Terjemahan Tafsir Al-Quran Al-Karȋ M Karya Mahmud Yunus: Kalimat Majemuk Subordinatif Hubungan Komplementasi Dalam Surat Al-Baqarah

(1)

TERJEMAHAN TAFSIR AL-QURAN AL-KAR

Ȋ

M KARYA MAHMUD

YUNUS:

KALIMAT MAJEMUK SUBORDINATIF HUBUNGAN

KOMPLEMENTASI DALAM SURAT AL-BAQARAH

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana (S.S)

Oleh:

ANISA ALBASIROH 1111024000008

JURUSAN TARJAMAH

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

ABSTRAK

ANISA ALBASIROH

“Terjemahan Al-quran Karya Mahmud Yunus: Kalimat Majemuk Subordinatif Hubungan Komplementasi dalam surat al-Baqarah” di bawah bimbingan Dr. Abdullah, M. Ag.

Pokok permasalahan penelitian kali ini yaitu, bahwa tidak jarang kita menemui sejumlah kesalahan dalam menyepadankan antara konjungsi dalam bahasa Indonesia ke dalam bahasa Arab termasuk dalam masalah konjungsi kalimat majemuk subordinatif dalam terjemahan Tafsir Al-quran karya Mahmud Yunus.

Untuk menjawab pertanyaan ini, Peneliti menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif dengan mengumpulkan data-data yang terkait dengan masalah yang akan diteliti, yaitu berupa teks-teks atau kata-kata, bukan angka-angka. Data didapat oleh Penulis dari sumber hasil terjemahan surat al-Baqarah. Dalam penelitian ini yang pertama kali dilakukan oleh Penulis adalah mencari kalimat majemuk subordinatif yang terdapat dalam terjemahan surat al-Baqarah.

Dalam penelitian ini, Peneliti menemukan 202 data yang meliputi kalimat majemuk subordinatif hubungan komplementasi dengan tiga kategori yaitu, inna, anna, dan

qâla. Data yang diperoleh dalam kategori inna terdapat 32,7 %, kategori anna

terdapat 12,4%, dan kategori qâla terdapat 55%.

Dalam menafsirkan ayat-ayat Al-quran Mahmud Yunus bersifat ringkas dan sederhana. Hal ini terlihat dalam penyajian tafsirnya, penafsiran dilakukan pertama kali dengan memberi arti dari ayat-ayat Al-quran, kemudian harus memberikan penafsiran global, tanpa mengawali dengan penjelasan arti kata. Dengan tidak menambahkan catatan-catatan dalam tafsirnya seolah-olah Mahmud Yunus ingin mengajak pembaca untuk konsentrasi berdialog dengan Tuhan. Tafsir Al-quran in sistematika penafsirannya sama seperti isi Al-quran dan terjemahan disamping kanan ayat (setiap ayat) kemudian terjemahannya dibawahnya terdapat penafsiran.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, Sang pencipta langit dan bumi serta segala isinya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, serta kasih sayang-Nya kepada Peneliti sehingga Peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam Peneliti panjatkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarga, dan para

sahabatnya semoga kita mendapatkan curahan syafa‟atnya di hari akhir kelak.

Dalam Penelitian skripsi ini Peneliti banyak diberi bantuan serta bimbingan oleh berbagai pihak. Terima kasih Peneliti ucapkan kepada civitas academica Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Sukron Kamil, M.Ag., Dekan Fakultas Adab dan Humaniora; Moch. Syarif Hidayatullah, M.Hum., Ketua Jurusan Tarjamah serta Sekretaris Jurusan Tarjamah Rizki Handayani, MA. Serta jajaran dosen yang telah banyak memberikan ilmu dan pengalaman. Semoga ilmu dan pengalaman yang Peneliti terima bermanfaat di kemudian hari.

Ucapan terima kasih dan doa Peneliti tujukan kepada Dr. Abdullah, M.Ag. yang telah meluangkan waktunya untuk membaca, mengoreksi, dan member saran yang berguna selama proses penyusunan skripsi ini. Semoga Allah SWT selalu memberikan kebaikan serta keberkahan kepada Bapak dan keluarga. Amin. Kepada Dr. Akhmad Saehudin, M.ag. dan Drs. Ikhwan Azizi, M.A., selaku dosen penguji terima kasih telah menilai, mengoreksi, dan membimbing, sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.


(6)

Kepada orangtua, Mamah dan Bapak, terima kasih atas cinta, kasih, serta doa yang tidak pernah bosan diberikan kepada Peneliti selama ini. Kepada adik-adik Faisal Albasyir, Nadia Albasyiroh, Fachrial Albasyir dan Alfiatussyifa Albasyiroh terima kasih atas senyum, pelukan serta keceriaan dan motivasi kepada Peneliti.

Kepada kak Yayan, terima kasih atas bantuan serta dorongan selama proses penyusunan skripsi ini kepada Peneliti. Kepada Syawaliyah Faisal dan Darti Nurmaesaroh terima kasih atas bantuan, motivasi, serta keceriaan dan tidak pernah bosan mendengarkan isi curahan Peneliti. Kepada kawan-kawan Tarjamah 2011 dan Sahabat KKN Chanvas 2014 terima kasih atas dorongan dan doa kalian kepada Peneliti.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, sehingga Peneliti membutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun dan dapat bermanfaat untuk kita semua khususnya bagi yang berkecimpung dalam dunia penerjemahan.

Jakarta, 30 September 2015


(7)

(8)

(9)

Konsonan

No. HURUF

ARAB HURUF

LATIN

No. HURUF

ARAB

HURUF LATIN

1. ا Tidak

dilambangkan 16. ط th

2. b 17. ظ zh

3. t 18.

ع „

4. ts 19. g

5. ج j 20. ف f

6. ح h 21. ق q

7. kh 22. k

8 د d 23. ل l

9. dz 24. m

10. r 25. n

11. z 26. و w

12. س s 27. ـه h

13. sy 28. ء `

14. ص sh 29. y

15. ض dl

1


(10)

Vokal

1. Vokal Tunggal

No. TANDA HURUF

LATIN

No.

TANDA

HURUF LATIN

1. a 3. u

2. i

Contoh:

ب ك

: kataba

ة و

ّس

: sabbuurah

س م

: mimsahah

به ي

: yadzhabu 2. Vokal Rangkap

NO. TANDA DAN

HURUF NAMA

GABUNGAN

HURUF NAMA

1. ْ fathah dan yâ` sukun

ai a dan i

2. ْو fathah dan wâu sukun

au a dan u

Contoh:

فيك

: kaifa

لوه

: haula Maddah (Vokal Panjang)


(11)

No.

HURUF DAN HARAKAT

TANDA No

.

HURUF DAN

HARAKAT TANDA

1. ا â 3. ْو û

2. ْ î

Contoh:

سلاج

: jâlasa

يح

: rahîm

لو ي

: yaqûlu Tâ` Marbûthah

Transliterasi untuk tâ` marbûthah adalah:

1. Tâ` )ة( marbûthah yang hidup atau mendapat harakat fathah, kasrah atau

dammah, transliterasinya adalah “t”.

wihdat al-wujûd =

دوجولا ة حو

2. Tâ` marbûthah yang mati atau sukun, transliterasinya adalah “h”.

tarîqah =

ي ط

3. Kata yang akhirnya ta marbutah diikuti oleh kata yang menggunakan kata

sandang al (لا ), sedangkan penulisan kedua kata itu dipisah, maka tâ`marbûthah tersebut ditrasliterasikan dengan “h”, seperti pada kata:


(12)

al-Madînah al-Munawwarah =

ة ون ْلا نْي ْلا

Kata Sandang

Kata sandang (لا ), ditransliterasikan berdasarkan kata yang diikuti oleh kata sandang tersebut. Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah ditrasliterasikan

sesuai dengan bunyinya, yakni huruf “l” diganti dengan huruf yang sama dengan

huruf yang langsung mengikuti kata sandang tersebut, ditulis terpisah dan dihubungkan tanda sambung. Contoh:

يلع لا

=

at- Ta‟lîm

ءآسنلا

=

an- Niŝa

Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah, kata sandang ditulis tetap sebagai

“al”, terpisah dari kata yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanda sambung. Contoh:

al-Badî‟u =

عْي ّْلا

al-Ma‟nâ

=

ىنْع ْلا


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Bahasa terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan bentuk dan lapisan arti yang dinyatakan oleh bentuk itu. Bentuk bahasa terdiri dari satuan-satuan, yang di sini disebut satuan gramatik. Satuan-satuan itu ialah wacana, kalimat, klausa, frase, kata dan morfem.1

Kalimat merupakan satuan yang langsung digunakan dalam berbahasa, maka para tata bahasawan tradisional biasanya membuat definisi kalimat dengan mengaitkan peranan kalimat itu sebagai alat interaksi dan kelengkapan pesan atau

isi yang akan disampaikan. Oleh karena itu, definisi seperti “Kalimat adalah

susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap” merupakan definisi umum yang biasa kita jumpai. Malah dalam pelajaran bahasa Arab,

definisi kalimat yang berbunyi “Kalimat adalah lafal yang tersusun dari dua buah

kata atau lebih yang mengandung arti, dan disengaja serta berbahasa Arab.2

Yang akan Peneliti bahas dalam penelitian ini yaitu kalimat majemuk. Kalimat majemuk termasuk bahan sintaksis, di sebut kalimat majemuk karena terdiri atas lebih dari satu konstituen yang berupa kalimat sendiri.3 Kalau klausa di dalam sebuah kalimat terdapat lebih dari satu, maka kalimat itu disebut kalimat majemuk. dalam hal ini berkenaan dengan sifat hubungan klausa-klausa di dalam

1

M. Ramlan. Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis, (Yogyakarta: CV Karyono, 1983), h. 1 2

Abdul Chaer. Linguistik Umum, (Jakarta, Rineka Cipta, 2003), h. 240 3


(14)

kalimat itu dibedakan adanya kalimat majemuk koordinatif (kalimat majemuk setara) dan kalimat majemuk subordinatif (kalimat majemuk bertingkat).4

Kalimat majemuk setara adalah kalimat majemuk yang dibangun atas dua kalimat tunggal. Kedua kalimat tersebut memiliki predikat yang kedudukannya sejajar (setara) di dalam kalimat. Biasanya kalimat majemuk setara menggunakan kata hubung: dan, tetapi, atau.5

Contoh:

a. Ani belajar dan Budi membaca Koran. b. Dia tidak belajar tetapi mengobrol di kelas.

Kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat majemuk yang dibangun atas dua kalimat tunggal. Kedua kalimat tunggal tersebut memiliki kedudukan yang berbeda. Biasanya dibangun atas dua, yaitu anak kalimat dan induk kalimat. Letak anak kalimat dapat berada setelah induk kalimat atau boleh juga mendahului induk kalimat.6

Contoh:

1. Anak kalimat berada setelah induk kalimat

a. Ia sudah duduk di rumah ketika saya kembali dari kampus. 2. Anak kalimat mendahului induk kalimat

b. Ketika saya kembali dari kampus, Ali sudah menunggu di depan

rumah saya.

