Kecemasan Berkomunikasi Antarpribadi Dan Cara Mengatasinya (Studi Deskriptif Mengenai Kecemasan Pelamar Kerja Dalam Tes Wawancara Kerja dan Cara Mengatasinya)

(1)

KECEMASAN BERKOMUNIKASI ANTARPRIBADI DAN

CARA MENGATASINYA

(Studi Deskriptif Mengenai Kecemasan Pelamar Kerja

Dalam Tes Wawancara Kerja dan Cara Mengatasinya)

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

Program Strata 1 (S1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

HERY BAJORA NASUTION

100922018

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

PROGRAM EKSTENSI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Kecemasan Berkomunikasi Antarpribadi Pelamar Kerja dalam Tes Wawancara Kerja dan cara mengatasinya. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk memahami kecemasan calon karyawan dalam pengalaman interaksi komunikasi antarpribadi mereka dengan pewawancara, mendeskripsikan interaksi komunikasi antarpribadi mereka dalam tes wawancara kerja, memahami faktor-faktor yang berpotensi menjadi penyebab kecemasan mereka dalam pengalaman tes wawancara kerja dan bagaimana mereka mengatasinya. Dengan menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif yang digunakan untuk menggambarkan, menjelaskan, meringkaskan berbagai kondisi berbagai situasi atau fenomena sosial yang ada di masyarakat dan berupaya menarik realitas sosial tersebut ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter sifat, model, tanda atau gambaran tenang fenomena tertentu. Penelitian ini menggunakan metodologi deskriptif kualitatif yang menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data wawancara, observasi dan pustaka. Pada penelitian ini melibatkan tujuh orang informaan yang diperoleh dengan tekhnik penarikan sampel acak random sampling. Kecemasan informan ditentukan berdasarkan tingkat rendah, sedang, tinggi pada tahap pra-wawancara, perkenalan, inti. Dalam menganalisis data digunakan analisis data kualitatif untuk memilah, mensintesis, mencari dan menemukan pola, serta menarasikan data yang diperoleh dari wawancara. Hasil penelitian disimpulkan bahwa kecemasan yang timbul diakibatkan oleh pikiran-pikiran negatif dari diri sendiri, kecemasan itu akan terus timbul, kita hanya dapat berusaha untuk menekan rasa cemas, interaksi komunikasi antarpribadi saat tes wawancara belum efektif karena sebagian besar calon karyawan memberi informasi yang dibuat-buat mengenai dirinya agar pewawancara menganggap mereka sosok yang positif dan bersemangat.


(3)

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang. Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan ridha-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat waktu. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU).

Saya menyadari bahwa, skripsi ini tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan doa, bantuan, bimbingan dan saran-saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Mama, Terimakasih atas doa, dukungan dan segala apa yang diberikan dalam memotivasi saya untuk dapat menyelesaikan skripsi dan menjadi seorang sarjana. Alm.Papa, walaupun kita sudah tidak bersama dengan ini harapanmu sudah terpenuhi, do’aku selalu untuk keselamatan dan kebahagiaan kita. 2. Bapak Prof. Badaruddin, M. Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sumatera Utara serta seluruh jajarannya.

3. Ibu Dra. Fatmawardy Lubis, M. A, selaku Ketua Departemen Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu, Dra. Dayana, M.Si, selaku Sekretaris Departemen Program Studi Imu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

5. Dr. Iskandar Zulkarnain. M.Si, selaku dosen pembimbing , terima kasih atas saran, kritik, bimbingan, wawasan, pengetahuan, waktu, tenaga, dan pikiran yang telah diberikan dengan sabar untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen dan staf pengajar yang telah mendidik dan membimbing mulai dari semester awal hingga saya menyelesaikan perkuliahan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, untuk bang Hendra dan


(4)

bang Haris Terimakasih atas saran yang diberikan dalam pengerjaan skripsi ini.

7. Seluruh karyawan Tata Usaha Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU dalam membanatu penulis mengurus administrasi sidang.

