PROFIL MASYARAKAT KELURAHAN MEKARSARI
Tabel 3 Jumlah Penduduk Menurut Usia
Usia Kelompok Tenaga Kerja Jumlah
10-14 tahun 885 Orang
15-19 tahun 914 Orang
20-26 tahun 767 Orang
27-40 tahun 684 Orang
41-56 tahun 317 Orang
57-keatas 267 Orang
Jumlah
3.834 Orang
Dari tabel diatas jumlah tenaga kerja dengan kisaran umur antara 15- 19 tahun usia ini terbilang usia remaja memilki jumlah yang paling banyak yaitu
sekitar 914 orang hal ini dikarenakan banyak anak-anak atau remaja yang putus sekolah karena kebutuhan ekonomi yang menghimpit mereka. Mereka lebih
memilih membantu orang tua mereka daripada membebani kedua orang tua mereka dengan biaya sekolah yang semakin melambung. Begitu pula dengan
warga yang berada di RW 04 kebanyakan anak-anak remaja d RW 04, mereka lebih memilih bekerja daripada sekolah himpitan ekonomi yang dialami oleh
keluarga mereka.
2. Agama dan Kepercayaan Mayoritas penduduk Kelurahan Mekarsari adalah beragama Budha,
ini di sebabkan karena banyaknya etnis Tionghua yang bermukim diwilayah ini. Namun demikian kerukunan antar umat beragama sudah berjalan dengan baik
sehingga kehidupan bermasyarakat antar pemeluk agama yang satu dengan yang lainnya dapat saling menghormati. Sarana peribadatan yang adapun didominasi
dengan Gereja yaitu sebanyak 11 buah, Musholah 8 buah, Masjid 1 buah, Vihara 2 buah, dan Pura 2 buah. Untuk lebih jelasnya lihat tabel berikut:
Tabel 4 Penganut AgamaKepercayaan Mayarakat Kelurahan Mekarsari
Tangerang Agama
Jumlah
Islam 3.670 Orang
Kristen 399 Orang
Katholik 168 Orang
Hindu 10 Orang
Budha 4.915 Orang
Agama atau kepercayaan masyarakat Rw 04 sendiri banyak didominasi oleh pemeluk agama Budha mengingat bahwa memang penduduk di
RW 04 adalah warga keturnan, di bandingkan dengan penduduk-penduduk yang
ada di RW lain, yaitu dari 350 KK , 100 KK diantaranya adalah keluarga pribumi.
3. Mata Pencaharian Mayoritas
penduduk memiliki
mata pencaharian
pegawai swastaKaryawan dan buruh tani. Hal ini disebabkan karena banyaknya lahan
prindustrian dan lahan pertanian dan perkebuanan yang cukup luas. Pada umumnya hasil pertanian maupun hasil perkebunan
diperuntukkan bagi hidup mereka sendiri. Walaupun begitu terkadang mereka langsung menjual kepada para konsumen yang membutuhkan dan bila hasil
perkebunan serta pertanian mereka lebih dari cukup biasanya mereka menjualnya kepada para tengkulak.
Selain dibidang pertanian, perkebunan dan perindustrian, mata pencaharian sebagaian masyarakat kelurahan tergantung pada hasil peternakan
dengan populasi hewan terbanyak ayam ras sekitar 1000 ekor. Selain ayam ras ada juga yang ternak babi yaitu sekitar 120 ekor hal ini disebabkan karena
mengingat jumlah penduduk yang memeluk agama Budha lebih banyak dari pada pemeluk agama Islam, ini selain dijual kepasar hewan tanpa pelantara
tengkulak, dan biasanya hasil ternak mereka dikonsumsi oleh mereka sendiri atau dijual langsung ke konsumen, biasanya ayam yang mereka jual dalam
bentuk olahan. Selain menjual hasil pertanian dan hasil ternak masyarakat
keluraham Mekarsari juga menggantungkan hidupnya dari hasil berdagang kue
atau makanan ringan, didesa ini akan banyak dirtemui para ibu-ibu rumah tangga yang sedang asik duduk dengan membuat kue, biasanya hasil kue buatan
masyarakat desa Mekarsari dijual kepasar dan daerah sekitar. Sisanya adalah petani, pegawai negeri, ABRI dan pensiunan. Untuk lebih jelasnya lihat tabel
berikut:
Tabel 5 Mata Pencaharian Masyarakat Kelurahan Mekarsari
Mata PencaharianProfesi Jumlah
Pegawai Negeri Sipil PNS 61 Orang
ABRI 20 Orang
Pegawai SwastaKaryawan 2.524 Orang
Pertukangan 148 Orang
Buruh Tani 1.572 Orang
Pensiunan 10 Orang
Sebagian besar masyarakat keturuan di RW
04
bekerja sebagai pedagang, penjual kue, kuli angkut, sopir, petani, jasa dan pekerjaan kasar lainnya.
