Aspek Hukum Tentang Sertifkat Deposito Sebagai Surat Berharga

(1)

ASPEK HUKUM TENTANG SERTIFKAT DEPOSITO

SEBAGAI SURAT BERHARGA

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

ANDREAS RAJAGUKGUK NIM : 070200278

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

ASPEK HUKUM TENTANG SERTIFKAT DEPOSITO

SEBAGAI SURAT BERHARGA

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

ANDREAS RAJAGUKGUK NIM : 070200278

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN KETUA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

Dr. Hasim Purba, SH, M.Hum NIP: 19660303198508101

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. H. Tan Kamello, SH, MS Puspa Melati Hasibuan, SH, M.Hum NIP. 196204211988031004 NIP. 196801281994032001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(3)

ABSTRAK

Seperti diketahui di zaman modern ini masyarakat pada umumnya masyarakat tidak selalu membawa uang dengan jumlah yang besar, karena selain demi keamanan akan tetapi juga untuk kepraktisan dalam melakukan kegiatan transaksi dimanapun dan kapanpun. Untuk menyediakan kebutuhan masyarakat akan kemudahan dan kenyamanan bertransaksi, maka lembaga keuangan baik perbankan maupun yang bukan perbankan menyediakan berbagai macam surat berharga yang salah satu diantaranya adalah sertifikat deposito sebagai alternatif pembayaran dalam suatu transaksi yang dilakukan oleh masyarakat. Namun masih banyak orang yang belum memahami dengan benar penggunaan dari sertifikat deposito ini, untuk itu perlu dikaji aspek hukum dari serifikat deposito sehingga dapat menghindari penyalahgunaan dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Adapun yang menjadi permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini yaitu:

pertama, bagaimana Pertanggungjawaban Pihak-pihak yang Terkait dalam

Penggunaan Sertifikat Deposito Sebagai Surat Berharga? Kedua, bagaimana bentuk-bentuk wanprestasi dalam perjanjian yang mempergunakan sertifikat deposito sebagai jaminan? Ketiga, bagaimana kedudukan sertifikat deposito dapat dikatakan sebagai salah satu surat berharga?

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma dan asas-asas hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan ketentuan hukum yang berlaku. Undang-undang yang dimaksud adalah UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan, kemudian KUHD dan beberapa penelitian, buku, majalah serta makalah yang membahas tentang permasalahan yang sejenis.

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah: Pertama, Tanggung jawab bank meliputi menjaga keamanan sertifikat deposito pada saat pembayaran apabila ditangguhkan untuk sementara, serta menilai dan memastikan bahwa pemegang terakhir adalah pemegang yang tidak beritikad buruk atau pemegang yang berhak karena telah membuktikannya di luar adanya laporan dari pihak kepolisian. Dengan kata lain tanggung jawab secara perdata bank hanyalah sebatas pembayaran sertifikat deposito kepada pemegang yang sebenarnya, dan bank tidak bertanggung jawab apabila terjadi kehilangan sertifikat deposito. Kedua, Berdasarkan Pasal 1243 jo. Pasal 1763 KUHPer, faktor cidera janji atau wanprestasi oleh debitur antara lain lalai memenuhi perjanjian, tidak menyerahkan atau membayar kewajibannya dalam jangka waktu yang ditentukan, tidak berbuat sesuai yang dijanjikan dalam tenggang waktu yang ditentukan, tidak mengembalikan pinjaman sesuai dengan jumlah pinjaman dalam waktu yang ditentukan. Ketiga, kedudukan sertifikat deposito dikatakan sebagai surat berharga yang lahir karena kebutuhan dalam bidang perbankan dan surat berharga yang diatur di luar KUHD yakni tunduk pada ketentuan yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan ditujukan bagi Lembaga Keuangan Bukan Bank yang menerbitkan sertifikat deposito bersama dengan Bank Indonesia ditujukan bagi bank yang menerbitkan sertifikat deposito.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas Kasih Karunia-Nya, penulis mampu untuk menjalani perkuliahan sampai pada tahap penyelesaian skripsi pada Departemen Hukum Keperdataan Program Kekhususan Hukum Perdata Dagang di Fakultas Hukum Universitas ini, karena tanpa pertolongan-Nya penulis tidak dapat menyelesaikan skripsi ini, tetapi oleh karena hikmat yang diberikan-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan semuanya dengan baik.

Penulisan skripsi ini diajukan untuk melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Sumatera Utara. Adapun judul dari skripsi ini adalah “ASPEK HUKUM TENTANG SERTIFIKAT DEPOSITO SEBAGAI

SURAT BERHARGA”. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari

dengan sepenuhnya bahwa hasil yang diperoleh masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis akan sangat berterima kasih jika ada kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini ke depan dan terlebih-lebih kepada penulis sendiri.

Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(5)

3. Bapak Syarifuddin, SH, MH, DFM., selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

4. Bapak M. Husni, SH, MS., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

5. Bapak Dr. Hasim Purba, SH, M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Universitas Sumatera Utara Medan.

6. Bapak Prof. Dr. H. Tan Kamello, SH, MS., sebagai Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

7. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

8. Bapak Dr. M. Hamdan, SH, MH., selaku Dosen Wali penulis selama mengikuti masa perkuliahan.

9. Bapak dan Ibu Dosen Staf Pengajar yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan beserta seluruh Staf Pegawai yang turut mendukung segala urusan perkuliahan dan administrasi penulis selama perkuliahan.

10.Orang tua penulis : Ayahanda tersayang A. Rajagukguk love u daddy, dan Ibunda yang hebar luar biasa R. Br Nainggolan, love u so much mom,

yang telah memberikan segenap kasih sayang dan perhatian, doa, bimbingan yang tulus, kerja keras serta perjuangan untuk mencukupi segala kebutuhan penulis, hingga penulis mendapatkan gelar Sarjana Hukum, hanya ucapan terima kasih dan doa yang dapat penulis sampaikan.


(6)

11.Buat adekku yang tersayang Rifka Sodang Margaretha Rajagukguk, atas motivasi dan dukungan selama ini dan semua yang telah diberikan kepada

penulis.

12.Keluarga Besar Rajagukguk dan Nainggolan, yang tak bisa dituliskan satu persatu, atas bantuan, doa dan dukungan kepada penulis.

13.Buat mereka yang spesial dan sangat berarti dalam hidup penulis, atas Cinta dan Kasih Sayang yang diberikan setulus hati, membantu perkuliahan penulis dan memberikan semangat serta doa bagi penulis dari awal perkuliahan sampai penyelesaian skripsi ini.

14.Keluarga Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

15.Keluarga Besar Civitas Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Cabang Medan khususnya Komisariat Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

16.Sahabat-sahabat terbaik penulis dari Semester I sampai sekarang, Oloan Siregar, Ivan Marpaung, Putra F. Siregar, Nimrot Sihombing.

17.Teman-teman satu kost : terkasih Bang Ade F.D. Sinaga, Tondy E. Sianturi dan Chandra Y. Simatupang (CeNeR).

18.Rekan-rekan dalam Hutur-hutur Group, atas kebersamaan, semua celoteh, tukar pikiran, canda dan tawa. One song One Dorguk, Ho do na manggoyang,


(7)

Besar harapan penulis, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi yang membacanya, meskipun penulis menyadari kekurangan dalam penyusunan skripsi ini.

Medan, Agustus 2011 Penulis,


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah ... 13

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 14

D. Tinjauan Kepustakaan ... 15

E. Keaslian Penulisan ... 20

F. Metode Penelitian ... 21

G. Sistematika Penulisan ... 21

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT BERHARGA ... 23

A. Pengertian Surat Berharga... 23

B. Dasar Hukum dan Ketentuan Tentang Surat Berharga... ... 33

C. Klausula Surat Berharga ... 38

D. Legitimasi Surat Berharga... 39

E. Upaya Tangkisan Surat Berharga ... 41

BAB III : URAIAN TEORITIS TENTANG SERTIFIKAT DEPOSITO... 45

A. Pengertian Sertifikat Deposito ... 45

B. Dasar Hukum dan Ketentuan Tentang Sertifikat Deposito ... 49


(9)

BAB IV : ASPEK HUKUM TENTANG SERTIFIKAT DEPOSITO

SEBAGAI SURAT BERHARGA... 53

A. Pertanggungjawaban Pihak-pihak Yang Terkait Dalam Penggunaan Sertifikat Deposito ... 53

B. Bentuk-bentuk Wanprestasi Dalam Perjanjian Dengan Jaminan Sertifikat Deposito ... 61

C. Kedudukan Sertifikat Deposito Dikatakan Sebagai Surat Berharga . 77

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 80

A. Kesimpulan... 80

B. Saran ... 81


(10)

ABSTRAK

Seperti diketahui di zaman modern ini masyarakat pada umumnya masyarakat tidak selalu membawa uang dengan jumlah yang besar, karena selain demi keamanan akan tetapi juga untuk kepraktisan dalam melakukan kegiatan transaksi dimanapun dan kapanpun. Untuk menyediakan kebutuhan masyarakat akan kemudahan dan kenyamanan bertransaksi, maka lembaga keuangan baik perbankan maupun yang bukan perbankan menyediakan berbagai macam surat berharga yang salah satu diantaranya adalah sertifikat deposito sebagai alternatif pembayaran dalam suatu transaksi yang dilakukan oleh masyarakat. Namun masih banyak orang yang belum memahami dengan benar penggunaan dari sertifikat deposito ini, untuk itu perlu dikaji aspek hukum dari serifikat deposito sehingga dapat menghindari penyalahgunaan dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Adapun yang menjadi permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini yaitu:

pertama, bagaimana Pertanggungjawaban Pihak-pihak yang Terkait dalam

Penggunaan Sertifikat Deposito Sebagai Surat Berharga? Kedua, bagaimana bentuk-bentuk wanprestasi dalam perjanjian yang mempergunakan sertifikat deposito sebagai jaminan? Ketiga, bagaimana kedudukan sertifikat deposito dapat dikatakan sebagai salah satu surat berharga?

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma dan asas-asas hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan ketentuan hukum yang berlaku. Undang-undang yang dimaksud adalah UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan, kemudian KUHD dan beberapa penelitian, buku, majalah serta makalah yang membahas tentang permasalahan yang sejenis.

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah: Pertama, Tanggung jawab bank meliputi menjaga keamanan sertifikat deposito pada saat pembayaran apabila ditangguhkan untuk sementara, serta menilai dan memastikan bahwa pemegang terakhir adalah pemegang yang tidak beritikad buruk atau pemegang yang berhak karena telah membuktikannya di luar adanya laporan dari pihak kepolisian. Dengan kata lain tanggung jawab secara perdata bank hanyalah sebatas pembayaran sertifikat deposito kepada pemegang yang sebenarnya, dan bank tidak bertanggung jawab apabila terjadi kehilangan sertifikat deposito. Kedua, Berdasarkan Pasal 1243 jo. Pasal 1763 KUHPer, faktor cidera janji atau wanprestasi oleh debitur antara lain lalai memenuhi perjanjian, tidak menyerahkan atau membayar kewajibannya dalam jangka waktu yang ditentukan, tidak berbuat sesuai yang dijanjikan dalam tenggang waktu yang ditentukan, tidak mengembalikan pinjaman sesuai dengan jumlah pinjaman dalam waktu yang ditentukan. Ketiga, kedudukan sertifikat deposito dikatakan sebagai surat berharga yang lahir karena kebutuhan dalam bidang perbankan dan surat berharga yang diatur di luar KUHD yakni tunduk pada ketentuan yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan ditujukan bagi Lembaga Keuangan Bukan Bank yang menerbitkan sertifikat deposito bersama dengan Bank Indonesia ditujukan bagi bank yang menerbitkan sertifikat deposito.