8. Para narasumber yang kompeten dimana telah memberikan penjelasan dan data yang saya butuhkan untuk penelitian ini.

9. Untuk sahabat Yogi, Steven, Riska, Taufik, Deddy, Daniel, Fio, Tika, Gita, Ditta, Cya, Aprini, Hansen, Dian, Rotua, Band Blockir, Vierever Band terimakasih untuk doanya, masukan, pinjaman bukunya dan kesediaannya mendengarkan keluh kesah saya.

10.Kepada teman-teman seperjuangan di Departemen Ilmu Komunikasi Program Ekstensi angkatan 2010 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara terima kasih sudah mau menemani di saat saya membutuhkan, untuk semua jenis dukungan dan bantuannya dalam membagi ilmu dan informasi.

Semoga Allah SWT membalas dan melimpahkan rahmat serta karunia-Nya atas semua bantuan dan dukungan yang telah diberikan. Saya menyadari bahwa skripsi ini tidak lepas dari kekurangan dan ketidaksempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati saya sangat mengharapkan segala masukan, imbauan, maupun kritik dan saran yang membangun dari semua pihak akan diterima dengan terbuka guna menyempurnakan skripsi ini.

Akhirnya, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan sumbangan pemikiran bagi para pembaca untuk lebih memahami mengenai kecemasannya dalam tes wawancara, aamiin.

Medan, 26 Juli 2012 Penulis


(5)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Kecemasan Berkomunikasi Antarpribadi Pelamar Kerja dalam Tes Wawancara Kerja dan cara mengatasinya. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk memahami kecemasan calon karyawan dalam pengalaman interaksi komunikasi antarpribadi mereka dengan pewawancara, mendeskripsikan interaksi komunikasi antarpribadi mereka dalam tes wawancara kerja, memahami faktor-faktor yang berpotensi menjadi penyebab kecemasan mereka dalam pengalaman tes wawancara kerja dan bagaimana mereka mengatasinya. Dengan menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif yang digunakan untuk menggambarkan, menjelaskan, meringkaskan berbagai kondisi berbagai situasi atau fenomena sosial yang ada di masyarakat dan berupaya menarik realitas sosial tersebut ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter sifat, model, tanda atau gambaran tenang fenomena tertentu. Penelitian ini menggunakan metodologi deskriptif kualitatif yang menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data wawancara, observasi dan pustaka. Pada penelitian ini melibatkan tujuh orang informaan yang diperoleh dengan tekhnik penarikan sampel acak random sampling. Kecemasan informan ditentukan berdasarkan tingkat rendah, sedang, tinggi pada tahap pra-wawancara, perkenalan, inti. Dalam menganalisis data digunakan analisis data kualitatif untuk memilah, mensintesis, mencari dan menemukan pola, serta menarasikan data yang diperoleh dari wawancara. Hasil penelitian disimpulkan bahwa kecemasan yang timbul diakibatkan oleh pikiran-pikiran negatif dari diri sendiri, kecemasan itu akan terus timbul, kita hanya dapat berusaha untuk menekan rasa cemas, interaksi komunikasi antarpribadi saat tes wawancara belum efektif karena sebagian besar calon karyawan memberi informasi yang dibuat-buat mengenai dirinya agar pewawancara menganggap mereka sosok yang positif dan bersemangat.


(6)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Tidak ada manusia yang sempurna, artinya semua orang pernah mengalami situasi sulit. Ada beberapa orang yang sebenarnya memiliki kemampuan dan pengetahuan standar, tetapi sangat gampang memperoleh pekerjaan, bahkan beberapa kali pindah tempat kerja. Sementara, beberapa orang lainnya yang memiliki kemampuan hebat dan IPK yang tinggi, tak jarang usahanya kandas sampai ditahap tes wawancara kerja.

