Pengaruh Komunikasi Antarbudaya dan Hubungan yang Harmonis (Studi Kuantitatif antara Siswa Pribumi dan Siswa Tionghoa/Cina Di SMA Harapan Mandiri Medan)

(1)

PENGARUH KOMUNIKASI ANTARBUDAYA

DAN HUBUNGAN YANG HARMONIS

SKRIPSI

Disusun Oleh :

LUKTRI ARSHEILA

110922018

DEPARTEMEN EKSTENSI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGARUH KOMUNIKASI ANTARBUDAYA

DAN HUBUNGAN YANG HARMONIS

(Studi Kuantitatif antara Siswa Pribumi dan Siswa Tionghoa/Cina

Di SMA Harapan Mandiri Medan)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

LUKTRI ARSHEILA

110922018

DEPARTEMEN EKSTENSI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh :

Nama : LUKTRI ARSHEILA

NIM : 110922018

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul : Pengaruh Komunikasi Antarbudaya dan Hubungan yang Harmonis

Medan, Juli 2013

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Dra. Lusiana Andriani Lubis, M.A, Ph.D Dra. Fatma Wardy Lubis, M.A NIP. 196704051990032002 NIP. 195102191987011001


(4)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang

dikutip maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan

benar. Jika di kemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran

(plagiat) maka saya bersedia diproses sesuai dengan hukum yang

berlaku.

Nama :...

Nim :...

Tanda Tangan :...


(5)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : LUKTRI ARSHEILA

NIM : 110922018

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul Skripsi : Pengaruh Komunikasi Antarbudaya dan Hubungan yang Harmonis

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara,

Majelis Penguji

Ketua Penguji : ... (...) Penguji : ... (...) Penguji Utama : ... (...)

Ditetapkan di : ... Tanggal : ...


(6)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Pengaruh Komunikasi Antarbudaya dan Hubungan yang Harmonis dengan subjudul studi kuantitatif antara siswa Pribumi dan siswa Tionghoa/Cina di SMA Harapan Mandiri Medan. Rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sejauhmana pengaruh komunikasi antarbudaya dan hubungan yang harmonis antara siswa Pribumi dan siswa Tionghoa di SMA Harapan Mandiri Medan. Tujuannya adalah untuk menjelaskan keadaan komunikasi antarbudaya yang dialami oleh siswa-siswa dari etnis yang berlainan serta menjelaskan pengaruh komunikasi antarbudaya dan hubungan yang harmonis antara etnis Pribumi dan Cina di SMA Harapan Mandiri Medan.

Penelitian ini menggunakan beberapa teori, diantaranya seperti teori komunikasi antarbudaya, teori efektivitas komunikasi antarbudaya, teori masyarakat majemuk, dan teori etnosentris. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan cara mengambil beberapa orang siswa sebagai sampel yang mewakili dari keseluruhan populasi. Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan rumus Correlation Rank Spearman’s melalui software SPSS 20. Dimana harga r yang diperoleh adalah sebesar 0,468. Untuk melihat kuat lemahnya korelasi antara kedua variabel, digunakan skala Guilford yang nilai korelasi 0,468 berada pada tingkat ≥ 0,40 → < 0,70. Hal ini menunjukkan hubungan yang cukup berarti.

Dasar pengujian hipotesisnya adalah jika probabilitas atau signifikansi < 0,05 H0 ditolak dan H1 diterima. Jika probabilitas atau signifikansi > 0,05 H0 diterima dan H1 ditolak. Angka probabilitas dari perhitungan adalah 0,01, maka dapat diambil keputusan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara komunikasi antarbudaya dan hubungan yang harmonis antara siswa Pribumi dan siswa Tionghoa di SMA Harapan Mandiri Medan. Besarnya pengaruh atau kekuatan pengaruh komunikasi antarbudaya dan hubungan yang harmonis siswa Pribumi dan siswa Tionghoa di SMA Harapan Mandiri adalah 22%. Hasil yang didapat ini menunjukan pengaruh yang cukup berarti. Sisanya 78% dipengaruhi oleh faktor lain di luar komunikasi antarbudaya. Atau secara sederhana dapat diatikan bahwa hubungan yang harmonis pada siswa-siswa Pribumi dan Tionghoa di SMA Harapan Mandiri Medan dipengaruhi 22% dari komunikasi antarbudaya.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatNya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini guna melengkapi syarat untuk mendapai gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU). Adapun judul skripsi ini adalah “Pengaruh Komunikasi Antarbudaya dan Hubungan yang Harmonis”.

Peneliti menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, dan masih banyak kekurangan baik dalam tata bahasa maupun isi pembahasan. Oleh karena itu peneliti menerima kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini.

Peneliti juga menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, peneliti mengucapka banyak terima kasih kepada :

1. Teristimewa kepada kedua orang tua peneliti, Ayahanda H. Lukman Muliawan dan Ibunda Hj. Nurlailati Arbaiyah serta abang peneliti Lucki Armanda dan kakak peneliti Lufti Arlini yang selalu memberikan doa dan dorongan baik material maupun spiritual.

2. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, MA selaku Ketua Departeman Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dra. Dayana, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Dra. Lusiana Andriani Lubis, MA, Ph.D selaku Dosen Pembimbing yang membimbing peneliti dalam pengerjaan skripsi ini melalui arahan, saran dan waktu yang diluangkan hingga akhirnya skripsi ini dapat peneliti selesaikan.


(8)

6. Seluruh Dosen khususnya yang bernaung di Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, yang telah mengajarkan banyak ilmu kepada peneliti agar berguna di masyarakat.

7. Bapak Kepala Sekolah SMA Harapan Mandiri Medan beserta wakilnya, guru-guru pengajar, dan siswa-siswa yang telah memberikan izin dan waktu bagi peneliti untuk melakukan penelitian di lingkungan sekolah SMA Harapan Mandiri Medan.

8. Bapak Firman, selaku pimpinan tempat peneliti bekerja yang selalu memberikan izin dan dukungan demi kelangsungan skripsi peneliti.

9. Muhammad Reza Sitompul, selaku orang terkasih yang selalu membantu, menjaga, dan memotivasi peneliti hingga bisa menyelesaikan skripsi ini.

10.Teman-teman seperjuangan angkatan terakhir ekstensi Komunikasi FISIP USU, Kak Nensi, Lidya, Deni, Wuri, Iin, Nayla, Ando, Kak Ita, Kak Marta, Bang Amar, dan yang lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Semoga kita semua dapat mencapai garis finish bersama-sama dan akan selalu kompak.

11.Staff Administrasi Departeman Ilmu Komunikasi, Kak Maya, Kak Icut dan yang lainnya yang telah membantu selama peneliti kuliah di Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.

12.Semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu. Kontribusi semua pihak baik aktif maupun pasif, telah membuat skripsi ini akhirnya terselesaikan.

Semoga Allah SWT membalas dan melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya atas segala bantuan dan dukungan baik moril maupun materil yang telah diberikan. Akhir kata, peneliti mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dalam meningkatkan wawasan pengetahuan dibidang komunikasi.

Medan, Juli 2013


(9)

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Luktri Arsheila

NIM : 110922018

Departeman : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas : Universitas Sumatera Utara Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Ekslusif (Non-ekslusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

“Pengaruh Komunikasi Antarbudaya dan Hubungan yang Harmonis”

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non Eksklusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuj pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Pada Tanggal : Yang Menyatakan


(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... I LEMBAR PENGESAHAN... II KATA PENGANTAR... III LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... V DAFTAR ISI... VI DAFTAR TABEL... VII DAFTAR GAMBAR... VIII BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Perumusan Masalah... 5

1.3 Pembatasan Masalah... 5

1.4 Tujuan Penelitian... 5

1.5 Manfaat Penelitian... 5

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Kerangka Teori... 6

2.2 Kerangka Konsep... 12

2.3 Variabel Penelitian... 14

2.4 Definisi Operasional... 15

2.5 Hipotesis... 17

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Deskripsi Lokasi Penelitian... 18

3.2 Metode Penelitian... 22

3.3 Populasi dan Sampel... 23

3.4 Teknik Pengumpulan Data... 25

3.5 Teknik Analisi Data... 26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tahap Pelaksanaan Penelitian... 29

4.2 Analisis Tabel Tunggal... 30

4.3 Analisis Tabel Silang... 66

4.4 Pengujian Hipotesis... 73

4.5 Pembahasan... 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 78

5.2 Saran Responden Penelitian... 79

5.3 Saran dalam Kaitan Akademis... 79

5.4 Saran dalam Kaitan Praktis... 79


(11)

Tabel 2.2 Operasional Variabel... 14

Tabel 3.1 Data Staff di SMA Harapan Mandiri Medan... 19

Tabel 3.2 Besar Sampel Per Jenjang Kelas... 24

Tabel 4.1 Jenis Kelamin Responden... 31

Tabel 4.2 Jenjang Kelas Responden... 31

Tabel 4.3 Agama Responden... 32

Tabel 4.4 Etnis Responden... 33

Tabel 4.5 Frekuensi Siswa Berkomunikasi dengan Sesama Etnis... 35

Tabel 4.6 Frekuensi Siswa Berkomunikasi dengan Berbeda Etnis... 36

Tabel 4.7 Frekuensi Lamanya Waktu Berkomunikasi dengan Sesama Etnis... 37

Tabel 4.8 Frekuensi Lamanya Waktu Berkomunikasi dengan Berbeda Etnis... 38

Tabel 4.9 Frekuensi Membicarakan Masalah Pribadi dengan Berbeda Etnis... 39

Tabel 4.10 Frekuensi Membicarakan Soal Pelajaran... 40

Tabel 4.11 Frekuensi Membicarakan Keadaan Sekolah (Gosip)... 42

Tabel 4.12 Frekuensi Membicarakan Hal-Hal Kecil (Basa-Basi)... 43

Tabel 4.13 Frekuensi Bercanda (Mengejek dan Saling Mencela)... 44

Tabel 4.14 Frekuensi Berkomunikasi di Luar Sekolah dengan yang Berbeda Etnis.... 45

Tabel 4.15 Frekuensi Berkomunikasi di Kelas... 46

Tabel 4.16 Frekuensi Berkomunikasi di Kantin Sekolah ... 47

Tabel 4.17 Frekuensi Berkomunikasi di Kamar Mandi... 48

Tabel 4.18 Frekuensi Berkomunikasi di Koridor... 49

Tabel 4.19 Frekuensi Berkomunikasi Saat Jam Pelajaran... 50

Tabel 4.20 Frekuensi Berkomunikasi Saat Jam Istirahat... 51

Tabel 4.21 Frekuensi Berkomunikasi Saat Pulang Sekolah... 52

Tabel 4.22 Frekuensi Berkomunikasi Saat Ujian... 53

Tabel 4.23 Frekuensi Berkomunikasi Saat Mengikuti Ekstrakurikuler... 54

Tabel 4.24 Frekuensi Suasana yang Terjadi Saat Berkomunikasi... 55

Tabel 4.25 Frekuensi Berkomunikasi Secara Langsung (Tatap Muka)... 56

Tabel 4.26 Frekuensi Berkomunikasi Menggunakan Handphone... 57

Tabel 4.27 Frekuensi Berkomunikasi Menggunakan Internet... 58

Tabel 4.28 Frekuensi Bahasa Indonesia Digunakan dalam Berkomunikasi... 59

Tabel 4.29 Frekuensi Bahasa Mandarin Digunakan dalam Berkomunikasi... 60

Tabel 4.30 Frekuensi Bahasa Inggris Digunakan dalam Berkomunikasi... 61

Tabel 4.31 Frekuensi Keterbukaan Siswa... 62

Tabel 4.32 Frekuensi Saling Mendukung Siswa... 63

Tabel 4.33 Frekuensi Berpikir Positif Siswa... 64

Tabel 4.34 Frekuensi Berpikir Negatif Siswa... 65

Tabel 4.35 Frekuensi Rasa Empati Siswa... 65

Tabel 4.36 Hubungan antara Tingkat Keseringan Berkomunikasi dengan Keterbukaan... 67

Tabel 4.37 Hubungan antara IntensitasBerkomunikasi dengan Tingkat Supportiveness... 69

Tabel 4.38 Hubungan antara Suasana Saat Berkomunikasi dengan Tingkat Empati... 71


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Model Teoritis... 13 Gambar 3.1 Struktur Organisasi di SMA Harapan Mandiri


(13)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Pengaruh Komunikasi Antarbudaya dan Hubungan yang Harmonis dengan subjudul studi kuantitatif antara siswa Pribumi dan siswa Tionghoa/Cina di SMA Harapan Mandiri Medan. Rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sejauhmana pengaruh komunikasi antarbudaya dan hubungan yang harmonis antara siswa Pribumi dan siswa Tionghoa di SMA Harapan Mandiri Medan. Tujuannya adalah untuk menjelaskan keadaan komunikasi antarbudaya yang dialami oleh siswa-siswa dari etnis yang berlainan serta menjelaskan pengaruh komunikasi antarbudaya dan hubungan yang harmonis antara etnis Pribumi dan Cina di SMA Harapan Mandiri Medan.

