16
B. Makna Konotatif
1. Pengertian Makna Konotatif
Makna konotasi merupakan responsi-responsi emosional yang timbul dalam kebanyakan kata-kata leksikal pada kebanyakan para pemakainya.
19
Dalam kata lain, makna konotatif adalah makna yang bukan makna aslinya. Sebuah kata disebut mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempunyai
nilai rasa, baik positif maupun negatif. Jika tidak memiliki rasa maka dikatakan tidak memiliki konotasi. Tetapi bisa juga disebut berkonotasi
netral. Rasa positif atau negatif nilai sebuah kata terjadi akibat penggunaan
referen kata tersebut menjadi sebuah lambang. Dalam pengertian yang lebih sempit, seperti yang dikutip oleh Makyun Subuki dari Richards dan Schmidt
istilah referensi didefinisikan sebagai hubungan antara kata atau frasa objek spesifik tertentu. Misalnya hubungan antara frasa mobil pak Harun dengan
“Mobil pak Harun di dunia nyata”.
20
Jika digunakan sebagai lambang sesuatu yang positif maka nilai rasanya akan positif, dan jika lambang tersebut
digunakan untuk sesuatu hal yang negatif maka ia akan memiliki nilai rasa yang negatif. Salah satu contohnya adalah, jika kita melihat, bagi masyarakat
Amerika maupun bagi masyarakat internasional pada umumnya kata-kata berbau politik seperti komunis, teroris, fasis, ekstrimis, diktator, subversif,
mempunyai makna konotasi “sesuatu yang perlu dijauhi atau dikecam”
sedangkan kata-kata kebebasan, keadilan, hak-hak asasi, perdamaian,
19
Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Semantik, Bandung: Penerbit Angkasa, 1985, h. 56.
20
Makyun Subuki, Semantik Pengantar Memahami Makna Bahasa, Tangerang, TransPustaka, 2011, h. 27.
17 kesejahteraan, patriotik
bermakna konotasi “sesuatu yang didambakan dan harus diperjuangkan serta dipertahankan”.
21
Konotasi bersifat merangsang dan menggugah pancaindra, perasaan, sikap, penilaian, dan keyakinan dan keperluan tertentu rangsangan-
rangsangan tersebut dapat bersifat individual dan kolektif. Makna konotasi umumnya tidak dikaitkan dengan kata, sedangkan kosakata tidak hanya
terdiri atas kata, tetapi juga terdiri atas beberapa kata, seperti kambing hitam. Makna kambing hitam bukan merupakan gabungan makna kambing dan
makna hitam, melainkan memiliki makna tersendiri, yaitu “orang yang dipersalahkan”. Karena mempunyai makna yang tidak dapat ditelusuri dari
makna setiap kata pembetuknya, kambing hitam dikatakan pula mempunyai makna idiomatis dan berkonotasi negatif.
22
Arah rangsangan dapat mengarah ke arah positif maupun negatif. Klasifikasi rangsangan ini bersifat tumpang
tindih dan bergantian berdasarkan pengalaman dan asosiasi yang muncul dan hidup pada individu dan masyarakat pemakai bahasa dan pemanfaat makna.
Jadi, tidak ada suatu konotasi yang baku dan tetap. Ada makna konotasi yang pada suatu saat bersifat negatif dan pada saat yang lain bersifat positif.
23
2. Perbedaan Konotatif dan Denotatif
Denotasi merupakan makna yang bersifat umum, tradisional, dan presedensial,
24
maka dari itu denotasi atau sistem tanda primer sering digunakan untuk berkomunikasi, berpikir, dan menginterpretasikan segala hal
termasuk bahasa itu sendiri. Sedangkan sistem tanda sekunder atau konotasi
21
J. D. Parera, Teori Semantik, Jakarta, Erlangga, 2004, cet. ke-II, h. 98.
22
Kushartanti, dkk, Pesona Bahasa Langkah Awal Memahami Linguistik, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2005, h. 116.
23
J. D. Parera, Teori Semantik, cet. ke-II, h. 99.
24
Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Semantik, h. 56.