Tahap seleksi wawancara merupakan tahapan yang harus dilewati pencari kerja sebelum mendapatkan pekerjaan, hal ini sangat penting karena interviewer

akan menilai dan mengambil segala informasi yang dibutuhkan tentang calon karyawan secara langsung. Tahap wawancara tidak akan melihat seberapa bagus IPK dan pengetahuan calon karyawan, tetapi lebih memperhatikan kesiapan calon karyawan dalam hal menjual kekuatan diri dan meyakinkan para interviewer. Tujuan wawancara kerja adalah untuk menilai sisi psikologis, perilaku, kepemimpinan, komitmen, kejujuran, tanggung jawab, dan segudang nilai kebaikan yang masuk dalam penilaian perusahaan (Dirgantoro dan Pratono, 2012:iii). Fase ini merupakan tahapan yang sangat menentukan. Jadi, jangan pernah meremehkan tes wawancara kerja.

Seorang calon karyawan akan dipanggil sebuah perusahaan untuk menjalani sesi wawancara kerja, itu menunjukkan bahwa calon karyawan untuk


(7)

calon karyawan dianggap memiliki kualitas diri yang baik dimata perusahaan. Itu berarti, calon karyawan tersebut juga telah menyisihkan puluhan bahkan ratusan pesaing yang merebutkan sebuah pekerjaan. Selangkah lagi, calon karyawan akan mendapatkan pekerjaan, dan umumnya tes wawancara kerja merupakan tahapan terakhir yang harus dihadapi oleh para pencari kerja.

Banyak peserta yang gagal dalam tahap wawancara. Lalu, apa susahnya menjalani tahap wawancara? Terkadang ada pertanyaan yang menjebak yang membuat peserta tes kehilangan poin dan harus pulang dengan tangan hampa. Jadi, langkah terbaik adalah menyiapkan diri kita dengan berlatih menjawab segala kemungkinan pertanyaan yang diajukan oleh pewawancara. Perlu diingat, setiap jawaban yang kita berikan konsekuensinya akan melahirkan sebuah pertanyaan lanjutan. Jadi, usahakan menjawab dengan jawaban berani, tepat dan jujur. Pewawancara sangat cermat dan akan segera tahu bila jawaban kita dibuat-buat dan bohong agar penilaian kita baik. Jika kita lakukan dan mereka menyadarinya, otomatis kita akan kehilangan poin dan usaha kita memperoleh sebuah pekerjaan akan kandas begitu saja.

Wawancara kerja adalah bagian terpenting ketika seseorang akan memasuki dunia kerja. Pewawancara merupakan sarana dari perusahaan untuk menggali informasi sebanyak-banyaknya dari calon karyawan, yaitu kepribadian calon karyawan, latarbelakang keluarga, pendidikan dan sebagainya. Bagi calon karyawan, wawancara berarti kesempatan untuk mempromosikan diri. Berkas lamaran dan persyaratan yang diajukan oleh pelamar kerja akan diproses lebih lanjut dalam wawancara kerja. Proses ini tentu saja dapat berlangsung lama atau


(8)

apakah anda akan diangkat sebagai karyawan atau tidak. Namun, bukan soal waktu yang menentukan berhasil atau tidaknya wawancara tersebut, melainkan pemahaman calon karyawan akan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pewawancara sehingga bisa memberi jawaban yang tepat.

Bagi beberapa orang, wawancara kerja mungkin adalah momok yang menakutkan. Kecemasan atau ketakutan yang muncul sebelum atau pada saat wawancara itu memang wajar. Apalagi jika seseorang belum memiliki pengalaman kerja atau baru pertama kali melamar pekerjaan. Sebenarnya orang yang berulang kali melamar pekerjaan pun bisa mengalami hal yang sama. Mungkin perbedaannya adalah ia bisa mengelola emosi sehingga pengendalian dirinya lebih terjaga. Hal itu dikarenakan ia sudah terlatih menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan pewawancara. Pengendalian diri dan pengelolaan emosi memang sangat penting dalam mengikuti wawancara kerja. Oleh karena itu, masalah utama yang selalu dihadapi oleh sebagian besar calon karyawan atau pegawai dalam wawancara kerja adalah kepercayaan diri.