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberadaan bank dalam bidang perekonomian sudah menjadi kebutuhan yang sulit dihindari, karena bank sudah menyentuh kebutuhan setiap orang dan seluruh lapisan masyarakat. Bagi masyarakat umum, bank adalah tempat atau sarana berinvestasi yang paling mudah dan sudah dikenal sejak lama. Bank memiliki produk baik berupa sarana investasi maupun sebagai perantara transaksi. Dengan menyimpan dana masyarakat dan menyalurkan kembali dalam bentuk kredit, bank telah menjembatani pihak-pihak yang kelebihan dan membutuhkan dana. Maka dengan apa yang dilakukan tersebut, bank disebut sebagai lembaga yang menjalankan fungsi intermediasi yaitu sebagai perantara transaksi antara para pihak.

Sebagai lembaga perantara, pihak-pihak yang kelebihan dana baik perseorangan, badan usaha, yayasan, maupun lembaga pemerintah dapat menyimpan kelebihan dananya di bank dalam bentuk rekening giro, tabungan, bahkan dengan instrumen surat berharga yang dikeluarkan oleh bank seperti deposito berjangka, sertifikat deposito yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran. Dalam dunia perusahaan dan perdagangan, orang menginginkan segala sesuatunya bersifat praktis dan aman, khususnya dalam lalu lintas pembayaran. Artinya orang tidak mutlak lagi menggunakan alat pembayaran berupa uang, melainkan cukup dengan menerbitkan surat berharga sebagai alat pembayaran maupun alat pembayaran kredit.


(12)

Sertifikat deposito (certificate of deposits), merupakan salah satu produk yang dikeluarkan oleh bank sebagai alat atau instrumen surat berharga yang digunakan untuk melakukan pembayaran dalam suatu transaksi.1

Seperti yang telah dikemukakan di atas, lahirnya surat berharga tidak lain dimaksudkan untuk meningkatkan dan memudahkan serta mengamankan transaksi-transaksi dalam dunia perdagangan. Pembayaran dan penyerahan barang, pada dasarnya dapat berlangsung dengan sederhana dan cepat, bila transaksinya sendiri berlangsung dengan sederhana. Pembayaran dan penyerahan barang yang paling sederhana adalah dengan menggunakan uang tunai pada saat barang yang dibeli diserahkan oleh penjual kepada pembeli.

Cara pembayaran dengan sertifikat deposito dilandasi oleh adanya suatu perjanjian antara para pihak yang membuat perjanjian tersebut dan mengenai cara pembayaran disepakati dengan menggunakan instrumen surat berharga yaitu sertifikat deposito.

Seperti diketahui di zaman modern ini masyarakat pada umumnya masyarakat tidak selalu membawa uang dalam jumlah yang besar, karena selain untuk keamanan juga faktor kepraktisan dalam melakukan kegiatan transaksi dimanapun dan kapanpun. Untuk menyediakan kebutuhan masyarakat akan kemudahan dan kenyamanan bertransaksi, Lembaga Keuangan Bank menyediakan produk sertifikat deposito sebagai alternatif pembayaran dalam suatu transaksi yang dilakukan oleh masyarakat.

1


(13)

Oleh karena transaksi dagang tidak selamanya seperti yang kita ketahui, bahkan pada umumnya dilakukan tidak sesederhana apa yang telah dikemukakan, maka transaksi-transaksi dagang tersebut tidak lagi dilakukan dengan pembayaran tunai dengan menggunakan uang kartal pada saat penyerahan barangnya, namun pembayaran itu dilakukan dengan menyerahkan surat-surat berharga kepada pihak yang seharusnya menerima uang tunai seandainya transaksi dilakukan dengan sederhana. Bahkan lebih rumit lagi jika para pihak yang terlibat dalam transaksi berada pada tempat yang berjauhan, bahkan pada negara yang berbeda, karena pembayaran bukan hanya tidak dapat dilakukan secara langsung dari tangan ke tangan dengan menggunakan uang kartal, tapi juga harus dilakukan dengan perantaraan bank.2

Sebaliknya penyerahan barang yang dilakukan dalam transaksi dagang tidak lagi dilakukan dengan penyerahan barangnya secara langsung, tapi juga dengan penyerahan dokumen-dokumen yang dapat dipergunakan untuk menerima barang yang dimaksud. Dengan demikian, akan semakin tampak peranan surat berharga dalam transaksi dagang. Pembayaran sejumlah uang dengan perantaraan bank ini tidak selamanya dapat berjalan dengan lancar, karena kemungkinan terjadi pembayaran atas harga barang sudah dilakukan, sedangkan barangnya tidak dapat diserahkan atau paling tidak, barangnya diserahkan tetapi tidak sebagaimana mestinya. Sebaliknya, dapat juga terjadi bahwa penyerahan barang telah dilakukan akan tetapi pembayaran belum diterima.

2

Joni Emirzon, Hukum Surat Berharga dan Perkembangannya di Indonesia, (Jakarta : Prehaillindo, 2001), hal 2.


(14)

Dewasa ini kegiatan bisnis, baik dalam skala nasional maupun internasional berkembang begitu pesat dan telah mengarah kepada perdagangan global, hal ini perlu ditandai dengan terbentuknya area-area perdagangan regional seperti Pasar Bebas ASEAN yang dikenal dengan ASEAN Free Trade Area (AFTA), Pasar Bebas dikawasan benua Amerika seperti North America Free

Trade Area (NAFTA), Pasar Bebas Asia Pasifik (APEC), Pasar Tunggal Eropa.

Dari berbagai bentuk pasar tersebut, yang akhirnya akan tercipta pasar tunggal internasional atau pasar bersama antara negara-negara di dunia memaksa setiap negara mau tidak mau ikut atau masuk ke dalam sistem tersebut, demikian juga para pelaku bisnis negara-negara yang bersangkutan mau tidak mau harus ikut menyesuaikan diri dalam sistem perdagangan tersebut tanpa terkecuali.

Seperti diketahui masih terdapat perbedaan kemampuan di bidang ekonomi atau teknologi negara-negara di dunia, misalnya masih banyak negara miskin atau terbelakang (under development), negara sedang berkembang (developing country), dan negara maju (modern country).3

Namun demikian, kalau dicermati pada dasarnya bukan hal mampu atau kurang mampu yang dipermasalahkan, tetapi yang penting bagaimana partisipasi dan kesediaan negara-negara di dunia untuk bekerjasama dengan baik, yang bersifat saling membantu dan member untung satu sama lain. Terbentuknya kondisi ini, pada dasarnya setiap negara di dunia telah menyadari akan saling

Ketiga kondisi ini telah menunjukkan seberapa kemampuan atau persiapan yang dimiliki masing-masing negara.

3


(15)

ketergantungan satu sama lain makin meningkat dan berkembang, karena untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang selalu berkembang dan bertambah. Kebutuhan masyarakat tidak hanya sandang pangan, tetapi kebutuhan teknologi dan sistem pelayanan serta cara bertransaksi nyang makin aman dan mudah.

Dalam kegiatan transaksi bisnis yang berkembang sedemikian rupa, baik secara nasional maupun internasional, pelaku bisnis menggunakan berbagai macam alat bayar. Pada awalnya sistem pembayaran tradisional dilakukan dengan sistem barter, yaitu transaksi dengan cara pertukaran barang antara para pihak (penjual dan pembeli), misalnya penjual memiliki barang berupa beras dan pembeli mempunyai barang berupa kopi, karena mereka saling membutuhkan barang tersebut, maka mereka mengadakan pertukaran barang.

Kondisi saat itu masih memungkinkan untuk kegiatan barter, karena belum dikenal alat bayar lainnya berupa uang, namun kemudian kondisi ini mulai berkembang lebih maju dan diciptakan alat pembayaran yang baru yakni dikenal adanya mata uang disetiap negara yang merdeka di dunia. Untuk pelaku bisnis antar warga negara yang sama dapat menggunakan alat bayar berupa mata uang negara yang bersangkutan, sedangkan pelaku bisnis yang berbeda negara dan sistem hukum, maka mereka harus memilih mata uang apa.4

Namun dalam praktek bisnis internasional, mata uang yang digunakan secara internasional dewasa ini adalah Dollar Amerika. Selain alat bayar berupa uang (money) yang dipergunakan, para pelaku bisnis juga menggunakan bentuk lain yaitu surat berharga yang dikenal dengan istilah Commercial Paper atau

4


(16)

Negotiable Instrument. Penggunaan surat berharga dalam kegiatan bisnis makin

lama makin berkembang dan hampir semua pelaku bisnis menggunakan alat bayar tersebut, termasuk kegiatan bisnis sehari-hari yang dilakukan oleh masyarakat umum.

Ada beberapa alasan mengapa surat berharga lebih senang dipergunakan oleh masyarakat umum dan khususnya para pelaku bisnis, pertama dari aspek keamanan yakni menggunakan surat berharga lebih aman bila dibandingkan dengan menggunakan uang, karena :5

1. Tidak semua orang dapat menerbitkan surat berharga, untuk menerbitkan surat berharga haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu yang diatur dalam perundang-undangan tentang surat berharga.

2. Tidak semua orang dapat menggunakan surat berharga, karena ada prosedur tertentu yang harus dilalui oleh pemegang atau pemilik surat berharga.

3. Kertas atau bahan surat berharga tidak semua badan hukum bebas begitu saja untuk dapat mencetak atau membuat bentuk surat berharga, ada prosedur tertentu yang harus dipenuhi.

Kedua, menggunakan surat berharga lebih praktis dibandingkan menggunakan uang, satu lembar surat berharga dapat bernilai Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau lebih, sehingga pelaku bisnis tidak pelu membawa uang tunai cukup selembar surat berharga untuk berbelanja dengan jumlah yang banyak, sifat praktis sudah merupakan kebutuhan masyarakat modern saat ini dengan didukung oleh teknologi canggih.

5

Dahlan M.Sutalaksana, Pengembangan dan Prospek Commersial Paper sebagai alternative


(17)

Ketiga, untuk saat ini bagi kalangan tertentu (kalangan bisnis), berbisnis atau berbelanja menggunakan surat berharga merupakan suatu prestise tersendiri, kadang-kadang boleh dikatakan lebih bonafit, sehingga tingkat kepercayaan diri atau kepercayaan orang lain terhadap surat berharga memiliki nilai lebih.

Keempat, saat ini berbagai fasilitas pendukung yang diadakan oleh bank atau lembaga keuangan bukan bank dalam penggunaan surat berharga sangat banyak dan hampir di setiap lokasi pusat perbelanjaan ada, sehingga mempermudah pemilik surat berharga.

Kelima, saat ini boleh juga disebut menggunakan surat berharga sedang menjadi mode atau trend, sehingga banyak masyarakat tertentu keranjingan atau ikut-ikutan menggunakan surat berharga dalam setiap kegiatan bisnis atau kegiatan lainnya.