4 Moch. Syarif Hidayatullah. Cakrawala Linguistik Arab, (Tangerang Selatan: Alkitabah, 2012), h. 98

5 Suhardi. Dasar-Dasar Ilmu Sintaksis Bahasa Indonesia, (Jogjakarta: Ar-ruzz Media, 2013), h. 74-75

6

Suhardi. Dasar-Dasar Ilmu Sintaksis Bahasa Indonesia, (Jogjakarta: Ar-ruzz Media, 2013), h. 75


(15)

Kalimat majemuk setara atau sering disebut kalimat luas setara adalah kalimat yang terdiri atas dua atau lebih klausa bebas. Dalam bahasa Arab, kalimat ini disebut sebagai kalam murakkab.7

Contoh:

ة يغص جا د كلت و ة يّك جا د ه

Contoh tersebut merupakan klausa bebas, klausa berdiri sendiri dan tidak menjadi bagian dari klausa lainnya. Klausa pada kalimat tersebut dihubungkan oleh penghubung setara, yaitu

و

.

Kalimat majemuk bersusun sering disebut juga kalimat majemuk bertingkat atau kalimat luas tidak setara. Kalimat majemuk bersusun adalah kalimat yang minimal terdiri atas satu klausa bebas atau klausa terikat. Dalam bahasa Arab, jenis kalimat ini bisa disebut dengan istilah kalam tarkibiy.8

Contoh:

جس لا ىلإ به أ ع جلا ا آ ع سأ ام نع

Kalimat di atas terdiri atas dua klausa yang tidak setara, karena salah satunya berupa klausa terikat. Dengan kata lain kedua klausa pada kalimat itu bertingkat. Kalimat terdiri atas klausa bebas

جس لا ىلإ به

أ

dan klausa terikat

ع سأ ام نع

آ

ع جلا ا

.

Dalam penelitian ini, Peneliti akan mengkaji salah satu hubungan semantis dalam kalimat majemuk subordinatif. Salah satu diantaranya adalah hubungan semantis komplementasi. Dalam hubungan komplementasi, klausa subordinatif melengkapi apa yang dinyatakan oleh verba klausa utama oleh nomina subjek,

7

Imam Asrori. Sintaksis Bahasa Arab, (Malang, Misykat, 2004), h. 103 8


(16)

baik dinyatakan maupun tidak. Jenis kalimat majemuk subordinatif hubungan

kompelementasi ini dihubungkan dengan konjungsi „bahwa‟. Contoh:

Peneliti perlu menekankan di sini bahwa isi bukunya belumlah sempurna. Adapun dalam bahasa Arab, kalimat majemuk subordinatif hubungan komplementasi biasa dihubungkan dengan partikel /inna/ atau /anna/.

) ۷۷ :

(

ه

ا

Tidakkah mereka itu tahu, bahwa Allah mengetahui apa-apa yang mereka

rahasiakan dan apa-apa yang mereka lahirkan

Namun, tidak semua partikel bisa menempati sebagai konjungsi hubungan komplementasi. Ia baru bisa dijadikan sebagai konjungsi komplementasi selama ia mengapit dua klausa yang terdapat dalam kalimat majemuk. Kalau tidak, maka partikel tidak bisa dikategorikan sebagai konjungsi hubungan komplementasi dalam kalimat majemuk subordinatif.

Beranjak dari masalah di atas, Peneliti merasa perlu mengangkat kajian kalimat majemuk subordinatif sebagai analisis dalam penelitian kali ini. Alasan Peneliti menggunakan terjemahan Tafsir Al-quran al-Karim karya Mahmud Yunus, karena di dalam Tafsir tersebut ayat-ayat yang mengandung kalimat majemuk subordinatif hubungan subordinatif sangat bervariatif untuk diteliti. Oleh karena, dalam penelitian ini, Peneliti akan memberi judul: “Terjemahan Tafsir Al-quran al-Karîm Karya Mahmud Yunus: Kalimat Majemuk Subordinatif


(17)

B.Pembatasan Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, Peneliti memfokuskan diri pada kalimat majemuk subordinatif dalam surat al-Baqarah terjemahan Tafsir Al-quran al-Karim karya Mahmud Yunus. Oleh karena itu, rumusan masalah penelitian ini adalah:

1. Konjungsi apa saja yang digunakan dalam kalimat majemuk subordinatif hubungan komplementasi dalam Tafsir Al-quran al-Karim karya Mahmud Yunus?

2. Bagaimana kualitas penerjemahan kalimat majemuk subordinatif

hubungan komlemantasi dalam Tafsir Al-quran al-Karim karya Mahmud Yunus?

C.Tinjauan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui konjungsi kalimat majemuk subordinatif dalam bahasa Indonesia dan bahasa Arab dalam Tafsir Al-quran al-Karim karya Mahmud Yunus;

2. Mengetahui kualitas penerjemahan kalimat majemuk subordinatif hubungan komplementasi dalam Tafsir Al-quran al-Karim karya Mahmud Yunus.

D.Tinjauan Pustaka

Penelitian ini menganalisis tentang kalimat majemuk subordinatif dengan mengambil korpus dalam surat al-Baqarah terjemahan Tafsir Al-quran al-Karim karya Mahmud Yunus.


(18)

Sejauh yang peneliti temukan dalam menyusun proposal skripsi ini di Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah peneliti tidak menemukan penelitian kalimat majemuk subordinatif terhadap terjemahan surat al-Baqarah.

Yang peneliti temukan adalah penelitian dengan judul skripsi “Kalimat Majemuk

Subordinatif Hubungan Kompelementasi Dalam Surat Al-Anfal” yang diteliti oleh Ahmad Anis pada tahun 2006.

Penelitian terdahulu pada umumnya menganalisis jenis kalimat majemuk subordinatif yang berbeda dengan peneliti dan menjadikan penerjemahan surat

al-Anfal sebagai korpus penelitian sedangkan peneliti menjadikan surat al-Baqarah

sebagai korpus. Perbedaan penelitian ini dengan peneliti sebelumnya yaitu peneliti menggunakan terjemahan Al-quran karya Mahmud Yunus sedangkan penelitian terdahulu menggunakan terjemahan Al-quran Departemen Agama.

E.Metodologi Penelitian

1. Sumber Data

Dalam penelitian ini, Peneliti merujuk pada sumber-sumber primer dan sekunder. Sumber primer dalam penelitian ini yaitu pada terjemahan Tafsir Al-quran al-Karim karya Mahmud Yunus. Sedangkan sumber sekunder pada penelitian ini berupa buku sintaksis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Arab. Dalam penelitian ini yang pertama kali dilakukan oleh Peneliti adalah mencari kalimat majemuk subordinatif hubungan komplementasi yang terdapat dalam terjemahan surat al-Baqarah pada tafsir Al-quran al-Karim karya Mahmud Yunus.


(19)

2. Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini, Peneliti menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif dengan mengumpulkan data-data yang terkait dengan masalah yang akan diteliti, yaitu berupa teks-teks atau kata-kata, bukan angka-angka.9 Dengan teks terjemahan sebagai objek, yaitu terjemahan Tafsir Al-quran pada surat al-Baqarah karya Mahmud Yunus.

Adapun dalam Penelitian skripsi ini, Peneliti mengacu pada buku

“Pedoman Penelitian Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)” yang diterbitkan oleh Center for Quality Development and Assurance (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Press 2007).

F. Sistematika Penelitian

Agar Penelitian lebih terarah dan sistematis, maka langkah yang Peneliti lakukan adalah sebagai berikut:

BAB I pendahuluan. Bagian pendahuluan ini berisi satu bab tersendiri yang terdiri dari beberapa sub-sub, antara lain: Latar Belakang Masalah, kemudian selanjutnya berisi tentang Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, dan Sistematika Penelitian.

BAB II kerangka teori. Bagian kerangka teori ini akan menguraikan jenis-jenis kalimat menurut (a) subjek dan predikat (jumlah klausa), (b) fungsi sintaksisnya, dan (c) susunan fungsi sintaksisnya; kalimat majemuk koordinatif dan subordinatif ciri-ciri serta jenis masing-masing ditinjau dari antarklausa; mengulas kalimat majemuk subordinatif hubungan komplementasi ditinjau dari

9

Mahsun, Metode Penelitian Bahasa Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013) , h. 72


(20)

sudut bahasa Indonesia dan bahasa Arab; serta penegasan terhadap teori yang digunakan dalam skripsi.

BAB III Tafsir Al-quran karya Mahmud Yunus. Dalam bab ini akan berisi mengenai sekilas biografi Prof. Dr. H. Mahmud Yunus serta deskripsi Tafsir Al-quran terjemahan.

BAB IV merupakan pokok penelitian yang akan menganalisis dengan didahului temuan serta diikuti analisis kalimat majemuk subordinatif hubungan komplementasi dalam terjemahan Tafsir Al-quran al-Karim pada surat al-Baqarah.

BAB V penutup. Pada bagian ini, ada hal yang perlu dikemukakan yaitu kesimpulan.


(21)

BAB II

KERANGKA TEORI

A. JENIS-JENIS KALIMAT DAN PENGERTIANNYA

Berdasarkan fungsi sintaksis, kalimat dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis, yaitu (1) berdasarkan jumlah subjek dan predikatnya (jumlah klausanya), kalimat diklasifikasikan menjadi kalimat tunggal dan kalimat majemuk; (2) berdasarkan kelengkapan fungsi sintaksisnya, kalimat diklasifikasikan menjadi kalimat lengkap dan kalimat tidak lengkap; (3) berdasarkan susunan fungsi sintaksisnya, kalimat diklasifikasikan menjadi kalimat biasa, kalimat inverse dan kalimat permutasi.10

1. Jenis Kalimat Berdasarkan Jumlah Subjek (Jumlah Klausanya)

Kalimat diklasifikasikan menjadi kalimat tunggal dan kalimat majemuk.

a) Kalimat tunggal

Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa, kalimat ini hanya mempunyai satu subjek dan satu predikat.Perhatikan contoh berikut dan bandingkan kalimat (1) dan (2).

(1) Separuh pesisir Pulau Bangka rusak karena aktivitas kapal pasir timah. S P K

(2) Pabrik Es Saripetejo bisa menjadi industri bersejarah karena S P Pel

10

Miftahul Khairah dan Sakura Ridwan. Sintaksis (Memahami Satuan Kalimat Perspektif Fungsi), (Jakarta: Bumi Aksra, 2014), h. 164-165


(22)

bangunannya menjadi penanda kawasan industridi Solo pada awal abad S P Pel (Ket)

ke-20.

Kalimat (1) merupakan kalimat tunggal hanya karena memiliki satu subjek dan satu redikat(satu klausa), sedangkan kalimat (2) merupakan kalimat majemuk karena memiliki dua subjek dan dua predikat (dua klausa).