Penelitian ini menggunakan beberapa teori, diantaranya seperti teori komunikasi antarbudaya, teori efektivitas komunikasi antarbudaya, teori masyarakat majemuk, dan teori etnosentris. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan cara mengambil beberapa orang siswa sebagai sampel yang mewakili dari keseluruhan populasi. Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan rumus Correlation Rank Spearman’s melalui software SPSS 20. Dimana harga r yang diperoleh adalah sebesar 0,468. Untuk melihat kuat lemahnya korelasi antara kedua variabel, digunakan skala Guilford yang nilai korelasi 0,468 berada pada tingkat ≥ 0,40 → < 0,70. Hal ini menunjukkan hubungan yang cukup berarti.

Dasar pengujian hipotesisnya adalah jika probabilitas atau signifikansi < 0,05 H0 ditolak dan H1 diterima. Jika probabilitas atau signifikansi > 0,05 H0 diterima dan H1 ditolak. Angka probabilitas dari perhitungan adalah 0,01, maka dapat diambil keputusan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara komunikasi antarbudaya dan hubungan yang harmonis antara siswa Pribumi dan siswa Tionghoa di SMA Harapan Mandiri Medan. Besarnya pengaruh atau kekuatan pengaruh komunikasi antarbudaya dan hubungan yang harmonis siswa Pribumi dan siswa Tionghoa di SMA Harapan Mandiri adalah 22%. Hasil yang didapat ini menunjukan pengaruh yang cukup berarti. Sisanya 78% dipengaruhi oleh faktor lain di luar komunikasi antarbudaya. Atau secara sederhana dapat diatikan bahwa hubungan yang harmonis pada siswa-siswa Pribumi dan Tionghoa di SMA Harapan Mandiri Medan dipengaruhi 22% dari komunikasi antarbudaya.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara yang multi kultural dan multi etnis. Keberadaan etnis Cina di Indonesia diperkirakan sudah ada sejak abad ke-5. Secara umum etnis Cina atau lebih dikenal dengan etnis Tionghoa di Indonesia membuat lingkungannya sendiri untuk dapat hidup secara “eksklusif” dengan tetap mempertahankan kebudayaan atau tradisi leluhur. Etnis Tionghoa adalah salah satu kelompok masyarakat non-pribumi yang bermigrasi ke Indonesia.

Hal itu ditunjukkan oleh kunjungan Fa-Hsien, seorang pendeta Budha ke Indonesia pada abad awal tarikh masehi (Kwartanada, 2011). Semenjak berabad-abad lalu, etnik Tionghoa berada di Indonesia dengan jumlah cukup besar. Persoalan menyangkut etnis masih dianggap peka, oleh karena itu sebelum tahun 2000, jumlah suku bangsa/etnis di Indonesia tidak pernah dimasukkan ke dalam sensus penduduk Republik Indonesia.

Masa pemerintahan Orde Lama maupun Orde Baru terlihat berbagai kebijakan yang mengatur sendi-sendi kehidupan Etnis Cina di Indonesia. Hal itu terlihat dari pemerintahan Orde Lama dengan adanya Peraturan Presiden (PP) 10/1959 dengan kebijakan yang mengatur etnis Cina di Indonesia dan pada pemerintahan Orde Baru dalam Instruksi Presiden (Inpres) No 14/1967, yaitu pemerintah telah memberikan garis-garis kebijaksanaannya mengenai “Masalah Cina” . Indonesia hanya mengenal Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA).

Etnis Cina mulai mendapatkan tempatnya di Indonesia pada masa pemerintahan Orde Reformasi. Angin Reformasi telah mengubah nasib etnis Tionghoa di Indonesia. Hal ini ditandai dengan mereka dapat lebih bebas berekspresi di berbagai bidang kehidupan. Sekat-sekat yang membatasi kiprah mereka diranah politik, budaya, dan jabatan publik menguap seiring dengan dihapusnya kebijakan pembatasan yang berlaku sejak akhir 1950-an dan, terutama, selama Orde Baru.

Etnis Cina memiliki kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan-kebudayaan yang dimiliki pada umumnya masyarakat di Indonesia, dan khususnya mempunyai keyakinan keagamaan yang lain sama sekali dari masyarakat yang


(15)

Para pemimpin di era Reformasi tampaknya lebih toleran dibandingkan pemimpin masa Orde Baru. Sejak masa pemerintahan B.J. Habibie melalui Instruksi Presiden No. 26 Tahun 1998 tentang Penghentian Penggunaan Istilah Pribumi dan Non-Pribumi, seluruh aparatur pemerintahan telah pula diperintahkan untuk tidak lagi menggunakan istilah pribumi dan non-pribumi untuk membedakan penduduk keturunan Tionghoa dengan warga negara Indonesia pada umumnya. Kalaupun ada perbedaan, maka perbedaan itu hanyalah menunjuk pada adanya keragaman etinisitas saja, seperti etnis Jawa, Sunda, Batak, Arab, Cina dan lain sebagainya.

Pada masa pemerintahan Gusdur, Instruksi Presiden (Inpres) No 14/1967 yang melarang etnis Tionghoa merayakan pesta agama dan penggunaan huruf-huruf Cina dicabut. Selain itu juga ada Keppres yang dikeluarkan Presiden Abdurrahman Wahid memberi kebebasan ritual keagamaan, tradisi dan budaya kepada etnis Tionghoa. Imlek menjadi hari libur nasional berkat Keppres Presiden Megawati Soekarnoputri. Pada masa kepresidenan Susilo Bambang Yudhoyono, agama Khonghucu diakui sebagai agama resmi dan sah. Berbagai kalangan etnis Tionghoa mendirikan partai politik, LSM dan ormas.

Pada dasarnya banyak usaha-usaha yang telah dilakukan pemerintah dalam rangka mewujudkan persatuan dan kesatuan antara warga negara Indonesia asli (pribumi) dengan warga negara Indonesia keturunan asing (non-pribumi) yang dalam hal ini etnis Cina. Namun dalam praktiknya, interaksi sosial etnis Cina dengan orang pribumi pada dasarnya kurang harmonis.

Etnis Cina, khususnya yang berada di Kota Medan, lebih memilih hidup secara ekslusif ketimbang berbaur dengan warga sekitar dalam hal ini etnis Pribumi. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya kita lihat sekarang ini komplek-komplek perumahan mewah dan komplek ruko 90% dimiliki oleh etnis Tionghoa. Belum lagi bila kita berjalan-jalan ke pusat perbelanjaan atau tempat-tempat umum lainnya seperti pasar dan lain-lainnya, etnis Cina seenaknya berbicara dengan menggunakan bahasa mereka sendiri, tidak peduli apakah disebelahnya ada temannya yg warga Pribumi yg bisa dipastikan ingin sekali mengetahui apa yg sedang mereka bicarakan.

Kita juga bisa melihat di sekolah-sekolah pembauran yg pada awal didirikannya bertujuan untuk memperlancar proses pembauran ternyata sekarang menjadi sekolah ekslusif bagi etnis Cina. Bahasa pengantar yg mereka gunakan sehari-hari disekolah pun bahasa ibu mereka. Padahal guru yg mengajar disekolah tersebut 80% adalah pribumi.


(16)

Jika kita melihat pada uraian di atas, kita akan beranggapan bahwa komunikasi yang harmonis tidak berhasil dijalankan di kota Medan ini. Pembauran etnis Cina dan etnis Pribumi di kota Medan tidak sepenuhnya gagal. Hal ini terbukti dengan terpilihnya orang dari etnis Cina masuk keputaran kedua pada pemilihan Walikota Medan tahun 2010. Walaupun pada akhirnya dia tidak memenangkan pemilihan, hal ini sudah membuktikan adanya kesempatan yang sama bagi etnis Cina untuk dapat memegang kekuasaan yang sama besar dengan etnis Pribumi.

Kita bisa melihat kepada sekolah-sekolah pembauran di Medan ini, etnis Cina juga sudah mendapat pendidikan yang sama dengan etnis Pribumi. Bahkan dikebanyakan sekolah-sekolah yang disebut sebagai sekolah Cina, mayoritas siswa-siswa yang bersekolah di sana adalah dari kalangan etnis Cina itu sendiri. Hal ini memang tidak mengherankan karena sekolah itu sendiri bisa disebut sebagai sekolah Cina karena penilaian masyarakat melihat banyak etnis Cina yang bersekolah di sana atau karena memang pemilik yayasan sekolah itu berasal dari etnis Cina.

Perguruan Harapan Mandiri yang terletak di jalan Brigjend Hamid No. 40 Medan, adalah salah satu sekolah pembauran di kota Medan. Sekolah ini terletak sangat strategis di depan jalan besar dan dikelilingi banyak ruko-ruko milik etnis Cina. Sekolah ini terkenal sebagai sekolah etnis Cina karena pemilik yayasan sekolah ini adalah keturunan dari Cina. Hal-hal yang membedakannya dengan sekolah-sekolah etnis Cina kebanyakan, di sini siswa-siswa dari etnis Cina tidak menjadi mayoritas, tetapi malah menjadi minoritas. Jumlah siswa etnis Cina di SMA Harapan Mandiri adalah 30% dari keseluruhan jumlah siswanya.

SMA Harapana Mandiri adalah sekolah dengan gedung yang megah dan jika kita melihat kedalam sekolahnya, SMA Harapan Mandiri terkenal karena disiplinnya yang kuat. Guru-guru dan siswa-siswanya diterapkan disiplin yang ketat dan harus mau mengikuti semua peraturan-peraturan yang ada di Harapan Mandiri. Hal ini juga yang membuat etnis Cina tertarik untuk memasukkan anak-anak mereka di sekolah ini. Siswa-siswa yang melanggar peraturan dengan sengaja ataupun tidak sengaja akan menerima sanksi yang tegas.

Etnis cina terkenal sangat patuh terhadap peraturan dan disiplin, karena taat peraturan dan disiplin adalah kunci sukses bagi mereka. Mereka tentu ingin memberikan pendidikan yang terbaik untuk anak-anak mereka. Hal inilah yang diterapkan di SMA Harapan Mandiri, karena sesuai dengan visi Harapan Mandiri yaitu


(17)

Kita masuk ke pembahasan kita tentang hubungan yang harmonis di SMA Harapan Mandiri ini. Di SMA Harapan Mandiri ini, kita akan melihat toleransi yang sangat kental yang diterapkan di SMA Harapan Mandiri ini. Hari Raya Imlek, yang adalah merupakan tahun baru di kalender etnis Cina, di SMA Harapan Mandiri ini mereka meliburkan siswa-siswanya selama hampir 2 minggu. Hal ini dikarenakan untuk menghormati dan menghargai keragaman etnis dan agama dari siswa-siswanya. SMA Harapan Mandiri mengatur kalender akademiknya dengan sangat adil dengan memberikan libur kepada siswa-siswanya untuk menghormati Hari Raya Islam, Lebaran diberi libur 2 minggu, untuk menghormati Hari Raya Kristen, Natal dan Tahun Baru diberi libur 2 minggu, dan untuk menghormati Hari Raya Budha (etnis Cina), Imlek juga diberi libur 2 minggu.

Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di SMA Harapan Mandiri ini karena selain kedisiplinan yang diterapkannya sangat ketat, juga karena peneliti melihat SMA Harapan Mandiri ini memiliki banyak extra kurikuler di sekolahnya yang wajib diikuti oleh siswa-siswanya. Extra kurikuler yang ada di SMA Harapan Mandiri bukan hanya sekedar mengikuti extra kurikuler saja sesuai dengan jadwal yang telah disepakati, tetapi extra kurikuler di sini juga menekankan kedisiplinan. Extra kurikuler juga memiliki absen kehadirannya sendiri. Selain itu juga ada nilai tersendiri untuk extra kurikuler ini. SMA Harapan Mandiri juga sering mengikuti perlombaan-perlombaan yang dapat lebih memotivasi siswanya dalam mengikuti kegiatan-kegiatan extra kurikuler di sekolahnya ini.

