49
inteligensi, bakat, minat; identitas keluarga; riwayat kesehatan; nilai hasil belajar; riwayat pendidikan;
pekerjaan orang tuakeluarga; catatan prestasti non akademik siswa, catatan perkembangan fisik berat
dan tinggi badan dan lain-lain. Buku rapor juga menjadi
perhatian Peneliti
untuk mengetahui
bagaimana penilaian Pengembangan Diri siswa ditulis sebagai laporan kepada pihak-pihak yang
memerlukan, terutama orang tua siswa.
C. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Dalam kegiatan ini Peneliti merangkum hasil wawancara, pengamatan dan studi dokumentasi
untuk mengambil data yang diperlukan yaitu pemahaman
subjek tentang
pengertian Pengembangan Diri dan kebijakan pemerintah
mengenai Pengembangan Diri, penyususan panduan pelaksanaan
Pengembangan Diri,
pelaksanaan Pengembangan Diri, dan kendala-kendala dalam
pelaksanaannya. Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Konsepsi tentang Pengembangan Diri di
Sekolah
Program Pengembangan Diri dipahami oleh subjek guru dan kepala sekolah dalam beberapa
versi yang berbeda. Guru dan kepala sekolah masih
belum memahami
antara konsep
Pengembangan Diri dan cara-cara melakukan
50
Pengembangan Diri. Hanya Pengawas Satuan Pendidikan TKSD 11 yang sudah memahami
pengertian Pengembangan Diri sesuai yang dimaksud dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun
2006 KTSP. Beberapa pemahaman tersebut tampak pada tabel sebagai berikut:
Tabel 2. Pemahaman Responden terhadap Pengertian Pengembangan Diri
Pengembangan Diri
Sesuai KTSP
Sebagai Pembia-
saan Sebagai
Ekstra- kurikuler
Sebagai Layanan
Konseling
f 2
6 10
Prosentase 11
33 56
Dari tabel
di atas
dapat diketahui
pemahaman respoden
tentang konsep
Pengembangan Diri yaitu: a.
Pengembangan Diri dipahami sebagai kegiatan yang sama dengan pembiasaan istilah yang
digunakan KBK dimana KTSP pembiasaan termasuk dalam kegiatan Pengembangan Diri
tidak terprogram. Sebanyak 33 subjek mengatakan Pengembangan Diri sama dengan
pembiasaan yang merupakan aktivitas di bawah bimbingan guru yang memungkinkan
terbentuknya perilaku siswa yang baik. Aktivitas
tersebut diantaranya
adalah kebiasaan mengucap salam, cium tangan,
51
membuang sampah
pada tempatnya,
pemeriksaan rambut,
gigi dan
kuku, menggunakan WC dengan benar, melakukan
upacara bendera, senam bersama, berpakaian bersih dan rapi, berbahasa yang baik dan
sopan, rajin membaca, dan lain-lain. b.
Pengembangan Diri
adalah kegiatan
ekstrakurikuler saja. Sebagian besar sebanyak 56 subjek memahami Pengembangan Diri
sebagai kegiatan pengembangan bakat dan minat siswa berupa kegiatan Pramuka, seni,
dan olah
raga prestasi.
Subjek dapat
menjelaskan sedikit
mengapa kegiatan
tersebut masuk Pengembangan Diri. Beberapa guru memandang bahwa olah raga masuk
dalam Pengembangan Diri karena banyak nilai yang dapat diperoleh dengan kegiatan olah
raga prestasi. Misalnya melatih sportivitas, kejujuran,
kedisiplinan, kerjasama,
dsb. Dalam kegiatan kepramukaan, juga banyak
kegiatan yang
berkaitan pengembangan
kepribadian siswa,
misalnya kejujuran,
kedisiplinan, toleransi,
kerjasama, dsb.
Sementara di bidang seni membuat siswa dapat menghargai keindahan, kebudayaan
orang lain, dan melatih kedisiplinan juga. c.
