Bentuk-bentuk Wanprestasi Dalam Perjanjian dengan Jaminan Sertifikat Deposito

No.2127UPG, tanggal 27 Oktober 1988. Menurut ketentuan tersebut dikatakan bahwa sertifikat deposito sebagai surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang merupakan surat pengakuan utang dari bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank LKBB yang dapat diperjual-belikan dalam pasar uang. Semenjak dikeluarkannya surat keputusan yang telah disebutkan di atas maka penerbitan sertifikat deposito tidak perlu meminta persetujuan Bank Indonesia, seperti yang diatur dalam ketentuan yang lama yaitu SK BI No.1744KEPDIR dan SEBI No.172UPUM, tanggal 22 Oktober 1984. 59

B. Bentuk-bentuk Wanprestasi Dalam Perjanjian dengan Jaminan Sertifikat Deposito

Dengan demikian setiap bank dan LKBB yang telah memenuhi syarat dapat dengan mudah menerbitkan sertifikat deposito sesuai dengan persyaratan yang ditentukan Bank Indonesia. Setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati antara pemberi kredit dan penerima kredit wajib dituangkan dalam bentuk perjanjian yaitu perjanjian kredit. Dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUHPer menyebutkan bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari perjanjian tersebut timbul suatu hubungan hukum antara dua pihak yang membuatnya yang dinamakan perikatan. Hubungan hukum yaitu hubungan yang menimbulkan akibat hukum yang dijamin oleh hukum atau undang-undang. 59 Lebih jelas dapat dilihat pada www.bi.go.id. Universitas Sumatera Utara Apabila salah satu pihak tidak memenuhi hak dan kewajiban secara sukarela maka salah satu pihak dapat menuntut melalui pengadilan. 60 Pasal 1754 KUHPer menyebutkan bahwa perjanjian pinjam-meminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula. Sedangkan, yang dimaksud dengan perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, dimana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Pihak yang menuntut sesuatu disebut kreditur sedangkan pihak yang berkewajiban memenuhi tuntutan disebut debitur. Istilah perjanjian kredit secara definitif tidak dikenal di dalam UU Perbankan, namun bila ditelaah lebih lanjut mengenai pengertian kredit dalam UU Perbankan tercantum kata-kata persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam. Kata-kata tersebut menegaskan bahwa hubungan kredit adalah hubungan kontraktual hubungan yang berdasar pada perjanjian yang berbentuk pinjam-meminjam. Perjanjian kredit itu sendiri mengacu pada perjanjian pinjam-meminjam. 61 Pembuatan suatu perjanjian kredit harus memenuhi syarat-syarat supaya perjanjian tersebut diakui dan mengikat para pihak yang membuatnya. Pasal 1320 KUHPer menentukan 4 empat syarat untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu : 60 R.Subekti dan R.Tjitrosdibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramitha, Jakarta, 1980, hal 167. 61 R.Subekti, op.cit, hal 176. Universitas Sumatera Utara 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya Maksudnya bahwa para pihak yang membuat perjanjian telah sepakat atau setuju mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang dibuat. Kesepakatan itu dianggap tidak ada apabila sepakat itu diberikan karena kekeliruankekhilafan atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan Maksudnya cakap adalah orang yang sudah dewasa, sehat akal pikiran dan tidak dilarang oleh suatu peraturan perundang-undangan untuk melakukan suatu perbuatan tertentu. Orang-orang yang dianggap tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum yaitu: a Orang-orang yang belum dewasa. Menurut Pasal 1330 KUHPer jo. Pasal 47 UU No. 11974 tentang Perkawinan, orang belum dewasa adalah anak di bawah umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan pernikahan ; b Orang-orang yang ditaruh dibawah pengampuan. Menurut Pasal 1330 jo. Pasal 433 KUHPer yaitu orang yang telah dewasa tetapi dalam keadaan dungu, gila, mata gelap dan pemboros ; c Orang-orang yang dilarang undang-undang untuk melakukan perbuatan hukum tertentu, misalnya orang yang telah dinyatakan pailit oleh pengadilan. 