SMA Harapan Mandiri ini berbeda dengan SMA-SMA etnis Cina lain yang banyak di Medan dikarenakan di SMA Harapan Mandiri ini kita tidak hanya menemukan bahasa Mandarin sebagai mata pelajaran, tetapi juga dia termasuk dalam extra kurikuler. Bahasa Mandarin, yang pada dasarnya adalah bahasa yang resmi yang digunakan di Negara Cina, tidak hanya menarik minat dari etnis itu sendiri untuk mempelajarinya. Sebaliknya di SMA Harapan Mandiri ini yang mengambil extra kurikuler bahasa Mandarin ini sebagian besar berasal dari etnis Pribumi.

SMA Harapan Mandiri juga rajin mengadakan festival-festival untuk menunjukkan bakat-bakat dari siswa-siswanya. SMA Harapan Mandiri secara rutin setiap tahunnya mengadakan festival band atau yang lebih dikenal dengan pensi di lapangan Basket sekolahnya sendiri. Hal ini diadakan di sekolah sebagai bentuk memperkenalkan sekolahnya kepada siswa-siswa dari sekolah lain.


(18)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai beriku :

“ Sejauhmanakah pengaruh komunikasi antarbudaya dan hubungan yang harmonis antara siswa Pribumi dan siswa Cina di SMA Harapan Mandiri Medan? “

1.3 Tujuan Penelitian

Dilihat dari pemilihan judul (pokok pemikiran), ada beberapa tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, yaitu :

1. Menjelaskan keadaan komunikasi antarbudaya yang dialami oleh siswa-siswa dari etnis yang berlainan.

2. Menjelaskan pengaruh komunikasi antarbudaya dan hubungan yang harmonis antara etnis Pribumi dan Cina di SMA Harapan Mandiri.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Secara Akademis, penelitian ini diharapkan mampu memperluas dan memperkaya penelitian kuantitatif dalam bidang Ilmu Komunikasi.

2. Secara Teoritis, penelitian ini diharapkan dapat melengkapi dan memperkaya khasanah penelitian mengenai Komunikasi Antarbudaya sebagai bagian dari Ilmu Komunikasi.

3. Secara Praktis, penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan untuk menangani masalah-masalah komunikasi antarbudaya, khususnya kegiatan belajar mengajar di SMA Harapan Mandiri, maupun masyarakat lainnya yang memiliki keragaman etnis sehingga dapat memelihara adanya hubungan yang harmonis.


(19)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Landasan Teori

Penelitian dilakukan dengan landasan teori yang berperan sebagai dasar pemikiran untuk mendukung suatu permasalahan dengan jelas dan sistematis. Landasan teori ini juga diperlukan untuk pengembangan penelitian.

Penelitian ini mengggunakan teori-teori agar permasalahan lebih jelas dimana teori-teori yang digunakan adalah : Teori Komunikasi Antarbudaya, Teori Efektivitas Komunikasi Antarbudaya, Teori Masyarakat Majemuk, dan Teori Etnosentrisme.

a. Teori Komunikasi Antarbudaya

Komunikasi antarbudaya merupakan salah satu bidang kajian Ilmu Komunikasi yang lebih menekankan pada perbandingan pola-pola komunikasi antar pribadi diantara peserta komunikasi yang berbeda kebudayaan. Pada awalnya, studi antarbudaya berasal dari perspektif antropologi sosial dan budaya sehingga kajiannya lebih bersifat depth description, yakni penggambaran yang mendalam tentang perilaku komunikasi berdasarkan budaya tertentu.

Pengertian komunikasi antarbudaya telah banyak diuraikan oleh beberapa ahli, diantaranya Fred. E. Jandt (2004) yang mengartikan bahwa “komunikasi antarbudaya sebagai interaksi tatap muka diantara orang yang berbeda-beda budaya”. Menurut Steward L. Tubbs dan Sylvia Moss dalam Liliweri (2003) menjelaskan bahwa “komunikasi antarbudaya terjadi diantara orang-orang yang memiliki budaya yang berbeda (ras, etnik, sosial ekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan itu)”.

Berdasarkan defenisi di atas, komunikasi antarbudaya sebagai suatu proses yang mempengaruhi perilaku sumber (komunikator) dan penerimanya (komunikan) dengan sengaja menyandi (to code) perilaku mereka untuk menghasilkan pesan yang mereka salurkan lewat suatu saluran (channel) guna merangsang atau memperoleh sikap/perilaku tertentu (Lubis, 2012 : 13). Komunikasi antarbudaya juga adalah suatu tindak komunikasi dimana para partisipan berbeda latar belakang budayanya (Purwasito, 2003 : 122-124).


(20)

Philipsen (dalam Griffin, 2003) mendeskripsikan budaya sebagai suatu konstruksi sosial dan pola simbol, makna-makna, pendapat, dan aturan-aturan yang dipancarkan secara mensejarah. Untuk mencari kejelasan dan mengintegrasikan berbagai konseptualisasi tentang kebudayaan komunikasi antarbudaya, ada 3 dimensi menurut Young Yun Kim (dalam Lubis, 2012) , yaitu :

a. Partisipasi dalam berkomunikasi

b. Konteks sosial

c. Saluran yang digunakan

Menurut Samovar dan Porter (1993 : 19-22) komunikasi antarbudaya terjadi apabila komunikator pesan adalah anggota suatu budaya dan penerima pesan (komunikan) adalah anggota suatu budaya lainnya. Komunikasi antarbudaya memiliki dua aspek, yaitu komunikasi intrabudaya dan komunikasi lintas budaya (Senjaya. 2007: 7.10-7.11). Sitaram dan Cogdell (Shadid, 2007) mengidentifikasi komunikasi intrabudaya sebagai komunikasi yang berlangsung antara para anggota kebudayaan yang sama namun tetap menekankan pada sejauh mana perbedaan pemahaman dan penerapan nilai-nilai budaya yang mereka miliki bersama.

Komunikasi antarbudaya memiliki tema pokok yang membedakannya dari studi komunikasi lainnya, yaitu perbedaan latar belakang pengalaman yang relatif besar antara para komunikatornya, yang disebabkan perbedaan kebudayaan. Konsekuensinya, jika ada dua orang yang berbeda budaya maka akan berbeda pula perilaku komunikasi dan makna yang dimilikinya. Dalam setiap budaya ada bentuk lain yang agak serupa dengan bentuk budaya tersebut. Ini menunjukkan individu yang telah dibentuk oleh budaya. Bentuk individu sedikit berbeda dari bentuk yang mempengaruhinya. Ini menunjukkan dua hal, pertama, ada pengaruh-pengaruh lain disamping budaya yang membentuk individu. Kedua, meskipun budaya merupakan kekuatan dominan yang mempengaruhi individu, orang-orang dalam suatu budaya pun mempunyai sifat-sifat yang berbeda.


(21)

Kenyataan dan kehidupan sosial telah membuktikan bahwa manusia di muka bumi tidak dapat hidup sendiri. Mereka pasti melakukan interaksi sosial dan selalu berhubungan satu sama lain. Dan interaksi itu tidak akan terjadi tanpa adanya proses komunikasi. Itu artinya, dalam komunikasi antarbudaya, interaksi antarbudaya pun tidak akan pernah ada jika tidak ada komunikasi antarbudaya. Segala keefektivan dalam interaksi antarbudaya tergantung pada komunikasi antarbudaya. Gudykunst (2003) menyakini bahwa kecemasan dan ketidakpastian adalah dasar penyebab dari kegagalan komunikasi pada situasi antarbudaya.

Konsep di atas sekaligus menekankan bahwa segala tujuan komunikasi antarbudaya akan tercapai dan dikatakan berhasil jika bentuk-bentuk hubungan antarbudaya menggambarkan upaya dari peserta komunikasi untuk memperbaharui relasi antar komunikator dan komunikan, menciptakan dan memperbaharui sebuah manajemen komunikasi yang efektif, lahirnya sikap dan semangat kesetiakawanan, persahabatan, pertemanan, kekerabata, hingga kepada pengurangan konflik antar keduanya.

Pemahaman mengenai komunikasi antarbudaya dan bagaimana komunikasi dapat dilakukan, dengan ini maka kita dapat melihat bagaimana komunikasi dapat mewujudkan perdamaian dan meredam konflik di tengah-tengah masyarakat. Dengan komunikasi yang intens kita dapat memahami akar permasalahan sebuah konflik, membatasi dan mengurangi kesalahpahaman, komunikasi dapat mengurangi konflik sosial. Usaha meredam konflik dan mendorong terciptanya perdamaian tergantung bagaimana cara kita mendefinisikan situasi orang lain agar kita dapat mencapai perdamaian dan kerjasama.

Kehidupan makhluk hidup terutama kita sebagai manusia tak bisa meninggalkan yang namanya komunikasi. Baik antar individu, kelompok atau organisasi. Bila diteliti banyak kegagalan dari komunikasi yang kita lakukan. Joseph de Vito (2012) mengemukakan kondisi yang dibutuhkan untuk mencapai komunikasi yang efektif antara lain :

- Openese : adanya keterbukaan

- Supportiveness : adanya suasana saling mendukung - Positiviness : bersikap positif


(22)

- Empathy : memahami perasaan orang lain - Equality : kesetaraan.

Komunikasi yang berjalan baik dan lancar sangatlah penting. Agar komunikasi berjalan baik dan lancar, kondisi di atas sangat penting untuk di perhatikan. Karena sesungguhnya komunikasi itu pada dasarnya adalah upaya bagaimana kita meraih perhatian, cinta kasih, kepedulian, simpati, tanggapan, maupun respon positif dari orang lain.

Untuk mencapai komunikasi antarbudaya yang efektif, individu seharusnya mengembangkan kompetensi antarbudaya; merujuk pada keterampilan yang dibutuhkan untuk mencapai komunikasi antarbudaya yang efektif Jandt (2004) mengidentifikasikan empat keterampilan sebagai bagian dari kompetensi antarbudaya, yaitu personality strength, communication skills, psychological adjustment and cultural awareness. Tidak dapat diragukan bahwa kompetensi antarbudaya adalah sebuah hal yang sangat penting saat ini. Seperti halnya pendatang sementara yang disebut sojourners, yaitu sekelompok orang asing (stranger) yang tinggal dalam sebuah negara yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda dengan negara tempat mereka berasal.

Komunikasi efektif membantu kita untuk lebih memahami seseorang dan situasinya sehingga memungkinkan kita untuk menyelesaikan perbedaan, membangun kepercayaan dan rasa hormat, serta menciptakan lingkungan di mana kita bisa berpikir kreatif, memecahkan masalah, menumbuhkan kasih sayang dan dan meningkatkan kepedulian antarmanusia.

Menurut Wahyudin (2010) menjelaskan bahwa “masyarakat ideal dan harmonis terjadi jika adanya kesadaran akan hak dan kewajiban pada interaksi seluruh anggota masyarakat yang berperan sebagai peserta komunikasi. Dengan kata lain, masyarakat ideal atau harmonis adalah kesesuaian tingkah laku seluruh anggota masyarakat dengan norma-norma umum masyarakat dan adat istiadat, terintegrasi dengan tingkah laku umum, serta dapat mengetahui jati dirinya dan mengorganisasikannya sebagai satu kesatuan yang utuh dari sistem sosial”.

Kunci dari komunikasi yang harmonis ini adalah komunikasi efektif. Komunikasi yang harmonis dapat dengan mudah kita capai bila komunikasi yang kita lakukan sudah efektif. Biasanya komunikasi yang harmonis ini akan sulit kita capai bila kita sudah memiliki persepsi yang buruk tentang suatu etnis, sehingga memperburuk hubungan dan cara pandang kita terhadap etnis tertentu.


(23)

Konsep masyarakat majemuk pertama kali diperkenalkan oleh J.S. Furnivall, menurutnya ciri utama masyarakat majemuk adalah kehidupan masyarakat berkelompok-kelompok yang berdampingan secara fisik, tetapi mereka terpisah-pisah karena perbedaan sosial dan tidak tergabung dalam sebuah unit politik (Liliweri, 2004 : 166). Terdapat kehendak kuat mengganti asumsi beragamnya primordial Indonesia dengan tidak lagi menggunakan denotasi majemuk melainkan multikultural. Dalam multikultural, etnis-etnis yang berbeda setara posisinya dalam proses hidup dan berpolitik di dalam negara kesatuan Republik Indonesia. Sebaliknya konsepsi masyarakat majemuk menyiratkan bias konsep dominasi salah satu etnis atau ras dalam kehidupan sosial dan politik Indonesia.