18 sering dimanfaatkan oleh para sastrawan untuk merumuskan pemikirannya
dalam bentuk tanda bahasa secara artistik. Maka dari itu, karya sastra terutama puisi lebih banyak memiliki taraf konotasi.
Makna denotasi denotasional, konseptual, kognitif pada dasarnya sama dengan makna referensial sebab makna denotatif ini lazim diberi
penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya.
Dengan kata lain, makna denotatif ini menyangkut informasi-informasi faktual objektif. Karena itu, makna denotatif sering disebut sebagai makna
yang sebenarnya.
25
Menurut Barthes yang dikutip oleh Paramita, dalam Mithologiesnya secara tegas membedakan antara makna denotatif atau sistem
tataran pemaknaan pertama dan sistem tataran pemaknaan kedua yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya, dan sistem kedua ini
Barthes menyebutnya dengan konotatif. Pada peta Barthes dapat digambarkan bahwa tanda denotatif terdiri atas penanda signifier dan petanda signified,
akan tetapi saat bersamaan tanda denotatif adalah juga penanda konotatif. Denotasi merupakan sistem signifikasi tingkat pertama, sementara konotasi
merupakan tingkat kedua. Pada tingkat pertama Language Barthes memperkenalkan signifier 1 dan signified 2 yang gabungan keduanya
menghasilkan sign 3 kembali menjadi Signifier 1 dan digabungkan dengan
25
Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, Jakarta, Rineka Cipta, 2009 h. 65-66.
19 signified 2 dan menjadi sign 3. Sign yang ada di tingkatan kedua inilah
yang berupa myth mitos disebut juga dengan metalanguage.
26
Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa makna denotatif adalah makna yang digunakan untuk mendeskripsikan makna defisional, literal,
gamblang atau common sense dari sebuah tanda. Makna konotatif mengacu pada asosiasi-asosiasi budaya sosial dan personal berupa ideologis,
emosional, dll.
27
Dalam penciptaan sastra, para sastrawan pertama kali diikat oleh arti bahasa lalu diolah menjadi sebuah karya sastra sehingga makna yang
disampaikan tidak lagi sesuai dengan kata aslinya. Makna sastra seringkali disebut dengan significance meaning of meaning dalam bahasa Inggris.
Sedangkan arti bahasa disebut dengan meaning. Untuk memeberikan kemudahan dalam mendefinisikan meaning, kita perlu memperhatikan
pendapat Busman yang dikitip oleh Makyun, bahwa untuk menentukan definisi dari arti meaning dapat digunakan empat macam batasan, yaitu: 1
aspek material dari ekspresi linguistik, baik secara fonetis maupun secara grafis; 2 aspek kognitif yang terlibat ketika memproduksi konsep abstrak
atau ketika menyadari muatan perseptif; 3 objek, ciri, dan keadaan di dunia nyata yang dirujuk melalui ekspresi linguistik; dan 4 penutur speaker dan
konteks spesifik dari situasi ketika ungkapan linguistik tersebut digunakan.
28
Dalam bahasa lain, makna karya sastra ditentukan oleh konvensi tambahan
26
Paramita Nadia, Semiotika dalam Desain Komunikasi, artikel diakses pada 6 April 2015
dari http:www.academia.edu4049657Semiotika_dalam_Desain_Komunikasi_Visual_roland_bartes.
27
Paramita Nadia, Semiotika dalam Desain Komunikasi, artikel diakses pada 6 April 2015
dari http:www.academia.edu4049657Semiotika_dalam_Desain_Komunikasi_Visual_roland_bartes.
28
Makyun Subuki, Semantik Pengantar Memahami Makna Bahasa, h. 24.
20 konotasi atau semiotika tingkat kedua, meskipun tidak lepas sama sekali
dari arti bahasanya. Dalam tindak komunikasi bahasa, peran yang terlibat di dalamnya
hanya tiga: komunikator, komuniken, dan komunike. Karya sastra juga merupakan salah satu tindak komunikasi yang melibatkan bermacam-macam
komponen. Menurut pendekatan semiotik, dalam tindak komunikasi sastra, banyak komponen yang terlibat di dalamnya. Di antaranya terdapat delapan
komponen: pencipta, karya sastra, pembaca, kenyataan atau semesta, sistem bahasa, konvensi sastra, variasi bentuk karya sastra dan nilai keindahan.