Tidak ada guru dan kepala sekolah 0 yang menyatakan
layanan konseling
termasuk dalam Pengembangan Diri, akan tetapi mereka
52
menyatakan bahwa
layanan konseling
memang merupakan salah satu tugas guru selain
mengajar. Menurut
mereka, membimbing siswa memang salah satu tugas
pendidik UU Nomor 20 tahun 2003 pasal 39 ayat 2. Subjek kurang menyadarimemahami
bahwa salah satu cara Pengembangan Diri siswa
adalah dengan
kegiatan Layanan
Konseling. Konsep layanan konseling seperti dalam buku panduan Pengembangan Diri
belum dipahami dengan baik. Menurut hasil wawancara,
layanan konseling
dipahami sebagian besar subjek secara sempit. Mereka
berpendapat bahwa layanan konseling hanya dalam hal memberikan nasehat serta teguran
terhadap siswa yang berkelakuan buruk. Kegiatan semacam itulah yang dipahami
sebagai kegiatan konseling. Hal ini nampak dari salah satu pernyataan responden sebagai
berikut:
“kalau yang namanya bimbingan konseling itu ya kegiatan guru dalam menasehati dan menegur
siswa yang melanggar aturan di sekolah saja. Kesalahan siswa di rumah bukanlah tanggung
jawab guru di sekolah. Jadi guru hanya bertanggung jawab atas perilaku siswa di
sekolah saja”.
Dari pernyataan tersebut nampak sekali pemahaman guru tentang fungsi dan tugas guru
sebagai guru bimbingan dan konseling di sekolah
53
masih sangat
terbatas, karena
apa yang
dilakukan oleh guru baru merupakan salah satu dari layanan konseling. Guru kelas belum
mampu melaksanakan
kegiatan konseling
sebagaimana layaknya konselor seperti yang dimaksud dalam buku Model dan Contoh
Pengembangan Diri di Sekolah Dasar Puskur: 2007, yang meliputi layanan orientasi, layanan
informasi, layanan penempatan dan penyaluran, layanan
penguasaan konten,
konseling perorangan, konseling kelompok, konsultasi, dan
layanan mediasi serta kegiatan pendukung berupa aplikasi instrumentasi, himpunan data,
konferensi kasus, kunjungan rumah, tampilan kepustakaan, dan alih tangan kasus.
Diantara jenis-jenis layanan konseling tersebut yang sudah dilaksanakan oleh guru
adalah kunjungan rumah. Kunjungan rumah itupun hanya dilakukan sesekali ketika ada
masalah pada siswa yang dikunjungi. Misalnya siswa tidak masuk beberapa hari tanpa ada ijin,
membuat kenakalan yang cukup serius di sekolah, dan sebagainya.
Kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Magelang tentang Pengembangan Diri siswa
sekolah dasar masih lebih banyak menekankan Program Pengembangan Diri terprogram yang
berupa kegiatan
ekstrakurikuler. Dukungan
tersebut nampak pada even-even yang berupa
54
lomba pada bidang kepramukaan, olah raga dan seni, serta bidang akademik seperti lomba
olimpiade sains dan matematika. Lomba di bidang yang berkaitan dengan layanan konseling
belum pernah ada. Perhatian pemerintah daerah untuk mendukung kegiatan layanan konseling,
seperti penyediaan konselor pada masing-masing sekolah atau beberapa sekolah, atau sosialisasi
penyelenggaraan layanan konseling di sekolah dasar sampai saat ini masih belum ada.