3. Mengenai suatu hal tertentu Artinya dalam membuat perjanjian, hal yang diperjanjikan harus jelas sehingga hak dan kewajiban para pihak bisa ditetapkan. Universitas Sumatera Utara 4. Mengenai suatu sebab yang halal Artinya suatu perjanjian harus berdasarkan sebab yang halal atau yang diperbolehkan oleh undang-undang. Kriteria atau ukuran sebab yang halal adalah perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Syarat pertama dan kedua dinamakan syarat subyektif, karena mengenai subyek yang mengadakan perjanjian. Sedangkan syarat ketiga dan keempat dinamakan syarat obyektif, karena mengenai obyek yang diperjanjikan dalam perjanjian. Apabila syarat-syarat subyektif tidak dipenuhi, maka perjanjiannya dapat dibatalkan oleh hakim atas permintaan pihak yang tidak cakap atau yang memberikan kesepakatan secara tidak bebas. Selama tidak dibatalkan perjanjian tersebut tetap mengikat. Sedangkan kalau syarat-syarat obyektif yang tidak dipenuhi maka perjanjiannya batal demi hukum, artinya dari semula dianggap tidak pernah ada sehingga tiada dasar untuk saling menuntut di muka hakim pengadilan. Adapun pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian kredit antara lain : 1. Pihak pemberi kredit atau kreditur. Pihak pemberi kredit atau kreditur adalah bank atau lembaga pembiayaan lain selain bank misalnya perusahaan leasing. 2. Pihak penerima kredit atau debitur. Pihak penerima kredit atau debitur adalah pihak yang dapat bertindak sebagai subyek hukum. Universitas Sumatera Utara Subyek hukum adalah sesuatu badan yang mempunyai hak dan kewajiban untuk melakukan suatu perbuatan hukum, baik perbuatan sepihak maupun perbuatan dua pihak. Pada dasarnya subyek hukum terdiri dari : 1. Manusia person. 2. Badan hukum rechtpersoon. Kemudian pengertian bank dalam Pasal 1 2 UU Perbankan: Bank adalah suatu badan usaha yang bergerak di bidang jasa keuangan, demikian penegasan Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan Lembaran Negara Tahun 1998 N.182. 62 Usaha utama bank Secara eksplisit ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Perbankan mengatakan sebagai berikut: Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit danatau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. 63 62 UU No. 7 Tahun 1992 terdiri dari 10 bab dan 61 Pasal. UU No. 10 Tahun 1998 terdiri dari perubahan, penambahan, dan penghapusan beberapa ketentuan UU No. 7 Tahun 1992. 63 Berdasarkan Pasal 6 UU No.7 Tahun 1992 ditegaskan bahwa usaha bank umum meliputi; a menghimpun dana dari masyarakat; b menerbitkan kredit; c menerbitkan surat pengakuan utang; d membeli, menjual, atau menjamin risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabah; e memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri untuk kepentingan nasabah; f menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain; g menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga; h menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga; i melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak; j melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek; l melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit, dan kegiatan wali amanat; m menyediakan pembiayaan danatau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; n melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penulis memberikan catatan bahwa pertama ketentuan huruf k pada Pasal 6 UU No. 7 Tahun 1992 telah dihapus dan ketentuan huruf m adalah hasil perubahan, sebagaimana ditegaskan pada Pasal 6 UU No.10 Tahun 1998. adalah memberikan kredit, pada Pasal 1 angka 11 Undang-undang No.10 tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan : kredit adalah Universitas Sumatera Utara penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah waktu tertentu dengan pemberian bunga. Kemudian kegiatan usaha bank menurut Pasal 6 Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan antara lain adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Kredit yang diberikan oleh bank kepada nasabah debitur didasarkan atas kepercayaan dan harus dilakukan dengan hati-hati 64 karena kredit yang diberikan selalu mengandung risiko, selain permasalahan kredit yang