Keenam, sebagian surat berharga tidak saja berfungsi sebagai alat bayar tetapi ini surat berharga sudah menjadi komoditi dalam kegiatan bisnis atau objek perjanjian. Para pihak yang memiliki surat berharga dapat menjual surat berharga tersebut dengan sistem diskonto, dengan harapan akan mendapatkan keuntungan, misalnya jual-beli surat saham atau obligasi, surat berharga komersial (commercial paper/CP),6

6

Didier Lemaistre, The Development and Prospect of Commercial Paper in Indonesia, journal, Jakarta 3 Nopember 1998.

dan lainnya. Pada dasarnya masih banyak faktor-faktor lain yang melatarbelakangi mengapa masyarakat lebih senang menggunakan surat berharga.


(18)

Kalau kita perhatikan penggunaan surat berharga dalam kegiatan bisnis makin berkembang dan makin banyak disenangi oleh masyarakat walaupun belum ada data statistik yang dapat menunjukkan bagaimana perkembangan penggunaan surat berharga di Indonesia atau dunia internasional, namun dalam praktek bisnis dapat kita amati dan ketahui sendiri, hal ini merupakan fenomena perkembangan bisnis yang sehari-hari kita temui.

Karena penggunaan surat berharga didukung dengan perkembangan bentuk dan sistem pasar tempat berbelanja, kalau dahulu pasar-pasar swalayan masih berbentuk tradisional, para pedagang dan konsumen belum mengenal surat berharga. Akan tetapi kini, sistem perdagangan telah menunjang dan menyiapkan fasilitas untuk berbelanja dengan menggunakan surat berharga, seperti swalayan modern yang dikenal dengan istilah super market, mall, dan sebagainya.

Dalam dunia usaha dikenal berbagai macam surat berharga. Yaitu surat yang mempunyai harga, dapat dinilai dengan uang, atau dapat ditukar dengan barang yang tercantum dalam surat berharga tersebut. Namun surat berharga yang dimaksud dalam hal ini adalah pengertian yang sangat luas, yang masih perlu perbedaannya dalam surat berharga dan surat yang mempunyai harga, dan di antara kedua surat berharga tersebut yang dibicarakan dalam Hukum Dagang adalah surat berharga.

Demikian juga dari segi bentuk surat berharga, makin lama makin berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pada awalnya kita hanya mengenal surat berharga berupa cek, wesel, promissory note,7

7

ADC, Gardner Workbook, Commercial Paper, 1991.


(19)

bentuk-bentuk lain seperti bilyet giro, kartu kredit, obligasi, deposito berjangka, sertifikat deposito, Sertifikat Bank Indonesia (SBI) bahkan ATM (Authomatic

Teller Machine) atau Anjungan Tunai Mandiri, dalam perkembangan terakhir

tidak saja digunakan sebagai alat mengambil uang pada mesin uang, tetapi sudah dapat digunakan untuk berbelanja pada tempat-tempat tertentu.

Seiring dengan perkembangan bentuk-bentuk surat berharga maka fungsi surat berharga pun juga semakin berkembang, fungsi surat berharga tidak hanya sebagai alat dalam pembayaran dalam transaksi bisnis atau kegiatan perdagangan namun sudah berkembang menjadi alat dalam melakukan investasi atau seperti layaknya menabung di bank.

Dalam hal ini, yang dimaksud adalah deposito berjangka dan sertifikat deposito. Deposito berjangka merupakan produk perbankan yang sudah dikenal luas oleh masyarakat kita, dimana caranya cukup sederhana yakni mendepositokan sejumlah uang, dan ketika jatuh tempo kita dapat mencairkan sekaligus dengan memperoleh bunganya.

Permasalahan baru timbul jika butuh uang secara mendadak untuk transaksi atau investasi, dan deposito kita belum jatuh tempo, tentu hal tersebut merupakan suatu kendala. Kita harus menunggu sampai jatuh tempo tempo atau rela dikenakan pinalti (dalam persentase dari pokok deposito), jika kita terpaksa harus mencairkan deposito tersebut sebelum waktu jatuh tempo. Bisa mengatasi masalah ini dengan berinvestasi via sertifikat deposito.


(20)

Pada dasarnya sertifikat deposito tidak berbeda dengan deposito berjangka yang sudah dikenal luas di masyarakat, meskipun terdapat beberapa perbedaan dalam tata cara penggunaannya.

Mengingat Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila haruslah memberikan perlindungan hukum terhadap warga masyarakatnya sesuai dengan yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Negara Republik Indonesia alinea IV (keempat),8 oleh karena itu perlindungan hukum berdasarkan Pancasila berarti pengakuan dan perlindungan hukum sesuai dengan nilai-nilai Pancasila atau pengakuan dan perlindungan akan harkat dan martabat manusia atas dasar nilai Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan, serta keadilan sosial.9

Dewasa ini aktivitas bisnis dan perbankan berkembang begitu pesatnya dan terus merambah ke berbagai bidang, baik menyangkut barang maupun jasa. Kegiatan atau transaksi bisnis merupakan salah satu pilar penopang dalam upaya mendukung perkembangan ekonomi dan pembangunan dalam suatu negara. Dalam melakukan aktivitas bisnis tidak mungkin pelaku bisnis terlepas dari hukum karena hukum sangat berperan mengatur bisnis agar bisnis bisa berjalan dengan lancar, tertib, aman sehingga tidak ada pihak-pihak yang dirugikan akibat adanya kegiatan bisnis tersebut, sama halnya dengan penggunaan surat berharga dalam berbagai kegiatan pada kehidupan sehari-hari. Terutama pada beberapa Nilai-nilai tersebut melahirkan pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia dalam wujudnya sebagai makhluk individu dan makhluk sosial dalam wadah negara kesatuan yang menjunjung tinggi semangat kekeluargaan demi mencapai kesejahteraan bersama.

8

Pembukaan disebut juga dengan Preambule. 9


(21)

bentuk surat berharga yang belum tentu diketahui atau dimengerti secara umum oleh masyarakat, sebagai salah satu contohya seperti sertifikat deposito yang masih dianggap hanya dimanfaatkan oleh kalangan tertentu saja.

Oleh karena itu untuk menghindari berbagai bentuk penyalahgunaan keadaan tersebut, hendaknya perlu kita ketahui aspek-aspek hukum yang menyangkut sertifikat deposito sebagai salah satu bentuk surat berharga. Dengan mengetahui dan memahami aspek-aspek hukum itu, maka setiap orang dapat semakin menghargai aturan-aturan hukum dalam dunia bisnis dan perbankan.

Dengan demikian jelas aturan-aturan hukum sangat dibutuhkan dalam dunia bisnis. Aturan-aturan hukum itu dibutuhkan karena :

1. Pihak-pihak yang terlibat dalam persetujuan atau perjanjian bisnis itu membutuhkan sesuatu yang lebih daripada hanya sekedar janji serta itikad baik saja.

2. Adanya kebutuhan untuk menciptakan upaya-upaya hukum yang dapat digunakan, seandainya salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya atau tidak memenuhi janjinya.

Disinilah sangat dibutuhkan peran hukum dalam dunia bisnis dan perbankan tersebut, untuk itu pemahaman terhadap berbagai aspek hukum seputar dunia bisnis dan perbankan saat ini dirasakan semakin penting, baik oleh pelaku bisnis dan kalangan pembelajar hukum, praktisi hukum maupun pemerintah sebagai pembuat regulasi kebijakan yang berkaitan dengan dunia usaha dan perbankan. Hal ini tidak terlepas dari semakin intens dan dinamisnya aktifitas bisnis dan perbankan dalam berbagai sektor serta mengglobalnya sistem perekonomian.


(22)

Menurut Ismail Saleh, sektor ekonomi merupakan tulang punggung kesejehateraan masyarakat dan memang benar bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi adalah tiang-tiang penopang kemajuan suatu bangsa namun tidak dapat disangkal bahwa hukum merupakan pranata yang pada akhirnya menentukan bagaimana kesejehateraan yang dicapai tersebut dapat dinikmati secara merata,

bagaimana keadilan sosial dapat diwujudkan dalam kehidupan masyarakat dan bagaimana kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat membawa

kebahagiaan rakyat banyak.10

Oleh karena itu diperlukan peran hukum guna membatasi hal tersebut. Maka dibuatlah perangkat hukum yang mengatur dibidang bisnis dan perbankan (peraturan perundang-undangan) imbasnya adalah aspek hukum tersebut harus diketahui dan dipelajari oleh pelaku bisnis, sehingga bisnisnya berjalan sesuai dengan koridor hukum dan tidak mempraktikkan bisnis yang bisa merugikan masyarakat luas seperti adanya monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Berdasarkan hal di atas sangatlah terlihat bahwa hukum sangat penting dalam dunia ekonomi atau bisnis sebagai alat pengatur bisnis tersebut. Kemajuan sektor ekonomi ataupun aktivitas bisnis suatu negara tidak akan berarti kalau kemajuan tidak berdampak pada kesejahteraan dan keadilan yang dinikmati secara merata oleh rakyat. Negara harus menjamin semua itu. Agar tidak ada terjadi pengusaha kuat menindas pengusaha lemah, yang kaya semakin kaya yang miskin semakin miskin, sehingga tidak ada keseimbangan dalam tatanan kehidupan masyarakat.

10


(23)

Bagaimanapun juga dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat serta kompleks melahirkan berbagai bentuk kerjasama bisnis. Kerjasama bisnis yang terjadi sangat beraneka ragam tergantung pada bidang bisnis apa yang sedang dijalankan. Keanekaragaman kerjasama bisnis ini tidak terlepas dari bidang perbankan yang tentu saja melahirkan masalah serta tantangan baru karena hukum harus siap untuk dapat mengantisipasi setiap perkembangan yang muncul.

Berkaitan dengan uraian tersebut di atas, dirasakan perlu untuk mengadakan penelitian tentang sertifikat deposito. Hasil penelitian akan dituliskan dalam karya ilmiah berbentuk skripsi dengan judul ”ASPEK HUKUM TENTANG

SERTIFIKAT DEPOSITO SEBAGAI SURAT BERHARGA”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, ada beberapa pokok masalah yang akan dirumuskan dalam penulisan skripsi ini, yaitu :

1. Bagaimanakah pertanggungjawaban pihak-pihak yang Terkait dalam Penggunaan Sertifikat Deposito Sebagai Surat Berharga?

2. Bagaimanakah bentuk-bentuk wanprestasi dalam perjanjian yang mempergunakan sertifikat deposito sebagai jaminan?

3. Bagaimanakah kedudukan sertifikat deposito dapat dikatakan sebagai salah satu surat berharga?


(24)

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Tujuan Penulisan

Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini, antara lain, yaitu :

1. Untuk mengetahui pertanggungjawaban bank terhadap sertifikat deposito sebagai surat berharga.

2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk wanprestasi dalam perjanjian yang mempergunakan sertifikat deposito sebagai jaminan.

3. Untuk mengetahui kedudukan sertifikat deposito sehingga dikatakan sebagai salah satu bentuk dari surat berharga.

Manfaat Penulisan ini adalah : 1. Secara Teoretis

Pembahasan masalah dari penulisan skripsi ini akan memberikan pemahaman dan pendalaman dalam menghadapi pengetahuan tentang sertifikat deposito sebagai salah satu bentuk dari surat berharga, selanjutnya hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi dalam kajian mengenai sertifikat deposito dan surat berharga lainnya, serta untuk menambah wawasan bagi para mahasiswa Fakultas Hukum. Hasil tulisan ini juga diharapkan dapat menjadi pedoman dan sebagai


(25)

bahan perbandingan serta bahan tambahan bagi peneliti yang mengkaji masalah sejenis.