Menurut Clifford Gertz (1963) masyarakat multikultural adalah merupakan masyarakat yang terbagi dalam sub-sub sistem yang kurang lebih berdiri sendiri dan masing-masing sub sistem terkait oleh ikatan-ikatan primordial. Sementara menurut Nasikun (2011) masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat bersifat majemuk sejauh masyarakat tersebut secara struktur memiliki sub-subkebudayaan yang bersifat deverseyang ditandai oleh kurang berkembangnya sistem nilai yang disepakati oleh seluruh anggota masyarakat dan juga sistem nilai dari satu-kesatuan sosial, serta seringnya muncul konflik-konflik sosial. Ciri-ciri masyarakat majemuk ataupun multikultural menurut Van den Berghe (dalam Prasetyono dan Piliang, 2002) adalah :

1. Terjadi segmentasi, yaitu masyarakat yang terbentuk oleh bermacam-macam suku, ras, dll tapi masih memiliki pemisah. Yang biasanya pemisah itu adalah suatu konsep yang di sebut primordial. Contohnya, di Jakarta terdiri dari berbagai suku dan ras, baik itu suku dan ras dari daerah dalam negri maupun luar negri, dalam kenyataannya mereka memiliki segmen berupa ikatan primordial kedaerahaannya.

2. Memilki struktur dalam lembaga yang non komplementer, maksudnya adalah dalam masyarakat majemuk suatu lembaga akan mengalami kesulitan dalam menjalankan atau mengatur masyarakatnya alias karena kurang lengkapnya persatuan tyang terpisah oleh segmen-segmen tertentu.

3. Konsesnsus rendah, maksudnya adalah dalam kelembagaan pastinya perlu adanya suatu kebijakan dan keputusan. Keputusan berdasarkan kesepakatan bersama itulah yang dimaksud konsensus, berarti dalam suatu masyarakat majemuk sulit sekali dalam penganbilan keputusan.

4. Relatif potensi ada konflik, dalam suatu masyarakat majemuk pastinya terdiri dari berbagai macam suku adat dankebiasaan masing-masing. Dalam teorinya semakin banyak perbedaan dalam suatu masyarakat, kemungkinan akan terjadinya konflik itu sangatlah tinggi dan proses peng-integrasianya juga susah.

5. Integrasi dapat tumbuh dengan paksaan, dalam masyarakat multikultural itu susah sekali terjadi pengintegrasian, maka jalan alternatifnya adalah dengan


(24)

cara paksaan, walaupun dengan cara seperti ini integrasi itu tidak bertahan lama.

6. Adanya dominasi politik terhadap kelompok lain, karena dalam masyarakat multikultural terdapat segmen-segmen yang berakibat pada ingroup fiiling tinggi maka bila suaru ras atau suku memiliki suatu kekuasaan atas masyarakat itu maka dia akan mengedapankan kepentingan suku atau rasnya.

d. Teori Etnosentrisme

Etnosentris sangat erat hubungannya dengan apa yang disebut in group feeling (keikut sertaan dalam kelompok) tinggi (Purwasito, 2003). Biasanya dalam suatu kelompok sosial sering kita melihat perang antar desa, perang antar suku ataupun perang dalam agama dan sebagainya. Tapi entosentris lebih kepada anggapan suatu kelompok sosial bahwa kelompoknyalah yang paling unggul. Jadi, yang dimaksud dengan etnosentris adalah suatu anggapan dari kelompok sosial bahwa kelompoknyalah yang paling unggul (Budiman, 2005). Dari definisi di atas kita dapat memahami bahwa dalam suatu masyarakat majemuk terdapat suatu kelompok yang beranggapan bahwa kelompoknyalah yang paling unggul dari kelompok-kelompok sosial lain.

Etnosentris merupakan suatu kecenderungan untuk memandang norma-norma dan nilai-nilai dalam kelompok budayanya sebagai yang mutlak dan digunakan sebagai standar untuk mengukur dan bertingkah terhadap semua kebudayaan lain. Etnosentris menyebabkan adanya prasangka dalam setiap etnis yang dapat memandang orang dari kelompok etnis lain sebagai barbar, kafir, dan tidak mempunyai peradaban. Suatu kekeliruan persepsi terhadap orang yang berbeda adalah prasangka, yang mana merupakan suatu konsep yang sangat dekat dengan stereotip. Prasangka adalah sikap yang tidak adil terhadap seseorang atau suatu kelompok (Lubis, 2012).

Poortinga (dalam Liliweri, 2005: 176-179), menyatakan bahwa ada 3 faktor penentu prasangka yang diduga mempengaruhi komunikasi antarbudaya, yaitu : a. Stereotip

Stereotip dapat diartikan sebagai suatu sikap atau karakter yang dimiliki oleh seseorang untuk menilai orang lain semata-mata berdasarkan kelas atau pengelompokan yang dibuatnya sendiri dan biasanya bersifat negatif. Menurut Gerungan (2002), stereotip merupakan suatu gambaran atau tanggapan tertantu mengenai sifat-sifat dan watak pribadi orang golongan lain yang umumnya bercorak negatif. Stereotip mengenai orang lain telah terbentuk pada orang yang berprasangka sebelum ia mempunyai kesempatan untuk bergaul sewajarnya dengan orang-orang lain yang dikenakan prasangka itu. Dapat disimpulkan, jika komunikasi diantara mereka yang berbeda etnis didahului oleh stereotip negatif antaretnik akan mempengaruhi efektivitas komunikasi (Liliweri, 2005).


(25)

b. Jarak Sosial

Jarak sosial merupakan perasaan untuk memisahkan seseorang atau kelompok tertentu berdasarkan tingkat penerimaan seseorang terhadap orang lain. Liliweri beranggapan semakin dekat jarak sosial seorang komunikator dari suatu etnis dengan seorang komunikan dari etnis lain, maka semakin efektif komunikasi yang terjalin diantara mereka, begitu juga sebaliknya.

c. Sikap diskriminasi

Secara teoritis menurut Doob, diskriminasi dapat dilakukan melalui kebijaksanaan untuk mengurangi, memusnahkan, menaklukkan, memindahkan, melindungi secara legal, menciptakan pluralisme budaya, dan tindakan asimilasi terhadap kelompok lain. Ini juga berarti bahwa sikap diskriminasi tidak lain dari suatu kompleks berpikir, berperasaan, dan kecenderungan untuk berperilaku maupun bertindak dalam suatu bentuk negatif maupun positif. Sikap ini dapat mempengaruhi efektivitas komunikasi antaretnik (Liliweri, 2005 : 178).

2.2 Kerangka Konsep

Setiap penelitian kuantitatif dimulai dengan menjelaskan konsep penelitian yang digunakan, karena konsep penelitian ini merupakan kerangka acuan peneliti di dalam mendesain instrumen penelitian. Konsep harus merupakan atribut berbagai kesamaan dari fenomena yang berbeda. Dalam mendesain konsep penelitian, yang terpenting adalah peneliti harus mendesain konsep interaksi antarvariabel-variabel penelitiannya, oleh karena itu peneliti harus menentukan pilihan sebenarnya dari interaksi antarvariable-variabel penelitian itu (Bungin, 2005 : 57).

Dalam penelitian ini ada 2 variabel yang digunakan, yaitu variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y). Variabel bebas adalah variabel yang menjadi penyebab dari variabel lain atau yang mempengaruhi munculnya variabel lain (Y). Variabel X dalam penelitian ini adalah komunikasi antarbudaya.

Variabel terikat (Y) adalah variabel yang muncul setelah adanya variabel bebas (X) dan masih mempunyai kaitan gejala dengan variabel X. Variabel Y dalam penelitian ini adalah hubungan yang harmonis.

2.3 Model Teoritis

Berdasarkan kerangka konsep yang telah diuraikan di atas, untuk memudahkan kelanjutan penelitian maka dibuatlah model teoritis dengan memasukkan keseluruhan unsur variabel tersebut ke dalam skema.


(26)

Model teoritisnya adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1 Model Teoritis

Keterangan :

X : Variabel Bebas Y : Variabel Terikat

2.4 Operasional Variabel

Operasional variabel berguna untuk memudahkan penggunaan kerangka konsep yang telah disusun operasionalisasinya. Berdasarkan hal itu, maka operasional variabel dalam penelitian ini adalah :

Tabel 2.2 Operasional Variabel Variabel X

Komunikasi Antarbudaya

Variabel Y

Hubungan yang Harmonis

Karakteristik Responden : a. Etnis

b. Jenis Kelamin c. Agama


(27)

Variabel Teoritis Variabel Operasional 1. Komunikasi Antarbudaya

(Variabel X)

1. Dimensi berkomunikasi :

a. Partisipasi siswa dalam berkomunikasi : - Frekuensi berkomunikasi

- Pesan yang disampaikan - Intensitas komunikasi b. Konteks sosial : - Tempat - Waktu - Suasana

c. Saluran yang digunakan : - Komunikasi Antar Pribadi - Komunikasi Bermedia 2. Bahasa Verbal

a. Bahasa Indonesia b. Bahasa Inggris

c. Bahasa Mandarin/Hokian

2. Hubungan yang Harmonis (Variabel Y)

1. Openese : a. Terbuka b. Tertutup

2. Supportiveness : a. Saling Mendukung b. Bersaing


(28)

c. Saling Menjatuhkan 3. Positiviness : a. Berpikir positif

b. Berpikir negatif 4. Empati : a. Sukacita

b. Dukacita 5. Equility : a. Setara b. Berbeda 3. Karakteristik Responden 1. Kelas : a. Kelas 2 SMA

b. Kelas 3 SMA 2. Jenis Kelamin : a. Laki-laki

b. Perempuan 3. Agama : a. Kristen Protestan

b. Kristen Katolik c. Islam

d. Budha

2.5 Defenisi Operasional

a. Komunikasi antarbudaya adalah proses komunikasi yan terjadi diantara komunikator dan komunikan yang berbeda latar belakang budaya.

b. Komunikasi antarbudaya sebagai suatu proses yang mempengaruhi perilaku sumber (komunikator) dan penerimanya (komunikan) dengan sengaja menyandi (to code) perilaku mereka untuk menghasilkan pesan yang mereka salurkan lewat suatu saluran (channel) guna merangsang atau memperoleh sikap/perilaku tertentu.


(29)

c. Masyarakat multikultural adalah merupakan masyarakat yang terbagi dalam sub-sub sistem yang kurang lebih berdiri sendiri dan masing-masing sub-sub sistem terkait oleh ikatan-ikatan primordial.

d. Tujuan komunikasi antarbudaya akan tercapai dan dikatakan berhasil jika bentuk-bentuk hubungan antarbudaya menggambarkan upaya dari peserta komunikasi untuk memperbaharui relasi antar komunikator dan komunikan, menciptakan dan memperbaharui sebuah manajemen komunikasi yang efektif, lahirnya sikap dan semangat kesetiakawanan, persahabatan, pertemanan, kekerabata, hingga kepada pengurangan konflik antar keduanya.

e. Partisipasi dalam berkomunikasi dilihat dari keikutsertaan seseorang dalam berkomunikasi, apakah dia terlibat secara aktif maupun pasif.

f. Konteks sosial merupakan tempat berlangsungnya komunikasi, waktu berlangsungnya komunikasi, maupun bagaimana suasana komunikasi itu terjadi. g. Saluran yang digunakan penting untuk dilihat karena syarat melakukan komunikasi

salah satunya adalah menggunakan media.

h. Prasangka sosial adalah sikap perasaan orang-orang terhadap golongan tertentu, golongan ras atau kebudayaan yang berlainan dengan golongannya.

i. Stereotip adalah suatu sikap atau karakter yang dimiliki oleh seseorang untuk menilai orang lain semata-mata berdasarkan kelas atau pengelompokan yang dibuatnya sendiri dan biasanya bersifat negatif.

j. Jarak sosial adalah perasaan untuk memisahkan seseorang atau kelompok tertentu berdasarkan tingkat penerimaan seseorang terhadap orang lain.

k. Komunikasi yang harmonis adalah komunikasi yang efektif dan iklim komunikasi yang kondusif dapat menyelesaikan konflik secara efektif.

2.6 Hipotesis

Hipotesis adalah pernyataan yang bersifat dugaan sementara mengenai hubungan antara dua variabel atau lebih. Menurut Champion, hipotesis merupakan penghubung antar teori dan dua empiris (Kriyantono, 2006).


(30)

Ho = Tidak ada pengaruh antara komunikasi antarbudaya terhadap hubungan yang harmonis antara siswa Pribumi dan siswa Tionghoa.

Ha = Ada pengaruh antara komunikasi antarbudaya terhadap hubungan yang harmonis antar siswa Pribumi dan siswa Tionghoa.