2. Jenis Kalimat Berdasarkan Kelengkapan Fungsi Sintaksisnya

Kalimat diklasifikasikan menjadi kalimat lengkap dan kalimat tidak lengkap.:

a) Kalimat lengkap adalah kalimat yang mengandung klausa lengkap, terdiri atas unsur S dan P, bahkan unsur O, Pel dan K jika predikat menghendaki kehadirannya. Kalimat ini disebut kalimat mayor atau kalimat berklausa. b) Kalimat tak lengkap adalah kalimat yang terdiri atas klausa tak lengkap,

yaitu terdiri dari S saja, P saja, O saja, atau Ket saja. Yang termasuk ke dalam jenis kalimat tak lengkap adalah kalimat elips, kalimat sampingan, kalimat urutan, dan kalimat minor.

Kalimat elips adalah kalimat tak lengkap yang terjadi karena pelesapan beberapa bagian dari klausa dan diturunkan dari kalimat tunggal.11

Contoh:

(3) Menonton hewan di layar kaca

Kalimat sampingan adalah kalimat tak lengkap yang terjadi dari klausatak lengkap dan diturunkan dari kalimat majemuk bertingkat. Contoh:

11

Miftahul Khairah dan Sakura Ridwan.Sintaksis (Memahami Satuan Kalimat Perspektif Fungsi), (Jakarta: Bumi Aksra, 2014), h. 167


(23)

(4) Karena sangat sepi

Kalimat urutan adalah kalimat berklausa lengkap, namun mengandung konjungsi yang menunjukkan bahwa kalimat itu merupakan bagian dari kalimat. Contoh:

(5) Setelah itu, tak ada lagi berita tentang demonstrasi.

Kalimat minor adalah kalimat tak lengkap yang memiliki intonasi final.Jenis kalimat ini ada yang berstruktur klausa dan ada yang tidak. Yang termasuk kalimat minor panggilan, salam, ucapan, seruan, judul, moto, inskripsi, dan ungkapan khusus (larangan, peringatan, permintaan, anjuran, harapan, perintah, dan pernyataan).

3. Jenis Kalimat yang Berdasarkan Susunan Fungsi Sintaksisnya

Kalimat diklasifikasikan menjadi kalimat biasa, kalimat inverse dan kalimat permutasi.

1) Kalimat biasa adalah kalimat yang tersusun sesuai dengan pola dasar kalimat bahasa Indonesia, yaitu S-P-(O)- (Pel)-(K) atau S mendahului P. 2) Kalimat inversi adalah kalimat yang mengharuskan predikat mendahului

subjek (berpola P-S). kalimat ini mensyaratkan subjek tak definit (contoh1).12

Jika S pada kalimat tersebut diubah menjadi S definit, kalimat itu menjadi tidak berterima (contoh 2). Contoh:

(6) Ada masalah dalam tubuh partai. P S

(7) Ada masalah tersebut dalam tubuh partai. P S definit

12

Miftahul Khairah dan Sakura Ridwan.Sintaksis (Memahami Satuan Kalimat Perspektif Fungsi), (Jakarta: Bumi Aksra, 2014), h. 169


(24)

Biasanya, pola S-P menjadi berterima jika subjeknya diubah menjadi definit, tetapi maknanya tentu sudah berbeda. Contoh:

(8) Masalah tersebut ada dalam tubuh partai. S P

3) Kalimat permutasi adalah kalimat yang berpola terbalik, yaitu S, atau P-O-S. Berbeda dengan inverse, permutasi tidak mengharuskan urutan P-S, tetapi hanyalah merupakan salah satu gaya yang dapat dipilih dari urutan yang baku. Biasanya, permutasi dilakukan karena ada unsur kalimat yang ingin difokuskan maknanya.13 Contoh:

(9) Tak perlu datang dia → Dia tak perlu datang P S S P

B.KALIMAT MAJEMUK KOORDINATIF DAN SUBORDINATIF SERTA

JENISNYA MASING-MASING

1. Kalimat Majemuk Koordinatif

Kalimat majemuk koordinatif (setara) adalah kalimat majemuk yang dibangun atas dua kalimat tunggal.14 Bila hubungan antara kedua pola kalimat itu sederajat maka terdapatlah kalimat majemuk yang setara.15 Kalimat majemuk koordinatif adalah kalimat majemuk yang klausa-klausanya memiliki status yang sama, yang setara, atau yang sederajat. Klausa-klausa dalam kalimat majemuk koodinatif secara eksplisit dihubungkan dengan konjungsi koordinatif, seperti dan, atau,

tetapi, dan lalu: namun, tak jarang hubungan itu hanya secara implisit,

13

Miftahul Khairah dan Sakura Ridwan.Sintaksis (Memahami Satuan Kalimat Perspektif Fungsi), (Jakarta: Bumi Aksra, 2014), h. 170

14

Suhardi. Dasar-Dasar Ilmu Sintaksis Bahasa Indonesia, (Jogjakarta: Ar-ruzz Media, 2013), h. 74

15


(25)

artinya tanpa menggunakan konjungsi.16 Berikut ini beberapa contoh kalimat majemuk koordinatif:

(10) Nenek melirik, kakek tersenyum, dan adik tertawa-tawa. (11) Dia membuka pintu, lalu menyilakan kami masuk.

(12) Beliau membuka pintu itu, tetapi membiarkan kami berdiri di luar. (13) Dia datang dan duduk di sebelah saya.

Apabila ada unsur klausa yang sama, maka biasanya unsur yang sama itu disenyawakan atau dirapatkan. Misalnya, pada kalimat (13), unsur subjek pada klausa kedua tidak ditampilkan lagi karena sama dengan subjek pada klausa pertama. Dalam buku tata bahasa tradisional konstruksi kalimat seperti (13) itu disebut kalimat majemuk rapatan.17

2. Kalimat Majemuk Subordinatif

Kalimat majemuk bertingkat (subordinatif) adalah kalimat majemuk yang dibangun atas dua kalimat tunggal. Kedua kalimat tunggal tersebut memiliki kedudukan yan berbeda. Biasanya dibangun atas dua, yaitu anak kalimat dan induk kalimat.18 Kalimat majemuk subordinatif adalah kalimat majemuk yang hubungan antara klausa-klausanya tidak setara atau sederajat. Klausa yang satu merupakan klausa atasan, dan klausa yang lain merupakan klausa bawahan.19

(14) Nenek membaca komik ketika kakek tidak ada di rumah. Klausa utama Klausa bawahan

16

Abdul Chaer. Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 244

17

Abdul Chaer. Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 244

18

Suhardi. Dasar-Dasar Ilmu Sintaksis Bahasa Indonesia, (Jogjakarta: Ar-ruzz Media, 2013), h. 75

19


(26)

Sedangkan, sebuah unsur dari kalimat sumber (kalimat tunggal) dibentuk menjadi sebuah kalimat, dan kalau kalimat bentukan ini digabungkan dengan sisa kalimat sumbernya, maka akan terbentuklah kalimat majemuk bertingkat.20

C) CIRI–CIRI SINTAKSIS DAN SEMANTIS HUBUNGAN

KOORDINASI DAN SUBORDINASI

1. Ciri-Ciri Sintaksis Hubungan Koordinasi dan Subordinasi

Koordinasi menghubungkan dua klausa atau lebih yang setara, sedangkan subordinasi menghubungkan dua klausa yang salah satu diantaranya merupakan bagian dari klausa yang lain. Bagian kalimat yang dihubungkan oleh konjungsi (baik koordinatif maupun subordinatif) itu sendiri dapat berbentuk kalimat majemuk. Contoh:

(15)Ada wanita yang menumbuk padi, tetapi ada juga wanita yang membuat tepung dan suami mereka membicarakan sepak bola.

(16)Ketua partai itu tetap menyatakan kebanggaannya karena ternyata partainya masih dapat meraih hamper empat belas juta suara pemilih setelah suara itu dihitung ulang.

(17) Dia pindah ke Jakarta setelah ayahnya meninggal dan ibunya kawin lagi.

20 Ida Bagus Putrayasa. Analisis Kalimat (Fungsi, Kategori, dan Peran), (Bandung: PT Refika Aditama, 2007), h. 59


(27)

Pada umumnya posisi klausa yang diawali oleh koordinator dan, atau, dan tetapi tidak dapat diubah tanpa menghasilkan kalimat yang tidak berterima. Sebaliknya, posisi klausa yang diawali subordinator dapat berubah.21 Contoh:

(18) Dalam pengungsian itu saya sering melihat orang ditembak musuh dan mayatnyadibuang begitu saja.

(19) Saudara harus meminjam uang dari bank atau menjual rumah Saudara.

Klausa yang diawali oleh koordinator dan, tetapi, dan atau akan menghasilkan kalimat yang tidak berterima jika klausa itu ditempatkan pada awal kalimat.

Contoh:

(20) Atau menjual rumah untuk memperoleh uang tunai, Saudara harus

meminjam uang dari bank.

(21) Dan mayatnya begitu saja, dalam pengungsian itu saya sering melihat

orang ditembak musuh.

Lain halnya dengan klausa yang diawali oleh subordinator seperti selama,

walaupun, dan sebelum.Pemindahan klausa subordinatif itu pada awal kalimat

menghasilkan kalimat yang baik. Contoh:

(22) Selama hayat dikandung badan, para pejuang itu pantang menyerah.

(23) Walaupun perusahaannya mengalami kerugian, pengusaha itu harus

membayar pajak.

(24) Sebelum atasan kita mengambil putusan, kita jangan bertindak.

Urutan yang tetap yang telah dibicarakan di atas berhubungan erat dengan pronominalisasi. Acuan kataforis (pronomina yang mendahului nomina yang

21

Hasan Alwi, dkk. Tatabahasa Baku Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai, 1988), h. 311-313


(28)

diacunya) tidak diperolehkan dalam hubungan subordinasi, tetapi tidak diperbolehkan dalam hubungan koordinasi. Perhatikan contoh yang berikut (dengan pronominal dia yang mendahului Hasan).

(25) Dia suka lagu keroncong, tetapi Hasan tidak mau membeli kaset itu.

Dalam kalimat tersebut, kedua kata itu tidak mengacu kepada orang yang sama.

(26) Walaupun dia menyukai lagu keroncong, Hasan tidak mau membeli kaset. Dalam kalimat ini kedua kata dapat, walaupun tidak harus, mengacu kepada orang yang sama.

Sebuah koordinator tidak dapat didahului oleh koordinator lain, tetapi dapat diikuti oleh kata yang memerincikan jenis hubungan antara kedua klausa yang dihubungkan itu.

(27) Sidang mempertimbangkan usul salah seorang peserta dan kemudian menerimanya dengan surat bulat.

(28) Terdakwa itu tidak menunjukkan penyesalannya dan malah mengancam hakim yang memimpin sidang.