Philips (Apollo, 2007:17) menyebut kecemasan komunikasi dengan istilah

reticence , yaitu ketidakmampuan individu untuk mengikuti diskusi secara aktif, mengembangkan percakapan, menjawab pertanyaan yang diajukan di kelas, yang bukan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan akan tetapi karena adanya ketidakmampuan dalam menyusun kata-kata dan ketidakmampuan menyampaikan pesan secara sempurna, meskipun sudah dipersiapkan sebelumnya

Siapapun tidak menyangkal kalau


(9)

kegugupan sehingga seseorang tidak fokus menjawab pertanyaan yang diajukan atau mendengarkan instruksi yang diberikan. Akibatnya adalah calon karyawan mengalami kegagalan. Namun, apakah kepercayaan diri saja sudah cukup untuk berhasil melewati tes wawancara? Tidak. Masih ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu pengetahuan umum dan kejadian masa kini, wawasan, keterampilan, pengetahuan tentang perusahaan yang dituju, bentuk usaha perusahaan tersebut, serta pengetahuan tentang pekerjaan yang dilamar.

Selain kepercayaan diri dan pengetahuan mengenai perusahaan dan pekerjaan yang dilamar, sebaiknya calon karyawan juga memiliki sikap mental positif. Sikap mental ini erat kaitannya dengan pembentukan kepercayaan diri. Namun, Harus diingat bahwa rasa percaya diri yang berlebihan akan menimbulkan persepsi negatif dari pewawancara, Karena ia akan menganggap calon karyawan adalah orang yang arogan dan sulit diatur. Oleh karena itu, sikap mental ini tidak hanya berkisar pada rasa percaya diri, tetapi juga hubungan dengan orang lain.

Kecemasan dan ketidakpastian yang dialami calon karyawan berpengaruh terhadap interaksi komunikasi antarpribadi calon karyawan dan pewawancara. Dalam bukunya The Interpersonal Communication Book (2001:80), De Vito mengungkapkan bahwa kecemasan berkomunikasi merujuk pada rasa malu, keengganan berkomunikasi, ketakutan berbicara didepan umum, dan sikap pendiam dalam interaksi komunikasi.


(10)

Kecemasan ini jika tidak dapat diatasi, maka akan mengalami peningkatan. Menurut Spilberger (Triantoro & Nofrans 2009:53) bentuk kecemasan berkomunikasi dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

1. Kecemasan berkomunikasi yang muncul dalam diri seseorang ( trait anxiety). Yaitu kecenderungan pada diri seseorang untuk merasa terancam oleh sejumlah kondisi yang sebenarya tidak bahaya. Kecemasan dalam kategori ini lebih disebabkan karena kepribadian individu tersebut memang mempunyai potensi cemas dibandingkan individu lain. Keadaan cemas ini muncul tanpa memperhatikan situasi khusus.

2. Kecemasan yang timbul karena situasi sosial yang menyebabkan seseorang tidak

mampu menyampaikan pesannya secara jelas (state anxiety). Yaitu keadaan dan kondisi emosional sementara pada diri seseorang yanaga ditandai dengan perasaan tegang dan khawatir yang dirasakan dengan sadar serta bersifat subjektif. Keadaan takut akan terlihat jelas, khusus untuk situasi komunikasi tertentu.

Devito mencontohkan individu yang merasa takut saat berbicara di depan umum tetapi tidak saat komunikasi diadik, atau individu yang merasakan kecemasan berkomunikasi saat proses wawancara namun tidak ada kecemasan saat berbicara di depan umum, Kecemasan yang timbul karena situasi sosial ini sangatlah umum keadaan ini dialami banyak orang saat berada dalam situasi tertentu. Kecemasan yang semakin meningkat dapat menghambat komunikasi


(11)

mengurangi poin kita atau malah mereka salah paham dikarenakan sikap dan ucapan kita yang semakin kaku atau mengawur. Hal inilah yang menjadi latar belakang untuk melakukan penelitian tentang “Kecemasan Berkomunikasi Antarpribadi Dalam Menjalani Tes Wawancara Kerja”.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengalaman mereka dalam tes wawancara, apakah calon karyawan merasa antusias, cemas dalam tahap perkenalan, maupun tahapan untuk mengetahui personal calon karyawan, dan apakah tingkat kecemasan mereka meningkat atau menurun selama proses wawancara? 2. Bagaimanakah komunikasi antarpribadi pewawancara dan calon

karyawan dalam tes wawancara kerja?