(31)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlokasi di SMA Harapan Mandiri, jalan Brigjend Zein Hamid No. 40 Medan. SMA Harapan Mandiri dipilih karena melihat lokasinya yang strategis, berada dipinggir jalan raya, yang dikelilingi oleh ruko-ruko milik etnis Cina dan rumah penduduk etnis Pribumi. Di samping sekolah terdapat mesjid yang sering digunakan siswa-siswa muslim di sana untuk menjalankan ibadah mereka dan di sisi yang lain terdapat banyak penjual masakan Cina yang sudah pasti mengandung babi yang haram bagi umat islam.

Kita bisa melihat ke dalam isi sekolahnya dimana SMAny sendiri berada di lantai 4. Peraturan di sekolah ini sangat ketat, sehingga tidak menerima sembarangan tamu saat masih jam pelajaran. Di depan gerbang sudah ada satpam penjaga sekolah yang mengawasi siswa-siswa dan tamu-tamunya. Siswa-siswa yang terlambat menerima hukuman sesuai dengan keterlambatannya. Tamu-tamu yang tidak berkepentingan tidak diizinkan untuk masuk.

SMA Harapan Mandiri juga dipilih karena melihat perbandingan jumlah siswa Pribumi dan siswa Cinanya. Biasanya di sekolah-sekolah etnis Cina lain, yang menjadi mayoritas disekolah itu adalah yang berasal dari etnis Cina itu sendiri. Tetapi di sini perbandingan etnis Pribumi dan etnis Cinanya adalah 3 : 1. Siswa pribuminyalah yang mendominasi di sini. Meskipun demikian siswa Pribumi yang menjadi mayoritas, tidak langsung mendominasi sekolah ini. Sekolah ini tetap dikenal sebagai sekolah etnis Cina di masyarakat. Dari uraian diatas, peneliti tertarik dan memilih sekolah ini sebagai lokasi penelitian. Bagaimana bisa etnis Cina yang di SMA Harapan Mandiri ini menjadi minoritas, tetapi mereka tetap dipandang sebagai mayoritas. Dan bagaimana pula hubungan yang harmonis itu dapat dicapai oleh siswa-siswa di sekolah ini.

Visi dari SMA Harapan Mandiri Medan adalah ‘Profesionalisme untuk mencapai dan meningkatkan mutu unggulan’.


(32)

Misi dari SMA Harapan Mandiri Medan adalah

a. Sebagai mitra pemerintah untuk ikut bertanggung jawab dalam mencerdaskan bangsa

b. Memberikan wadah dan kesempatan belajar yang maksimal bagi seluruh lapisan masyarakat

c. Membentuk peserta didik yang berpengetahuan, berakhlak, dan berbudi pekerti luhur.

Tabel 3.1 Data Staff di SMA Harapan Mandiri Medan

No. Staff Pendidikan Akhir Jumlah

1 Kepala Sekolah S-2 1

2 Wakil Kepala Sekolah S-2 1

3 Guru S-2 3

S-1 29

Jumlah seluruhnya 34


(33)

Struktur Organisasi di SMA Harapan Mandiri Medan

Gambar 3.1 Struktur Organisasi di SMA Harapan Mandiri Medan T.A 2012/2013

KETUA YAYASAN

Drs. WIRYANTO. MBA

KOORDINATOR PENDIDIKAN

H. RAMLI J. MARPAUNG, SH, S.Pd, MM

KEPALA SEKOLAH

H. RAMLI J. MARPAUNG, SH, S.Pd, MM

WAKASEK BID. SARANA & PRASARANA

KWOK HIN, ST, M.Pd.

KEPALA TU

ZAINUDDIN, SS, MBA

WALI KELAS/GURU

SISWA-SISWI DINAS PENDIDIKAN

PEMKO MEDAN

BENDAHARA

MEI-MEI

WAKASEK BID. KURIKULUM

KWOK HIN, ST, M.Pd.

STAFF TU

AZHARI

KOMITE SEKOLAH

SEKRETARIS

WIE SHIE WUJUD, SSi, SE, MBa

WAKASEK BID. KESISWAAN

KWOK HIN, ST, M.Pd.

GURU BP/BK


(34)

Daftar Prestasi yang Pernah Diraih Siswa-Siswi SMA Harapan Mandiri Medan. 1. Juara III Lomba Menulis Tingkat Nasional Tupperware “Children Helping

Children” (XI IPS 2).

2. Juara Harapan II Lomba Menulis Cerpen Buddhis Tingkat Nasional (XII IPA 2). 3. Juara I Lomba Pidato Bahasa Inggris Tingkat SMA se-Kota Medan di SMA

Nasrani (XI IPA 1).

4. Juara IV Lomba Pidato Bahasa Inggris Tingkat SMA se-kota Medan di SMA Sultan Iskandar Muda ( XI IPA 1).

5. Juara IV Lomba Debat APBN Tingkat Nasional Oleh Menteri Keuangan RI (XII IPS 1 dan XII IPA 1)

6. Juara III Lomba Cerdas Cermat Tingkat SMA se-Kota Medan di Dinas Pendidikan Kota Medan (XII IPS 1 dan XI IPA 1)

7. Juara I Turnamen Futsal “UMA Zee Cup 2010”

8. Juara II Lomba Cheerleaders “Yamaha School Matic 2010”

9. Juara I Lomba Tenis Meja O2SN Tingkat SMA se-Kota Medan di Dinas Pendidikan Kota Medan

10. Juara III Pertandingan Basket Tingkat SMA se-Kota Medan Pengkot Perbasi Lanud

11. Juara III Lomba Parodi “Honda Fiesta 2010”

12. Juara III Cheerleaders Competition “Pentas Sehari” Tingkat SMA se-Kota Medan


(35)

3.2 Metode Penelitian

Menurut Sugiyono (2009 : 2), metode penelitian didefenisikan bahwa metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metode penelitian merupakan suatu teknik atau cara mencari, memperoleh, mengumpulkan, atau mencatat data, baik berupa data primer maupun data sekunder yang dapat digunakan untuk keperluan menyusun karya ilmiah dan kemudian dianalisis berdasarkan faktor-faktor yang berhubungan dengan pokok-pokok permasalahan sehingga akan didapat suatu kesimpulan serta kebenaran atas data yang diperoleh. Metode penelitian juga merupakan cara kerja untuk memahami dan mendalami objek yang menjadi sasaran.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif. Menurut Sarwono (2006), metode penelitian kuantitatif adalah penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya.

Menurut Hamidi (2004), metode penelitian kuantitatif memiliki cakupan yang sangat luas. Secara umum, metode penelitian kuantitatif dibedakan atas dua dikotomi besar, yaitu eksperimental dan noneksperimental. Eksperimental dapat dipilah lagi menjadi eksperimen kuasi, subjek tunggal, dan sebagainya. Sedangkan noneksperimental berupa deskriptif, komparatif, korelasional, survey, ex post facto, histories, dan lain sebagainya.

Dalam penelitian ini metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif noneksperimental berupa korelasional. Di sini kita akan mencari hubungan atau pengaruh antara komunikasi antarbudaya dan hubungan yang harmonis. Penelitian kuantitatif adalah definisi, pengukuran data kuantitatif dan statistik objektif melalui perhitungan ilmiah berasal dari sampel orang-orang atau penduduk yang diminta menjawab atas sejumlah pertanyaan tentang survei untuk menentukan frekuensi dan persentase tanggapan mereka.


(36)

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai test, atau peristiwa-peristiwa, sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian. Unit analisis suatu penelitian dalam kajian komunikasi bisa berupa individu, kelompok individu, teks media massa (Hamidi, 2004). Dalam penelitian ini yang menjadi populasinya adalah siswa-siswa Pribumi dan Tionghoa di SMA Harapan Mandiri Medan yang telah menjalani pendidikan selama lebih dari 1 tahun, dengan asumsi siswa akan lebih memahami situasi lingkungannya sehingga lebih dapat menjawab pertanyaan dengan baik. Berdasarkan hasil prapenelitian jumlah populasi adalah sebesar 550 orang dengan rincian siswa etnis Pribumi ±380 dan etnis Cina ±170 (Sumber : daftar jumlah siswa SMA Harapan Mandiri T.A 2012/2013).

3.3.2 Sampel

Secara sederhana sampel diartikan sebagai bagian dari populasi yang menjadi sumber data sebenarnya dalam suatu penelitian. Dengan kata lain sampel adalah sebagian dari populasi untuk mewakili seluruh populasi. Pada dasarnya sampel merupakan bagian dari populasi yang memperoleh perlakuan penelitian yang secara keseluruhan mempunyai sifat yang sama dengan populasi. Sampel merupakan wakil yang bersifat representatif dari populasi, khususnya dalam hal pendataan (Bulaeng, 2004 : 156).

Menurut Arikunto (2002 : 112) jika populasi kurang dari 100, lebih baik diambil semua, namun jika populasinya di atas 100 orang dapat diambil antara 10-15% atau 20-25%. Berdasarkan data populasi yang ada, maka berdasarkan rumus Arikunto tersebut jumlah sampel penelitian ini adalah 15% x 550 = 82 orang. Dalam penelitian ini peneliti mencoba mengambil sampel dengan teknik purposive sampling. Teknik purposive sampling menurut Sugiono (2009 : 300) adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan yang dimaksud di sini adalah karakteristik responden yang telah kita tentukan di atas tadi. Karakteristik responden ini tidak untuk diuji dalam penelitian ini, hanya sebagai pelengkap untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal.


(37)

karena kelas satu masih belum dibagi-bagi berdasarkan kemampuan siswanya. Sementara di kelas 2 dan 3 sudah ada pembagian jurusan untuk masing-masing siswanya. Peneliti juga melihat minat dari siswa Cina ini tampaknya sedikit untuk ke jurusan IPA. Sehingga siswa Cina di jurusan IPA sangat sedikit sekali walaupun pasti ada.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan di setiap kelas XI dan XII. Oleh karena itu untuk menentukan jumlah sampel per kelas digunakan teknik

Stratifikasi Propotional Random Sampling dengan rumus :

n =

�1��

Keterangan :

n1 =Jumlah siswa per jenjang kelas n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi

Berdasarkan rumus di atas, maka dapat dirincihkan besar sampel per jenjang kelas dalam penelitian ini, yaitu :

Tabel 3.2 Besar Sampel Per Jenjang Kelas

No. Kelas Populasi Sampel Keterangan

1 XI IPA 1 44 7 Tionghoa diambil semua

2 XI IPA 2 45 7 Tionghoa diambil semua

3 XI IPA 3 45 7 Tionghoa diambil semua

4 XI IPA 4 42 6 Tionghoa diambil semua

5 XI IPA 5 42 6 Tionghoa diambil semua

6 XI IPS 1 40 7 Tionghoa diambil semua

7 XI IPS 2 35 6 Tionghoa diambil semua

Jumlah 300 46

8 XII IPA 1 38 6 Tionghoa diambil semua

9 XII IPA 2 37 5 Tionghoa diambil semua


(38)

11 XII IPA 4 37 5 Tionghoa diambil semua

12 XII IPS 1 31 5 Tionghoa diambil semua

13 XII IPS 2 34 5 Tionghoa diambil semua

14 XII IPS 3 36 5 Tionghoa diambil semua

Jumlah 250 36

Jumlah 550 82

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

a. Penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu mengadakan penelitian dengan jalan mengumpulkan data melalui studi kepustakaan, dan mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan objek yang diteliti.

b. Penelitian lapangan (Field Research), yaitu mengumpulkan data dilapangan yang meliputi kegiatan survey dilokasi penelitian melalui :

- Menyebarkan Kuesioner

Kuesioner atau angket adalah kertas yang berisikan beberapa pertanyaan pilihan berganda yang harus diisi oleh sampel yang telah terpilih. Kuesioner dalam penelitian ini adalah data pokok yang paling penting.

- Wawancara

Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu (Mulyana, 2001 : 180).

- Observasi


(39)

3.5 Teknik Analisa Data

Teknik analisa yang digunakan adalah analisis data kuantitatif. Analisis data kuantitatif adalah pengolahan data dengan kaidah-kaidah matematik terhadap data angka atau numerik. Angka dapat merupakan representasi dari suatu kuantita maupun angka sebagai hasil konversi dari suatu kualita, yakni data kuantitatif yang dikuantifikasikan. Dalam penelitian kuantitatif, analisa data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul.

Setelah data terkumpul dari hasil pengumpulan data, perlu segera dilakukan pengolahan data, ada yang menyebut data preparation, ada pula data analisis. Teknik analisis data dalam penelitian kuantitatif menggunakan statistik. Terdapat dua macam statistik yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian, yaitu statistik deskriptif dan statistik inferensial. Statistik inferensial meliputi statistik parametris dan non parametris.