Penggunaan kemudian pada kalimat (24) adalah untuk lebih memperjelas gabungan klausa yang menunjukkan urutan waktu, dan penggunaan malah dalam kalimat (25) adalah untuk lebih menekankan gabungan klausa yang menunjukkan penguatan atau penegasan.22

22


(29)

2. Ciri-Ciri Semantis Hubungan Koordinasi dan Subordinasi

Dalam hubungan subordinasi, klausa yang mengikuti subordinator memuat informasi atau pernyataan yang dianggap sekunder oleh pemakai bahasa, sedangkan klausa yang lain memuat pesan utama kalimat tersebut. Klausa yang dihubungkan oleh koordinator tidak menyatakan perbedaan tingkat pesan yang dikandung oleh kedua klausa tersebut.Perbedaan semantis itu sejajar dengan perbedaan sintaksis.23

(29) Orang tua itu putus asa dan bunuh diri. (30) Pemuda iu bekerja keras dan berhasil.

(31) Orang tua itu bunuh diri karena dia putus asa. (32) Pemuda itu berhasil karena dia bekerja keras.

Kalimat (26) dan (27) terdiri atas dua klausa yang dihubungkan oleh koordinator, sedangkan kalimat (28) dan (29) terdiri atas dua klausa yang dihubungkan oleh subordinator. Kedua kalimat itu mempunyai pesan yang kurang lebih sama, yaitu hubungan sebab akibat. Perbedaannya terdapat pada pengutamaan pesan yang dikandung oleh setiap klausa.

Ciri semantis kedua adalah bahwa kalimat sematan yang dihubungkan oleh subordinator umunya dapat diganti dengan kata atau frasa tertentu sesuai dengan makna kalimat sematan itu.Jika kalimat sematan itu menyatakan waktu, maka kata atau frasa yang mengacu ke waktu dapat dipakai sebagai pengganti.24

(33) Kami harus pergi sebelum sebelum dia datang. (34) Kami harus pergi pukul lima.

23

Hasan Alwi, dkk. Tatabahasa Baku Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai, 1988), h. 314-315

24


(30)

D. HUBUNGAN SEMANTIK ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT MAJEMUK KOORDINATIF

1. Penjumlahan

Yang dimaksud hubungan penjumlahan adalah hubungan yang menyatakan penjumlahan atau gabungan kegiatan, keadaan, peristiwa, atau proses.Hubungan ini ditandai oleh konjungsi dan, serta, baik… maupun, lalu, kemudian, padahal, sedangkan.Kadang-kadang konjungsi bersifat manasuka, yakni boleh dipakai atau tidak. Hubungan penjumlahan dapat menyatakan (a) sebab-akibat, (b) urutan waktu, (c) pertentangan, dan (d) perluasan.25

a. Penjumlahan yang Menyatakan Sebab Akibat

Terjadi apabila klausa kedua merupakan akibat dari klausa pertama. (35) Tsunami telah melanda Jepang dan semua fasilitas publik

rusak berantakan.

(36) Sudah sebulan kami mengarungi laut dan kami amat merindukan daratan yang sejuk serta kehidupan normal.

b. Penjumlahan yang Menyatakan Urutan Waktu

Terjadi apabila klausa kedua merupakan urutan dari peristiwa yang terjadi pada klausa pertama. Koordinator yang dipakai antara laindan, kemudian, dan lalu.

(37) Dia mengambil uang receh dan memberikannya pada pengemis itu.

25

Miftahul Khairah dan Sakura Ridwan.Sintaksis (Memahami Satuan Kalimat Perspektif Fungsi), (Jakarta: Bumi Aksra, 2014), h. 208


(31)

(38) Yusuf Kalla meresmikan masjid itu lalu berdialog bersama masyarakat sekitar.

c. Penjumlahan yang Menyatakan Pertentangan

Terjadi apabila klausa kedua menyatakan sesuatu yang bertentangan dengan apayang dinyatakan dalam klausa pertama.

(39) Kedua anak itu asyik bercanda, sedangkan gurunya sedang menerangkan pelajaran serius.

(40) Para undangan seminar mulai berdatangan, padahal kami belum siap.26

d. Penjumlahan yang Menyatakan Perluasan

Terjadi apabila klausa kedua memberikan informasi atau penjelasan tambahan untuk melengkapi pernyataan pada klausa pertama.Konjungsi yang digunakan adalah dan, serta, dan baik… maupun.

(41) Dia tetap dermawan baik saat sempit maupun saat lapang. (42) Singapura menjadi destinasi utama bagi warga Indonesia,

baik yang ingin berelaksasi maupun sekadar mencari

penyegaran.

2. Keadaan Simultantif

Hubungan ini terdapat dalam kalimat majemuk setara yang masing-masing klausanya menunjukkan suatu keadaan yang tidak saling berhubungan secara temporer.

26

Miftahul Khairah dan Sakura Ridwan.Sintaksis (Memahami Satuan Kalimat Perspektif Fungsi), (Jakarta: Bumi Aksra, 2014), h. 209


(32)

Kim terkena cacar dan pada saat yang sama Leslie terkena campak.

3. Perlawanan

Yang dimaksud dengan hubungan perlawanan adalah hubungan yang menyatakan bahwa apa yang dinyatakan dalam klausa pertama berlawanan, atau tidak sama dengan apa yang dinyatakan dalam klausa kedua. Hubungan itu ditandai dengan koordinator tetapi, melainkan, dan namun.Hubungan perlawan itu dapat dibedakan atas hubungan yang menyatakan (a) penguatan, (b) implikasi, dan (c) perluasan.27

a. Hubungan Penguatan

Terjadi apabila klausa kedua memuat informasi yang menguatkan dan menandaskan informasi yang dinyatakan dalam klausa pertama.Dalam klausa pertama biasanya terdapat tidak/bukan

saja ataupun tidak/bukan hanya, tidak/bukan sekadar dan pada

klausa kedua terdapat tetapi/ melainkan juga.

(43) Singapura bukan hanya menjadi tempat berbelanja, tetapi juga tempat berinvestasi.

(44) Indonesia tidak hanya mampu menjadi penonton pada piala dunia, tetapi juga mampu belaga di arena bergengsi tersebut. b. Perlawanan Implikasi

Terajdi apabila klausa kedua menyatakan sesuatu yang merupakan perlawanan terhadap implikasi klausa pertama.Konjungsi yang umum digunakan adalah tetapi.

27

Miftahul Khairah dan Sakura Ridwan.Sintaksis (Memahami Satuan Kalimat Perspektif Fungsi), (Jakarta: Bumi Aksra, 2014), h. 209


(33)

(45) Indonesia merupakan Negara agraris, tetapi kita masih saja mengimpor beras.

c. Perlawanan Perluasan

Terjadi apabila klausa kedua merupakan informasi tambahan untuk melengkapi apa yang dinyatakan klausa, dan kadang-kadang justru memperlemahnya.28

(46)Ujian Nasional tetap diadakan, tetapi ujian sekolah juga harus dipertimbangkan sebagai syarat kelulusan.

4. Pemilihan

Yang dimaksud dengan hubungan pemilihan ialah hubungan yang mengandung pilihan di antara dua kemungkinan atau lebih yang dinyatakan oleh klausa-klausa yang dihubungkan.Konjungsi yang dipakai untuk menyatakan hubungan pemilihan adalah atau.

(47) Demonstrasi mahasiswa saat ini menentramkan rakyat atau meresahkan rakyat?

5. Hubungan Fase (Tahapan Kegiatan)

Hubungan ini bersifat penahapan, yakni menggambarkan suatu peristiwa, dimulai dari permulaan, keberlanjutan, dan keberakhirannya. Biasanya, hubungan ini menghadirkan minimal tiga klausa: klausa pertama menggambarka permulaan, klausa kedua keberlanjutan, dan klausa ketiga keberakhiran. Artinya, dapat menggunakan konjungsi setara (dan, lalu, kemudian) atau konjungsi waktu berurutan (setelah, sebelum, dan sebagainya).

28

Miftahul Khairah dan Sakura Ridwan.Sintaksis (Memahami Satuan Kalimat Perspektif Fungsi), (Jakarta: Bumi Aksra, 2014), h. 210


(34)

(48) Sebelum berjalan, bayi itu tengkurap dan merangkak terlebih dahulu.29

E. HUBUANGAN SEMANTIK ANTARKLAUSA DALAM KALIMAT

MAJEMUK SUBORDINATIF

1. Hubungan Kausatif

Kausatif adalah suatu tindakan yang menyebabkan terjadinya suatu peristiwa yang lain. Hubungan ini terdapat dalam kalimat majemuk yang klausa bawahan menyatakan hasil atau akibat dari tidakan yang terdapat dalam klausa utama.Hubungan ini biasanya dinyatakan dengan sehingga, sampai-(sampai), dan maka.

(49) Dia menjamu kami dengan baik maka kami pun berterima kasih padanya.

2. Hubungan Alasan

Hubungan alas an terdapat dalam kalimat majemuk yang klausa bawahannya menyatakan sebab atau alas an terjadinya apa yang dinyatakan dalam klausa utama. Konjungsi yang biasa digunakan adalah sebab, karena, akibat, oleh karena.

(50) Anak itu menangis karena lapar.

3. Hubungan Syarat

Hubungan syarat terdapat dalam kalimat majemuk yang klausa bawahannya menyatakan syarat terlaksananya apa yang disebut dalam

29

Miftahul Khairah dan Sakura Ridwan.Sintaksis (Memahami Satuan Kalimat Perspektif Fungsi), (Jakarta: Bumi Aksra, 2014), h. 212


(35)

klausa utama.30 Hubungan ini juga berkaitan dengan konsekuensi yang harus diambil dari kondisi-kondisi tertentu. Biasanya konjungsi yang digunakan adalah jika(lau), kalau, asal(kan), apabila, bilamana.

(51) Jika hujan turun, kita tidak jadi berpergian.

4. Hubungan Pengandaian

Hubungan pengandaian terdapat dalam kalimat majemuk yang klausa bawahannya menyatakan andaian terlaksananya apa yang dinyatakan dalam klausa utama.

(52) Seandainya aku Gayus Tambunan, tentu aku sudah kaya raya.

5. Hubungan Konsesif

Hubungan konsesif terjadi dalam kalimat majemuk yang klausa bawahannya mengandung pernyataan yang tidak mengubah apa yang dinyatakan dalam klausa utama. Konjungsi yang digunakan adalah walau(pun), sekali(pun), kendati(pun), bagaimanapun, betapapun, ke mana pun, dan apapun.

(53) Bill tetap bekerja walaupun hujan salju semakin lebat.

6. Hubungan Cara

Hubungan cara terjadi dalam kalimat majemuk yang klausa bawahannya menyatakan cara pelaksanaan tindakan dalam klausa utama.Konjungsi yang digunakan dalam hubungan ini adalah dengan, tanpa.

(54) Bill memasuki ruangan dengan melompat.