2. Secara Praktis

Diharapkan agar tulisan ini dapat menjadi masukan bagi para pembaca, baik dikalangan akademial maupun peneliti yang mengkaji masalah yang sejenis ke dalam suatu pemahaman yang komprehensif tentang aspek hukum terhadap sertifikat deposito sebagai salah satu bentuk dari surat berharga, dan bagaimana kedudukan sertifikat deposito dikatakan sebagai salah satu bentuk dari surat berharga yang diharapkan dapat menambah wawasan tentang sertifikat deposito dan surat berharga lainnya.

D. Tinjauan Kepustakaan

Pengertian secara rinci tentang surat berharga ini tidak ditemukan dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD), namun terdapat beberapa pendapat para sarjana yang berkaitan dengan surat berharga tersebut.

Di bawah ini terdapat sejumlah pengertian surat berharga yang lazim dikemukakan oleh para pakar hukum :

1. Wirjono Projodikoro :

Istilah surat-surat berharga itu terpakai untuk surat-surat yang bersifat seperti uang tunai, yang dapat dipakai untuk melakukan pembayaran. Ini berarti pula bahwa surat-surat itu dapat diperdagangkan, agar sewaktu-waktu dapat ditukarkan dengan uang tunai (negotiable instruments).11

2. Abdulkadir Muhammad :

Surat berharga adalah surat yang oleh penerbitnya sengaja diterbitkan sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi, yang berupa pembayaran sejumlah uang. Tetapi pembayaran itu tidak dilakukan dengan menggunakan mata uang, melainkan dengan menggunakan alat bayar lain.

11

Prodjodikoro, Wirjono. Hukum dan Wesel, Cek, dan Aksep di Indonesia. Bandung: Penerbit Sumur Bandung, 1961, hal 13.


(26)

Alat bayar lain itu berupa surat yang didalamnya mengandung suatu perintah kepada pihak ketiga, atau pernyataan sanggup untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang surat tersebut.12

3. Purwosutjipto :

Surat berharga adalah surat bukti tuntutan utang, pembawa hak dan mudah diperjualbelikan.13

a) Unsur pertama, surat berharga sebagai surat bukti tuntutan utang. Maksudnya ialah, surat (akta) yang ditandatangani oleh debitur yang sengaja dibuat untuk dipergunakan sebagai alat bukti. Debitur yang menandatangi akta tersebut terikat pada semua apa yang tercantum dalam akta itu.

Ada 3 (tiga) unsur yang terkandung di dalam pengertian surat berharga di atas :

b) Unsur kedua, surat berharga sebagai pembawa hak. Yang dimaksud hak disini adalah hak untuk menuntut sesuatu kepada debitur. Pembawa hak berarti bahwa hak tersebut melekat pada surat berharga itu. Kalau surat berharga itu hilang atau musnah, maka hak menuntut juga turut hilang.

c) Unsur ketiga, surat berharga mudah diperjualbelikan. Agar surat berharga itu mudah diperjualbelikan, maka ia harus diberi bentuk “kepada pengganti (aan order)” atau bentuk “kepada pembawa (aan

toonder)". Dengan bentuk “kepada pengganti” akan mudah diserahkan

atau dipindahtangankan kepada orang lain yakni dengan cara endosemen (endossement). Sedangkan bentuk “kepada pembawa” cukup diserahkan atau dipindahtangankan secara fisik (dari tangan ke tangan). 4. Emmy Pangaribuan Simanjuntak :

Suatu surat yang disebut surat berharga haruslah di dalam surat itu tercantum nilai yang sama dengan nilai dari perikatan dasarnya. Perikatan dasar inilah yang menjadi causa dari diterbitkannya surat berharga tersebut. Dengan perkataan lain, bahwa sepucuk surat itu disebut surat berharga, karena di dalamnya tercantum nilai yang sama dengan nilai perikatan dasarnya.14

5. Heru Supraptomo :

Menyebutkan bahwa suatu surat berharga dapat digolongkan sebagai surat berharga apabila surat itu merupakan alat untuk diperdagangkan dan merupakan alat bukti terhadap hutang yang telah ada.15

12

Abdulkadir Muhammad, Hukum Dagang Tentang Surat-Surat Berharga, PT. Aditya Bakti, Bandung, 1993.

13

“Perdagangan Surat Berharga Komersil Mulai Marak”, Suara Pembaharuan, 9 Januari 1996, Jakarta.

14

Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Dagang Surat-Surat Berharga, Seksi Hukum Dagang FH UGM, Yogyakarta, 1982, hal 23.

15


(27)

6. Rasjim Wiraatmadja :

Menyebutkan bahwa surat berharga adalah surat yang bersifat dan mempunyai nilai seperti uang tunai dan dapat dipertukarkan dengan uang tunai.16

Pengertian lain dari surat berharga adalah surat tanda bukti pembayaran utang yang dapat dilakukan dengan cara memperlihatkan selembar surat yang berisi keterangan berupa perintah atau janji si penerbit kepada siapa saja yang berhak terhadap surat tersebut.

Fungsi utamanya adalah dapat diperdagangkan atau dialihkan.

Surat berharga atau surat yang berharga juga dapat diartikan sebagai akta-akta atau alat-alat bukti yang menurut kehendak dari penerbitnya atau ketentuan undang-undang yang diperuntukkan semata-mata sebagai upaya bukti diri (legitimasi), akta-akta tersebut diperlukan untuk menagih.

17

Selanjutnya pengertian dari sertifikat deposito yaitu surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang merupakan surat pengakuan hutang dari bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) yang dapat diperjual-belikan dalam pasar uang.18

1. Giro

Berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan pasal 6 huruf a menyebutkan bahwa Bank Umum menjalankan usaha yaitu menghimpun dana dari masyarakat dengan mengeluarkan atau menerbitkan produk simpanan yang berupa:

2. Deposito Berjangka

16

Siapa saja peminat Surat Berharga, Kompas, 27 Mei 1996, Jakarta. 17

Ibid, hal 14.

18


(28)

3. Sertifikat Deposito 4. Tabungan

5. Dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu

Maka berdasarkan Pasal 6 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, Sertifikat Deposito merupakan salah satu produk simpanan yang dikeluarkan oleh Bank Umum dan juga merupakan obyek penelitian yang akan diteliti oleh penulis.

Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Pasal 1 angka 8 menyebutkan : ”Sertifikat Deposito adalah simpanan dalam bentuk Deposito yang sertifikat bukti penyimpanannya dapat dipindahtangankan.”

H.M.N Purwosujtipto menyatakan bahwa Sertifikat Deposito merupakan surat berharga pada seluruh bentuknya, yaitu: “Sertifikat Deposito adalah surat tanda bukti penerimaan uang kepada-pembawa yang dikeluarkan oleh Bank atas sejumlah uang yang telah diserahkan pada Bank untuk suatu jangka waktu tertentu dengan mendapat bunga sebagai imbalannya dan dapat diperjualbelikan.”19

1. Sertifikat Deposito dapat diperjualbelikan dengan mudah;

Purwosutjipto menambahkan bahwa Sertifikat Deposito memiliki jangka waktu tertentu serta memiliki keuntungan :

2. Dapat dijadikan untuk kredit Bank;

19


(29)

3. Kerahasiaan terjamin, karena diterbitkan pada-pembawa;

4. Terhadap asal-usul uang pembelian Sertifikat Deposito tidak diadakan pemungutan fiskal;

5. Pemegang Sertifikat Deposito berhak atas bunga yang dijanjikan dalam Sertifikat Deposito atau oleh Bank penerbit Sertifikat Deposito;

6. Sertifikat Deposito bebas dari pajak kekayaan, pajak pendapatan, pajak B.D.R (bunga, deviden, royalti), pajak perseroan.20

Abdulkadir Muhammad menyatakan bahwa Sertifikat Deposito disebut juga sertifikat bank karena diterbitkan oleh Bank. “Sertifikat Deposito adalah surat bukti penerimaan atas sejumlah uang yang diserahkan kepada Bank untuk suatu jangka waktu tertentu dan mendapat bunga sebagai imbalannya. Sertifikat Deposito diterbitkan atas tunjuk, dapat diperjualbelikan dengan mudah”.21

Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan pasal 1 angka (8) memberikan definisi tentang Sertifikat Deposito sebagai berikut: “Sertifikat Deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti simpanannya dapat dipindahtangankan”.

Abdulkadir Muhammad juga menambahkan bahwa menyimpan uang dengan Sertifikat Deposito lebih menarik bagi masyarakat menengah ke atas yang tidak segera bermaksud mencairkannya, karena Bank akan berlomba-lomba untuk memberikan tingkat suku bunga yang tinggi.

22

20

Ibid, hal. 196-198 21

Abdulkadir Muhammad (2), Op. Cit, hal. 272. 22

Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, http://www.google.com


(30)

Berdasarkan Pasal 1 angka (8) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, peneliti dapat menyimpulkan bahwa substansi dalam Sertifikat Deposito dapat dikategorikan sebagai salah satu bentuk simpanan yang juga diatur dalam pasal 1 ayat (6) yang menyebutkan: “Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada Bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, Sertifikat Deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu”.

E. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini adalah asli, sebab ide, gagasan pemikiran dan usaha penulis sendiri bukan merupakan hasil ciptaan atau hasil penggandaan dari karya tulis orang lain yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu. Dengan ini penulis dapat bertangung jawab atas keaslian penulisan skripsi ini, belum pernah ada judul yang sama demikian juga dengan pembahasan yang diuraikan. Dalam hal mendukung penulisan ini dipakai pendapat-pendapat para sarjana yang diambil atau dikutip berdasarkan daftar referensi dari buku para sarjana yang ada hubungannya dengan masalah dan pembahasan yang disajikan, baik berupa karya ilmiah, Surat Edaran Bank Indonesia, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia, UU Perbankan maupun pasal-pasal dalam KUHD.


(31)

F. Metode Penelitian

Untuk memperoleh suatu yang baik dari suatu karya ilmiah, maka harus di dukung oleh bukti dan fakta atau data yang akurat. Dalam melakukan penulisan ini, penelitian yang dilakukan prinsipnya bertendansi kepada penelitian kepustakaan (library research).

Penelitian kepustakaan (library research) adalah penelitian yang berkenaan dengan bacaan yang berisikan peraturan perundang-undangan, buku, majalah, makalah seminar yang berhubungan dengan topik yang dijadikan sebagai landasan guna menguatkan argumentasi di dalam penyusunan penulisan ini.

G. Sistematika Penulisan

Secara sistematis penulis membagi Skripsi ini dalam beberapa bab dan tiap-tiap bab dibagi atas sub bab yang terperinci sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT BERHARGA

Bab ini menguraikan tentang pengertian surat berharga, dasar hukum dan ketentuan-ketentuan tentang surat berharga, klausula surat


(32)

berharga, legitimasi surat berharga, dan upaya tangkisan surat berharga.

BAB III : URAIAN TEORITIS TENTANG SERTIFIKAT DEPOSITO

Bab ini menguraikan tentang pengertian sertifikat deposito, dasar hukum dan ketentuan-ketentuan tentang sertifikat deposito, dan klausula-klausula yang terdapat pada sertifikat deposito.

