6 makna setiap kata pembetuknya, kambing hitam dikatakan pula mempunyai
makna idiomatis dan berkonotasi negatif.
6
G. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
7
Dengan kata lain, penelitian kualitatif dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data yang
terkait dengan masalah yang akan diteliti, yaitu berupa teks-teks atau kata- kata, bukan dengan angka-angka.
8
2. Sumber Data
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil sumber data dari terjemahan surat an-Nisa dalam Tafsir al-Mishbâh volume 2 karya M. Quraish Shihab.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara: a
Membaca terjemahan al-Quran surat an-Nisa dalam Tafsir al- Mishbâh secara heuristik
b Memilih terjemahan ayat-ayat al-Quran surat an-Nisa dalam
Tafsir al-Mishbâh yang mengandung makna konotatif 4.
Analisis Data Analisis dilakukan dengan cara menganalisis makna denotaif pada
terjemahan ayat-ayat terpilih. Setelah itu peneliti menganalisis makna
6
Kushartanti, dkk, Pesona Bahasa Langkah Awal Memahami Linguistik, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2005, h. 116.
7
Muhammad, Metode Penelitian Bahasa, Jakarta, Arruz Media, 2011, h. 30.
8
Mahsun, Metodologi Penelitian Bahasa, Jakarta: Grafindo, 2013, h. 79.
7 konotatif. Lalu, peneliti mengkategorikan setiap hasil analisis kepada
pembagian sifat makna konotatif yaitu konotasi positif, konotasi negatif, dan konotasi netral. Dalam proses analisis ini, peneliti menguraikan unsur-unsur
pembentukkan satuan bahasa, setelah itu dibedakan dan dikelompokkan sesuai dengan objek yang menjadi masalah penelitian.
H. Sistematika Penulisan
Guna mendapat pemahaman yang komprehensif dalam penelitian ini, peneliti perlu merumuskan sistematika penelitian sebagai berikut:
Bab I pendahuluan, mencakup: latar belakang masalah, pembatasan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori,
metodologi penelitian, sistematika penelitian. Bab II kerangka teori, mencakup: definisi dan macam-macam penerjemahan,
definisi makna konotatif juga perbedaan makna konotatif dan denotatif. Bab III tinjauan umum atas teks sasaran mencakup: tinjauan umum terhadap
Tafsir al-Mishbah, biografi peneliti. Bab IV analisis makna konotasi pada surat Annisa dalam Tafsir al-Mishbâh
karya M. Quraish shihab. Ba V penutup, mencakup kesimpulan dan rekomendasi.
8
BAB II Kerangka Teori
A. Teori Penerjemahan
1. Definisi Penerjemahan
Menerjemahkan merupakan kegiatan menghasilkan kembali di dalam bahasa penerima barang yang secara sedekat-dekatnya dan sewajarnya
sepadan dengan pesan dalam bahasa sumber, pertama-tama menyangkut maknanya dan kedua menyangkut gayanya translating consists in
reproducing in the receptor language the closest natural equivalent of the source language message, first in terms of meaning and secondly in terms of
style.
9
Definisi tersebut diungkapkan Eugene A. Nida dan Charles R. Taber yang dikutip oleh A Widya Marta dalam bukunya The Theory and Practice of
Translation. secara lebih sederhana, menerjemahkan dapat didefinisikan sebagai memindahkan suatu amanat dari bahasa sumber ke bahasa sasaran.
Peran penerjemah sangatlah sentral dalam kegiatan penerjemahan. Sebab, ia berperan sebagai mediator yang menjadi jembatan penghubung antara
penulis teks sumber dan pembaca teks target. Jembatan penghubung inilah yang menghadirkan pemikiran penulis teks sumber ke dalam teks target
dalam bingkai kesepadanan. Secara teoritis, sesungguhnya mengungkapkan pemikiran orang lain dari bahasa sumber ke dalam bahasa target itu lebih sulit
daripada mengungkapkan pemikiran sendiri. Kesulitan ini timbul karena penerjemah mengemban tanggung jawab besar.