Mereka harus berjuang berkompetisi dengan yang lainnya untuk mendapatkan sesuap nasi dan sedikit tabungan untuk pendidikan anak-anaknya.
4. Pendidikan Masyarakat kelurahan Mekarsari pada dasarnya merupakan
masyarakat yang sadar akan pendidikan baik formal maupun non formal. Di kelurahan inipun sudah ada beberapa fasilitas pendidikan formal yaitu 3 buah
Taman Kanak-kanak dan 3 buah Sekolah Dasar SD. Sebagian besar masyarakat kelurahan Mekarsari yang apabila telah
lulus sekolah Dasar SD, biasanya tidak diteruskan ke tingkat selanjutnya yaitu Sekolah Menengah Pertama SMP dan Sekola Menengah Atas SMA apalagi
ke tingkat Perguruan Tinggi, hal ini sebagaian besar dikarenaan faktor biaya dan faktor jarak.
Faktor biaya ini dikarenakan sebagaian masyarakat kelurahan Mekarsari tergolong ke dalam keluarga sejahtera 3 dan keluarga sejahtera 3 plus.
Yang mana golongan-golongan tersebut termasuk didalam keluarga yang penghasilannya dibawah rata-rata dan hanya cukup memenuhi kebutuhan sehari-
hari. Dan biasanya, bila tidak dapat melanjukan ke tingkat yang lebih tinggi mereka akan bekerja atau bahkan menganggur.
Sedangkan faktor jarak karena keberadaan Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas hanya ada dan terletak di daerah ibu kota
kecamatan dengan jarak 7 Km, yang bila ditempuh dengan kendaran bermotor kurang lebih 15 menit, dan bila ditempuh dengan jalan kaki sekitar 3 jam. Untuk
mengetahui tingkat pendidikan masyarakat Kelurahan Mekarsari Tangerang dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 6 Tingkat Pendidikan Masyarakat Kelurahan Mekarsari
Tingkat Pendidikan Jumlah
Taman Kanak-kanak 608 Orang
Sekolah Dasar SD 1.715 Orang
Sekolah Menengah Pertama SMP 237 Orang
Sekolah Menengah Atas SMA 70 Orang
Akademi D1-D3 40 Orang
Sarjana S1-S3 30 Orang
Namun di samping itu semua, ada beberapa kemajuan dari tingkat pendidikan di kelurahan Mekarsari , seperti contohnya sudah ada beberapa orang
yang mengenyam pendidikan tinggi baik sekolah menengah atas maupun di bangku perkuliahan.
Sedangkan dalam pendidikan mayoritas kelurahan Mekarsari adalah sekolah dasar yaitu sekitar 1.715 orang.
1
B. Sejarah Etnis Tionghua Di Tangerang
1. Etnis Tionghua di Tangerang
Warga Tionghua banyak di temui di daerah pinggiran Tanggerang. Masyarakat Tangerang pada umumnya menyebut mereka Cina Benteng
1
Format Monografi kelurahan Mekarsari Kota Tangerang Tahun 2012
Cinben. Komunitas Cina Benteng adalah warga asal Tionghua yang dahulu kala mencoba masuk Indonesia saat produk gula booming pada abad 18 ratusan
pemuda asal negeri Tirai Bambu berlayar dari negaranya tujuan awalnya mereka sebenarnya adalah Batavia yang kini menjadi Kota Jakarta, namun mereka
terdampar dipangkalan Teluknaga, yang kini menjadi bagian dari daerah Pantai Utara Pantura Kabupaten Tangerang.