BAB IV : ASPEK HUKUM TENTANG SERTIFIKAT DEPOSITO SEBAGAI SURAT BERHARGA

Bab ini menguraikan tentang pertanggungjawaban pihak-pihak yang terkait dalam penggunaan sertifikat deposito sebagai surat berharga, bentuk-bentuk wanprestasi dalam perjanjian dengan jaminan sertifikat deposito, dan kedudukan sertifikat deposito dikatakan sebagai surat berharga.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Merupakan bab terakhir yang menguraikan tentang kesimpulan dan saran.


(33)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT BERHARGA

A. Pengertian Surat Berharga

Dalam lalu lintas perniagaan atau perusahaan, selain uang kertas, yang

biasa digunakan dan dikenal dalam kehidupan sehari-hari, orang juga masih mengenal (khususnya kalangan pebisnis) surat-surat atau akta-akta lain

yang bernilai uang. Surat-surat semacam ini disebut surat perniagaan (handelspapieren), yang terdiri dari surat berharga (waarde papieren) dan surat yang berharga (papieren van waarde).

Istilah surat berharga merupakan terjemahan dari bahasa Belanda waarde

papieren. Waarde berarti nilai dan dalam KUHD, waarde diartikan berharga dan papieren berarti kertas, sehingga waarde papieren berarti kertas berharga.23

Surat berharga atau commercial paper (negotiable instruments) merupakan alat bayar dalam transaksi perdagangan modern saat ini. Surat berharga ini digunakan sebagai pengganti uang yang selama ini telah digunakan Disamping istilah waarde papieren diatas, surat berharga saat ini sering juga disebut negotiable instruments, negotiable papers, transferable papers, dan

commercial papers. Sedangkan surat yang berharga atau surat yang mempunyai

nilai dikenal dengan sebutan papieren van waarde atau juga disebut letter of

value.

23

H. Boerhanoeddin S.Batoeah, Surat-Surat Berharga dan Artinya Menurut Hukum, Binacipta, Jakarta, 1980, hal 27.


(34)

sebagai alat tukar dalam perdagangan khususnya oleh kalangan pebisnis atau para pengusaha. Hal ini disebabkan karena menggunakan surat berharga dianggap lebih aman, praktis, dan merupakan suatu prestise tersendiri (lebih bonafit), sedang menjadi mode atau trend , surat berharga sudah menjadi komoditi dalam kegiatan bisnis atau objek perjanjian, sehingga lebih menguntungkan dan lebih bervariasi.

Secara yuridis istilah surat berharga dan surat yang berharga sangat berbeda fungsi dan penggunaannya. Surat berharga diterbitkan untuk alat pembayaran, sedangkan surat yang berharga hanya sebagai alat bukti bagi orang yang namanya tertera dalam surat tersebut atau sebagai alat bukti diri bagi sipemegang atau orang yang menguasai surat tersebut.24

Jadi, surat berharga dapat dijadikan sebagai alat bukti atas suatu tuntutan terhadap penandatanganan surat tersebut, tuntutan itu dapat dipenuhi dengan membawa dan menyerahkan alat bukti yakni surat berharga yang dimaksud.

Misalnya Ijazah, KTP, sertifikat, piagam, tabanas dan lain sebagainya.

Pengertian secara autentik tentang surat berharga ini tidak ditemukan

dalam KUHD (Kitab Undang-undang Hukum Dagang), namun terdapat

beberapa pendapat para sarjana yang berkaitan dengan surat berharga tersebut. Surat berharga atau surat yang berharga adalah akta-akta atau alat-alat bukti yang menurut kehendak dari penerbitnya atau ketentuan undang-undang yang diperuntukkan semata-mata sebagai upaya bukti diri (legitimasi), akta-akta tersebut diperlukan untuk menagih.

24


(35)

Secara yuridis surat berharga mempunyai fungsi sebagai berikut : 1. Sebagai alat pembayaran (alat tukar).

2. Sebagai alat pemindahan hak tagih (karena dapat diperjual belikan. 3. Sebagai surat legitimasi (surat bukti hak tagih).

Tujuan dari penerbitan surat-surat berharga adalah adanya hak mendapatkan pembayaran dan dapat mengalihkan barang. Yang berarti bahwa dengan surat berharga dapat ditukar dengan uang atau hak untuk mendapatkan pembayaran atas sejumlah uang tertentu, atau memperoleh sejumlah barang tertentu yang dapat diperjualbelikan.

Di bawah ini terdapat sejumlah pengertian surat berharga yang lazim dikemukakan oleh para pakar hukum :

a) Wirjono Projodikoro :

Istilah surat-surat berharga itu terpakai untuk surat-surat yang bersifat seperti uang tunai, yang dapat dipakai untuk melakukan pembayaran. Ini berarti pula bahwa surat-surat itu dapat diperdagangkan, agar sewaktu-waktu dapat ditukarkan dengan uang tunai (negotiable instruments).25

b) Abdulkadir Muhammad :

Surat berharga adalah surat yang oleh penerbitnya sengaja diterbitkan sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi, yang berupa pembayaran sejumlah uang. Tetapi pembayaran itu tidak dilakukan dengan menggunakan mata uang, melainkan dengan menggunakan alat bayar lain. Alat bayar lain itu berupa surat yang didalamnya mengandung suatu perintah kepada pihak ketiga, atau pernyataan sanggup untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang surat tersebut.26

c) Purwosutjipto :

Surat berharga adalah surat bukti tuntutan utang, pembawa hak dan mudah diperjualbelikan.27

25

Prodjodikoro, Wirjono. Hukum dan Wesel, Cek, dan Aksep di Indonesia. Bandung: Penerbit Sumur Bandung, 1961, hal 13.

26

Abdulkadir Muhammad, Hukum Dagang Tentang Surat-Surat Berharga, PT.Aditya Bakti, Bandung, 1993.

27

“Perdagangan Surat Berharga Komersil Mulai Marak”, Suara Pembaharuan, 9 Januari 1996, Jakarta.

Ada 3 (tiga) unsur yang terkandung di dalam pengertian surat berharga di atas :


(36)

1) Unsur pertama: surat berharga sebagai surat bukti tuntutan utang. Maksudnya ialah, surat/akta yang ditandatangani oleh debitur yang sengaja dibuat untuk dipergunakan sebagai alat bukti. Debitur yang menandatangi akta tersebut terikat pada semua apa yang tercantum dalam akta itu.

2) Unsur kedua: surat berharga sebagai pembawa hak. Yang dimaksud hak disini adalah hak untuk menuntut sesuatu kepada debitur. Pembawa hak berarti bahwa hak tersebut melekat pada surat berharga itu. Kalau surat berharga itu hilang atau musnah, maka hak menuntut juga turut hilang.

3) Unsur ketiga: surat berharga mudah diperjualbelikan. Agar surat berharga itu

4) Unsur ketiga: surat berharga mudah diperjualbelikan. Agar surat berharga itu mudah diperjualbelikan, maka ia harus diberi bentuk “kepada pengganti (aan order)” atau bentuk “kepada pembawa (aan toonder)”. Dengan bentuk “kepada pengganti” akan mudah diserahkan atau dipindahtangankan kepada orang lain yakni dengan cara endosemen (endossement). Sedangkan bentuk “kepada pembawa” cukup diserahkan atau dipindahtangankan secara fisik (dari tangan ke tangan). Pasal 613 ayat 3 KUHPerdata.

d) Emmy Pangaribuan Simanjuntak :

Suatu surat yang disebut surat berharga haruslah di dalam surat itu tercantum nilai yang sama dengan nilai dari perikatan dasarnya. Perikatan dasar inilah yang menjadi causa dari diterbitkannya surat berharga tersebut. Dengan perkataan lain, bahwa sepucuk surat itu disebut surat berharga, karena di dalamnya tercantum nilai yang sama dengan nilai perikatan dasarnya.28

Suatu surat berharga dapat digolongkan sebagai surat berharga apabila surat itu merupakan alat untuk diperdagangkan dan merupakan alat bukti terhadap hutang yang telah ada.

e) Heru Supraptomo :

29

Surat berharga adalah surat yang bersifat dan mempunyai nilai seperti uang tunai dan dapat dipertukarkan dengan uang tunai.

f) Rasjim Wiraatmadja :

30

28

Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Dagang Surat-Surat Berharga, Seksi Hukum Dagang FH UGM, Yogyakarta, 1982, hal 23.

29

Perlu Kehatian-hatian Dalam Membeli Surat Berharga, Kompas, 8 Mei 1996, Jakarta. 30

Siapa saja peminat Surat Berharga, Kompas, 27 Mei 1996, Jakarta.

Fungsi utamanya adalah dapat diperdagangkan atau dialihkan.


(37)

Dari pengertian yang diberikan oleh beberapa pakar hukum di atas dapat disimpulkan bahwa salah satu ciri utama surat berharga adalah dapat dipindahtangankan atau dialihkan (negotiable instruments), diperdagangkan atau diperjualbelikan.

Dengan mendasarkan pada salah satu ciri itu saja, ada beberapa pakar atau pihak yang berpendapat bahwa surat berharga dimaksud meliputi semua surat atau instrumen yang dapat diperdagangkan ataupun dapat diperjualbelikan sehingga mengandung pengertian yang sangat luas.

Pengertian tersebut di samping mencakup aksep, promes, wesel, cek termasuk pula surat atau instrumen lain yang diatur dalam KUHD yaitu saham, surat angkut, kuitansi, polis asuransi, persetujuan sewa kapal (charter party), konosemen, dan delivery order, surat atau instrumen yang diatur di luar KUHD, yaitu Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), sertifikat deposito, obligasi, traveller’s cheque bahkan surat atau instrumen lainnya yaitu bilyet deposito berjangka, buku tabungan, surat angkutan udara dan bilyet giro.31

Pengertian yang sangat luas ini mencakup semua surat atau instrumen yang mempunyai nilai uang dan dapat dipindahtangankan atau diperjualbelikan. Pengertian tersebut tampaknya berasal dari istilah surat uang berharga (papieren

van waarde). Surat berharga disebut juga Commercial Paper, dan sering juga

disebut dengan negotiale instruments (instrumen yang dapat diperjualbelikan).

31

Wahyu Widiastuti, “Commercial Paper Lalu Lintas Tanpa Polisi”, Infobank, Edisi Khusus Agustus No.214, Jakarta, 1997.


(38)

Namun, beberapa negotiable instruments tidak harus berupa surat berharga. Surat berharga mengacu pada suatu jenis benda tertentu yang dipergunakan sebagai alat membayar hutang. Benda ini pada dasarnya merupaakan cek, yang ditulis atau ditarik dari rekening yang disimpan pada suatu lembaga keuangan oleh orang yang menulis cek tersebut. Meskipun sampai sekarang di negara kita belum memiliki undang-undang tentang surat berharga, namun dalam KUHD telah diatur jenis-jenis surat atau instrumen yang berdasarkan ciri-cirinya dikategorikan sebagai surat berharga.

Negotiable instruments (instrumen yang dapat diperjualbelikan) adalah

secarik kertas, yang mempunyai kelengkapan formal tertentu, yang membuktikan adanya suatu hutang dari seseorang kepada orang lainnya. Jika orang yang menulis negotiable instruments berjanji untuk membayar langsung hutangnya, instrumen tersebut disebut note.

Sebaliknya jika orang yang menulis instrumen tersebut memerintahkan pihak ketiga (misalnya bank) untuk membayar, instrumen tersebut disebut draft. Tidak seperti perjanjian kontrak untuk membayar hutang, negotiable instruments dapat dialihkan kepada pihak ketiga dan biasanya bebas dialihkan tanpa ada kewajiban dari si penerima pembayaran (payee) untuk memenuhi tuntutan membayar hutang ketika hutang jatuh tempo dari pihak yang mengeluarkan

negotiable instrument pertama kalinya.32

32

“Menimbang Resiko Commercial Paper”, Republika, 13 Januari 1997, Jakarta.