Data yang diperoleh dalam penelitian akan dianalisa dalam beberapa tahap analisa, yaitu :

a. Analisa Tabel Tunggal

Analisa tabel tunggal merupakan suatu analisa yang dilakukan dengan membagi-bagikan variabel penelitian ke dalam kategori-kategori yang dilakukan atas dasar frekuensi. Tabel tunggal merupakan langkah awal dalam menganalisa data yang terdiri dari 2 kolom, yaitu sejumlah frekuensi dalam kolom persentase untuk setiap kategori. b. Analisa Tabel Silang

Analisa tabel silang adalah teknik yang digunakan untuk menganalisa dan mengetahui variabel yang satu memiliki hubungan dengan variabel yang lainnya, sehingga dapat diketahui apakah variabel tersebut positif atau negatif.

c. Uji Hipotesis

Uji hipotesis adalah pengujian data statistik untuk mengetahui apakah data hipotesis yang diajukan dapat diterima atau ditolak. Untuk mengukur tingkat hubungan diantara dua variabel, maka peneliti menggunakan rumus koefisien tata


(40)

genjang (Rank Order Correlation Coeficient) oleh Spearman atau Spearman Rho Koefisien. Spearman Rho menunjukkan hubungan antara variabel X dan variabel Y yang tidak diketahui sebaran datanya.

Peneliti dalam mengolah data menggunakan komputer dengan program SPSS 20 untuk menganalisa hubungan variabel X dan variabel Y, digunakan teknik analisis

Rank Spearman. Teknik ini dipilih karena data yang diteliti untuk mengukur skala ordinal.

Uji hipotesis ini menggunakan korelasi Spearman Rank karena adanya jenjang dari kedua variabel tidak harus membentuk distribusi normal. Jadi korelasi Spearman Rank bekerja dengan data berjenjang atau rangking.

Rumus Korelasi Spearman Rank :

Keterangan :

rs : Nilai Korelasi Spearman Rank

d2 : Selisih setiap pasangan Rank

n : Jumlah pasangan Rank untuk Spearman (5<n<30)

Spearman Rho Koefisien adalah metode untuk menganalisa data dan untuk melihat hubungan antara variabel yang sebenarnya dengan skala ordinal.

Jika rs < 0, maka hipotesis ditolak

Jika rs > 0, maka hipotesis diterima

Setelah melalui pengujian hipotesis dan hasilnya signifikan, (Ho ditolak), maka untuk menentukan keeratan hubungan bisa digunakan Kriteria Guilford (1956), yaitu :


(41)

- 0,20 ≤ 0,40 : Hubungan yang kecil (tidak erat) - 0,40 ≤ 0,70 : Hubungan yang cukup erat

- 0,70 ≤ 0,90 : Hubungan yang cukup erat (reliabel)

- 0,90 ≤ 1,00 : Hubungan yang sangat erat (sangat reliabel)


(42)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada BAB ini peneliti akan menganalisis dan membahas hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu mengenai “Pengaruh Komunikasi Antarbudaya dan Hubungan yang Harmonis”. Adapun data yang telah terkumpul dilakukan dengan cara menyebarkan angket kepada responden yaitu siswa-siswa Pribumi dan Tionghoa di SMA Harapan Mandiri Medan. Penyebaran angket dilaksanakan sejak tanggal 9 April sampai dengan 12 April 2013 bertempat di ruang guru lantai 5 SMA Harapan Mandiri Medan.

Agar pembahasan yang dilakukan lebih sistematis dan terarah maka analisis hasil penelitian ini terbagi atas beberapa bagian, yaitu :

4.1Langkah – langkah pelaksanaan penelitian 4.2Analisis tabel tunggal

4.3Analisis tabel silang 4.4Uji hipotesa

4.5Pembahasan

4.1 Tahapan Pelaksanaan Penelitian

Proses tahapan pengumpulan data penelitian ini terdiri dari kegiatan :

a. Penyebaran kuesioner atau angket penelitian kepada 82 responden yang menjadi sampel penelitian

b. Pengumpulan data dari angket penelitian

c. Pengolahan data terhadap jawaban yang telah diberikan oleh responden dalam angket penelitian. Adapun pengolahan data ini meliputi tahapan sebagai berikut : 1) Penomoran Kuesioner

Kuesioner yang telah dikumpulkan diberi nomor urut responden, dengan memberikan nomor 01 – 82 dalam kotak nomor responden yang telah tersedia di atas kanan kuesioner.


(43)

2) Editing

Pada tahap ini peneliti melakukan proses perbaikan atau pembenahan untuk memperjelas jawaban yang meragukan dan menghindari adanya kesalahan pengisian data dalam kotak kode yang tersedia.

3) Coding

Proses pemindahan jawaban responden ke dalam kotak kode angka yang telah disediakan dikuesioner dalam bentuk angka atau skor.

4) Inventarisasi variabel

Yaitu data yang diperoleh dari responden yang dimasukkan ke dalam tabel FC

(Foltron Cobol) yang memuat seluruh data dalam satu kesatuan. 5) Pengujian Hipotesa

Merupakan pengujian statistik untuk mengetahui apakah data yang diperlukan menolak atau menerima hipotesa penelitian yang diajukan. Dalam penelitian ini, digunakan rumus tata uji korelasi tata jenjang “Rank Spearman” (rho/s). Untuk mengukur tinggi atau rendahnya hubungan antara variabel menggunakan skala Guilford

yang dikutip dari buku Jalaluddin Rakhmat (2002), yang kriterianya adalah sebagai berikut :

- ≥ 0,00 → < 0,20 : Hubungan yang sangat kecil dan bisa diabaikan - ≥ 0,20 → < 0,40 : Hubungan yang kecil (tidak erat)

- ≥ 0,40 → < 0,70 : Hubungan yang cukup erat

- ≥ 0,70 → < 0,90 : Hubungan yang cukup erat (reliabel)

- ≥ 0,90 → < 1,00 : Hubungan yang sangat erat (sangat reliabel)

- 1,00 : Hubungan yang sempurna

4.2 Analisa Tabel Tunggal

4.2.1 Karakteristik Responden

Karakteristik responden perlu disajikan untuk lebih mengetahui latar belakang responden. Adapun karakteristik umum yang dianggap relevan dengan penelitian ini meliputi jenis kelamin, kelas, agama, dan etnis. Hasil data tersebut dapat dilihat pada tabel 4.1 sampai dengan tabel 4.4.


(44)

No. Jenis Kelamin Frekuensi %

1 Laki-laki 37 45,12%

2 Perempuan 45 54,88%

Jumlah 82 100%

Sumber : K. 1/FC. 3

Pada tabel Jenis Kelamin Responden di atas, diperoleh 37 orang yang berjenis kelamin laki-laki dengan persentase 45,12% dari jumlah sampel secara keseluruhan, sedangkan responden dengan jenis kelamin perempuan berjumlah 45 orang atau 54,88% dari jumlah sampel secara keseluruhan. Tabel ini menunjukkan bahwa dalam penelitian ini, selisih antara laki-laki dengan perempuan adalah 8 orang.

Sampel ini diambil secara acak pada awalnya, tanpa membedakan antara jumlah laki-laki dan perempuan. Jumlah sampel yang didapat ini adalah bukan merupakan suatu kesengajaan. Bila kita melihat jumlah siswa laki-laki dan perempuan secara keseluruhan, perbedaannya memang tidak terlalu besar. Jumlah wanitanya hanya lebih banyak sekitar ±24 orang dari jumlah laki-lakinya.

Tabel 4.2 Jenjang Kelas Responden

No. Kelas Frekuensi %

1 XI IPA 33 40,20%

2 XI IPS 13 15,90%

3 XII IPA 21 25,60%

4 XII IPS 15 18,30%

Jumlah 82 100%

Sumber : K. 2/FC. 4

Pada tabel 4.2 di atas, kita bisa melihat bahwa dalam penelitian ini sampel yang paling banyak diambil adalah dari kelas XI IPA yaitu sebanyak 33 orang atau 40,20% dari jumlah keseluruhan. Menyusul dibawahnya kelas XII IPA dengan 21 orang atau 25,60% dari jumlah keseluruhan. Kemudian dibawahnya kelas XII IPS dengan 15 orang atau 18,30% dari jumlah keseluruhan, dan yang paling sedikit diambil adalah siswa-siswa dari kelas XI IPS yaitu 13 orang atau 15,90%.

Sampel ini diambil dengan menggunakan rumus Stratifikasi Propotional Random Sampling dengan perbandingan semakin banyak jumlah siswa dalam satu kelas maka


(45)

semakin banyak pula sampel yang diambil dalam kelas tersebut. Kita bisa melihat pada tabel 3.1 yang memaparkan jumlah siswa perkelas, di sana jelas terlihat bahwa siswa-siswa dikelas IPA jauh lebih banyak dibandingkan dengan siswa-siswa-siswa-siswa dikelas IPS. Pada tabel 3.1 juga sudah dijabarkan siswa-siswa yang diambil sebagai sampel dalam tiap kelasnya.

Tabel 4.3 Agama Responden

No. Agama Frekuensi %

1. Islam 40 48,78%

2. Kristen Protestan 13 15,85%

3. Kristen Katolik 0 0%

4. Budha 28 34,15%

5. Hindu 1 1,22%

6. Aliran Kepercayaan 0 0%

Jumlah 82 100%

Sumber : K. 3/FC. 5

Agama dirasa perlu untuk dimasukkan dalam penelitian ini karena peneliti melihat walaupun kebanyakan masyarakat Tionghoa beragaman Budha ataupun Kong Hu Chu, tetapi ada juga masyarakat Tionghoa yang memeluk agama Kristen ataupun Islam. Seperti pada SMA Harapan Mandiri ini terdapat 2 orang siswa Tionghoa yang beragama Kristen Protestan dan 1 orang keturunan Jawa Tionghoa yang beragama Islam.

Pada tabel di atas dapat terlihat bahwa penganut agama Islam yang menjadi mayoritas yaitu sebanyak 40 orang atau 48,78% dari jumlah keseluruhan. Budha yang menjadi terbanyak kedua yaitu sebanyak 28 orang atau 34,10% dari jumlah keseluruhan. Pada SMA Harapan Mandiri ini tidak ada siswa yang beragama Kristen Katolik, sedangkan yang beragaman Kristen Protestan ada sebanyak 13 orang atau 15,85%. Pemeluk agama Hindu di sekolah ini ada sebanyak 1 orang saja, namun karena agama Hindu tidak masuk dalam mata pelajaran agama pada sekolah ini jadi siswa ini dibebaskan memilih pada mata pelajaran agama mau mengikuti pelajaran agama mana atau bila dia tidak ingin mengikuti pelajaran agama manapun, dia diizinkan untuk duduk diam di ruang kelas ataupun ruang guru.


(46)

Tabel 4.4 Etnis Responden

No. Agama Frekuensi %

1 Batak 20 24,40%

2 Jawa 15 18,30%

3 Padang 5 6,10%

4 Melayu 4 4,88%

5 Tionghoa 31 37,80%

6 Dan lain-lain 7 8,53%

Jumlah 82 100%

Sumber : K. 4/FC. 6

Keseluruhan jumlah etnis Tionghoa dari kelas XI sampai XII di SMA Harapan Mandiri ini sebenarnya ada 42 orang siswa. Namun penyebarannya disetiap kelas tidak merata, jadi peneliti tidak dapat mengambil keseluruhan siswa Tionghoa di SMA ini. Siswa Tionghoa yang menjadi sampel dalam penelitian ini hanya 31 orang atau 37,80% dari jumlah keseluruhan sampel.

Etnis pribumi dalam penelitian ini dibagi-bagi lagi berdasarkan sukunya. Suku yang dipilih di sini hanya suku yang mewakili saja, yang dirasa menjadi mayoritas di Medan ini, sehingga dipilihlah suku Batak, Jawa, Padang, dan Melayu. Suku yang lain yang tidak terdapat pada pilihan disediakan suku Dan lain-lain.

Persentasi suku ini dapat kita lihat pada tabel 4.4 di atas ini, yaitu suku Batak sebanyak 20 orang (24,40%), suku Jawa sebanyak 15 orang (18,30%), suku Padang sebanyak 5 orang (6,10%), dan suku Melayu sebanyak 4 orang (4,88%). Suku-suku lain yang menjadi minoritas disatukan dalam dan lain-lain sebanyak 7 orang (8,53%). Suku lain-lain ini terdiri dari suku Aceh 3 orang, Mandailing 2 orang, Bugis 1 orang, dan Jepang 1 orang.