10
9
A Widya Marta, Seni Menerjemahkan Yogyakarta: Kanisius, 1989, h. 11.
10
M. Zaka Alfarisi, Pedoman Penerjemahan Arab-Indonesia Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011, h. 25.
9
2. Macam-Macam Penerjemahan
Seorang penerjemah mempunyai teknik tersendiri ketika menerjemahkan suatu teks sumber. Terdapat banyak macam metode yang dikembangkan oleh
para ahli. Berikut salah satunya, yaitu metode yang diungkapkan oleh dinilai paling lengkap dan memadai. Newmark membagi metode ini menjadi delapan
bagian, di antaranya: a
Penerjemahan Kata demi Kata Saat menerjemahkan menggunakan metode ini, penerjemah akan
meletakkan teks sasaran sesuai dengan versi teks sumber. Kata-kata dalam teks sumber diterjemahkan di luar konteks. Hal ini biasanya digunakan untuk
prapenerjemahan analisis dan tahap pengalihan untuk teks sumber yang sulit dipahami. Contoh:
ك لْصفلا يف ت
“Di dalam kelas ada sebuah buku” b
Penerjemahan Harfiah Menerjemahkan
dengan menggunakan
metode ini,
seorang penerjemah dituntut untuk mencari padanan konstruksi gramatikal teks
sumber yang terdapat dalam teks sasaran. Penerjemahan kata-kata teks sumber masih dilakukan terpisah. Metode ini biasanya digunakan pada tahap
awal pengalihan. Contoh:
لا ل لا ي حض ع س ل تْ ك يْغْ ي يلإ سْحإا ِ ْلا لج ْ لج ء ج “Datang seorang laki-laki baik ke Yogyakarta untuk membantu korban-
korban gocangan”
10 c
Penerjemahan Setia Saat penerjemah menggunakan metode ini, ia harus memproduksi
makna kontekstual, tetapi masih bisa dibatasi oleh struktur gramatikalnya. Contoh:
ه لا ْيثك
“Dia laki-laki dermawan karena banyak abunya.”
d Penerjemahan Semantik
Seorang penerjemah
diharuskan memiliki
keluwesan saat
menerjemahkan dengan metode ini. Ia harus mempertimbangkan unsur estetika teks sumber dengan mengkompromikan makna selama masih dalam
batas wajar.
خ ْط لا يف ْي ْج لا ا تْيأ
“Aku melihat si muka dua di dapur” e
Penerjemahan Adaptasi Ketika menerjemahkan menggunakan metode ini, seorang penerjemah
cenderung tidak terlalu memperhatikan keteralihan struktur teks sasaran. Yang diperhatikan hanyalah, apakah terjemahannya dapat dipahami dengan
baik oleh si penutur teks sasaran. Contoh:
تش ع ق ْ طْ ت ل ثْيح ا ْيع
يلا ْع ْ َلا ي ْعأ عْي
“Dia hidup jauh dari jangkauan Di
atas gemercik air yang terdengar jauh”
11 f
Penerjemahan Bebas Penerjemah biasanya cenderung mengutamakan isi dan mengorbankan
bentuk teks sumber. Tak jarang bentuk retorik seperti alur atau bentuk kalimatnya benar-benar berubah. Dalam metode ini, terjadi perubahan drastis
antara struktur luar teks sumber dan teks sasaran.
11
Contoh:
ْيع ْجأ َلا يحل سفلا لْ صأ ْ ْيظع لْصأ ل لا َ أ يف
“Harta sumber malapetaka” g
Penerjemahan Idiomatik Saat menerjemahkan dengan menggunakan metode ini, penerjemah
dituntut untuk memproduksi pesan dalam teks sumber. Metode ini mengharuskan untuk sering menggunakan kesan keakraban dan ungkapan
idiomatik yang tidak didapati pada versi aslinya. Contoh:
ْعَتلا ْع َّإ َ لا “Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang kemudian”
h Penerjemahan Komunikatif
Seorang penerjemah harus memproduksi makna kontekstual yang sedemikian rupa ketika menerjemahkan dengan menggunakan metode ini.