macet, juga ada permasalahan wanprestasi, tidak melaksanakan kewajiban, melanggar batas waktu atau tidak melaksanakan ketentuan yang ada di dalam perjanjian kredit, bila ini terjadi bank akan mengalami kerugian. Maka sebelum kredit diberikan terlebih dahulu bank mengadakan analisis kredit. Analisis kredit mencakup latar belakang nasabah atau perusahaan, prospek usaha, jaminan yang diberikan serta faktor- faktor lainnya. Tujuan analisis adalah agar bank yakin bahwa kredit yang diberikan benar-benar aman. 65 Perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian yang khusus baik oleh kreditur maupun oleh debitur, karena perjanjian kredit mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemberian, pengelolaan maupun penatalaksanaan kredit itu sendiri. 64 Dalam pemberian kredit atau pembiayaan bank selalu melakukan analisis kridit yang merupakan salah satu upaya untuk memenuhi asas prinsip kehati-hatian prudential banking principle 65 Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005, hal. 101. Universitas Sumatera Utara Fungsi dari perjanjian kredit, yaitu : 1. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok. Artinya perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidak batalnya perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan jaminan; 2. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban di antara kreditur dan debitur; 3. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit. Dalam prakteknya ada 2 dua bentuk perjanjian kredit, yaitu : 1. Perjanjian kredit yang dibuat dibawah tangan akta di bawah tangan Artinya perjanjian pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya hanya dibuat diantara mereka kreditur dan debitur tanpa notaris. Namun pada prakteknya dalam perjanjian kredit bank, akta dibawah tangan ini disiapkan dan dibuat sendiri oleh bank kemudian ditawarkan kepada debitur untuk disepakati. Untuk mempermudah dan mempercepat kerja bank, biasanya bank sudah menyiapkan formulir perjanjian dalam bentuk standar yang isi, syarat-syarat dan ketentuannya disiapkan terlebih dahulu secara lengkap yang kemudian disodorkan kepada setiap calon-calon debitur untuk diketahui dan dipahami dalam rangka penandatanganan perjanjian kredit tersebut. Jadi calon debitur mau atau tidak mau, dengan terpaksa atau sukarela, harus menerima semua persyaratan yang tercantum dalam formulir Universitas Sumatera Utara kredit walaupun ia tidak setuju terhadap pasal-pasal tertentu. Hal tesebut dikarenakan calon debitur sangat membutuhkan kredit atau berada pada posisi lemah. 2. Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan notaris akta otentikakta notaris Pihak yang menyiapkan dan membuat perjanjian ini adalah seorang notaris, namun dalam praktek semua syarat dan ketentuan perjanjian kredit disiapkan oleh kreditur kemudian diberikan kepada notaris untuk dirumuskan dalam akta notariil. Dalam hal ini notaris membuat perjanjian hanya sebatas merumuskan hal yang diinginkan para pihak dalam bentuk akta notariil atau akta otentik. Berdasarkan pada pasal 1874 KUHPer disebutkan, bahwa akta dibawah tangan adalah surat atau tulisan yang dibuat oleh para pihak tidak melalui perantaraan pejabat yang berwenang pejabat umum untuk dijadikan alat bukti. 66 1. Akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Artinya akta otentik dianggap sah dan benar tanpa perlu membuktikan atau menyelidiki keabsahan tanda tangan pihak-pihak tersebut. Apabila akta otentik diajukan sebagai alat bukti di depan hakim kemudian pihak lawan membantah akta tersebut maka pihak pembantah yang harus melakukan pembuktian kebenaran bantahannya. Beberapa hal yang perlu diketahui dalam perjanjian yang dibuat di bawah tangan akta di bawah tangan dan di hadapan notaris akta otentik atau notariil, yaitu : 66 Ibid, hal 123. Universitas Sumatera Utara 2. Akta di bawah tangan mempunyai kekuatan hukum pembuktian seperti juga akta otentik, jika tanda tangan yang ada dalam akta tersebut diakui oleh yang menandatangani. Untuk pembuktian di depan hakim, jika salah satu pihak mengajukan bukti akta di bawah tangan, dan akta tersebut dibantah oleh