(39)

Hal penting lainnya dari suatu negotiable instrument adalah bahwa jumlah hutang yang disebut dalam instrumen tersebut tergabung dalam surat hutang tersebut. Karena penggabungan ini, maka ketika seseorang memberikan

negotiable instrument untuk pembayaran suatu hutang, orang tersebut tidak

berkewajiban membayar hutangnya sampai pembayaran melalui instrumen itu jatuh tempo. Lebih lanjut negotiable instrument juga mempunyai sifat mudah. Karena dapat digunakan untuk jumlah berapapun, di atas secarik kertas bahkan benda lainnya dan dengan mudah disimpan dalam tas yang paling kecil.

Akan tetapi, negotiable instrument tidak selalu dapat diandalkan atau dipercaya, karena pada dasarnya adalah suatu janji pribadi untuk membayar, nilainya terbatas pada tanggung jawab keuangan orang atau pihak yang menulisnya. Jika orang tersebut menghilang atau bangkrut, nilai dari instrumen tersebut menjadi hilang dan pihak ketiga atau seterusnya yang terlibat didalamnya akan menderita kerugian.

Makin besar kredibilitas seseorang atau pihak yang mengeluarkan surat berharga, makin besar pula kepercayaan pada surat berharga tersebut. Solusi (jalan keluar) atas masalah kemudahan dan keamanan dari surat berharga sebagai janji untuk membayar dilakukan dengan mengadaptasi negotiable instrument lainya yaitu yang disebut draft, yang berfungsi sebagai dasar dari sistem cek.

Pada kenyataannya harus diakui bahwa sebenarnya pengertian mengenai surat berharga (commercial paper) belum memperoleh kesamaan pendapat diantara para ahli bahkan di seluruh dunia. Ada yang menganut pandangan luas


(40)

dan mengartikan surat berharga mencakup instrumen-instrumen yang dengan mudah dapat dialihkan (negotiable instrument) dan instrumen-instrumen yang sukar untuk dialihkan (non-negotiable instruments).33

1. Abdulkadir Muhammad :

Bahkan di Indonesia, ada yang menterjemahkan surat berharga (commercial paper) menjadi “surat perniagaan” yang kemudian membedakan surat perniagaan menjadi 2 (dua) jenis surat perniagaan, yaitu surat berharga dan surat yang berharga.

Agar bisa dengan mudah membandingkan perbedaan antara surat berharga dengan surat yang berharga, dibawah ini dikemukakan beberapa pengertian surat yang berharga (letter of value) yang lazim dikemukakan oleh para pakar hukum Indonesia :

Surat yang berharga (surat yang mempunyai nilai) adalah surat yang tujuan penerbitannya bukan sebagai pemenuhan prestasi berupa pembayaran sejumlah uang, melainkan sebagai bukti diri bagi pemegangnya sebagai orang yang berhak atas apa yang tersebut didalamnya.34

2. Purwosutjipto :

Surat yang berharga adalah surat bukti tuntutan utang yang sukar diperjualbelikan.35

1. Unsur pertama: surat yang berharga sebagai bukti tuntutan utang. Persolan ini sama saja dengan unsur pertama pada surat berharga yakni surat yang membuktikan adanya hak menuntut utang kepada debitur (penandatangan akta). Tetapi hak menuntut utang kepada debitur tersebut tidak senyawa dengan akta, artinya bila akta hilang atau musnah, maka hak menuntut tidak turut musnah. Adanya hak menuntut utang masih bisa dibuktikan dengan alat pembuktian lain misalnya: saksi, pengakuan debitur, dan lain-lain. Dengan demikian, unsur kedua pada surat berharga yang berbunyi “pembawa hak”, dalam surat yang berharga tidak ada.

Adanya 2 (dua) unsur yang terkandung dalam pengertian surat yang berharga, yaitu :

33

Rijanto, “Perlu Waspadai Commercial Paper Yang Jatuh Tempo”, Media Indonesia, 11 Maret 1996.

34

Abdulkadir Muhammad, op.cit, hal 52. 35


(41)

2. Unsur kedua: surat yang berharga sukar diperjualbelikan. Kalau surat berharga mempunyai sifat mudah diperjualbelikan karena akta itu dibuat dengan bentuk “kepada pembawa atau kepada pengganti”, maka sebaliknya surat yang berharga mempunyai sifat sukar diperjualbelikan karena sengaja dibuat dalam bentuk yang mempunyai akibat hukum sukar diperjualbelikan. Bentuk ini adalah :

a. Atas nama (op naam)

Dalam bentuk ini, nama pemilik akta (kreditur) ditulis dengan jelas dalam akta, tanpa tambahan apa-apa. Akibat adanya bentuk ini adalah, bila akta ini dipindahtangankan kepada orang lain, maka harus mempergunakan sesi (cessie). Peralihan dengan sesi ini sukar, sebab harus dibuat akta khusus (tersendiri) dan harus ditandatangani oleh penyerah sesi (kreditur lama), penerima sesi (kreditur baru), dan debitur asli. Jadi ada tiga tandatangan (pasal 613 ayat 1,2 KUHPerdata).36

b. Tidak kepada pengganti

Apabila penerbit dalam surat itu menggunakan ungkapan “tidak kepada pengganti” atau ungkapan lain yang sejenis, maka surat itu tidak bisa dipindahkan kepada orang lain melainkan dengan cara sesi biasa dengan segala akibatnya. Istilah “tidak kepada pengganti” (niet aan order) ini terdapat pada pasal 110 ayat 2 KUHD untuk wesel dan pasal 191 ayat 2 untuk cek.

c. Bentuk lain

Yang dimaksudkan oleh penerbitnya untuk tidak dapat diperalihkan kepada orang lain, misalnya: surat titipan sepatu/sandal, karcis kereta api/bioskop, tanda retribusi parkir, dan lain-lain. Termasuk dalam bentuk lain ini adalah surat bukti diri seperti: KTP, Ijazah, SIM, sertifikat, dan lain-lain. Akta ini sekedar untuk memudahkan debitur mengenal krediturnya pada saat prestasi debitur dituntut oleh kreditur.

Zevenbergen memasukkan istilah surat rekta dalam kelompok surat berharga, sehingga surat berharga menurutnya ada 3 (tiga) jenis, yakni :37

1. Surat rekta;

2. Surat kepada-pengganti; 3. Surat kepada-pembawa.

36

Lihat Pasal 613 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer). 37

Zevenbergen, Negotiable Instruments and Check Collection, West Publishing Company, 1993, hal 65.


(42)

Scheltema dan Wiarda membagi surat berharga menjadi 2 (dua) jenis, yakni :38

1. Surat kepada-pengganti;

2. Surat kepada-pembawa.

Sedangkan Volmer menyebutnya sebagai surat perniagaan, yang terdiri dari surat berharga dan surat yang berharga, namun terbagi pula beberapa kelompok surat, yang masing-masing kelompok mempunyai kekhususannya sendiri-sendiri, yakni :39

1. Surat berharga dan surat yang berharga.

Perbedaan antara dua kelompok surat-surat ini terletak pada kedudukan akta pada surat berharga, yang merupakan syarat adanya hak menuntut (bestaansvoorwaarde) dan merupakan pembawa hak (dragger van recht). Sedangkan akta pada surat yang berharga tidak merupakan syarat adanya hak menuntut dan tidak merupakan pembawa hak, sebab tanpa akta, hak menuntut tetap ada dan dapat dibuktikan dengan segala alat pembuktian menurut hukum, karena akta itu bukan pembawa hak;

2. Surat bukti diri.

Surat bukti diri (legitimatiepapieren) pada umumnya sama dengan surat berharga. Surat bukti diri itu terutama dimaksudkan bahwa pemegangnya adalah pemilik hak yang sah.

3. Surat kepada-pengganti dan kepada-pembawa (order-en toonder papier) Adalah surat yang membuktikan adanya perikatan dari penandatanganan, dengan keistimewaannya bahwa kedudukan krediturnya itu dapat dengan mudah diperalihkan kepada orang lain, sedangkan hal kedudukan kreditur yang mudah diperalihkan itu sesuai dengan maksud sipenandatangan. 4. Surat rekta (rektapapieren)

Adalah surat yang menurut undang-undang dapat diterbitkan sebagai surat berharga, tetapi karena para pihak menghendaki agar kedudukan kreditur jangan diganti, maka surat itu diberi bentuk sedemikian rupa, sehingga peralihan kreditur itu sukar dilaksanakan.

5. Surat kebendaan (zakenrechtelijke papieren)

Surat yang berisi perikatan untuk menyerahkan barang-barang, misalnya konosemen, ceel, delivery-order (DO) dan lain-lain. Surat itu dapat diterbitkan atas nama, kepada-pengganti atau kepada-pembawa.

38

Scheltema dan Wiarda, Commercial Paper, Harcourt Brace Legal and Profesional Publication, Inc, New York, 1992, hal 47.

39

Volmer, Charles, Commercial Paper and Payment Law, West Publishing Co, ST. Paul, Minn, 1975, hal 33.


(43)

6. Surat keanggotaan (lidmaatscapspapieren)

Atau surat saham (aandeelbewijzen) pada perseroan terbatas, koperasi atau perkumpulan lainnya, dapat juga disebut surat keanggotaan. Surat saham pada perseroan terbatas dapat diterbitkan atas nama dan kepada-pembawa. Saham kepada-pengganti tidak dikenal, baik dalam undang-undang maupun dalam praktek.

Sehubungan dengan pembahasan di atas, maka jenis-jenis surat yang berharga itu adalah surat rekta, surat bukti diri, surat pengakuan/perintah membayar utang atas nama.

Sedangkan, jenis-jenis surat berharga terdiri dari: Surat Wesel, Surat Sanggup, Surat Cek, Charter Party, Konosemen, Delivery Order, Ceel,

Volgbriefje, Surat Saham, Surat Obligasi, Sertifikat.40

B. Dasar Hukum Ketentuan-ketentuan Tentang Surat Berharga

Dengan diberlakukannya Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel pada tanggal 1 Mei 1848 dengan Staatsblad 1847-23, dimulailah suatu kodifikasi hukum dagang yang mencakup ketentuan-ketentuan tentang surat berharga.

Berdasarkan Pasal 2 Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945), maka KUHD masih berlaku di Indonesia sampai pada saat ini. Wetboek van Koophandel yang berdasarkan asas konkordansi tersebut mulai berlaku di Negeri Belanda pada tanggal 1 Oktober 1838. Wetboek van Koophandel meneladani code du Commerce Perancis 1808.

40


(44)

Di negara-negara yang menganut hukum Anglo Saxon, misalnya Inggris, Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru, dan lain-lain, tidak terdapat kodifikasi hukum seperti halnya di Indonesia dan negeri Belanda. Hukum dagang negara-negara itu terdiri dari undang-undang khusus dan bukan merupakan kodifikasi, misalnya The Bill of Exchange Act 1882 (undang-undang tentang

wesel) dan The Companies Act 1928 (undang-undang tentang badan usaha) di Inggris, dan Negotiable Instruments Law 1897 di Amerika Serikat.

Wetboek van Koophandel semula hanya berlaku bagi golongan Eropa saja.

