dengan angka kejadian pada pasien wanita tiga kali lebih banyak dari pada pria. Batu kolesterol sekitar 70-80 dan batu pigmen 20-30. Setiap tahun, sekitar 1 juta pasien Universita Sumatera Utara batu empedu ditemukan dan 500.000 – 600.000 pasien kolesistektomi, dengan total biaya sekitar US4 trilyun Murshid KR, 2007. Balzer dkk, melakukan penelitian epdiemiologi untuk mengetahui seberapa banyak populasi penderita batu empedu di Jerman. Dilaporkan bahwa dari 11.840 otopsi ditemukan 13,1 pria dan 33,7 wanita menderita batu empedu. Faktor etnis dan genetic berperan penting dalam pembentukan batu empedu. Selain itu, penyakit batu empedu juga relatif rendah di Okinawa Jepang. Sementara itu, 89 wanita suku Indian Pima di Arizona Selatan yang berusia diatas 65 tahun mempunyai batu empedu. Batu empedu dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya batu empedu Balzer KR, 1975.

2.3.1 Jenis Kelamin

Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena batu empedu dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang meningkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena batu empedu. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon esterogen dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitis pengosongan kandung empedu.

2.3.2 Usia

Resiko untuk terkena batu empedu meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia 40 tahun lebih cenderung untuk terkena batu empedu dibandingkan dengan orang usia yang lebih muda Universita Sumatera Utara

2.3.3 Berat badan BMI

Orang dengan Body Mass Index BMI tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi batu empedu. Ini dikarenakan dengan tingginy BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksipengosongan kandung empedu.

2.3.4 Makanan

Intake rendah klorida, kehilangan berat yang cepat seperti setelah operasi gastrointestinal mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.

2.3.5 Riwayat keluarga

Orang dengan riwayat keluarga batu empedu mempunyai resiko lebih besar dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga

2.3.6 Aktifitas fisik

Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadi batu empedu. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.

2.3.7 Penyakit usus halus

Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan batu empedu adalah crhon disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik. Universita Sumatera Utara

2.3.8 Nutrisi intravena jangka lama

Nutirisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanannutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.

2.4 PATOFISIOLOGI

Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigmen dan batu campuran. Lebih dari 90 batu empedu adalah kolesterol batu yang mengandung 50 kolesterol atau batu campuran batu yang mengandung 20-50 kolesterol. 10 sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana mengandung 20 kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah keadaan stasis kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan kosentrasi kalsium dalam kandung empedu Yekeler E, 2004. Batu kandung empedu merupakan gabungan material batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan fosfolipid membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi supersaturated oleh substansi berpengaruh kolesterol, kalsium, bilirubin, akan berkristalisasi dan membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang terbentuk dalam kandung empedu, kemudian lama kelamaan tersebut bertambah ukuran, beragregasi, melebur dan membentuk batu. Faktor motilitas kandung empedu dan biliary stasis merupakan predisposisi pembentukan batu campuran Sjamsuhidajat, 2005; Yekeler, 2004. Universita Sumatera Utara

2.4.1. PATOFISIOLOGI BATU KOLESTEROL

Tiga hal yang memudahkan terjadinya batu kolesterol di kandung empedu yaitu supersaturasi kolesterol, pembetukan inti kolesterol dan disfungsi kandung empedu Johnston DE, 1993.

2.4.1.1 Supersaturasi kolesterol

Secara normal, komposisi empedu terdiri atas 70 garam empedu, 22 fosfolipid terutama lesitin, 4 kolesterol, 3 protein,dan 0,3 bilirubin. Terbentuknya batu empedu tergantung dari keseimbangan kadar garam empedu, kolesterol dan lesitin. Semakin tinggi kadar kolesterol atau semakin rendah kandungan garam empedu, akan membuat kondisi di dalam kandung empedu jenuh akan kolesterol supersaturasi kolesterol. Kolesterol disintesis dihati dan diekskresikan dalam bentuk garam empedu. Dengan meningkatnya sintesis dan sekresi kolesterol, resiko terbentuknya empedu juga meningkat. Penurunan berat badan yang terlalu cepat karena hati mensintesis kolesterol lebih banyak, maka esterogen dan kontrasepsi menurunkan sintesis garam empedu menyebabkan supersaturasi kolesterol Beckingham IJ, 2001.