4.2.2 Komunikasi Antarbudaya (Variabel X)

Pada bagian ini akan dipaparkan data-data yang disaring dari jawaban setiap pertanyaan kuesioner tentang komunikasi antarbudaya antara siswa Pribumi dan siswa


(47)

sesama etnis, namun itu hanya sebagai pembanding saja, tidak dibahas secara lebih mendalam.

Komunikasi antarbudaya yang akan dibahas di sini adalah dimensi berkomunikasinya dan bahasa yang digunakan. Kita bisa melihat pada tabel 2.1, di sana telah dijabarkan tentang dimensi yang digunakan dalam berkomunikasi, yaitu partisipasi siswa dalam berkomunikasi, konteks sosial, dan saluran yang digunakan. Sedangkan untuk bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia, Mandarin, dan Inggris.

Masing-masing dimensinya tadi juga akan dijabarkan satu demi satu secara mendalam. Seperti pada partisipasi siswa dalam berkomunikasi, di sana dijelaskan lagi tentang frekuensi berkomunikasi, isi pesan, dan intensitas berkomunikasi. Frekuensi berkomunikasi di sini yang dimaksud adalah seberapa sering waktu siswa-siswa itu berkomunikasi, misalnya dalam sehari. Sedangkan intensitas berkomunikasi di sini yang dilihat adalah seberapa lama siswa itu berkomunikasi dengan teman yang berbeda etnis. Hitungannya bisa jam, menit, ataupun detik.

Konteks sosial dijabarkan dalam tempat, waktu, dan suasana. Semua ini berhubungan dengan pada saat terjadinya komunikasi antara siswa Pribumi dan siswa Tionghoa. Dan yang terakhir yaitu saluran dijelaskan dengan komunikasi antarbudaya maupun bermedia. Temuan data tersebut dapat dilihat pada tabel 4.5 sampai dengan tabel 4.30.

4.2.2.1 Dimensi Komunikasi

a) Partisipasi Siswa dalam Berkomunikasi -Frekuenis Berkomunikasi


(48)

No. Tingkat Keseringan Berkomunikasi Frekuensi %

1 Sangat sering 49 59,76%

2 Sering 31 37,80%

3 Jarang 2 2,44%

4 Tidak pernah 0 0%

Jumlah 82 100,00%

Sumber : K. 5/FC. 7

Kita bisa melihat pada tabel di atas bahwa frekuensi siswa berkomunikasi dengan teman dari etnis yang sama dengannya sangat tinggi. Hal ini terlihat dari siswa yang memilih sangat sering yang paling besar yaitu sebanyak 49 orang (59,76%), disusul dibawahnya dengan sering sebanyak 31 orang (37,80%). Siswa yang memilih jarang hanya 2 orang (2,44%), sedangkan yang memilih tidak pernah sama sekali tidak ada.

Hal ini menunjukan bahwa siswa-siswa di SMA Harapan Mandiri adalah pribadi yang suka berinteraksi dengan lingkungannya. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan beberapa siswa juga guru-gurunya, mereka juga mengakui bahwa siswa-siswa di SMA Harapan Mandiri ini memang dididik untuk menjadi manusia yang aktif, suka bertanya, kritis, dan mampu mengeluarkan ide-ide.

Siswa di SMA Harapan Mandiri ini diberikan banyak kegiatan dimana mereka diwajibkan untuk berinteraksi dengan teman mereka, baik dengan teman sesama kelas maupun berbeda kelas. Salah satu contok membentuk interaksi siswa yang diterapkan di SMA Harapan Mandiri ini adalah dengan memberikan banyak tugas kelompok kepada siswa. Contoh lainnya adalah dengan mewajibkan siswanya mengikuti dan aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler.


(49)

Tabel 4.6 Frekuensi siswa berkomunikasi dengan berbeda ernis No. Tingkat Keseringan Berkomunikasi Frekuensi %

1 Sangat sering 30 36,50%

2 Sering 36 41,90%

3 Jarang 16 19,51%

4 Tidak pernah 0 0%

Jumlah 82 100,00%

Sumber : K. 6/FC. 8

Bila kita membandingkan tabel 4.5 dan tabel 4.6, kita bisa melihat perbedaan frekuensi yang paling terlihat adalah pada pilihan jarang. Pada tabel 4.5, siswa-siswa yang memilih jarang hanya 2 orang, sedangkan pada tabel 4.6 siswa yang memilih jarang lebih banyak, yaitu sebanyak 16 orang (19,51%). Siswa yang memilih jarang berkomunikasi dengan siswa yang berbeda etnis ini ternyata berdasarkan hasil kuesioner adalah siswa Pribumi. Siswa Tionghoa yang memilih jarang berkomunikasi dengan siswa berbeda etnis hanya sebanyak 4 orang.

Hal ini membuktikan bahwa siswa-siswa Pribumi dan Tionghoa di SMA Harapan Mandiri ini secara keseluruhan pernah berinteraksi dengan etnis yang berbeda dengannya, dalam hal ini etnis Pribumi dan Tionghoa. Siswa Tionghoa yang menjadi minoritas di sini, pembagiannya pada tiap kelas tidak merata. Siswa Pribumi yang memilih jarang berkomunikasi dengan siswa Tionghoa mungkin disebabkan karena teman sekelasnya tidak ada siswa dari etnis Tionghoa. Tetapi mereka tidak menjawab tidak pernah karena mungkin ada waktu-waktu tertentu mereka berinteraksi dengan teman dari etnis Tionghoa ini, pada waktu ekstrakurikuler misalnya.

Siswa Tionghoa yang menjawab jarang di sini pastilah sebaliknya. Maksudnya di sini dalam kelas mereka pasti terdapat banyak siswa dari etnis yang sama dengan mereka (dalam hal ini etnis Tionghoa) sehingga mereka sudah membentuk suatu komunitas tersendiri sehingga lebih banyak menghabiskan waktu dengan etnis dari mereka sendiri saja. tetapi meskipun demikian, mereka tetap masih berkomunikasi dengan siswa dari etnis lain, walaupun kapasitasnya sangat kecil sekali.

Hal itu juga dibenarkan oleh Wakil Kepala Sekolah yang sempat peneliti wawancarai. Pada wawancara itu Wakil Kepala Sekolah yang juga bertindak mengurusi masalah-masalah siswanya berkata belum pernah terjadi masalah yang terlalu signifikan sehingga memicu perkelahian antaretnis di SMA Harapan Mandiri ini.


(50)

Masing-masing siswa dituntut untuk mampu beradaptasi dengan lingkungannya untuk menghindari timbulnya stereotip pada diri masing-masing siswa.

- Intensitas Komunikasi

Tabel 4.7 Frekuensi lamanya waktu berkomunikasi dengan sesama etnis No. Lamanya waktu berkomunikasi Frekuensi %

1 Lebih dari 1 jam 58 70,73%

2 1 jam - 30 menit 22 26,83%

3 30 menit- 15 menit 2 2,44%

4 Kurang dari 15 menit 0 0%

Jumlah 82 100,00%

Sumber : K. 7/FC. 9

Dari tabel di atas, kita bisa melihat bahwa yang menjawab lebih dari 1 jam lebih dari setengah dari jumlah keseluruhan sampel, yaitu 58 orang (70,73%), sedangkan yang menjawab 1 jam – 30 menit ada 22 orang (26,83%), dan yang menjawab 30 menit – 15 menit hanya 2 orang (2,44%). Bila kita bandingkan tabel 4,7 ini dengan tabel 4.5 yang juga membahas berkomunikasi dengan sesama etnis, kita akan melihat hasil kurang lebih sama. Dengan kata lain, kita bisa menyebut lebih dari 1 jam sebagai sangat sering, 1 jam – 30 menit sebagai sering, 30 menit – 15 menit dengan jarang, dan kurang dari 15 menit sama nilainya dengan tidak pernah. Kurang dari 15 menit sama nilainya dengan tidak pernah karena di sini 15 menit dianggap waktu yang terlalu singkat untuk berkomunikasi dengan sesama teman sehingga bisa dinyatakan tidak pernah.

Siswa-siswa Pribumi dan Tionghoa di SMA Harapan Mandiri tidak hanya diajarkan untuk belajar dari buku saja, tetapi juga diajarkan untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Mereka diajarkan untuk berdiskusi dalam mencari pemecahan masalah, bekerjasama dalam melakukan suatu pekerjaan, dan menjadi pribadi yang aktif dalam suatu kelompok.

Pada tabel 4.7 ini kita mendapatkan ternyata ada 2 orang siswa yang menjawab jarang. Bila kita melihat kepada hasil kuesioner, 2 orang yang menjawab jarang ini adalah siswa dari etnis Tionghoa. Setelah peneliti melakukan sedikit wawancara dengan siswa yang bersangkutan, diketahuilah bahwa dia jarang berkomunikasi dengan siswa


(51)

etnisnya. Sehingga dia menjadi lebih sering berkomunikasi dengan etnis lain (Pribumi). Dia merasa senang dan nyaman bertukar pikiran dengan siswa dari etnis Pribumi. Sementara yang 1 orang siswa lagi juga merasa lebih nyaman bertukar pikiran dengan teman dari etnis Pribumi daripada dengan teman dari etnis yang sama dengannya. Jadi walau dikelasnya cukup banyak siswa dari etnis yang sama dengannya, tetapi dia lebih memilih etnis Pribumi sebagai teman dekatnya.

Tabel 4.8 Frekuensi lamanya waktu berkomunikasi dengan berbeda etnis No. Lamanya waktu berkomunikasi Frekuensi %

1 Lebih dari 1 jam 34 41,46%

2 1 jam - 30 menit 31 37,81%

3 30 menit- 15 menit 17 20,73%

4 Kurang dari 15 menit 0 0%

Jumlah 82 100,00%

Sumber : K. 8/FC. 10

Dari tabel di atas, kita bisa melihat siswa-siswa yang memilih lebih dari 1 jam ada 34 orang (41,46%), sedangkan yang memilih 1 jam – 30 menit ada 31 orang (37,81%), dan yang memilih 30 menit – 15 menit ada 17 orang (20,73%). Pada tabel 4.6, kita melihat yang banyak memilih jarang adalah dari etnis Pribumi, tidak berbeda jauh dengan tabel 4.8 ini, di sini juga yang paling banyak memilih 30 menit – 15 menit adalah dari siswa Pribumi. Hanya 4 orang saja yang menjawab 30 menit – 15 menit ini berasal dari etnis Tionghoa.

Hal ini menunjukkan bahwa siswa-siswa Pribumi dan Tionghoa di SMA Harapan Mandiri ini sebenarnya senang berinteraksi dengan teman dari etnis yang berbeda dengan mereka. Namun hal ini tidak bisa sering mereka lakukan karena beberapa kendala dan situasi. Situasi yang dimaksud di sini adalah situasi kelas, situasi belajar, dan situasi-situasi lainnya yang membuat komunikasi antarbudaya dengan etnis lain menjadi sulit untuk dilakukan.

Hal ini juga dibenarkan oleh guru BP sekolah ini yang setiap harinya mengamati seluruh kegiatan mulai dari belajar mengajar, istirahat, sampai kegiatan sekolah berakhir. Siswa Tionghoa, yang menjadi minoritas di sini, ditempatkan dimasing-masing kelas secara merata. Namun siswa Tionghoa di SMA Harapan Mandiri ini saat memasuki pembagian jurusan, yaitu di kelas XI dan XII, lebih banyak memilih jurusan


(52)

IPS daripada jurusan IPA. Sehingga untuk penyebarannya sendiri disetiap kelas menjadi tidak merata. Seperti kita lihat pada kelas XI IPAnya, di sini berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan peneliti, siswa Tionghoa yang memilih jurusan IPA hanya 3 orang, dan keseluruhannya itu ditempatkan di kelas XI IPA 1, sehingga pada kelas-kelas XI IPA lainnya kita tidak akan menjumpai siswa Tionghoa.

Hal ini bila kita kaitkan dengan hasil kuesioner yang telah kita jabarkan pada tabel 4.8, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa siswa-siswa di SMA Harapan Mandiri ini, walaupun hanya bertegur sapa saat keluar main ataupun sepulang sekolah, mereka tetap melakukan interaksi dengan teman dari etnis lain.

- Pesan

Pesan adalah salah satu unsur dari dimensi komunikasi. Pesan termasuk dalam pembagian partisipasi siswa dalam berkomunikasi. Di sini akan diuraikan isi pesan yang sering dibahas siswa-siswa SMA Harapan Mandiri bila sedang melakukan komunikasi dengan teman yang berbeda etnis. Pesan akan diuraikan pada tabel 4.9 sampai 4.13. Tabel berikut berdasarkan pada kuesioner tertutup yang disebarkan kepada 82 sampel.