3. Faktor-faktor apakah yang berpotensi menjadi penyebab terjadinya kecemasan calon karyawan dalam pengalaman mereka menghadapi tes wawancara, dan bagaimana mereka mengatasinya.


(12)

1.3 PEMBATASAN MASALAH

Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas sehingga dapat mengaburkan penelitian, maka peneliti membatasi masalah yang akan diteliti. Adapun pembatasan yang akan diteliti adalah sebagai berikut :

1. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan studi deskriptif sebagai metode riset peneliti.

2. Yang menjadi perhatian peneliti adalah kecemasan berkomunikasi dan cara mengatasinya selama menjalani tes wawancara.

3. Penelitian terbatas pada calon karyawan yang pernah mengikuti lowongan pekerjaan melalui PJK USU dan sudah menjalani tes wawancara kerja minimal 2 kali di Kota Medan.

4. Penelitian berlangsung sejak Maret hingga selesai.

1.4 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1.4.1 Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan sudah pasti mempunyai tujuan yang akan dicapai. Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini bertujuan untuk memahami kecemasan calon karyawan dalam pengalaman interaksi komunikasi mereka dengan pewawancara dalam tes wawancara kerja.


(13)

3. Penelitian ini bertujuan untuk memahami faktor-faktor yang berpotensi menjadi penyebab kecemasan mereka dalam pengalaman tes wawancara kerja dan bagaimana mereka mengatasinya.

1.4.2. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan mampu memperluas dan memperkaya penelitian kualitatif dalam bidang ilmu komunikasi

2. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat melengkapi dan memperkaya khasanah penelitian tentang komunikasi antarpribadi sebagai bagian dari ilmu komunikasi.

3. Secara praktis, penelitian ini dapat menjadi bahan referensi bersama dalam memahami konteks komunikasi antarpribadi dalam tes wawancara kerja.

1.5 KERANGKA TEORI

1.5.1. Komunikasi Antarpribadi

Kehidupan manusia ditandai dengan pergaulan diantara manusia dalam keluarga, lingkungan masyarakat, sekolah, tempat bekerja, organisasi sosial, dan lain sebagainya. Semua ditunjukkan tidak saja pada derajat suatu pergaulan di dalam lingkungan, komunikasi, frekuensi pertemuan, jenis relasi mutu dari interaksi-interaksi di antara mereka tetapi juga terletak pada seberapa jauh keterlibatan diantara mereka satu dengan yang lainnya saling mempengaruhi. Menurut Lasswell dalam bukunya “The Structure and function of Communication


(14)

in Society”. Cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut: who, says what, in which channel, to whom, with what effect (Rakhmat, 2002:2 ).

Ciri khas komunikasi interpersonal ini ialah sifatnya dua arah atau timbal balik (two ways traffic communications). Di dalam komunikasi interpersonal, komunikator dan komunikan saling berganti fungsi. Menurut Joseph A. Devito, ciri komunikasi antarpribadi yang efektif adalah keterbukaan, (openness), empati

(emphaty), dukungan (supportiveness), rasa positif (positiveness), kesetaraan

(equality). (Liliweri,1991:13).

1.5.2 Communication Apprehension

Tingkat kecemasan ataupun ketakutan individu yang berkaitan dengan komunikasi yang sedang atau yang akan dilakukan dengan orang lain dinamakan dengan Communication apprehension (Devito, 2001:80). Communication apprhension merupakan perilaku yang biasa dan normal karena setiap individu mengalaminya, namun tidak semua individu dapat mengatasi hal ini sehingga dapat menggangu komunikasi individu tersebut dengan orang lain.