2.4.1.2. Pembentukan inti kolesterol

Nampaknya faktor pembentukan inti kolesterol mempunyai peran lebih besar dalam proses pembentukan dibandingkan faktor supersaturasi. Kolesterol baru dapat dimetabolisme di dalam usus dalam bentuk terlarut air. Dan empedu memainkan peran tersebut. Kolesterol diangkut dalam bentuk misel dan vesikel. Misel merupakan agregat yang berisi fosfolipid terutama lesitin, garam empedu dan kolesterol. Apabila saturasi kolesterol lebih tinggi, maka akan diangkut dalam bentuk vesikel. Vesikel ibarat sebuah lingkaran dua lapis. Apabila kosentrasi kolesterol sangat banyak, dan supaya kolesterol dapat terangkut, maka vesikel akan memperbanyak lapisan lingkarannya, sehingga disebut sebagai vesikel berlapis-lapis vesicles multilamellar. Pada akhirnya, di dalam Universita Sumatera Utara kandung empedu, pengangkut kolesterol, baik misel dan vesikel, akan bergabung menjadi vesikel multilapis. Vesikel ini dengan adanya protein musin akan membentuk Kristal kolesterol. Kristal kolesterol yang terfragmentasi pada akhirnya akan di lem disatukan oleh protein empedu membentuk batu kolesterol.

2.4.1.3. Penurunan fungsi kandung empedu

Menurunnya kemampuan kontraksi dan kerusakan dinding kandung empedu, memudahkan seseorang menderita batu empedu. Kontraksi kandung empedu yang melemah akan menyebabkan stasis empedu. Stasis empedu akan membuat musin yang di produksi di kandung empedu terakumulasi seiring dengan lamanya cairan empedu tertampung dalam kandung empedu. Musin tersebut akan semakin kental dan semakin pekat sehingga semakin menyulitkan proses pengosongan cairan empedu. Bila daya kontraksi kandung empedu menurun dan di dalam kandung empedu tersebut sudah ada Kristal, maka Kristal tersebut tidak akan dapat dibuang keluar ke duodenum. Beberapa kondisi yang dapat menganggu daya kontraksi kandung empedu, yaitu hipomotilitas, parenteral total menyebabkan aliran empedu menjadi lambat, kehamilan, cedera medulla spinalis dan diabetes mellitus.

2.4.2 PATOFISIOLOGI BATU PIGMEN

Disebut batu pigmen karena batu jenis ini mengandung kalsium bilirubinat dalam jumlah yang lebih dominan dan mengandung kolesterol 50. Terdapat dua jenis batu pigmen, yaitu batu pigmen hitam dan coklat

2.4.2.1 Batu pigmen hitam

Batu pigmen hitam tersusun oleh kalsium bilirubinat 80, kalsium karbonat, kalsium fosfat, glikoprotein dan sedikit kolesterol karena pigmen bilirubin merupakan komponen terbesar sebagai penyusun batu, maka penyakit penyakit tertentu yang dapat Universita Sumatera Utara meningkatkan kadar bilirubin akan memudahkan terbentuknya batu pigmen hitam, seperti ,misalnya pada penyakit anemia hemolitik dan sirosis hati. Pada penyakit anemia hemolitik misalnya, thalassemia, anemia sel seckle, sel darah merah muda pecah sehingga kadar bilirubin darah meningkat dan akan menjadi sumber potensial terbentuknya batu pigmen hitam.

2.4.2.2 Batu pigmen coklat

Batu pigmen coklat lebih jarang ditemui, kira kira proporsinya hanya 5. Batu pigmen hitam disebut sebagai batu primer hampir selalu terbentuk di kandung empedu, sedangkan batu pigmen coklat disebut sebagai batu sekunder lebih sering terbentuk di luar kandung empedu, seperti di duktus hepatikus, duktus koledokus. Seseorang yang sudah menjalan pengangkatan batu kandung empedu, pembentukan batu disepanjang saluran empedu yang disebabkan oleh batu pigmen coklat pun masih memungkinkan. Batu pigmen coklat terjadi karena faktor stasis aliran lambat dan infeksi di system saluran empedu. Bakteri yang sering menimbulkan infeksi disaluran empedu adalah Escherichia coli dan Klebsiell spp, yang menghasilkan glukorinadase sehingga memudahkan perubahan bilirubin terkonjugasi menjadi bilirubin yang tak terkonjugasi, yang selanjutnya bilirubin jenis ini mudah mengendap di saluran empedu Beckingham IJ, 2005.