pihak lawannya, maka pihak yang mengajukan akta di bawah tangan itu yang harus mencari bukti tambahan misalnya saksi-saksi. Hal ini dimaksudkan untuk membuktikan bahwa akta di bawah tangan yang diajukan sebagai alat bukti tersebut benar-benar ditandatangani oleh pihak yang membantah. Supaya akta di bawah tangan tidak mudah dibantah atau disangkal kebenaran tanda tangan yang ada dalam akta tersebut dan untuk memperkuat pembuktian di depan hakim, maka akta yang dibuat dibawah tangan sebaiknya dilakukan legalisasi. Dengan adanya legalisasi oleh notaris atas akta di bawah tangan maka kekuatan hukum pembuktian akta tersebut seperti akta otentik. Dalam Pasal 1868 KUHPer dinyatakan, bahwa akta otentik adalah akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang yang dibuat oleh atau dihadapan pegawai yang berkuasa pegawai umum untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya. Yang dimaksud dengan pegawai yang berkuasa atau pegawai umum antara lain notaris, hakim, juru sita pada pengadilan, pegawai catatan sipil atau pegawai Kantor Urusan Agama KUA, Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT. Legalisasi artinya menyatakan kebenaran ialah pernyataan benar dengan jalan memberi pengesahan oleh pejabat yang Universitas Sumatera Utara berwenang notaris, Ketua Pengadilan Negeri, Kepala Daerah seperti WalikotaBupati atas akta dibawah tangan meliputi tanda tangan, tanggal dan tempat dibuatnya akta dan isi akta. Pengakhiran perjanjian kredit mengacu pada ketentuan di dalam Pasal 1381 KUHPer, yaitu mengenai hapusnya perikatan. Namun dari beberapa alasan hapusnya atau berakhirnya perikatan yang dimaksud dalam Pasal 1381 KUHPer, pada prakteknya hapusnya atau berakhirnya perjanjian kredit lebih banyak disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut : 1. Pembayaran adalah kewajiban debitur secara sukarela untuk memenuhi perjanjian yang telah diadakan. 2. Subrogasi, menurut Pasal 1400 KUHPer disebutkan sebagai penggantian hak-hak si berpiutang kreditur oleh seorang pihak ketiga yang membayar kepada si berpiutang itu kreditur. 3. Pembaharuan Utang atau novasi adalah dibuatnya perjanjian kredit yang baru untuk atau sebagai pengganti perjanjian kredit yang lama. Sehingga dengan demikian yang hapus atau berakhir adalah perjanjian kredit yang lama. Dalam Pasal 1413 KUHPer disebutkan ada 3 tiga cara untuk terjadinya novasi yaitu : a Membuat perjanjian baru yang bertujuan mengganti kreditur lama dengan kreditur baru; b Membuat perjanjian baru yang bertujuan mengganti debitur lama dengan debitur baru; Universitas Sumatera Utara c Membuat perjanjian baru yang bertujuan untuk memperbaharui atau merubah obyek atau isi perjanjian. Pembaharuan obyek perjanjian ini terjadi jika kewajiban tertentu dari debitur diganti dengan kewajiban lain. 4. Perjumpaan Utang atau kompensasi, menurut Pasal 1425 KUHPer adalah suatu keadaan di mana pihak kreditur dan debitur memperjumpakan atau memperhitungkan utang-piutang sehingga perjanjian kredit tersebut menjadi hapus. Dalam praktek pemberian kredit, bank atau kreditur selain membuat perjanjian kredit sebagai alat bukti adanya utang dan sekaligus mengatur hak-hak dan kewajiban secara lengkap, bank atau kreditur juga membuat grosse akta pengakuan utang notariil. Secara umum Grosse akta pengakuan utang diatur dalam ketentuan Pasal 224 HIR. 67 Grosse akta pengakuan utang dibuat karena alasan-alasan sebagai berikut : Pengertian Grosse akta pengakuan utang ialah suatu salinan atau kutipan secara pengecualian dari minuta akta naskah asli yang di atasnya di atas judul akta memuat kata-kata: “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” dan di bawahnya dicantumkan kata-kata: “Diberikan sebagai Grosse Pertama”, dengan menyebut nama dari orang, yang atas permintaannya grosse itu diberikan dan tanggal pemberiannya. 