Petterson dan Ritts dalam penelitiannya mengemukakan beberapa parameter yang menunjukkan komunikator mengalami kecemasan sosial dan komunikasi. Menurut mereka kecemasan sosial dan komunikasi, memiliki aspek fisik, aspek tingkah laku, serta aspek kognitif.


(15)

Joseph A. Devito (Devito:81-82) menuliskan faktor-faktor yang meningkatkan kecemasan berkomunikasi, antara lain:

1. Degree of Evaluation 2. Subordinate Status 3. Degree of Consciousness 4. Degree of unpredictability 5. Degree of dissimiliarty 6. Prior success and failures

7. Lack of communication skill and experience

Terkait dengan pemikiran negatif, Patterson dan Rits mengemukakan: Negative thinking can lead to anxious self-perceptions that keeps a person from considering all of the information and cues in the environment.” (Pemikiran negatif menyebabkan seseorang menjadi terlalu khawatir dengan dirinya sendiri sehinnga ia harus memperhitungkan segala informasi dan gejala yang muncul dari lingkungan sekitarnya). Hal ini menyebabkan proses dan pengolahan informasi yang normal terganggu yang pada akhirnya mendorong seseorang untuk menarik diri dari lingkungannya. (Morissan, 2010:9)

1.5.3. Teori Pengurangan Ketidakpastian ( Uncertainly Reduction Theory)

Teori ini pertama sekali dekembangkan oleh Berger dan Calabrese pada tahun 1975. Tujuan Berger dan Calabrese dalam membangun teori ini adalah untuk menjelaskan bagaimana komunikasi digunakan untuk mengurangi ketidakpastian antara orang-orang yang baru saling mengenal yang terlibat dalam percakapan. Teori pengurangan ketidakpastian membahas proses dasar bagaimana


(16)

kita memperoleh pengetahun mengenai orang lain melalui interaksi komunikasi, dalam (Morissan, 2010:86)

Berger dan Calabrese menuliskan tujuh aksioma ketidak pastian, yakni:

1. Ketidakpastian tinggi, mendorong komunikasi verbal 2. Pernyataan nonverbal rendah, ketidakpastian tinggi

3. Ketidakpastian tinggi mendorong pencarian informasi rendah 4. Ketidakpastian tinggi, keakraban komunikasi rendah

5. Ketidakpastian tinggi, resiprositas tinggi 6. Kesamaan mengurangi ketidakpastian

7. Ketidakpastian tinggi, kesukaan rendah (Morrisan, 2010:93)

1.6 KERANGKA KONSEP

Burhan Bungin mengartikan konsep sebagai generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu yang dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama. ( Bungin 2001:73 )

Kerangka konsep adalah hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai serta perumusan kerangka konsep merupakan bahan yang dicapai serta perumusan kerangka konsep merupakan bahan yang akan menuntun dalam merumuskan hipotesis penelitian ( Nawawi, 1995:40 ).


(17)

Maka model teoritis dari kerangka konsep yang akan deteliti adalah:

Gambar .1.1: Model teoritis

Sumber: Peneliti, 2012

1.7. Operasionalisasi Konsep

Berdasarkan kerangka konsep yang telah diuraikan di atas, maka konsep operasional tersebut dijadikan acuan untuk memecahkan masalah. Agar konsep operasional tersebut dapat membentuk kesamaan dan kesesuaian dalam penelitian, maka dioperasionalkan sebagai berikut:

Tabel 1.1: Operasional konsep

Konsep Operasional Operasionalisasi Konsep

Komunikasi Antarpribadi calon karyawan dan pewawancara

1.Komunikasi antarpribadi yang efektif

a. Keterbukaan (Openness)

b. Empati (Empathy)

- Turut merasakan perasaan orang Menghimpun data

mengenai pengalaman informan pada saat wawancara

kerja

Mendeskripsikan interaksi yang

terjadi saat wawancara kerja

Menganalisis kecemasan informan pada saat wawancara


(18)

lain

- Terlibat aktif melalui ekspresi wajah dan gerak

c. Dukungan (Supportiveness)