Akhirnya ratusan pemuda itu di tangkap serdadu VOC. Mereka lalu diminta membuka wilayah Tangerang yang kala itu masih berupa hutan dan
menjadi mandor perkebunan atau dikenal dengan nama Kapitan, pemuda yang tidak membawa pasangan dari negerinya menikah dengan warga pribumi yang
menghasilkan keturunan hingga kini. Sejarah Cina Benteng memang sulit dipisahkan dari kawasan pasar
lama di Jl Ki Samaun yang berada di tepi sungai dan merupakan permukiman pertama masyarakat Cina. Pada akhir 1800-an, sejumlah orang Cina dipindahkan
ke kawasan Pasar Baru. Sejak itu menyebar kedaerah-daerah lainnya. Keturunan Tionghua di wilayah Tangerang umumnya berkulit hitam,
bermata sipit, dan tidak berbahasa mandarin, mereka adalah generasi kelima Cina Benteng yang hidup di Kota Tangerang. Merekalah yang sebenarnya yang
disebut Cina Benteng dan istilah itu dikenal hingga sekarang. Istilah Cina Benteng tidak lepas dari kehadiran Benteng , Benteng yang
dibangun pada masa penjajahan kolonial Belanda di tepi Sungai Cisadane sekarang sudah rata dengan tanah. Kala ini banyak keturunan Cina Tangerang
yang kurang mampu bermukim diluar Benteng Makasar. Mereka terkonsentrasi di daerah sebelah utara Tangerang yaitu sewan dan Kampung Melayu. Dari
sinilah istilah Cina Benteng karena bermukim di sekitar benteng, yang hingga kini mereka kemudian disebut Cina Benteng.
2
2. Klenteng Vihara Tjong Tek Bio
Kota Tangerang dikenal dengan istilah China Benteng. Mereka adalah warga Tionghoa yang merupakan keturunan imigran China Hokkian.
Kedatangan mereka sendiri konon sudah sejak tahun 1600-an. Namun, Kelenteng Tjong Tek Bio didirikan pada tahun 1830.
Kelenteng dibuat untuk meningkatkan spiritualitas warga imigran, terutama ketika mereka sedang membutuhkan pertolongan secara batin. Karena
sudah lama berada di sekitar Sungai Cisadane, warga China Benteng pun tak lagi bisa berbahasa nenek moyangnya.
Yang kami pelihara tinggal nama yang kami pergunakan, dan berbagai seremoni, seperti Imlek, Cap Go Meh, dan tentunya ibadah yang kami lakukan
di kelenteng,
terang Lim Tjun Siong, salah satu warga China Benteng. Dirinya juga mengakui, tak hanya soal bahasa, secara fisik pun warga China Benteng berbeda
2
Artel diakses pada 20 Juni 2012 dari httpasal usul china benteng, cina benteng teluk naga, tragedi cina bentenghtm.
dengan etnis China yang sudah dikenal karena mereka memiliki warna kulit yang lebih gelap.
3
China Benteng pun sudah membaur dengan baik dengan warga sekitar. Entah itu melalui perkawinan ataupun kegiatan-kegiatan bersama. Warga China
Benteng pun sudah heterogen, tak hanya beragama Buddha, ada juga yang beragama Kristen dan Islam. Sehingga, ketika sentimen negatif terhadap etnis
China merebak pada tahun 1998, warga China Benteng justru aman-aman saja. Kondisi harmonis ini pun masih berlangsung hingga sekarang.
Meski demikian, kelenteng ini pun pernah menghadapi tekanan yang menyulitkan, terutama di masa Orde Baru. Kelenteng Tjong Tek Bio sempat
harus berganti nama menjadi Wisma Bodhi. Karena pada masa Orde Baru, semua yang berunsur China harus dikubur. Bahkan perayaan Imlek pun
dilarang, ujar Sujadi, yang juga waga China Benteng.
4
Sangat disayangkan, suasana harmonis dan nilai historis yang dimiliki oleh warga China Benteng harus dihadapkan pada penggusuran. Pemkot Tangerang
akan menertibkan kawasan di pinggir Sungai Cisadane dengan dasar Perda No 18 Tahun 2000 tentang K3.
Ratusan kepala keluarga dikirimi surat untuk segera mengosongkan rumah, tanpa diberikan kompensasi atau ganti rugi dari Pemkot. Mereka
beralasan tak punya dana, cetus Sujadi.
5
Meski bebas dari Orde Baru, tampaknya tantangan warga China Benteng masih belum berakhir dengan adanya penggusuran di era Reformasi ini.
3
l wawancara dengan Lim Tju Siong 26 Desember 2012
4
Wawancara dengan Sujadi, 26 Desember 2012
5
Wawancara dengan Sujadi, 26 Desember 2012
Bahkan hingga saat ini sudah ada beberapa pemukiman Cina Benteng yang tinggal di bantaran sungai Cisadane yang menjadi korban penggusuran, yang
sampai saat ini tidak ada yang tahu dimana mereka tinggal dan meninggalkan trauma pada korbannya.
62