Kemudian dengan Staatsblad 1855-76 yang selanjutnya diganti dengan Staatsblad 1924-56, Wetboek van Koophandel diberlakukan bagi golongan Timur Asing Cina dan Timur Asing lainnya. Sedangkan bagi golongan bumiputra, Wetboek van

Koophandel diberlakukan melalui penundukan diri (Staatsblad 1917-12).

Setelah Indonesia merdeka, berdasarkan Aturan Peralihan Pasal 2 UUD 1945,

Wetboek van Koophandel Hindia-Belanda tersebut diadopsi menjadi KUHD41

Surat berharga, atau dalam bahasa Inggris disebut negotiable instruments atau negotiable papers (Belanda: waarde papier), tidak kita jumpai dalam KUHD. Namun, dari beberapa pasal dalam KUHD dapat di simpulkan bahwa surat berharga adalah surat bukti pembawa hak yang dapat diperdagangkan, atau surat-surat yang bersifat dan mempunyai nilai seperti uang tunai dan dapat dialihkan haknya dari satu tangan ke tangan lainnya (negotiable).

dan diberlakukan terhadap semua warga negara Indonesia tanpa memandang asal golongan.

41


(45)

Surat berharga di Indonesia berkembang mulai tahun 1980 setelah adanya deregulasi ekonomi dalam bidang keuangan. Aturan ini membawa perubahan kepada berkembangnya pasar keuangan di Indonesia dimana surat berharga komersial ini adalah merupakan salah satu bentuk pengembangan pasar financial. Dimana selanjutnya pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Bank Indonesia No. 28/52/DIR dan No 49/52/UPG yang masing-masing tentang “Persyaratan perdagangan dan penerbitan surat berharga komersial” melalui bank umum di Indonesia, dimana dengan adanya peraturan tersebut maka bank umum di Indonesia mempunyai pedoman yang seragam serta memiliki dasar hukum yang kuat terhadap keberadaan surat berharga komersial.42

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 menyatakan bahwa surat berharga adalah surat pengakuan hutang, wesel, obligasi, sekuritas kredit, atau setiap derivatif dari surat berharga atau kepentingan lain atau suatu kewajiban dari penerbit dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang (Pasal 1 UU Perbankan 1992). Lalu Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 menyatakan bahwa surat berharga adalah surat pengakuan hutang, wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit atau setiap derivatifnya, atau kepentingan dari penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang. Penerbitan surat berharga di Indonesia juga harus

memperoleh peringkat dari Lembaga Pemeringkat Kredit (Credit Rating). Di Indonesia dikenal denga nama PT.PEFINDO (Pemeringkat Efek Indonesia)

yang berdiri pada tahun 1993.43

42

Surat Keputusan (SK) yang dikeluarkan oleh Direksi Bank Indonesia (BI). 43


(46)

Perkembangan perdagangan dewasa ini, baik yang bersifat nasional, maupun internasional, membawa dampak pada sistem pembayaran dan penyerahan barang. Di mana dalam lalu lintas perdagangan tersebut peranan surat-surat berharga semakin tampak. Surat berharga yang kita kenal dewasa ini, sudah semakin berkembang seiring dengan perkembangan dunia pada umumnya. Oleh karena itu, surat berharga tersebut sudah banyak yang tidak kita temukan lagi pengaturannya dalam KUHD.

Istilah surat berharga yang dipergunakan dalam beberapa peraturan perundang-undangan, antara lain :

1. Pasal 469 KUHD, bunyinya “Untuk dicurinya atau hilangnya emas, perak permata dan lain-lain barang berharga, uang dan surat-surat berharga, begitupun…….”

2. Pasal 99 ayat (1) Peraturan Kepailitan, isinya “Semua uang, barang-barang perhiasan, efek-efek dan lain-lain surat berharga harus disimpan…. “ 3. Dalam konteks Perbankan. Pasal 1 angka 11 Undang-undang No. 7 Tahun

1992 tentang Perbankan, memberikan definisi surat berharga secara enumeratif (merinci) yaitu surat pengakuan hutang, wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit, atau setiap derivatif dari surat berharga atau kepentingan lain atau suatu kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan di pasar modal dan pasar uang.44

44


(47)

4. Dalam Konteks Pasar Modal. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 1548/KMK.013/1990 tanggal 4 Desember 1990 yang mulai berlaku tanggal 9 Januari 1991 tentang pasar modal memberikan definisi tentang efek yang meliputi setiap surat pengakuan hutang, surat berharga komersial, saham, obligasi, sekuritas kredit, tanda bukti hutang, setiap rights, warrants, opsi, atau setiap derivatif dari efek atau setiap instrumen yang ditetapkan oleh Bapepam sebagai efek.

Definisi surat berharga yang diberikan oleh Undang-undang Perbankan dan definisi efek yang diberikan oleh Keputusan Menteri Keuangan tersebut tampaknya sangat luas, karena mencantumkan segala bentuk derivatif (turunan) dari surat berharga dan efek itu sendiri. Bentuk turunan ini, dikenal dengan “derivative securities”, yang terus berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemajuan teknologi.

Di samping itu, dapat dikemukakan bahwa definisi surat berharga dalam peraturan perundang-undangan ini sangat penting, karena dapat menentukan ruang lingkup berlakunya suatu peraturan dan cakupan kewenangan lembaga yang bertugas melaksanakan peraturan tersebut.

Dengan demikian adalah suatu hal yang sangat penting agar definisi dalam suatu peraturan perundang-undangan yang satu selaras dengan definisi dalam peraturan perundang-undangan lainnya, dan tidak ada kesimpangsiuran yang dapat mengundang ketidakpastian hukum.


(48)

C. Klausula Surat Berharga

Dalam surat berharga tercantum suatu jumlah tertentu dan hak atas jumlah uang tersebut mengikuti suratnya. Ini berarti bahwa hak dan surat/kertasnya terjalin satu sama lain. Atau dengan perkataan lain, di dalam surat itu terkandung suatu hak yang tidak dapat dipisahkan. Sepanjang surat berharga itu diperoleh secara jujur dan berdasarkan itikad baik, pemegang atau holder suatu surat berharga dapat, atas namanya sendiri, menuntut pembayaran terhadap si penarik.

Dalam hal ini pemegang yang jujur tidak ada sangkut pautnya dengan pemegang sebelumnya bila di kemudian hari terbukti bahwa terhadap cacat dalam perolehan surat berharga itu oleh pemegang terdahulu.45

1. Klausul “kepada pembawa (to bear/aan toonder)”

Surat berharga dapat diperdagangkan dan dialihkan hak tagihnya kepada orang lain. Sesuai dengan tujuan diadakannya surat berharga, dalam klausul-klausul surat berharga disebutkan bahwa surat berharga itu dapat dialihkan kedudukan hukumnya dari si pemegang surat tersebut kepada orang lain yang menerima pengalihannya. Menurut hukum terdapat dua macam klausul pada surat berharga, yakni :

Bila suatu surat berharga berklausul “kepada pembawa”, si pemegang dapat mengalihkannya hanya dengan penyerahan surat itu begitu saja. 2. Klausul “kepada order (to order/aan order)”

Sedangkan suatu surat berharga berklausul “kepada order” (surat unjuk), pengalihannya dilakukan dengan cara endosemen dan penyerahan surat berharga itu. Penyerahan surat berharga berarti bahwa semua hak atas tagihan yang disebutkan dalam surat berharga tersebut dialihkan kepada pemegang yang baru.

45


(49)

D. Legitimasi Surat Berharga

Dalam penerbitan surat berharga minimal terdapat 2 (dua) pihak yaitu pihak penerbit dan penerima surat berharga. Pada awalnya kedua pihak terikat pada perikatan dasar. Tindak lanjut dari perikatan yang sudah disepakati tersebut ada satu pihak untuk memenhi prestasi menerbitkan surat berharga.

Beberapa teori dasar yang mengikat penerbitan surat berharga, antara lain :46

1. Teori Kreasi (Creatietheorie)

Sebabnya surat berharga mengikat penerbitnya adalah karena tindakan penerbit menandatangani surat berharga tersebut. Karena penandatanganan tersebut, penerbit terikat meskipun pihak pemegang surat berharga sudah beralih kepada pihak lain dari pemegang semula.

2. Teori Kepatutan (Redelijkheidstheorie)

Teori ini hampir sama dengan teori kreasi, tetapi dengan pembatasan tertentu. Menurut teori kepatutan ini, penerbit surat berharga terikat dan harus membayar surat berharga kepada siapapun pemegangnya. Akan tetapi, jika pemegang surat berharga tergolong “tidak pantas”, misalnya surat berharga tersebut diperoleh dengan jalan mencurinya, maka penerbit surat berharga tidak terikat untuk membayar kepada orang tersebut.

3. Teori Perjanjian (Overeenkomstheorie)

Sebabnya surat berharga itu mengikat penerbitnya adalah karena penerbit telah membuat suatu perjanjian dengan pihak pemegang surat berharga tersebut, yakni perjanjian untuk membayarnya, termasuk jika surat berharga tersebut dialihkan kepada pihak ketiga.

46


(50)

4. Teori Penunjukan (Vertoningstheorie)

Menurut teori ini, pihak pemegang surat berharga tersebut menunjukkan surat berharga tersebut kepada pihak penerbit untuk mendapatkan pembayarannya. Sebelum surat berharga tersebut ditunjukkan kepada penerbit, menurut teori ini, keterikatan dari penerbit untuk membayar belum ada.47

Asas Legitimasi ini digunakan untuk memperlancar peredarannya dalam

lalu lintas pembayaran sesuai dengan fungsi dan penerbitan surat berharga. Ada 2 (dua) jenis surat legitimasi menurut KUHD:

Awal terbitnya surat berharga tidak akan terlepas dari perjanjian atau selalu didahului suatu atau transaksi atau perbuatan hukum para pihak atau dengan kata lain adanya perikatan dasar. Perikatan dasar itu berbentuk perjanjian atau kontrak yang dapat berupa perjanjian jual beli, sewa-menyewa, sewa guna usaha (leasing), pengangkutan dan lain sebagainya. Penerbitan surat berharga merupakan kelanjutan dari perikatan dasarnya sehingga jumlah nilai yang tertera dalam surat perjanjian yang disepakati oleh para pihak.

Surat berharga sebagai surat legitimasi, maksudnya sebagai bukti diri bagi pemegangnya yang sah atau orang yang berhak atas tagihan yang tersebut di dalamnya. Atau dengan kata lain surat berharga sebagai surat legitimasi (surat bukti hak tagih), maka dengan adanya surat ini dengan secara otomatis timbullah suatu perikatan antara masing-masing pihak yang membuatnya.

48

47

Prodjojikoro, Wirjono, op.cit, hal 43. 48

Ibid, hal 78.


(51)

1. Legitimasi Formil

Adalah bukti bahwa surat berharga itu dianggap sebagai orang yang berhak atas tagihan yang tersebut di dalamnya. Dianggap demikian, karena bila pemegang tidak dapat menunjukkan bukti secara formil diatur oleh UU maka ia tidak dapat dikatakan sebagai pemegang sah.

2. Legitimasi Materiil

Adalah bukti pemegang surat berharga itu sesungguhnya adalah orang yang berhak atas tagihan yang tersebut di dalamnya.

Beberapa hal yang penting dari adanya legitimasi tersebut, bahwa:

1. Pemegang surat berharga secara formil adalah orang yang mempunyai hak tagih yang sah, tanpa mengesampingkan kebenaran materiilnya.