- Situasi yang terbuka untuk mendukung berlangsungnya komunikasi efektif.

d. Rasa positif (Positiveness)

- Penilaian positif komunikator pada

komunikan

- Sikap positif karena suasana yang

menyenangkan

e. Kesamaan (Equality)

- Memperlakukan orang lain secara

horizontal dan demokrasi

- Mengkomunikasikan penghargaan dan rasa hormat pada perbedaan pendapat.


(19)

Faktor Pengaruh dan Eksplorasi Komunikasi Antarpribadi

1. Uncertainty Reduction Theory

a. ketidakpastian tinggi, mendorong

komunikasi verbal

b. pernyataan nonverbal rendah,

ketidakpastian tinggi

c. ketidakpastian tinggi mendorong

pencarian informasi rendah

d. ketidakpastian tinggi, keakraban

komunikasi rendah

e. ketidakpastian tinggi, resiprositas tinggi

f. kesamaan mengurangi ketidakpastian

g.ketidakpastian tinggi, kesukaan rendah

2. Communication Apprehension

a. Parameter kecemasan berkomunikasi


(20)

- Aspek tingkah laku

- Aspek kognitif

b. Faktor - faktor yang meningkatkan

kecemasan berkomunikasi

- Degree of Evaluation - Subordinate status

- Degree of conspicuousness - Degree of unpredictability - Degree of dissimilarity - Prior success and failures - Lack of communication skills and experience


(21)

1.8 Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan penjabaran lebih lanjut tentang konsep yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep. Definisi operasional adalah suatu petunjuk pelaksanaan mengenai cara-cara mengukur variabel-variabel. Definisi operasional juga merupakan suatu informasi ilmiah yang sangat membantu peneliti lain yang akan menggunakan variabel yang sama. (Singarimbun,1995:46)

Definisi operasional dalam penelitian ini adalah:

1. Komunikasi antarpribadi calon karyawan dan pewawancara a. Keterbukaan (Openess)

Keterbukaan calon karyawan terhadap pewawancara sebagai seseorang yang akan mengujinya, serta keterbukaan untuk saling memberikan informasi yang membantu sebagai tahapan tes terakhir untuk mendapat pekerjaan.

b. Empati ( Emphaty)

Sikap menerima atau tidak menerima dalam membentuk konsep diri yang positif dan meningkatkan motivasi diri calon karyawan.

c. Dukungan (Supporttiveness)

Perhatian dan mau mendengarkan keterangan dari calon pewawancara. d. Rasa Positif ( Positiveness )

Perasaan dan pikiran positif serta optimis akan kemampuan calon karyawan sendiri.


(22)

e. Kesamaan (Equality)

Sama-sama saling pengertian dan saling respek dalam memberi dan menjawab pertanyaan.

2. Faktor pengaruh dan eksplorasi komunikasi antarpribadi a. Uncertainly Reduction Theory

- Ketidakpastian tinggi, mendorong peningkatan komunikasi verbal. Ketidakpastian tinggi pada tahap perkenalan, mendorong peningkatan komunikasi verbal antara calon karyawan dan pewawancara. Dua orang yang tidak saling kenal perlu berbicara lebih banyak agar dapat lebih akrab, terbuka.

- Pernyataan nonverbal rendah, ketidakpastian tinggi

Pada tahap awal interaksi komunikasi antarpribadi dalam tes wawancara, ketika pernyataan nonverbal rendah, maka tingkat ketidakpastian meningkat. Meraka perlu melakukan kontak mata yang lebih bersahabat dan lebih lama.