67 Ibid, hal 148. Universitas Sumatera Utara 1. Perjanjian kredit tidak mempunyai kekuatan eksekutorial sehingga jika debitur wanprestasi maka kreditur tidak dapat melakukan eksekusi langsung terhadap jaminan yang ada tetapi harus melakukan gugatan melalui Pengadilan Negeri lebih dahulu kepada debitur; 2. Akta pengakuan utang merupakan perjanjian sepihak, di dalamnya hanya dapat memuat suatu kewajiban untuk membayar utang sejumlah uang tertentu. Akta pengakuan utang yang dibuat dihadapan Notaris sesuai Pasal 224 HIR258 RBG mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti keputusan hakim yang tetap yang berarti akta pengakuan hutang mempunyai kekuatan eksekutorial; 3. Untuk mempercepat eksekusi jaminan secara langsung tanpa memerlukan gugatan terlebih dahulu kepada debitur. Namun dalam prakteknya, pemanfaatan grosse akta pengakuan utang yang mempunyai kekuatan eksekutorial sebagai dasar untuk melakukan eksekusi jaminan menjadi tidak mudah bahkan tidak dapat dilaksanakan, karena kadangkala debitur mengajukan bantahan melalui pengadilan agar membatalkan eksekusi berdasarkan grosse akta pengakuan utang tersebut. Secara umum jaminan kredit diartikan sebagai penyerahan kekayaan atau pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggung pembayaran kembali sejumlah utang. Jadi pada dasarnya seluruh harta kekayaan debitur menjadi jaminan dan diperuntukkan bagi pemenuhan kewajiban kepada semua kreditur secara bersama-sama. Universitas Sumatera Utara Lebih lanjut tentang jaminan atau agunan di dalam penjelasan Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang ditegaskan bahwa: ”Kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang diberikan oleh bank mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang sehat. Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi kewajibanya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan dan prospek usaha dari debitur. Mengingat bahwa agunan menjadi salah satu unsur jaminan pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur untuk mengembangkan utangnya, agunan hanya dapat berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Ketentuan tersebut di atas menunjukan bahwa bank sebelum memberikan kredit harus memperoleh keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitor dengan melakukan penilaian terhadap watak character, kemampuan capacity, modal capital, agunan collateral, dan prospek usaha debitur condition of economy yang dikenal dengan the fives of Credit atau 5C. Universitas Sumatera Utara Meskipun prosedur pemberian kredit telah dilakukan dengan sangat hati-hati sesuai dengan prudential principles, namun dalam pelaksanaanya bank tidak dapat terhindar dari adanya kredit macet, yang disebabkan berbagai alasan misalnya usaha yang dibiayai dengan kredit mengalami kemerosotan usaha, penurunan penjualan, kalah bersaing, adanya krisis moneter dan ekonomi seperti sekarang ini dan adanya kesengajaan debitur melakukan penyimpanan dalam penggunaan kredit, yang mengakibatkan sumber pendapatan dari usaha tidak mencukupi bahkan gagal dalam mengembangkan usahanya, sehingga debitur tidak mampu menyelesaikan utangnya tepat pada waktunya sesuai dengan perjanjian kredit akibatnya kredit menjadi bermasalah dan macet. 68 Kredit bermasalah adalah kredit dengan kolektibilitas macet ditambah dengan kredit-kredit yang memiliki kolektibilitas diragukan yang mempunyai potensi menjadi macet. Kredit bermasalah dan kredit macet selalu dilihat dan diukur dari kolektibilitas kredit yang bersangkutan. 69 Dengan demikian, jaminan kredit sangat diperlukan dalam pemberian kredit untuk menghindarkan resiko debitur tidak melunasi kreditnya baik kredit bermasalah maupun kredit macet. Selain jaminan berupa keyakinan atas kemampuan debitur untuk melunasi utangnya, bank juga mengutamakan agunan dalam pemberian kredit sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 23 UU Perbankan yang berbunyi : 70 68 Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Bandung: ALFABETA, 2004, hal 7 69 Dapat dikatakan bahwa kredit macet merupakan kredit bermasalah, tetapi kredit bermasalah belum seluruhnya kredit macet. Adbulkadir Muhammad, Rilda Murniati, Op.cit., hal. 68 70 Lihat UU Perbankan Pasal 1. “Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan Universitas Sumatera Utara nasabah debitur dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.” Oleh karena itu agunan tersebut merupakan upaya preventif, apabila kemudian hari pihak debitur tidak memenuhi kewajibannya wanprestasi sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati bersama dengan kata lain akan melahirkan kredit macet. 