2.5 Bakteriologi

Empedu di dalam kantong empedu atau di dalam ductus bilier, tanpa adanya batu empedu atau penyakit kantong empedu lainnya normalnya steril. Pada keadaan adanya batu empedu atau obtsruksi dari bilier prevalensi bakteri biliar meningkat. Persentase kultur bilier dari kantung empedu positif diantara pasien dengan batu empedu yang menimbulkan gejala dan cholecystitis kronis bervariasi antara 11 sampai 30. Prevalensi kultur empedu positif lebih tinggi pada pasien dengan cholecystitis akut Universita Sumatera Utara dibandingkan dengan cholecystitis kronis 46 berbanding 22 dan meningkat lebih jauh lagi pada adanya batu saluran empedu. Kultur empedu positif lebih sering terjadi pada orang tua 60 tahun dengan batu empedu yang menimbulkan gejala dibandingkan pasien usia muda 45 berbanding 16. Bakteri aerob gram negatif adalah organisme paling sering ditemukan dari empedu pasien dengan batu empedu, cholecystitis akut, atau cholangitis. Escerichia coli dan klebsiella adalah bakteri gram negatif paling sering ditemukan. Bagaimanapun juga Pseudomonas dan spesies Enterobacter mulai sering ditemukan terutama pada obstruksi bilier karena keganasan. Beberapa bakteri lain yang ditemuakn adalah aerob gram positif spesies enterococcus, dan streptococcus viridans. Bakteri anaerob seperti Bacteroides dan spesies clostridium jarang terjadi tetapi tetap merupakan pathogen yang signifikan pada infeksi bilier. Spesies candida juga mulai sering ditemukan sebagai pathogen bilier pada pasien yang dalam kondisi sepsis Acosta J, 2007. Pada beberapa penelitian, bakteri tumbuh pada kultur cairan empedu rata-rata ditemukan seperti Van Leeuwen dkk 16, 27 Al Harbi M dkk 28, 28 Abeysuria dkk 54, 29 Mahafzah AM dkk 20, 30 Ohdan H dkk 38, 31 Den Hoed PT 22, 32 Sammy AK dkk 19 Van Leeuwen PA, 1985; AL Harbi M, 2008; Mahafzah AM, 2009; Ohdan H 1996 Den Hoed PT; 1998; Sammy AK, 1993 . Universita Sumatera Utara Spesies Bakteri Yang Sering Ditemukan Pada Infeksi Saluran empedu Enterobactericeae insidensi 68 Eschesichia Coli Klebsiella Sepsis Enterobacter Spesies Enterococcus specimen insidensi 14 Anaerobs insidensi 10 Bacteroides spesifik Clostridium spesies insidensi 7 Streptococcus spesies jarang Pseudmonas Spesies jarang Cansida spesies jarang Universita Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional untuk mengetahui hubungan antara infeksi kuman dan jenis batu pada penderita batu kandung empedu.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Sub Bagian Bedah Digestif Fakultas Kedokteran USU RSUP H Adam Malik dan RS Jejaring FK USU selama periode April 2012 sampai Juli 2012.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian semua penderita batu kandung empedu yang datang ke poliklinik bedah digestif RSUP H Adam Malik dan RS Jejaring FK USU. Sampel penelitian adalah penderita batu kandung empedu yang dilakukan tindakan operasi di bagian bedah digestif RSUP H Adam Malik dan RS Jejaring FK USU, termasuk dalam kriteria inklusi, selama kurun waktu April 2012 sampai Juli 2012.

3.4 Kriteria Inklusi

• Penderita yang telah didiagnosa batu kandung empedu dan dilakukan tindakan operasi dibagian digestif FK USURSUP H Adam Malik dan RS Jejaring FK USU.

3.5 Kriteria Eksklusi

• Pasien dengan imunodefisiensi • Cholangitis Universita Sumatera Utara