Tabel 4.9 Frekuensi membicarakan masalah pribadi dengan berbeda etnis No. Tingkat Keseringan Berkomunikasi Frekuensi %

1 Sangat sering 12 14,63%

2 Sering 34 41,46%

3 Jarang 30 36,59%

4 Tidak pernah 6 7,32%

Jumlah 82 100,00%

Sumber : K. 9/FC. 11

Pada tabel di atas, kita bisa melihat frekuensi siswa SMA Harapan Mandiri membicarakan masalah pribadinya dengan teman dari etnis yang berbeda dengannya yang paling banyak dipilih adalah sering, yaitu sebanyak 34 orang (41,46%). Jarang dipilih sebanyak 30 orang (36,59%), sangat sering dipilih 12 orang (14,63%), dan yang paling sedikit dipilih adalah tidak pernah sebanyak 6 orang (7,32%).


(53)

Masalah pribadi biasanya hanya diceritakan kepada sahabat, teman terdekat, ataupun keluarga.

Jadi bila kita melihat tabel 4.9 ini, perbandingan antara sering dan jarangnya tidak terlalu jauh, hanya selisih 4 orang saja. Masalah pribadi di sini tidak harus menceritakan masalah remaja saja, seperti percintaannya. Bercerita tentang mendapat nilai jelek dalam suatu mata pelajaran juga termasuk menceritakan masalah pribadi. Perbedaannya dengan membahas masalah pelajaran terlihat dari cara penyampaiannya. Penyampaiannya di sini dilihat apakah dia di sini menceritakan masalah itu untuk berkeluh kesah tentang nilainya yang kurang memuaskan, atau dia ingin membahas soal-soal yang telah diberikan oleh gurunya.

Biasanya orang lebih nyaman menceritakan masalah pribadinya dengan teman yang dia rasa akrab dengannya. Bila kita kembali melihat pada tabel 4.9, di sini 6 orang yang menjawab tidak pernah ini adalah siswa Pribumi. Siswa Pribumi di sini memang berpeluang besar untuk memilih tidak pernah, karena bila kita melihat pada situasi sekolahnya yang tadi sudah kita bahas, pembauran etnis Tionghoa di sekolah ini tidak merata. Tetapi tidak menceritakan hal pribadi belum tentu juga menciptakan suasana yang tidak akrab. Hal itu akan dibahas lebih mendalam pada tabel-tabel berikutnya.

Tabel 4.10 Frekuensi membicarakan soal pelajaran No. Tingkat Keseringan Berkomunikasi Frekuensi %

1 Sangat sering 17 20,73%

2 Sering 39 47,56%

3 Jarang 23 28,05%

4 Tidak pernah 3 3,66%

Jumlah 82 100,00%

Sumber : K. 9/FC. 12

Pada tabel 4.10 ini, frekuensi yang paling banyak dipilih oleh sampel adalah sering, sebanyak 39 orang (47,56%). Sedangkan 23 orang (28,05%) lainnya memilih jarang, 17 orang (20,73%) memilih sangat sering, dan 3 orang (3,66%) memilih tidak pernah. Tiga orang yang memilih tidak pernah di sini adalah siswa Pribumi.

Siswa-siswa Pribumi dan Tionghoa di SMA Harapan Mandiri ini, seperti yang telah diterangkan tadi, diajarkan untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Banyak


(54)

tugas-tugas yang diberikan oleh guru mereka, dimana tugas itu harus dikerjakan secara berkelompok untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

Berdasarkan wawancara dengan salah satu guru Bahasa Indonesia di SMA Harapan Mandiri ini, ibu Liza, berpendapat bahwa siswa-siswa di SMA Harapan Mandiri ini sangat aktif dan kritis dalam menangkap semua pelajaran. Dia telah mengamati selama hampir 10 tahun mengajar disekolah ini, siswa-siswa di SMA Harapan Mandiri ini sangatlah beragam. Mulai dari siswa yang kutu buku, siswa yang hobbynya dandan, sampai kepada siswa yang sangat nakal.

Ibu Liza melihat bahwa siswa-siswanya ini adalah anak-anak yang masih belum menemukan jati diri mereka, jadi sebisa mungkin guru di sini berkewajiban untuk membimbing siswa-siswanya agar menemukan jati diri mereka. Ibu Liza sering memberikan tugas kelompok kepada siswa-siswanya, agar mereka mampu berinteraksi dengan teman mereka. Kemudian mereka disuruh mendiskusikan suatu masalah, yang mana masalah itu akan dipresentasikan di depan kelas. Hal ini sangat baik untuk menumbuhkan kepercayaan diri pada masing-masing siswa.

Dalam pembagian kelompok, ibu Liza tidak jarang membebaskan siswa-siswanya untuk mencari kelompoknya sendiri. Ibu liza melihat siswa-siswanya kebanyakan sudah mampu mencari kelompok dan menempatkan diri pada kelompoknya itu. Siswa-siswanya saling membaur, tidak membedakan antara Pribumi dan Tionghoa. Walau terkadang ada yang ingin sekelompok dengan yang pintar saja. Tapi di sini ibu Liza menambahkan bahwa pada dasarkan semua siswa-siswanya pintar-pintar, hanya dalam ruang lingkupnya masing-masing.

Hasil wawancara dengan ibu Liza ini memberikan kita kesimpulan bahwa siswa-siswa Pribumi dan Tionghoa di SMA Harapan Mandiri ini pada dasarnya berjiwa aktif dan suka berinteraksi, dengan bimbingan dari guru-guru disekolah mereka dituntut untuk berbaur dengan lingkungannya agar tidak ada lagi stereotip antara Pribumi dan Tionghoa.

Tabel 4.11 Frekuensi membicarakan keadaan sekolah (gosip) No. Tingkat Keseringan Berkomunikasi Frekuensi %

1 Sangat sering 19 23,17%

2 Sering 35 42,68%


(1)

Kemudian Lindo Utama (juara I Word Minnan Chinese Pop Star, tamatan SMA Harapan Mandiri 2011), serta dancers dari Oksigen Star Dancer's Medan (salah satu EO terkemuka di Medan) dan Rancakustik (salah satu personilnya alumni SMA Harapan Mandiri 2010). Acara yang berlangsung mulai pukul 16.00 dan berakhir pukul 22.00 WIB turut dihadiri Ketua Yayasan Drs Wiryanto MBA bersifat private, hanya untuk siswa dan guru-guru SMA Harapan Mandiri beserta undangan tertentu. Dresscode untuk wanita kebaya dan pria kemeja disertai jas. Jadinya kesan acara lebih formal dan rapi.

Apalagi nuasa warna ungu dan hitam yang didekorasi seindah mungkin oleh 28 siswa kelas XII, sangat menarik.

Kepala SMA Harapan Mandiri, H Ramli J Marpaung SH SPd MM berharap acara ini dapat dijadikan malam kebersamaan yang berkesan bagi semua insan di SMA Harapan Mandiri, khususnya siswa kelas XII yang segera lulus. ( rel/eko hendra)


(2)

Yayasan Harapan Mandiri - Mandiri dalam

Intelektual dan Kreativitas

Selasa, 24 Mei 2011 14:02 WIB

TRIBUN MEDAN / EVA DHANNY, Dok. Harapan Mandiri

Laporan Wartawan Tribun Medan/vdh

TRIBUN-MEDAN.com - BAIT demi bait hits Buming dari Jason M'raz dilantunkan apik Petra Sihombing dalam acara Pentas Seni (Pensi) di Pelataran Sekolah Yayasan Harapan Mandiri, Jl Brigjend Katamso, Medan. Petra yang tampil ciamik mendapat applaus dari seluruh siswa. Terlebih setelah ia melantunkankan gits besar M'raz yang lain, I'm Yours. Gegap gempita acara pensi yang berpuncak di hari Sabtu itu tak lepas dari kreativitasan panitia acara. Kreativitas yang patut diapresiasi dengan dua jempol. Kenapa? Sebab semua acara sepenuhnya koordinir siswa dengan konsep-konsep yang juga berasal dari mereka. Kepala Sekolah SMA Yayasan Harapan Mandiri, H Ramli J Marpaung SE SPd MM saat ditemui Tribun di ruang kerjanya mengatakan, siswa yang mengecap pendidikan di sekolah ini diberikan kemampuan seimbang antara intelektual dan kreativitas. Menurutnya, tidak


(3)

semua siswa itu pintar secara akademik.

"Untuk menyeimbangkannya kita mendukung pengembangan bakat siswa selama berada dalam ruang lingkup sekolah. Jika siswa yang gemarnya sains ditekankan untuk membuat karya yang bersifat entertaiment, tentulah ia malas. Ia lebih memilih belajar terus dan belajar. Kita tidak ingin begitu. Meski pintar ia harus juga punya kreativitas tinggi, agar di manapun siswa kita berada ia telah siap baik secara ilmu atau pun bakat," kataMarpaung. Prinsip pendidikan ini diterapkan kepada siswa juga bertujuan untuk mengusir kebosanan di dalam kelas.

Disiplin

Selain mengembangkan bakat, meningkatkan intelektual siswa dan menjadikan mereka sosok individu yang memiliki segudang kreativitas, nilai disiplin juga tak ketinggalan membentuk karakter pribadi siswa. Siswa yang tergabung dalam yayasan Harapan Mandiri masuk sekolah pada pukul 7.15. Tak hanya tepat waktu memasuki areal sekolah, sekolah mewajibkan setiap harinya memakai dasi.

Dasi bukan sekadar mempermanis penampilan, melainkan juga sebagai media penguji kedisiplinan para siswa. "Mungkin dasi bisa dikatakan pelengkap. Namun meski pelengkap kalau tidak disematkan sama saja artinya dengan tidak mematuhi peraturan. Berarti siswa juga tidak disiplin," ujar Marpaung.

Siswa yayasan Harapan Mandiri juga dilarang membawa ponsel ke sekolah. Kenapa? Marpaung mempertegas peraturan sekolah tersebut untuk menghindari hal negatif, seperti persaingan sosial. Misalkan ada siswa menggunakan Blackberry dan siswa lainnya akan ikut-ikutan. Di sisi lain hal itu mengganggu konsentrasi belajar, komunikasi yang tidak positif, serta dapat mengakses situs yang tak seharusnya dibuka.(vdh)


(4)

DOKUMENTASI PENELITIAN

- Wakil Kepala Sekolah SMA Harapan Mandiri

Kwok Hin, ST, M. Pd.

- Gedung sekolah SMA Harapan Mandiri Medan


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Perbedaan Adversity Quotient antara Siswa Pribumi di Sekolah Pembauran dengan Siswa Pribumi di Sekolah Negeri di Kota Medan

6 60 80

Pengaruh Komunikasi Antarbudaya dan Hubungan yang Harmonis (Studi Kuantitatif antara Siswa Pribumi dan Siswa Tionghoa/Cina Di SMA Harapan Mandiri Medan)

10 121 103

Komunikasi Antarbudaya Dan Hubungan Yang Harmonis (Studi Korelasional tentang Peranan Komunikasi Antarbudaya dalam Menjalin Hubungan yang Harmonis antara Etnis Tamil dan Non Tamil di Kelurahan Polonia

5 79 166

Komunikasi Positif Guru dan Motivasi Belajar Siswa (Studi Korelasional Antara Komunikasi Positif Guru dan Motivasi Belajar Siswa SMP Negeri 29 Medan)

0 38 109

Hubungan antara Kualitas Pelayanan dan Kepuasan Siswa

0 0 10

Perbedaan Adversity Quotient antara Siswa Pribumi di Sekolah Pembauran dengan Siswa Pribumi di Sekolah Negeri di Kota Medan

0 0 12

Perbedaan Adversity Quotient antara Siswa Pribumi di Sekolah Pembauran dengan Siswa Pribumi di Sekolah Negeri di Kota Medan

0 0 11

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Landasan Teori - Pengaruh Komunikasi Antarbudaya dan Hubungan yang Harmonis (Studi Kuantitatif antara Siswa Pribumi dan Siswa Tionghoa/Cina Di SMA Harapan Mandiri Medan)

0 1 12

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh Komunikasi Antarbudaya dan Hubungan yang Harmonis (Studi Kuantitatif antara Siswa Pribumi dan Siswa Tionghoa/Cina Di SMA Harapan Mandiri Medan)

0 0 5

Pengaruh Komunikasi Antarbudaya dan Hubungan yang Harmonis (Studi Kuantitatif antara Siswa Pribumi dan Siswa Tionghoa/Cina Di SMA Harapan Mandiri Medan)

0 0 12