29
Dalam berbahasa kita tidak bisa melepas makna konotasi. Kalaulah konotasi dan gaya bahasa itu dihilangkan, maka musnahlah puisi dan
berbagai macam karya sastra. Berikut adalah kata-kata Chairil Anwar yang mempunyai kadar konotatif yang tinggi. Puisi di bawah ini begitu manis,
padat arti yang tersembunyi, di dalamnya penuh nada-nada kegaiban dan pesona. Kita dapat melihat setiap baris sajak tidak bisa ditekuni maksudnya,
kita dapat menyelami maknanya tanpa melihat tautan baris lain. Makna kata dan ungkapan merupakan persoalan konteks.
Penerimaan
Kalau kau mau kuterima kembali Dengan sepenuh hati
Aku masih tetap sendiri Kutahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi
29
Sukron Kamil, Najib Mahfudz Sastra Islam dan Politik, h. 108-109.
21 Jangan tunduk Tendang aku dengan berani
Kalau kau mau kuterima kembali Untukku sendiri tapi
Sedang dengan cermin aku enggan berbagi
30
Dalam catatan lain, Chairil Anwar sadar mengatakan dirinya sendiri sebagai “Aku ini binatang jalang”, telah merangsang pancaindra
dengan kata jalang. Rangsangan tersebut dapat kita uji dengan kata-kata sinonim yang lain seperti berikut:
Aku ini binatang jalang Aku ini binatang buas
Aku ini binatang liar Konotasi jalang, buas, dan liar berbeda-beda kadarnya bagi setiap
pembaca maupun pendengar, tetapi terasa kurang enak dan menakutkan.
31
Dijelaskan pula oleh Piliang bahwa makna denotasi adalah pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, dengan kata lain
tanda dan rujukan yang realistis, yang menghasilkan makna yang eksplisit, langsung dan pasti.
32
Makna denotasi denotaive meaning adalah makna yang sesungguhnya atau makna pada apa yang ada. Denotasi merupakan
tanda yang penandaannya mempunyai tingkat konvensi atau kesepakan yang tinggi. Dalam catatan lain, makna denotasi merupakan makna kosakata yang
dikuasai seseorang yang merupakan bagian utama memori semantis yang
30
A. Chaedar Alwasilah, Linguistik Suatu Pengantar, Bandung: Angkasa, 1993, h. 162- 163.
31
J. D. Parera, Teori Semantik, cet. ke-II, h. 99-100.
32
Chris Barker, Cultural Studies Teori dan Praktik, Jogjakarta, Kreasi Wacana, 2009 h. 94-95.
22 tersimpan dalam otak kita.
33
Denotasi-denotasi tersebut biasanya merupakan hasil penggunaan atau pemakaian kata-kata selama berabad-abad; semua itu
akhirnya termuat dalam kamus dan berubah dengan cara yang sangat lambat.
34
Sedangkan konotasi adalah tingkat penandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, yang di dalamnya terdapat makna
yang tidak sesuai dengan apa yang tampak, tidak langsung, dan tidak pasti. Dengan kata lain, makna konotatif adalah makna yang tidak mudah
dipahami.
35
Ia menciptakan makna lapis kedua yang terbentuk ketika penanda dikaitkan dengan berbagai aspek psikologis, yang mencakup perasaan, emosi,
keyakinan. Misalnya, tanda “boneka” mempunyai konotasi “cinta dan kasih sayang”. Makna lapis kedua dapat dihasilkan oleh konotasi yang bersifat
tersembunyi dan implisit, maka hal yang demikian disebut dengan makna konotatif conotative meaning.
Makna konotasi juga merupakan responsi-responsi emosional yang seringkali bersifat perorangan yang timbul dalam kebanyakan kata-kata
leksikal pada kebanyakan para pemakainya. Justri itu konotasilah yang memisahkan, bukan denotasi, seperti
Langsing dari kurus Gagah dari gemuk
Kasar dari agresif Agresif dari tegas
33
Kushartanti, dkk, Pesona Bahasa Langkah Awal Memahami Linguistik, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2005, h. 115.