30

Miftahul Khairah dan Sakura Ridwan.Sintaksis (Memahami Satuan Kalimat Perspektif Fungsi), (Jakarta: Bumi Aksra, 2014), h.197-198


(36)

7. Hubungan Gerakan

Hubungan gerakan terjadi dalam kalimat majemuk yang klausa bawahannya menyatakan suatu gerakan yang menyertai klausa utama.Konjungsi yang digunakan dalam hubungan ini adalah sambil, seraya, sembari.

(55) Sambil berbicara, ia naik ke atas panggung.

8. Hubungan Posisi

Hubungan posisi terjadi dalam kalimat majemuk yang klausa bawahannya menyatakan suatu cara bersikap saat melakukan tindakan yang terdapat dalam klausa utama. Biasanya, hubungan ini dinyatakan dengan dalam keadaan.

(56) Dana membaca korandalam keadaan berdiri.

9. Hubungan Alat

Hubungan alat terjadi dalam kalimat majemuk yang klausa bawahannya menyatakan alat yang digunakan untuk melakukan tindakan pada klausa utama.Konjungsi yang digunakan adalah dengan, tanpa.

(57) Sam memotong kue dengan menggunakan pisau roti.

10.Hubungan Tindakan Psikis (Psych-action)

Hubungan tindakan psikis ini terjadi dalam kalimat majemuk yang klausa bawahannya terjadi akibat aktivitas psikis mental yang terdapat pada klausa utama.31

(58) Sally lupa membuka jendela.

31

Miftahul Khairah dan Sakura Ridwan.Sintaksis (Memahami Satuan Kalimat Perspektif Fungsi), (Jakarta: Bumi Aksra, 2014), h. 200-201


(37)

11.Hubungan Tujuan

Hubungan tujuan terdapat dalam kalimat majemuk yang klausa bawahannya menyatakan suatu tujuan atau harapan dari apa yang disebut dalam klausa utama. Konjungsi yang digunakan adalah agar, supaya, untuk, biar, demi.

(59) Dari dulu hingga sekarang, mahasiswa bergerak demi membela kepentingan rakyat.

12.Jussive: Hubungan Ekspresi Perintah, Permintaan, dan Tuntutan Hubungan yang berupa ekspresi perintah, permintaan, atau tuntutan terdapat dalam kalimat majemuk yang klausa bawahannya merupakan suatu perintah atau suruhan sebagaimana yang disebutkan dalam klausa utama.Biasanya, verba pada klausa utama menggunakan kata-kata yang mengacu pada perintah, seperti meminta, menyuruh, dan sebagainya.Verba ini bisa diikuti oleh konjungsi untuk, bisa juga tidak.

(60) DPR meminta pemerintah melakukan terobosan perbaikan pengelolaan BBM bersubsidi.

13.Persepsi Langsung

Hubungan persepsi langsung terdapat dalam kalimat majemuk yang klausa utamanya merupakan tindakan pengindraan langsung yang dialami oleh subjek, tanpa diperantarai oleh tindakan lain.32 Tentu saja verba yang terdapat dalam hubungan ini adalah verba yang berhubungan dengan indra, seperti melihat, mendengar , dan sebagainya.

(61) Saya mendengar harga BBM bulan ini akan naik.

32

Miftahul Khairah dan Sakura Ridwan.Sintaksis (Memahami Satuan Kalimat Perspektif Fungsi), (Jakarta: Bumi Aksra, 2014), h. 200-201


(38)

14.Persepsi Tak Langsung

Hubungan persepsi tak langsung merupakan kebalikan dari persepsi langsung.Hubungan persepsi tak langsung ini terdapat dalam kalimat majemuk yang klausa utamanya merupakan tindakan pengindraan yang dialami langsung oleh subjek, tetapi diperantarai oleh tindakan lain, biasanya, pola kalimat ini dihubungkan dengan konjungsi bahwa, kalau.

(62) Saya mendengar bahwa harga BBM bulan ini akan naik. Kalimat ini mengandung interpretasi bahwa berita tentang naiknya BBM tidak didengar langsung dari sumber primer, melainkan didengar dari orang lain.

15.Penyikapan Awal

Hubungan penyikapan awal terdapat dalam kalimat majemuk yang klausa bawahannya merupakan hasil ekspresi subjek (pada klausa utama) dalam menyikapi suatu keputusan atau pendapat tentang suatu peristiwa tersebut.33

(63) Saya yakin mereka mampu menyelesaikan masalah itu dengan baik.

16.Kognitif: Ekspresi Pengetahuan dan Aktivitas Mental

Hubungan ini terdapat dalam kalimat majemuk yang klausa bawahannya menggambarkan suatu ekspresi kognitif atau ekspresi pengetahuan yang ada dalam klausa utama. Biasanya, verba dalam klausa utama merupakan tindakan yang berhubungan dengan kognisi

33

Miftahul Khairah dan Sakura Ridwan.Sintaksis (Memahami Satuan Kalimat Perspektif Fungsi), (Jakarta: Bumi Aksra, 2014), h. 204


(39)

manusia, seperti mengetahui, berpikir, dan sebagainya.Hubungan ini bisa diikuti oleh bahwa atau kalau, dan bisa juga tidak.

(64) George berpikir Madelein mungkin menol/ak untuk pergi bersamanya.

17.Dikursus Langsung

Hubungan diskursus langsung terdapat dalam kalimat majemuk yang klausa bawahannya merupakan kutipan langsung dari suatu kejadian, ucapan, pernyataan.Biasanya, hubungan ini ditandai oleh penggunaan tanda petik (“).

(65) “Harga BBM harus naik pada tahun 2012”, ujar Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution.

18.Diskursus Tidak Langsung

Hubungan diskursus tidak langsung terdapat dalam kalimat majemuk yang klausa bawahannya merupakan suatu pernyataan yang direkam atau yang dilaporkan.Biasanya, hubungan ini menggunakan konjungsi bahwa.

(66) Frank berkata bahwa temannya adalah seorang koruptor.

19.Pembandingan

Hubungan pembandingan terdapat dalam kalimat majemuk yang klausa bawahannya menyatakan pembandingan, kemiripan, atau preferensi antara apa yang dinyatakan pada klausa utama dengan yang dinyatakan pada klausa bawahan itu.34 Konjungsi yang biasa digunakan

34

Miftahul Khairah dan Sakura Ridwan.Sintaksis (Memahami Satuan Kalimat Perspektif Fungsi), (Jakarta: Bumi Aksra, 2014), h. 201-202


(40)

adalah seperti, bagaikan, laksana, ibarat, sebagaimana, dari pada, dan alih-alih.

(67) Sayangilah saudaramu sebagaimana kamu menyayangi dirimi sendiri.

20.Perbandingan

Hubungan pembandingan adalah hubungan yang menunjukkan bahwa apa yang dinyatakano oleh klausa utama melebihi atau sama tarafnya dengan apa yang dinyatakan oleh klausa bawahan. Hubungan perbandingan yang klausa intinya melebihi dengan apa yang dinyatakan oleh klausa bawahan disebut hubungan komparatif. Hubungan ini menggunakan konjungsi lebih/kurang… dari(pada).

(68) Daripada engkau menghamburkan harta, lebih baik kau

sumbangkan saja ke panti asuhan.

Hubungan perbandingan yang bertaraf sama disebut hubungan

ekuatif, biasanya menggunakan konjungsi sama…dengan atau bentuk

se-.

(69) Perilaku anak itu sama persis dengan perilaku orangtuanya.

21.Komplementasi

Hubungan komplementasia adalah hubungan yang melengkapi verba atau nomina yang terdapat pada klausa utama. Biasanya hubungan ini ditandai oleh konjungsi bahwa, kalau, alangkah.35

(70) Berita bahwa Nazarudin telah ditangkap oleh KPK sudah tersebar kemana-mana.

35

Miftahul Khairah dan Sakura Ridwan.Sintaksis (Memahami Satuan Kalimat Perspektif Fungsi), (Jakarta: Bumi Aksra, 2014), h. 204


(41)

22.Optatif (Harapan)

Klausa utama kalimat majemuk yang berisikan hubungan optatif menyatakan harapan agar apa yangada pada klausa bawahan dapat terjadi. Konjungsi yang digunakan adalah agar, semoga, moga-moga, mudah-mudahan.

(71) Kita berharap semoga pelaksanaan UN tahun 2012 nanti tidak diwarnai lagi oleh berbagai bentuk kecurangan.

23. Atribut

Hubungan atribut ditandai oleh konjungsi yang pada klausa bawahan.Konjungsi ini ada bersifat atribut restriktif jika mewatasi makna nomina yang diterangkannya (contoh kalimat 1), dan bersifat atribut tak ter restriktif jika tidak mewatasi nomina sebelumnya, tetapi hanya sekadar merupakan tambahan informasi bagi nomina tersebut (contoh kalimat 2).

(72) Anaknya yang tinggal di Jakarta meninggal kemarin. (73) Anaknya, yang tinggal di Jakarta, meninggal kemarin.

24.Perkecualian

Hubungan perkecualian terjadi apabila klausa bawahan menyatakan suatu perkecualian, maksudnya menyatakan sesuatuyang dikecualikan dari apa yang dinyatakan dalam klausa utama. Konjungsi yang digunakan untuk menandai hubungan makna ini adalah kecuali,

selain.36

(74) Dilarang masuk selain yang berkepentingan.

36

Miftahul Khairah dan Sakura Ridwan.Sintaksis (Memahami Satuan Kalimat Perspektif Fungsi), (Jakarta: Bumi Aksra, 2014), h. 204


(42)

25.Keadaan Ruang

Hubungan ini terdapat pada kalimat yang klausa bawahannya menggambarkan keadaan ruang klausa utama.

(75) Dia tidur di dalam ruangan ber-AC.

26.Waktu

Hubungan waktu ditunjukkan oleh klausa bawahan yang menyatakan waktu terjadinya suatu peristiwa atau keadaan yang disebutkan oleh klausa utama.Hubungan waktu terbagi menjadi waktu permulaan, waktu bersamaan, waktu berurutan, waktu batas akhir

terjadinya peristiwa atau keadaan.37

a. Waktu batas permulaan ditandai oleh konjungsi sejak atau sedari.

Contoh:

(76) Peternak sapi lokal bangkit kembali sejak harga sapi impor melonjak turun.

b. Waktu bersamaan ditandai oleh konjungsi ketika, pada waktu,

(se)waktu, seraya, sambil, sementara, selagi, selama, dan tatkala.

Contoh:

(77) Demonstran itu membubarkan diri tatkala polisi tiba di tempat kejadian.

c. Waktu berurutan ditandai oleh konjungsi sebelum, sehabis, setelah,

sesudah, seusai, begitu. Contoh:

(78) Berat badannya turun 10 kg setelah mengonsumsi obat pelangsing itu.