Kebijakan dalam pengembangan kegiatan ekstrakurikuler di wilayah kabupaten Magelang
tersebut adalah dengan menyelenggarakan even- even lomba pengembangan bakat minat peserta
didik. Dalam satu tahun ajaran, pemerintah daerah menyelenggarakan berbagai even, yaitu
Pekan Olahraga Pelajar Daerah POPDA meliputi berbagai cabang olahraga, Festival dan Lomba
Seni Siswa Nasional FLS2N yang meliputi Lomba Menyanyi Tunggal, Lomba Pidato, Lomba Kriya
Anyam, dan Lomba Cipta Cerita Bergambar; Lomba Cipta Seni Pelajar meliputi Lomba Cipta
Baca Puisi, Lomba Cipta Seni Membatik, dan Lomba Seni Lukis; Lomba Macapat, Geguritan,
Lomba Mapel meliputi mapel Bahasa Indonesia, IPA, Matematika dan Pengetahuan Umum;
Olimpiade Siswa Nasional OSN meliputi mapel IPA dan Matematika, Lomba Cerdas Cermat
LCC; Lomba Cipta Karya Ilmiah; Lomba Tata
55
Upacara; Pesta Siaga; Lomba Tingkat II LT-II Pramuka Penggalang; Lomba Siswa Teladan;
Lomba Mata Pelajaran Agama dan Seni Islami MAPSI dan Lomba Dokter Kecil. Dari Dinas
Pariwisata Kabupaten
Magelang, menyelenggarakan Festival Gerak Lagu Dolanan
yang merupakan agenda rutin tiap tahun. Untuk setiap lomba, pemerintah daerah
selalu menyertakan
petunjuk pelaksanaan
juklak dan petunjuk teknis juknis. Apabila sekolah jeli dalam memperhatikan juklak dan
juknis tersebut, sebenarnya sekolah sudah bisa membuat perencanaan program Pengembangan
Diri terutama untuk kegiatan ekstrakurikulernya. Namun, yang dilakukan sebagian besar sekolah
dasar di wilayah Dabin I Kecamatan Pakis selama ini adalah menyelenggarakan pembinaan dan
pelatihan menghadapi lomba yang sebenarnya merupakan salah satu kegiatan Pengembangan
Diri apabila sudah ada undangan lomba di tingkat kecamatan. Alhasil, siswa diorbitkan
secara mendadak. Siswa yang akan mengikuti lomba dipilihditunjuk atas penilaian guru
bahwa siswa tersebut berbakat, dan pembinaan juga hanya satu sampai dua minggu tergantung
berapa lama datangnya surat undangan lomba dengan waktu pelaksanaan lomba.
56
Kadangkala ada beberapa sekolah yang beruntung menemukan siswa-siswa berbakat
baik dalam bidang akademik, keolahragaan maupun di bidang seni. Apalagi dari rumah
sudah ada pembinaan diikutkan les oleh orang tuanya atau di masyarakat sekitar terdapat
wahana pengembangan bakat seperti adanya perkumpulan seni atau adanya sarana prasarana
olahraga. Dengan waktu pembinaan yang relatif singkat, sekolah sudah mampu melahirkan
juara-juara di tingkat kecamatan maupun di tingkat lebih atas. Sayangnya keberuntungan ini
tidak selalu berpihak setiap tahun di sekolah tersebut sehingga tidak setiap tahun bisa
melahirkan juara. Terdapat satu sekolah yang sering menjadi langganan juara di berbagai
lomba. Hal ini bukan karena penyelenggaraan program Pengembangan Diri yang baik, namun
lebih dikarenakan banyaknya sumber daya siswa jumlah siswanya banyak yang memungkinkan
banyak pilihan siswa yang berpotensi. Selain itu, keintensifan waktu pembinaan, dan kemampuan
sekolah menghadirkan pelatih ahli di bidangnya sehingga mampu mendukung lahirnya juara-
juara pada masing-masing lomba. Berdasarkan tanggapan pihak sekolah atas
kebijakan pemerintah
berupa lomba-lomba
tersebut, nampak bahwa sekolah belum begitu memandang penting atas Program Pengembangan
57
Diri tersebut. Hal ini terlihat tidak adanya rutinitas pembinaan di sebagian besar sekolah.
Sesungguhnya jika
sekolah merasa bahwa
Pengembangan Diri itu penting bagi bekal siswa dalam meniti kehidupan, penyelenggaraan tidak
harus ketika akan ada lomba saja, tetapi rutin terprogram secara baik.
Ada juga guru yang menyatakan bahwa keikutsertaan pada lomba-lomba yang diadakan
oleh pemerintah
daerah karena
adanya keterpaksaan mengikuti. Pihak sekolah malu
karena dana BOS yang dapat untuk membiayai kegiatan tersebut sudah tersedia. Dalam hal
persiapan lomba inipun tidak semua guru mau menyiapkan secara serius karena keterbatasan
kemampuan, pengetahuan, waktu, dan fasilitas.
2. Pelaksanaan Pengembangan Diri Siswa di