34
Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Semantik, h. 56.
35
Abdul Chaer, Linguistik Umum, h. 292.
23 Setiap kata di atas pada prisipnya mengandung denotasi atau makna
pusat yang sama, tetapi jelas kata-kata tersebut menimbulkan responsi- responsi yang berbeda karena konotasi-konotasi yang terkandung di
dalamnya. Namun demikian konotasi-konotasi tersebut masih dapat dikatakan bersifat kolektif. Kebanyakan orang akan menyetujui bahwa “langsing”
misalnya, merupakan hal yang disenangi, sedangkan “kurus” membayangkan kerempeng akibat kurang urus.
36
Konotasi identik dengan operasi ideologi yang disebutnya sebagai “Mitos” dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran
bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu.
37
Maka dari itu, konotasi yang mantap akan berkembang menjadi sebuah mitos yaitu
makna yang tersembunyi dan secara sadar disepakati oleh sebuah komunitas. Mitos yang mantap akan berkembang menjadi sebuah ideologi, yaitu sesuatu
yang mendasari pemikiran sebuah komunitas sehingga secara tidak sadar ideologi tersebut mempengaruhi pandangan mereka.
Pada tingkat denotasi bahasa melahirkan konvensi sosial yang bersifat eksplisit yaitu kode-kode yang makna tandanya naik ke permukaan
berdasarkan relasi penanda dan petandanya. Sebaliknya, kode-kode yang makna tandanya bersifat implisit dilahirkan oleh konotasi. Dengan kata lain,
kode tersebut memiliki muatan makna yang tersembunyi. Menurut Barthes, makna tersembunyi adalah kawasan dari ideologi atau mitologi. Selain itu,
Barthes menunjukkan, ketika kebudayaan mewujudkan dirinya di dalam teks-
36
Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Semantik, h. 56.
37
Paramita Nadia, Semiotika dalam Desain Komunikasi, artikel diakses pada 6 April 2015 dari
http:www.academia.edu4049657Semiotika_dalam_Desain_Komunikasi_Visual_roland_bartes.
24 teks, maka ideologipun mewujudkan dirinya melalui berbagai kode yang
merembes masuk ke dalam teks bentuk penanda-penanda penting, seperti tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain.
38
Bahasa sebagai sarana komunikasi bermakna tidak dapat melaksanakan fungsinya secara lengkap tanpa adanya makna konotasi.
Karena bahasa dapat dikatakan hidup dan berkembang jika bahasa tersebut memiliki makna denotasi dan konotasi serta komunikasi antar sesama
manusia akan terasa lebih hidup. Berbahasa tanpa memanfaatkan konotasi akan terasa hambar, kecuali ilmu pengetahuan dan teknologi.
39
Dalam buku Mansoer Pateda, Harimurti berpendapat bahwa, “Aspek makna sebuah atau
sekelompok kata yang didasarkan atas perasaan atau pikiran yang timbul atau dit
imbulkan pada pembicara penulis dan pendengar pembaca.” Dengan kata lain, makna konotatif merupakan makna leksikal, yaitu makna yang
ditentukan oleh stilistis fungsional dan nuansa ekspresi pengungkapan bahasa.
40
Dengan demikian, perbedaan makna konotatif dan denotatif didasarkan pada ada atau tidak adanya “nilai rasa” pada sebuah kata. Setiap
kata, terutama yang disebut kata penuh, mempunyai makna denotatif, tetapi tidak setiap kata mempunyai makna konotatif.
38
Paramita Nadia, Semiotika dalam Desain Komunikasi, artikel diakses pada 6 April 2015 dari
http:www.academia.edu4049657Semiotika_dalam_Desain_Komunikasi_Visual_roland_bartes.
39
J. D. Parera, Teori Semantik, cet. ke-II, h. 97.
40
Zaenal Arifin, Cermat Berbahasa Indonesia Jakarta, Akademia Pressindo, t.t. h. 25- 27.
25
Bab III
A. Biografi M. Quraish Shihab