37

Miftahul Khairah dan Sakura Ridwan.Sintaksis (Memahami Satuan Kalimat Perspektif Fungsi), (Jakarta: Bumi Aksra, 2014), h. 206


(43)

d. Waktu batas akhir ditandai oleh konjungsi sampai dan hingga. Waktu ini digunakan untuk menyatakan akhir atau ujung suatu proses.38 Contoh:

(79) Gula darah saya naik hingga mencapai 405.

F. KALIMAT MAJEMUK SUBORDINATIF HUBUNGAN

KOMPLEMENTASI DALAM BAHASA INDONESIA

Konjungsi adalah kategori yang menghubungkan kata dengan kata, klausa dengan klausa, atau kalimat dengan kalimat; bisa juga antara paragraf dengan paragraf. Ditinjau dari kedudukan konstituen yang dihubungkan dibedakan adanya konjungsi koordinatif dan konjungsi subordinatif. Konjungsi koordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua buah konstituen yang kedudukannya sederajat, sedangkan konjungsi subordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua buah konstituen yang kedudukannya tidak sederajat.39

Hubungan komplementasi adalah hubungan yang klausa subordinatifnya melengkapi apa yang dinyatakan oleh verba klausa utama atau oleh nomina subjek, baik dinyatakan maupun tidak.40

Sebagimana telah dijelaskan dalam hubungan semantis antarklausa dalam kalimat majemuk subordinatif hubungan komplementasi itu melengkapi apa yang dinyatakan oleh verba klausa bawahan atau oleh nomina subjek, baik dinyatakan maupun tidak. Dalam kalimat majemuk subordinatif hubungan komplementasi,

38

Miftahul Khairah dan Sakura Ridwan.Sintaksis (Memahami Satuan Kalimat Perspektif Fungsi), (Jakarta: Bumi Aksra, 2014), h. 208

39

Abdul Chaer. Sintaksis Bahasa Indonesia. (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009), h. 81-82 40


(44)

berdasarkan fungsi sintaksisnya klausa anak berkonjungsi bahwa dapat menjadi pengisi fungsi subjek, objek, keterangan atau pelengkap.41 Berikut beberapa contoh kalimat yang di dalamnya terdapat klausa bawahan jenis ini.

(80) Bahwa lulusan APDN mendapat pangkat golongan IIa dalam

jajaran PNS Rudini mengungkapkan.

(81) Sudah dapat diperkirakan sebelumnya bahwa pihak Libya akan memberikan reaksi keras.

(82) Bahwa DPP Ikadin tidak mampu melaksanakan Munas, saya

mendukung pernyataan Menkeh.

(83) Bahwa kejadian ini hanya mimpi buruk, Ibu berkata.

Pada kalimat (1) sebagai pengisi fungsi subjek (O), pada (2) sebagai pengisi fungsi keterangan (Ket), pada kalimat (4) sebagai pengisi fungsi pelengkap (Pel), dan pada (3) sebagai pengisi fungsi subjek (S).

Kehadiran konjungsi bahwa ada yang bersifat wajib dan ada pula yang bersifat tidak wajib manasuka. Konjungsi yang bersifat wajib, kehadirannya tidak dapat dilesapkan. Jika konjungsi itu dilesapkan kalimat itu tidak gramatikal seperti pada contoh (2) dan (3). Adapun konjungsi yang bersifat manasuka, kehadirannya tidak wajib, seperti pada contoh (1) dan(4) berikut ini.42

(84) Rudini mengungkapkan lulusan APDN mendapat pangkat golongan IIb dalam jajaran PNS.

41

Sri Nardianti.Konjungsi Subordinatif dalam Bahasa Indonesia. (Jakarta: Pusat

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1996), h. 20

42Sri Nardianti. Konjungsi Subordinatif Dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat


(45)

(85) Pihak Libya akan memberikan reaksi keras, sudah dapat diperkirakan sebelumnya.

(86) Saya mendukung pernyataan Menkeh DPP Ikadin tidak mampu melaksanakan Munas.

(87) Ibu berkata kejadian ini hanya mimpi.

Perilaku lain konjungsi bahwa menuntut hadirnya S pada klausa anak sebab S klausa anak itu memiliki referen yang lain dengan S klausa induknya. Apabila S pada klausa anak itu dilesapkan, kalimatnya tidak berterima seperti berikut.43

(88) Rudini mengungkapkan bahwa mendapat pangkat golongan II b dalam jajaran PNS.

(89) Bahwa akan memberikan reaksi keras sudah diperkirakan

sebelumnya.

(90) Saya mendukung pernyataan Menkeh bahwa tidak mampu melaksanakan Munas.

(91) Ibu berkata bahwa hanya mimpi buruk.

Berdasarkan hubungan makna yang dinyatakannya, klausa anak

berkonjungsi bahwa menyatakan hubungan makna „isi‟ karena klausa anak

menjadi isi klausa induknya.

43

Sri Nardianti. Konjungsi Subordinatif Dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1996), h. 21


(46)

G. KALIMAT MAJEMUK SUBORDINATIF HUBUNGAN KOMPLEMENTASI DALAM BAHASA ARAB

Kalimat majemuk subordinatif hubungan komplementasi yang berkonjungsi bahwa biasa dikaitkan dengan partikel /anna/.44 Namun, dalam kasus-kasus tertentu partikel /inna/ dapat menjadi konjungsi untuk hubungan ini. /anna/ = „Sesungguhnya‟. Dengan demikian pengertiannya sama dengan /inna/. Perbedaanya adalah, bahwa bila terletak di awal kata itu dibaca /inna/ , dan bila terletak ditengah dibaca /anna/.45

Partikel /inna/ harus berada antara dua klausa yang tak sederajat. Selama partikel tersebut tidak mengapit atau menghubungkan dua buah klausa yang tak sederajat, maka ia bukan termasuk dalam kategori hubungan komplementasi. Biasanya, partikel /inna/ bisa menjadi konjungsi jenis hubungan ini jika diawali dengan verba

ق

/qâla/.

ش ف

Saya tahu bahwa kamu sangat letih.

ء ق

ف

Lalu mereka (sekumpulan jin) mengatakan bahwa kami telah mendengarkan Al-quran yang menakjubkan.

Pada contoh (1) di atas, klausa utamanya yaitu sedangkan klausa

bawahannya adalah

ش

ف

Pada contoh tersebut, klausa utama dan klausa bawahan dihubungkan dengan konjungi /anna/. Adapun pada contoh (2)

44

Imam Ansori. Sintaksis Bahasa Arab, (Malang: Misykat, 2004), h. 102 45

Salman Harun. Pintar Bahasa Arab Al-Quran, (Jakarta: Lentera Hati, 2009). Hlmn. 123


(47)

di atas, klausa utamanya yaitu

ف

sedangkan klausa bawahannya adalah

ء ق

.

Seandainya partikel bahwa dalam kalimat majemuk bahasa Indonesia bisa dihilangkan, maka dalam bahasa Arab pun demikian, yakni /inna/ bisa dihilangkan khususnya pada saat verba

ق

/qâla/.

ه

ف

ا

ء ح

(

ش ا

:

)

Janganlah kamu katakan (bahwa) mati, orang-orang yang terbunuh pada

sabilillah, bahkan mereka itu hidup, tetapi kamu tiada sadar.

Dalam kasus tertentu dalam kalimat majemuk subordinatif hubungan komplemetasi, meskipun partikel /inna/ berfungsi sebagai objek selain didahului oleh verba

ق

/qâla/ ia kemudian tidak menjadi anna sebagai lazimnya

.

( ح

ء ش

:

)

Sesungguhnya Tuhanmu Maha Perkasa lagi Penyayang.

Hal itu karena khabar inna-nya diawali dengan lam ibtidâ. Karena itu, untuk mengetahui lebih jelas mengenai /inna/ atau /anna/, maka Peneliti akan merincinya di bawah ini.

a. Partikel /inna/ atau /anna/

Partikel /inna/ dan /anna/ keduanya digunakan untuk menekankan arti predikat namun inna digunakan hanya pada awal kalimat, sedangkan anna menunjukkan pernyataan. Partikel tersebut disebut Huruf-huruf yang Menyerupai


(48)

Verba. Beberapa huruf yang memiliki fungsi yang sama /inna/ dan /anna/ yaitu /kaana/ /lakinna/ /laita/ /la‟alla/.46

ق

ص ق

Aku mengatakan kepadamu bahwa temanmu akan datang.

Bahwa kata sesudah /inna/- /kaana/ - /lakinna/ - /laita/ dan

/la‟alla/ berbentuk nashab dan kalau kata itu berupa isim mufrad munsharif ia berbaris fathah. Dengan demikian kata-kata itu sama fungsinya dengan /inna/.47 Memang demikian, bahwa kata-kata itu adalah kawan-kawan /inna/, artinya mempunyai fungsi yang sama, yaitu membuat subjek (mubtada‟) berbentuk nashab (fathah, alif, kasrah, ya, dan hadzfu nun).48

Dalam penggunaannya, partikel inna tidak bisa berubah menjadi anna dengan sendirinya. Ia bisa berubah menjadi anna seandainya berada dalam kasus-kasus tertentu. Hal yang sama juga berlaku pada anna. Namun, pada kondisi tertentu, kedua-duanya bisa digunakan tanpa ada kekhususan. Artinya kita bisa menggunakan inna maupun anna dalam kondisi yang dimaksud. Berikut tempat-tempat berlakunya inna atau anna akan dijelaskan.49

1) Tempat-tempat Berlakunya /inna/

Partikel /inna/ harus diterapkan jika konstituen setelahnya tidak bisa diubah menjadi mashdar, yaitu pada:

a. Terletak di awal kalimat

:

(

ف

)

46

Abdullah Abbas Nadwi. Belajar Mudah Bahasa Al-quran, (Bandung: Mizan, 1996), h. 294

47

Salman Harun. Pintar Bahasa Arab Al-Quran, (Jakarta: Lentera Hati, 2009), h. 123

48

Salman Harun. Pintar Bahasa Arab Al-Quran, (Jakarta: Lentera Hati, 2009), h. 123 49

Mustafa Al-Ghalayaini. Jami‟ addurus al-Arabiyah, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2002), h. 225-226


(49)

b. Terletak setelah partikel ث ح /haitsu/

ج

ث ح ج

c. Terletak setelah partikel /idz/

ط ش ج

d. Terletak setelah shilah maushul (pronomina relatif)

ء ج

e. Terletak sebagai jawaban dari qasam (sumpah)

f. Terletak sebagai isi ucapan dari verba ق /qâla/

ق

:

( ه

)

g. Terletak sebagai fungsi hâl

غ ش ج

h. Terletak sebagai klausa relatif

ض ف ج ء ج

i. Terletak sebagai jumlah isti‟nâf (permulaan)

اف

j. Terletak ketika khabar (predikat) inna-nya ada lâm ibtidâ‟

k. Terletak sebagai ism „ain

خ

2) Tempat-tempat Berlakunya /anna/50

Partikel /anna/ harus diterapkan jika konstituen setelahnya harus ditakwilkan menjadi mashdar, baik mashdar marfû‟, mashdar manshûb maupun

mashdar majrûr. Semuanya terletak pada:51

a. Terletak sebagai fungsi fâ‟il

غ

50

Mustafa Al-Ghalayaini. Jami‟ addurus al-Arabiyah, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2002), h. 227-228

51

Antoine Dahdah, A Dictionary of Arabic Grammar, (Beirut: Maktabah Lubnan, 1981), h. 168


(50)

Terletak setelah partikel

خ

ج

Terletak setelah partikel

ا

b. Terletak sebagai fungsi naibul fa‟il

ف ص

c. Terletak sebagai fungsi mubtada

ح

d. Terletak sebagai fungsi khabar dari ism ma‟anna

ح

e. Terletak sebagai fungsi taabi‟ lil marfu‟ (na‟at, „athaf, badal, dan taukid)

غ

ج

ق ح

Nasab:

1) Terletak sebagai fungsi maf‟ul bih

2) Terletak sebagai khabar kaana atau salah satu dari teman kaana dengan syarat isim kaana dengan isim ma‟anna

,

,

قح

3) Terletak sebagai fungsi ma‟thuf ilaih dan badal minhu.