2. Debitur tidak diwajibkan meneliti apakah pemegang surat berharga itu benar-benar orang yang berhak.

3. Debitur wajib meneliti syarat-syarat yang terdapat pada surat berharga yang disodorkan kepadanya ketika meminta pembayaran.

Undang-undang mengutamakan legitimasi formal untuk menjamin fungsi dan tujuan surat berharga.

E. Upaya Tangkisan Surat Berharga

Apabila seseorang mengadakan perjanjian jual beli barang dengan pihak lainnya, kemudian pembeli membayar harga barang dengan sepucuk surat berharga misalnya dengan sepucuk surat wesel atau cek. Penjual yang menerima pembayaran dengan surat berharga itu dapat pula membayarkan (memindahkan) surat itu kepada pihak lain, dan seterusnya. Akhirnya timbullah suatu rangkaian peralihan surat berharga itu dari tangan ke tangan.


(52)

Hal ini perlu dipersoalkan karena jika ternyata pada suatu ketika pemegang surat berharga itu meminta pembayaran kepada debitur, ada kemungkinan debitur akan menolak atau menangkis pembayaran yang diminta kepadanya dengan berbagai macam alasan, atau penerbit menolak pembayaran dengan alasan bahwa penerbit menghindarkan membayar kedua kalinya kepada penjual (pemegang pertama). Padahal pemegang terakhir ini tidak mengetahui bahwa kewajiban penerbit untuk membayar kepada pemegang itu sudah tidak ada lagi, dengan terjadinya penyerahan surat berharga itu kepada pemegang pertama.

Jika masalah ini sampai terjadi tanpa adanya pembatasan atau kepastian maka penerbitan surat berharga tersebut tidak akan memenuhi fungsi atau tujuan, karena orang tidak akan mau membeli atau menerima peralihan sebagai pemegang berikutnya sebab khawatir tidak akan mendapat pemenuhan atas hak tagih yang tersebut dalam surat berharga itu.

Setiap transaksi surat berharga itu juga kemungkinan terjadi penipuan, kesalahan, kelalaian atau khilaf dan sebagainya, yang akhirnya akan merugikan salah satu pihak atau kedua belah pihak. Misalnya surat berharga tersebut hilang, dicuri orang lain, atau pemegang lalai atau lupa, atau surat berharga tersebut cacat tidak mempunyai syarat formal, sehingga pihak bank akan menolak surat berharga yang ditunjukkan tersebut.

Dalam penggunaannya surat berharga kadang kala mengalami beberapa peralihan yang kemungkinan terjadi tindakan non-akseptasi atau non-pembayaran. Untuk mengatasi hal tersebut ada 2 (dua) macam upaya tangkisan yaitu :49

49


(53)

1. Upaya Tangkisan Absolut (Execption In Rem)

Digunakan terhadap debitur semua pemegang baik pertama maupum berikutnya. Upaya ini timbul dari surat berharga itu sendiri yaitu :

a) Cacat bentuk surat berharga (tentang syarat formil seperti tidak ada tanda tangan penerbit, tanggal penerbitan, tanda tangan palsu, atau tentang ketidakcakapan penerbit paksaan badan).

b) Lampau waktu dari surat berharga, tentang ini diatur dalam pasal 169 KUHD untuk wesel dan surat sanggup, pasal 229 KUHD untuk cek. c) Kelainan formalitas dalam regres (kewajiban setiap pemegang surat

wesel untuk memindahkan surat wesel itu kepada orang lain untuk menanggung pembayaran).

d) Jika surat berharga mendapat penolakan aseptansi (pembayaran pada hari tagih/hari bayar) maka pemegang dapat melakukan hak regresnya untuk memperoleh pembayaran kepada penerbit atau debitur lainnya.

2. Upaya Tangkisan Relatif

Dapat diketahui dari hubungan hukum yang terjadi antara penerbit dan salah seorang endosan yang mendahului pemegang terakhir, khususnya pemegang pertama yang lazim disebut perikatan dasar. Upaya ini diatur dalam pasal 109 KUHD dan pasal 116 KUHD untuk wesel, pasal 199 KUHD untuk cek.


(54)

Beberapa hal yang penting untuk diperhatikan, antara lain :50

1. Upaya tangkisan relatif, boleh digunakan oleh debitur terhadap pemegang yang memperoleh surat berharga tidak jujur, dan upaya ini berdasar pada hubungan hukum antara penerbit dengan pihak pertama.

2. Tujuan larangan terhadap pemegang yang memintakan pembayaran adalah untuk mencegah agar jangan sampai fungsi surat berharga itu terganggu dan menghormati dan menjamin hak dari pemegang yang jujur.

50


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Setelah penulis menguraikan pada bab-bab sebelumnya yang menjadi materi penulisan skripsi ini, maka pada bab ini yaitu bab terakhir penulis akan membuat kesimpulan. Kesimpulan dari bab-bab sebelumnya, dan pada bab ini juga penulis akan mengemukakan beberapa saran yang nantinya penulis mengharapkan agar saran ini dapat berguna bagi semua.

A. Kesimpulan

Adapun yang menjadi kesimpulan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Tanggung jawab bank meliputi menjaga keamanan sertifikat deposito pada saat pembayaran apabila ditangguhkan untuk sementara, serta menilai dan memastikan bahwa pemegang terakhir adalah pemegang yang tidak beritikad buruk atau pemegang yang berhak karena telah membuktikannya di luar adanya laporan dari pihak kepolisian. Dengan kata lain tanggung jawab secara perdata bank hanyalah sebatas pembayaran sertifikat deposito kepada pemegang yang sebenarnya, dan bank tidak bertanggung jawab apabila terjadi kehilangan sertifikat deposito.

2. Berdasarkan Pasal 1243 jo. Pasal 1763 KUHPer, faktor cidera janji atau wanprestasi oleh debitur adalah sebagai berikut :


(2)

a) Lalai memenuhi perjanjian;

b) Tidak menyerahkan atau membayar kewajibannya dalam jangka waktu yang ditentukan;

c) Tidak berbuat sesuai yang dijanjikan dalam tenggang waktu yang ditentukan;

d) Tidak mengembalikan pinjaman sesuai dengan jumlah pinjaman dalam waktu yang ditentukan.

3. Kedudukan sertifikat deposito dikatakan sebagai surat berharga yang lahir karena kebutuhan dalam bidang perbankan dan surat berharga yang diatur di luar KUHD yakni tunduk pada ketentuan yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan ditujukan bagi Lembaga Keuangan Bukan Bank yang menerbitkan sertifikat deposito bersama dengan Bank Indonesia ditujukan bagi bank yang menerbitkan sertifikat deposito.

B. Saran

1) Diperlukan pengawasan secara berkala terhadap Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) yang berwenang untuk menerbitkan sertifikat deposito, guna menghindari penyalahgunaan kewenangan dari pihak-pihak tersebut.

2) Supaya pemerintah dapat membuat peraturan perundangan khusus yang mengatur sertifikat deposito, fungsi, kedudukan, tanggung jawab para pihak yang terlibat, serta megenai kewenangan bank umum dalam hal


(3)

modifikasi sertifikat deposito yang memiliki substansi yang berbeda dengan sertifikat deposito yang daitur dalam pasal 1 angka 8 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.

3) Supaya dalam hal menyimpan dana dengan sertifikat deposito sebaiknya nasabah lebih teliti dalam mencermati substansi, hak dan kewajiban dalam setiap sertifikat deposito di tiap bank umum. Sehingga nasabah lebih mengetahui fungsi dan manfaat sertifikat deposito digunakan serta merasa aman dalam penggunaanya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU-BUKU

Abdulkadir Muhammad, Hukum Dagang Tentang Surat-Surat Berharga, PT. Aditya Bakti, Bandung, 1993.

Abdurrahman, Ensiklopedia: Ekonomi, Keuangan, Perdagangan, Jakarta, 1982. ADC. Gardner Workbook, Commercial Paper, 1991.

Amir M.S., Letter of Credit Dalam Bisnis Ekspor Impor, PT. Pustaka Binaan Pressindo, Jakarta, 1996.

C.S.T. Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, Aksara Baru, Jakarta, 1985.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1997.

Elips, Surat Berharga, Projek Elips, Jakarta, 1998.

Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Dagang Surat-Surat Berharga, Seksi Hukun Dagang FH UGM, Yogyakarta, 1982.

H. Boerhanoeddin S.Batoeah, Surat-Surat Berharga dan Artinya Menurut Hukum, Binacipta, Jakarta, 1980.

H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Jilid 7 tentang Hukum Surat-Surat Berharga, Djambatan, Jakarta, 1984. Imam Prayogo Suryohadibroto, dkk, Surat Berharga Alat Pembayaran dalam

Masyarakat Modern, Rineka Cipta, Jakarta, 1991.

Ismael Saleh, Hukum dan Ekonomi, Arkha Media Cipta, Jakarta, 1995.

Joni Emerzon, Hukum Bisnis Indonesia, Kajian Hukum Bisnis FH UNSRI, Inderalaya, 2000.

Joni Emirzon, Hukum Surat Berharga dan Perkembangannya di Indonesia, Prehaillindo, Jakarta, 2001.


(5)

Mariam Darus Badrulzaman,”Aneka Hukum Bisnis”, Citra Aditya Bakti, 1994. Nyoman Moena, Seluk Beluk Bank, Aksara Persana Indonesia, Jakarta, 1985. O.P. Simorangkir, Seluk Beluk Bank Komersial, Aksara Persana Indonesia,

Jakarta, 1985.

Sutan Remy Sjahdeni, Pasar Uang, Media Cipta, Jakarta, 1995.

Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, ALFABETA, Bandung 2004.

Tim Penyusun, 1998, Seri Dasar Hukum Ekonomi 6, Surat Berharga, Elips, Jakarta.

Volmer, Charles, Commercial Paper and Payment Law, West Publishing Co, ST. Paul, Minn, 1975.

Wirjono Prodjodikoro, Hukum dan Wesel, Cek, dan Aksep di Indonesia, Penerbit Sumur Bandung, Bandung, 1961.

B. MAKALAH DAN JURNAL

Dahlan M. Sutalaksana, Pengembangan dan Prospek Commercial Paper sebagai alternatif Pendanaan di Indonesia, Makalah Seminar, Jakarta, 7 Juli 1993.

Didier Lemaistre, The Development and Prospect of Commercial Paper in Indonesia, journal, Jakarta 3 Nopember 1998.

“Menimbang Risiko Commercial Paper”, Republika, 13 Januari 1997, Jakarta. “Perdagangan Surat Berharga Komersial Mulai Marak”, Suara Pembaharuan,

9 Januari 1996, Jakarta.

Pieter P. Gero, “Perlu Kehati-hatian Dalam Membeli Surat Berharga“, Kompas, 8 Mei 1996, Jakarta.

Rijanto, “Perlu Waspadai Commercial Paper Yang Jatuh Tempo”, Media Indonesia, 11 Maret 1996.

Sjahril, Commercial Paper as an Instrumental of money Market, Makalah Seminar, Jakarta 26 Mei 1993.

Theo F. Toemion, Siapa saja peminat Surat Berharga di Indonesia, Kompas, 27 Mei 1996.


(6)

Wahyu Widiastuti, “Commercial Paper Lalu Lintas Tanpa Polisi”, Infobank, Edisi Khusus Agustus No. 214, Jakarta, 1997.

C. UNDANG-UNDANG

Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer) Undang-undang Dasar (UUD) 1945