Aspek kebahasaan dan aspek langsung dapat dimengerti oleh pembaca. Metode ini mengharuskan penerjemah mengerti prinsip-prinsip komunikasi.
12
َ ث ق ع ْ َ ث فْط ْ َ طت غض ْ
“Kita tumbuh dari sperma, lalu zigot, dan kemudian embrio”
12
Moch. Syarif Hidayatullah, Tarjim al-An Cara Mudah Menerjemahkan Arab- Indonesia, Tangerang: Dikara, 2010, h. 34.
12 Lain halnya dengan ungkapan Bathgate mengenai beberapa model
penerjemahan yang dikutip oleh Widyamarta, ia membagi model terjemahan sebagai berikut:
a Penerjemahan Hermeneutik
Penerjemahan hermeneutik digunakan dalam fase tuning “penjagaan” menurut tabel proses penerjemahan Bathgate. Hermeneutik adalah teori atau
ilmu penafsiran lambang atau nas, misalnya lambang atau naskah yang terdapat dalam kitab suci.
b Penerjemahan Situasional
Situasi sangat menentukan untuk memahami makna suatu ujaran. Seperti ujaran, “Hei, hebat benar khotbahnya” dapat merupakan pujian atau
makian, tergantung dari situasinya. c
Penerjemahan Stilistik Selain menjaga situasi dan motif ujaran untuk dapat menangkap
dengan tepat ujaran itu, kita pada tahap pertama perlu juga menjajahi stijl- nya, gaya ungkap bahasa gaya bahasa.
d Penerjemahan Kata demi Kata
Dalam fase penguraian analisis terdapat tiga model: kata demi kata, sintaktik, transformarsial. Menurut Larson dan Smalley, penerjemahan kata
demi kata disebut juga glossing atau interlinear translation. Analisis penguraian berarti mengupas dan mengulas. Menganalisis bahasa sumber
yang akan kita terjemahkan perlu agar kita kemudian dapat merakit bahan- bahan menjadi produk dalam bahasa sasaran.
13
13
A. Widyamartaya, Seni Menerjemahkan, Yogyakarta: Kanisius, 1989, h. 20-24.
13 e
Penerjemahan Sintaktik Kita dapat menerjemahkan sebuah kalimat sederhana secara langsung
dengan tidak merefleksikan hubungan antara bagian-bagiannya., tetapi menghadapi kalimat panjang dan rumit, tak boleh tidak perlu merenungkan
hubungan bagian-bagiannya, jika tidak maka hasil penerjemahan tidak akan menjadi sempurna.
f Penerjemahan Transformasial
Penerjemah tidak akan pernah luput dari keharusan menyusun kalimat yang panjang dalam bahasa sasaran. Kalimat dalam bahasa sumber sendiri
juga tidak jarang ditemukan kalimat yang panjang. Oleh karena itu, penerjemahan tranformasial memberikan andil dalam hal ini. Kalimat yang
rumit dalam bahasa sumber dipecah-dipecah atau dipenggal-penggal menjadi kernel senteces “kalimat –kalimat inti, menjadi kalimat-kalimat tunggal yang
pendek-pendek: dari kalimat-kalimat tunggal yang pendek; tiap kalimat tunggal hanya ada satu subjek, satu predikat, satu objek.
g Penerjemahan Interlingua
Setelah teks dalam bahasa sumber yang akan kita terjemahkan kita uraikan, kita harus memahami betul-betul makna tiap kata dan hubungan
gagasan-gagasan antara satuan-satuan dalam frase atau klausa, antara satuan- satuan dalam kalimat, dan seterusnya.