ف ص

:فط

ق ح خ

ـح :

Jarr:


(51)

2) Terletak sebagai fungsi mudhaf ilaih

ط ش ق ج

3) Terletak sebagai fungsi „athaf dan badal

ق

خ

:فط

:

3) Tempat-tempat Dibolehkannya /Inna/ atau /Anna/

Dalam beberapa kasus, partikel boleh dibaca inna dan anna.52 Hukum itu berlaku karena konstituen setelahnya bisa diubah menjadi mashdar maupun tidak. Kasus-kasus tersebut terjadi dalam empat hal, yaitu:

a. Terletak setelah partikel /idzâ/ yang bermakna „tiba-tiba‟

ف ج خ

b. Terletak setelah fa‟ al-jawâb

ف

c. Terletak sebagai penjelasan terhadap klausa sebelumnya

إ قح ,

d. Terletak setelah frasa جا /lâ jarama/

قح جا

4) /Inna/ atau /Anna/ yang Dirampingkan

Pertikel /inna/ atau /anna/ bisa dirampingkan menjadi /in/ atau

/an/.53 Dalam suatu kalimat apabila inna dirampingkan, maka ia bisa “beramal”

(me-nashab-kan isim dan me-rafa‟-kan khabar) dan juga tidak. Namun, ia sama

52

Mustafa Al-Ghalayaini. Jami‟ addurus al-Arabiyah, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2002), h. 229-230

53

Mustafa Al-Ghalayaini. Jami‟ addurus al-Arabiyah, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2002), h. 230-232


(52)

sekali tidak beramal, maka dalam khabarnya (predikat) mesti diawali dengan huruf /lam/.

ۗ ه

ا

:

:

(

)

: ف ص (

ه ق :

)

ظ

:

:ء ش (

)

Dalam penerjemahannya, partikel in perampingan dari inna bisa diartikan

dengan „sungguh‟, „sesungguhnya‟, atau „benar-benar‟.54

Adapun partikel anna jika dirampingkan menjadi an, maka ia tetap beramal sebagai anna. Ketika itu isim (subjek) an-nya berupa dhamir sya‟n yang dilesapkan, sedangkan khabarnya (predikat) harus berupa konstituen jumlah, baik

jumlah ismiyah maupun fi‟liyah.55 Apabila jumlah setelahnya berupa ismiyah atau

fi‟liyah yang berupa fi‟il jâmid ada du‟â, maka ia tidak memerlukan partikel pemisah antara jumlah tersebut dengan an.

An dapat dirampingkan dengan syarat, wajib isim anna berupa dhamir atau kata ganti dan dibuang dan wajib khabar anna berupa jumlah baik ismiyah maupun fi‟liyah.56

ه ح

خ ء

Apabila jumlah setelahnya berupa fi‟liyah, maka ia memerlukan partikel pemisah antara jumlah tersebut dengan an. Partikel pemisah itu terbagi menjadi

54Rofi‟i.

Bimbingan Tarjamah Arab-Indonesia, (Jakarta: Persada Kemala, 2002), h. 55 55

Ahmad Al-Hasyimi. al-Qawa‟id al-Asasiyah al-Lughah al-„Arabiyah, (Beirut: Al-Maktabah Al- Ashriyah, 2003), h. 163

56

Syekh Abdullah Ibn Ahmad al-Fakihiy, Mutammimah al-Ajurumiyah, (Surabaya, Harisma), h. 56-57


(53)

lima yaitu berupa ق /qad/, /sin/, ف /saufa/, huruf nafi, atau adaat asy-syart dan rubba.57

: ئ ( ق ص ق

: ق

)

( ف ف ح

ۙ ض

: )ف

:

(

)

Dalam penerjemahannya, partikel /an/ perampingan dari anna dapat

diartikan dengan „bahwa‟. Penerjemahan ini memang sesuai dengan fungsinya

sebagai konjungsi komplementasi dalam kalimat majemuk subordinatif.

H. PENEGASAN TERHADAP TEORI YANG DIGUNAKAN DALAM

SKRIPSI

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa Peneliti akan membahas serta meneliti kalimat majemuk subordinatif hubungan komplementasi dalam terjemahan surat al-Baqarah. Pada skripsi ini Peneliti akan fokus pada hubungan komplementasi, yaitu melengkapi apa yang dinyatakan oleh verba klausa bawahan atau oleh nomina subjek, baik dinyatakan maupun tidak.

Hemat Peneliti, istilah hubungan komplementasi hanya digunakan oleh Miftahul Khairah dan Sakura Ridwan (2014) dan Hasan Alwi (1998). Sementara itu, Abdul Chaer menggunakan istilah makna penjelasan (2002) dan masih banyak yang menggunakan teori lain namun semua teori itu mengacu pada kalimat majemuk subordinatif dalam jenis yang sama, yaitu yang menggunakan konjungsi bahwa.

Dalam bahasa Indonesia, bahwa konjungsi komplementasi hanya ada satu macam, yaitu bahwa. Dalam bahasa Arab, konjungsi tersebut terdapat dua macam

57

Mustafa Al-Ghalayaini. Jami‟ addurus al-Arabiyah, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2002), h. 234-235


(54)

( dan ) yang memiliki aturan masing-masing. Dalam kalimat majemuk subordinatif hubungan komplementasi, konjungsi bahwa dapat menjadi subjek, objek, keterangan atau pelengkap.


(55)

BAB III BIOGRAFI

A. LATAR BELAKANG KEHIDUPAN PROF. DR. MAHMUD YUNUS

Prof. Dr. H. Mahmud Yunus. Dilahirkan di Batusangkar, Sumatera-Barat, pada tanggal 30 Ramadhan 1316 H, bertepatan dengan 10 Pebruari 1899 M. Pada umur ± 7 tahun belajar mengaji di surau kakeknya sendiri M. Thahir bin M. Ali gelar Engku Gadang, lalu memasuki Sekolah Dasar, tetapi hanya sampai kelas tiga saja; sesudah itu memasuki madrasah yang dipimpin oleh Syekh H. M. Thaib Umar sampai tahun 1916. Pada tahun 1917 beliau berhenti mengajar karena sakit. Dia menggantikan gurunya sebagai pemimpin madrasah tersebut. Sebelum itu hanya sebagai guru bantu saja.58

Pada tahun 1924-1925 melanjutkan pendidikan di Universitas Al-Azhar, Kairo, dan berhasil memperoleh Shahadah Alimiyah. Kemudian pada tahun 1926-1930 belajar di Madrasah Darul Ulum Ulya, yang sesudah bersusah payah berusaha, memasukinya sebagai orang Indonesia pertama belajar di sini. Di Madrasah ini ia mengambil takhassus (spesialisasi) tadris sampai memperoleh ijazah Tadris (diploma guru).

Profesinya sebagai guru sudah mulai sejak masih belajar di Batusangkar yaitu sebagai guru bantu di pesantren. Selanjutnya, 1931-1932: direktur/guru Al-Jamiah Islamiyah, Batusangkar; 1931-1938, 1942-1946: direktur/guru Normal

Islam (Kuliah Mu‟allimin Islamiyah), Padang; 1948-1949: Dosen Agama pada Akademi Pamongpraja di Bukittinggi; 1957-1960: Dekan/Dosen pada Akademi

58


(56)

Dinas Ilmu Agama (ADIA) di Jakarta; 1960-1963: Dekan/Guru Besar pada Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta; 1966-1971: Rektor IAIN Imam Bonjol, Padang.59

Beliau dikenal pula sebagai pendiri perkumpulan Sumatera Thawalib dan penerbit majalah Islam Al-Banyir (1920); turut mendirikan Persatuan Guru-guru Agama Islam (1920); anggota Minangkabau Raad (1938-1942); anggota Cu Sangi Kai (1943-1945), dalam mana beliau berhasil memasukkan pendidikan Agama Islam di sekolah-sekolah pemerintah; anggota Komite Nasional Sumatera-Barat (1945-1946); Pemeriksa Agama pada Jawatan Pengajaran Agama Sumatera-Barat (1945-1946); Kepala Bagian Islam pada Jawatan Agama Propinsi Sumatera di Pematang Siantar (1946-1949); turut serta mendirikan Majlis Islam Tinggi Minangkabau, yang kemudian menjadi MIT Sumatera (1946); Inspektur Agama pada Jawatan PP & K Propinsi Sumatera, Bukittinggi (1947); Sekretaris Menteri Agama PDRI (1949).

Sesudah pengakuan kedaulatan, beliau memangku beberapa jabatan di Kementrian (departemen) agama RI, berturut-turut sebagai Pegawai Tinggi diperbantukan pada Kementrian Agama di Yogyakarta (1950); kepala Penghubung Pendidikan Agama pada Kementrian Agama di Jakarta (1951); dan Kepala Lembaga Pendidikan Agama pada Jawatan Pendidikan Agama (1952-1956).

59


(57)

Beliau sering pula berkunjung ke luar negeri, baik sebagai tugas yang diberikan pemerintah kepada beliau maupun atas undangan untuk menghadiri berbagai muktamar, sebagai berikut:60

Ke Singapura sebagai salah seorang utusan MIT untuk menghadiri Muktamar Alim Ulama (1943); ke sembilan negara Islam: Mesir, Arab Saudi, Suriah, Libanon, Yordan, Irak, Turki, Tunisia, dan Maroko dalam rangka mempelajari pendidikan agama (1961); ke Arab Saudi untuk

menghadiri Sidang Majlis A‟la Istisyari Al-Jami‟ah Al-Islamiyah di Medinah Munawarah (1962 dan 1969); ke Mesir, memenuhi undangan

Majma‟ Buhutsul Islamiyah Universitas Al-Azhar untuk menghadiri muktamarnya yang kesatu (1964); yang kedua (1965); yang ketiga (1966); dan yang keempat (1979), di mana beliau mengucapkan pidatonya yang berjudul Al-Israiliyat fit Tafsir Wal-Hadits.