71 71 Terjadinya kredit macet pada bank, maka penyebabnya hanya ada dua yaitu: 1 Karena adanya error comission yaitu timbulnya kredit macet yang diakibatkan oleh adanya unsur kesengajaan manusianya untuk melanggar kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan, dan 2 Error comission yaitu timbulnya kredit macet karena memanfaatkan lemahnya peraturan. Apabila terjadi wanprestasi akan berlaku ketentuan jaminan secara umum yang diatur dalam Pasal 1131 KUHPerdata yang mengatakan: Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan. Selanjutnya Pasal 1132 KUHPerdata menyatakan bahwa; Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan yaitu menurut besar-kecilnya piutang masing-masing kecuali apabila di antara para debitur itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan. Kedua pasal ini memberi jaminan kepastian hukum kepada kreditur bahwa kewajiban debitur akan tetap terpenuhi dengan adanya jaminan dari kekayaan debitur baik yang sudah ada maupun yang masih akan ada dikemudian hari. Adapun hubungan Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata adalah bahwa kekayaan debitur merupakan jaminan bersama bagi semua kreditur dengan hak mendahului right preferens. Universitas Sumatera Utara Dengan kata lain, agunan diperlukan oleh kreditur bank karena merupakan salah satu upaya untuk mengantisipasi resiko yang mungkin timbul dalam tenggang waktu antara pelepasan dan pelunasan kredit tersebut. Bila debitur lalai melunasi kredit yang diberikan maka bank dapat menarik kembali dana yang disalurkan dengan memanfaatkan agunan tersebut. Agunan atau jaminan tambahan ini dapat berupa : 1. Jaminan materiil berwujud, yang berupa barang-barang bergerak atau benda tetap misalnya tanah dan bangunan, mesin, kapal laut, mobil, perhiasan dan lain-lain. 2. Jaminan immateriil tak berwujud, misalnya tagihan piutang, sertifikat deposito, tabungan, obligasi, saham, dan lain-lain. Kreditur dan pemilik jaminan harus membuat perjanjian untuk penyerahan jaminan kredit yang disebut perjanjian pengikatan jaminan. Semua perjanjian pengikatan jaminan bersifat accessoir artinya eksistensi atau keberadaan perjanjian pengikatan jaminan tergantung pada perjanjian pokoknya yaitu perjanjian kredit. Perjanjian pengikatan jaminan bukan merupakan perjanjian yang berdiri sendiri tetapi tergantung pada perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok sehingga perjanjian kredit harus dibuat terlebih dahulu baru kemudian perjanjian pengikatan jaminan. Sementara itu, jika perjanjian kredit berakhir karena kreditnya telah dilunasi atau berakhir karena sebab lain maka berakhir pula perjanjian pengikatan jaminan. Namun jika perjanjian pengikatan jaminan cacat dan batal karena suatu sebab hukum, misalnya barang jaminan musnah atau dibatalkan karena pemberi jaminan tidak berhak menjaminkan, maka perjanjian kredit sebagai perjanjian Universitas Sumatera Utara pokok tidak batal dan debitur tetap harus melunasi hutangnya sesuai perjanjian kredit. Salah satu yang diatur dalam perjanjian kredit adalah adanya jaminan yang diperlukan oleh Bank sebagai kreditur sebagai dasar penilaian atas keyakinan akan kemampuan debitur dalam membayar hutangnya. Pemenuhan kewajiban debitur untuk membayar hutangnya dapat dipaksa dengan jalan eksekusi barang jaminan melalui penjualan lelang oleh kreditur atau melalui pengadilan, apabila debitur ingkar janji atau wanprestasi atas perjanjian. Berdasarkan Pasal 1243 jo. Pasal 1763 KUHPer, faktor cidera janji atau wanprestasi oleh debitur adalah sebagai berikut : 72 1. Lalai memenuhi perjanjian; atau 2. Tidak menyerahkan atau membayar dalam jangka waktu yang ditentukan; 3. Tidak berbuat sesuai yang dijanjikan dalam tenggang waktu yang ditentukan; 4. Tidak mengembalikan pinjaman sesuai dengan jumlah pinjaman dalam waktu yang ditentukan.

C. Kedudukan Sertifikat Deposito Dikatakan Sebagai Surat Berharga