14
h Penerjemahan Semantik
Penerjemah perlu sadar pula akan sistem perlambangan dalam berkomunikasi di dunia ini. Bahasa juga merupakan salah satu sistem
14
A. Widyamartaya, Seni Menerjemahkan, Yogyakarta: Kanisius, 1989, h. 25-27.
14 perlambangan; bahasa adalah suatu sistem komunikasi dengan bunyi, yaitu
menggunakan lambang-lambang bunyi yang memiliki arti-arti sembarangan berdasarkan kesepakatan. Suatu kata melambangkan artinya, menunjuk,
kepada atau wakil dari gagasan dalam benak orang atau barang dan peristiwadi dunia luar. Penerjemah perlu memahami hubungan antara
lambang, gagasan, dan barang di luar. i
Penerjemahan Nomenklatif Dalam mengumpulkan batu bata untuk membangun terjemahannya
pada fase retructuring, penerjemah tentu saja harus menemukan juga istilah- istilah yang tepat, khususnya bila ia hendak menerjemahkan suatu bidang
cabang ilmu. Terjemahan tentang psikologi perkembangan atau fisika atom, misalnya, harus menggunakan istilah-istilah dari ilmu itu.
j Penerjemahan Generatif
Model generatif mengungkapkan mengungkapkan kenyataan bahwa proses penerjemahan melibatkan banyak keputusan, dan keputusan yang satu
mempengaruhi keputusan-keputusan berikut yang diambil. k
Penerjemahan Integral Model ini mucul dari kebutuhan akan strategi penerjemahan yang
menyeluruh untuk menjamin terjaganya konsistensi dan keindahan dalam produk fase perakitan ini. Model ini diperlukan bila hendak menerjemahkan
teks yang canggih seperti sajak atau puisi.
15
Dalam penelitian ini, sumber data yang didapat menggunakan metode penerjemahan semantik dan komunikatif. Metode penerjemahan semantik terlihat
15
A. Widyamartaya, Seni Menerjemahkan, Yogyakarta: Kanisius, 1989, h. 28- 33.
15 karena hasil terjemahan menjadi luwes dan fleksibel. Ia mempertimbangkan unsur
estetika Tsu dengan mengkompromikan makna selama masih dalam batas wajar.
16
Sedangkan penerjemahan komunikatif adalah metode penerjemahan dimana penerjemah berorientasi pada bahasa sasaran. Sesuai dengan namanya, metode ini
memperhatikan prinsip-prinsip komunikasi yang mengupayakan reproduksi makna kontekstual teks bahasa sumber ke dalam teks bahasa sasaran.
17
Penerjemahan semantik dan komunikatif sangat mirip dan seringkali tumpang sua, sehingga perbedaan nyata antara keduanya hanyalah terdapat pada penekanan
saja. Penerjemahan semantik terfokus pada pencarian padanan pada tataran kata denagn tetap terikat pada budaya bahasa sumber. Penerjemahan tipe ini berusaha
mengalihkan makna kontekstual bahasa sumber yang sedekat mungkin dengan struktur sintaksis dan semantik bahasa sasaran.
18
Metode tersebut digunakan karena melihat aspek isi yang akan tersampaikan kepada pembaca karena metode
ini lebih terkonsentrasi dalam pengalihan pesan. Hal ini dilakukan untuk mempertimbangkan tingkat kematangan berbahasa dan tingkat pengetahuan
pembaca teks yang diterjemahkan.
16
Moch. Syarif Hidayatullah, Seluk Beluk Penerjemahan Arab-Indonesia Kontemporer, Tangerang: UIN Press, 2014, h. 60.
17
Frans Sayogie, Penerjemahan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia, Tangerang: Lembaga Penelitian UIN, 2008, h. 88-89.
18
M. Rudolf Nababan, Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008, cet ke- 3, h. 44-45.
16
B. Makna Konotatif