Prof. H. Mahmud Yunus juga banyak menulis buku, terutama buku pelajaran agama Islam untuk anak-anak, termasuk pula tafsir dan terjemah

Al-Qur‟an.61

Karya tulis Prof. Dr. H. Mahmus Yunus

Dalam Bahasa Indonesia

1. Tafsir Al-Qur‟an tamat 30 juz, tahun 1938.

2. Terjemahan Al-Qur‟an tanpa tafsir, untuk memudahkan membaca

Al-Qur‟an.

60

Mahmud Yunus. Tafsir Quran Alkarim, (Jakarta: Hidakarya Agung, 2002) 61


(58)

3. Marilah Sembahyang, pelajaran shalat, untuk anak-anak SD, 4 jilid.

4. Puasa dan Zakat, untuk anak-anak SD.

5. Haji ke Mekkah, cara mengerjakan haji, untuk anak-anak SD.

6. Keimanan dan Akhlak, untuk anak-anak SD, 4 jilid.

7. Beberapa kisah pendek, untuk anak-anak SD.

8. Riwayat Rasul dua pulu lima, bersama Rasyidin Zubir Usman.

9. Lagu-lagu Baru/Not angka-angka, bersama Kasim St. M. Syah.

10.Beriman dan Berbudi Pekerti, untuk anak-anak SD.

11.Pemimpin Pelajaran Agama, 3 jilid, untuk murid-murid SMP.

12.Hukum Warisan dalam Islam, untuk tingkat „Aliyah.

13.Perbandingan Agama, untuk tingkat „Aliyah.

14.Kumpulan Do‟a,untuk tingkat „Aliyah.

15.Do‟a-do‟a Rasulullah, untuk tingkat Tsanawiyah.

16.Marilah ke Al-Qur‟an, untuk tingkat Tsanawiyah/PGA, bersama H.

Ilyas M. Ali.

17.Moral Pembangunan dalam Islam, untuk tingkat „Aliyah.

18.Akhlak (bahasa Indonesia), untuk tingkat „Aliyah.

19.Pelajaran Sembahyang (Shalat), untuk „Aliyah, mahasiswa/umum.

20.Hukum Perkawinan dalam Islam, 4 mazhab.

21.Soal Jawab Hukum Islam, dalam 4 mazhab.

22.Ilmu Mustalah Hadis, bersama H. Mahmud Azis.

23.Sejarah Islam di Minangkabau, dalam penyelidikan baru.

24.Kesimpulan isi Al-Qur‟an, untuk mubalig-mubalig/umum.


(59)

26.Pengetahuan Umum Ilmu Mendidik, bersama St. M. Sa‟id.

27.Pokok-pokok Pendidikan/Pengajaran, Fak. Tarbiyah/PGAA.

28.Metodik Khusus Pendidikan Agama, Fak. Tarbiyah/PGAA.

29.Metodik Khusus Bahasa Arab, Fak. Tarbiyah/PGAA.

30.Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia.

31.Sejarah Pendidikan Islam (Umum).

32.Pendidikan Modern di Negara-negara Islam/Pendidikan Barat.

33.Ilmu Jiwa Kanak-kanak, Kuliah untuk kursus-kursus.

34.Pedoman Da‟wah Islamiyah,Kuliah untuk Da‟wah.

35.Dasar-dasar Negara Islam.

36.Menasih Haji, untuk orang dewasa.

37.Juz Amma dan terjemahannya.

Dan 27 judul buku lainnya dalam Bahasa Arab.

Sebagian besar buku-buku karya Mahmud Yunus dipergunakan bagi para pelajar dari sekolah dasar (ibtidaiyah) hingga ke perguruan tinggi. Karya beliau yang mempunyai pengaruh banyak diluar madrasah dan pondok pesantren adalah terjemahan Quran Karim yang diterbitkan pada tahun 1983 dan sudah mengalami cetak ulang berkali-kali. Adapun daftar buku-buku karya Prof. Dr. H. Mahmud Yunus sebagai berikut:

a) Bidang Pendidikan ada 6 karya

1. Pengetahuan Umum dan Ilmu Mendidik.

2. Metodik Khusus Pendidikan Agama.


(60)

4. Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran.

5. At-Tarbiyah wa at-Ta‟lim (Bahasa Arab).

6. Pendidikan di Negara-Negara Islam dan Intisari Pendidikan Barat.

b) Bidang Bahasa Arab ada 16 karya

1. Pelajaran Bahasa Arab I (Bahasa Arab).

2. Pelajaran Bahasa Arab II (Bahasa Arab).

3. Pelajaran Bahasa Arab III (Bahasa Arab).

4. Pelajaran Bahasa Arab IV (Bahasa Arab).

5. Durusu al-Lughah al-Arabiyah ala Thariqati al Haditsah I (Bahasa

Arab).

6. Durusu al-Lughah al-Arabiyah ala Thariqati al Haditsah II (Bahasa

Arab).

7. Metodik Khusus Bahasa Arab.

8. Kamus Arab Indonesia.

9. Penterjemah atau Pentafsir Al-quran.

10.Contoh Tulisan Arab (Bahasa Arab).

11.Muthala‟ah wa al-Mahfuzhaat (Bahasa Arab).

12.Durusu al-Lughah al-Arabiyah I (Bahasa Arab).

13.Durusu al-Lughah al-Arabiyah II (Bahasa Arab).

14.Durusu al-Lughah al-Arabiyah III (Bahasa Arab).

15.Muhadatsah al-Arabiyah (Bahasa Arab).


(1)

93. 126 ... ق + ق Verba ق/Qâla/

94. ... ف ق + ق Verba ق/Qâla/

95. 127 ... ض + /inna/

96. 128 ... ض + /inna/

97. 129 ... ض + /inna/

98. 131 ... ق ج + ق Verba ق/Qâla/

99. ... ق ف + ق Verba ق/Qâla/

100. 132 ... ه + /inna/

101. 135 ... ق ف + ق Verba ق/Qâla/

102. ... ق فط + ق Verba ق/Qâla/

103. 137 ... ف + /inna/

104. 139 ... ج ح ق ف + ق Verba ق/Qâla/

105. 140 ... + ق Sebagai Isi Ucapan

Dari Verba ق /Qâla/

106. 143 ... ه + /inna/

107. 144 ... ص + /inna/

108. ... قح ض + /anna/

109. 145 ... ض + /inna/

110. 146 ... ف + /inna/

111. 148 ... ه + /inna/

112. 149 ... قح ض + /inna/ yang

terletak ketika


(2)

ada lam ibtida’

113. 153 ... ه + /inna/

114. 156 ... ق + ق Sebagai Isi Ucapan

Dari Verba ق /Qâla/

115. 158 ... فص + /inna/

116. 165 ... ه + /anna/

117. ... + /anna/

118. 167 ... خ + /anna/

119. ... ق ص + ق Verba ق/Qâla/

120. 168 ... ض + /inna/ yang terletak

ketika khabar (P)

inna-nya ada lam ibtida’

121. 170 ... ق ج + ق Verba ق/Qâla/

122. ... ق فط + ق Verba ق/Qâla/

123. 173 ... ح + /inna/

124. ... ه + /inna/

125. 176 ... ص + /inna/

126. 181 ... ث ف + /inna/

127. ... ه + /inna/

128. 182 ... ه + /inna/

129. 186 ... ق ف ض + /inna/


(3)

131. 190 ... ه + /inna/

132. 192 ... ه ف + /inna/

133. 194 ... ه + /anna/

134. 195 ... ه + /inna/

135. 197 ... خ ف + /inna/

136. 200 ... + ق Verba ق/Qâla/

137. 203 ... ض + /anna/

138. 206 ... ق ج + ق Verba ق/Qâla/

139. 208 ... ض + /inna/

140. 209 ... ه + /anna/

141. 211 ... ه ف + /inna/

142. 214 ... ص + /inna/

143. ... ح + ق Verba ق/Qâla/

144. 215 ... ه ف + /inna/

145. ... ف ق ف + ق Verba ق/Qâla/

146. 217 ... ق ق + ق Verba ق/Qâla/

147. 219 ... ف ق ج + ق Verba ق/Qâla/

148. ... ف ق + ق Verba ق/Qâla/

149. 220 ... ه + /inna/

150. ... اص ق + ق Verba ق/Qâla/

151. 222 ... ه + /inna/

152. ... ق ض + ق Verba ق/Qâla/


(4)

154. ... ق ض + /anna/

155. 226 ... ه ف + /inna/

156. 227 ... ه ف + /inna/

157. 231 ... ه + /anna/

158. 235 ... ض + /anna/

159. ... ه + /anna/

160. ... ه + /anna/

161. ... ا ق ص + ق Verba ق/Qâla/

162. 237 ... ه + /inna/

163. 243 ... ه + /inna/

164. ... ف ج + ق Verba ق/Qâla/

165. 244 ... ه + /anna/

166. 246 ... ق ج + ق Verba ق/Qâla/

167. ... ق ف + ق Verba ق/Qâla/

168. ... ق فط + ق Verba ق/Qâla/

169. 247 ... ه + /inna/

170. ... ه + /inna/

171. ... ق ج + ق Verba ق/Qâla/

172. ... ق + ق Sebagai Isi Ucapan

Dari Verba ق /Qâla/

173. ... ه ق + ق Sebagai Isi Ucapan

Dari Verba ق /Qâla/


(5)

175. ... + /inna/

176. ... ق ج + ق Verba ق/Qâla/

177. 249 ... ه + /inna/

178. ... ف ض + /inna/

179. ... ه ق + ق Sebagai Isi Ucapan

Dari Verba ق /Qâla/

180. ... ق طا ق ج ف ح + ق Verba ق/Qâla/

181. .. ق ص + ق Verba ق/Qâla/

182. 250 ... ق + ق Verba ق/Qâla/

183. 252

... ض +

/inna/ yang terletak ketika khabar (P)

inna-nya ada lam ibtida’

184. 258 ... ه ف + /inna/

185. ... ق + ق Verba ق/Qâla/

186. ... ق + ق Verba ق/Qâla/

187. 259 ... ح ق + ق Sebagai Isi Ucapan

Dari Verba ق /Qâla/

188. ... ث ق ف + ق Verba ق/Qâla/

189. ... ث ق ف + ق Verba ق/Qâla/

190. ... ث ق فط ف ح + ق Verba ق/Qâla/


(6)

192. 260 ... ه + /anna/

193. ... ق + ق Verba ق/Qâla/

194. ... ق ف + ق Verba ق/Qâla/

195. ... ق + ق Verba ق/Qâla/

196. ... ف ق ج ء ف + ق Verba ق/Qâla/

197. 267 ... ه + /anna/

198. 270 ... ه ف + /inna/

199. 273 ... ه ف + /inna/

200. 275 ... + /inna/

201. ... ق ف + ق Verba ق/Qâla/