- Ketidakpastian tinggi mendorong pencarian informasi rendah

Ketidakpastian yang tinggi pada pewawancara maka akan meningkatkan upaya untuk mencari informasi dari calon karyawan. - Ketidakpastian tinggi, keakraban inti komunikasi rendah

Tingkat ketidakpastian yang tinggi dalam hubungan wawacara menyebabkan turunnya tingkat keintiman isi komunikasi. Tingkat keakraban yang tinggi ditandai dengan keterbukaan para pihak untuk mengungkapkan informasi mengenai dirinya.


(23)

- Ketidakpastian tinggi, resiprositas tinggi

Semakin sedikit informasi yang diberikan oleh calon karyawan maka pewawancarakan melakukan hal yang serupa, dan sebaliknya.

- Kesamaan mengurangi ketidakpastian dan perbedaan akaan meningkatkan ketidakpastian.

Kesamaan respek antara keduanya akan mengurangi ketidakpastian.

- Ketidakpastian tinggi, kesukaan rendah

Ketidakpastian yang meningkat antara calon karyawan dan pewawancara akan mengurangi perasaan tertarik.

b. Communication Apprehension

Parameter kecemasan berkomunikasi 1. Aspek fisik

Kecemasan berkomunikasi yang terlihat dari fisik individu, seperti denyut jantung, tangan yang dingin karena gugup.

2. Aspek tingkah laku

Kecemasan berkomunikasi yang terlihat dari tingkah laku individu seperti penghindaran, perlindungan diri, tidak berani bertatapan mata secara langsung, menunduk.

3. Aspek kognitif

Kecemasan berkomunikasi yang dapat dilihat dari kerangka berpikir individu seperti terlalu fokus pada diri sendiri, serta timbulnya pemikiran negatif.


(24)

Faktor-faktor yang meningkatkan kecemasan berkomunikasi :

1. Degree of Evaluation

Semakin tinggi calon karyawan merasa dirinya sedang dievaluasi, maka kecemasan akan semakin meningkat.

2. Subordinate status

Saat calon karyawan merasa bahwa pewawancara memiliki pengetahuan dan wibawa yang jauh lebih luas dari calon karyawan maka kecemasan berkomunikasi akan semakin meningkat.

3. Degree of consciuousness

Semakin sadar calon karyawan dengan kekurangannya, maka kecemasan komunikasi akan semakin tinggi.

4. Degree of unpredictability

Semakin banyak situasi tak terduga, maka semakin tinggi tingkat kecemasan.

5. Degree of similiarity

Saat calon karyawan merasakan semakin banyak persamaan maka kecemasan akan berkurang.

6. Prior succes and failures

Keberhasilan atau kegagalan calon karyawan di suatu tes wawancara akan berpengaruh terhadap respon calon karyawan pada tes selanjutnya.


(25)

7. Lack of communication skills and experience

Kurangnya kemampuan dan pengalaman calon karyawan akan menyebabkan kecemasan berkomunikasi, terutama jika calon karyawan tidak berusaha untuk meningkatkan kemampuannya.


(26)

BAB II

URAIAN TEORITIS 2.1 Komunikasi

2.1.1 Definisi dan proses komunikasi

Komunikasi adalah kebutuhan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Hakikat komunikasi adalah proses pernyataan antar manusia (Efendy, 2003:8). Ada banyak pengertian yang dapat menggambarkan mengenai komunikasi, berikut ini adalah beberapa diantaranya.

Awalnya, istilah komunikasi mengandung makna “bersama-sama” (common,commones) yang berasal dari bahasa Inggris. Asal istilah komunikasi atau communication berasal dari bahasa Latin yaitu communication, yang berarti pemberitahuan, pemberi bagian (dalam sesuatu), pertukaran dimana si pembicara mengharapkan pertimbangan atau jawaban dari pendengaranya; untuk ikut ambil bagian (Liliweri, 1991: 1). Adapun menurut Cherry, Istilah komunikasi berpangkal pada perkataan latin Communis yang artinya membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Komunikasi juga berasal dari bahasa latin Communico yang artinya membagi (Cangara,2006:18). Komunikasi juga dapat diartikan sebagai suatu proses penyampaian suatu pesan dalam bentuk lambang bermakna sebagai panduan pikiran dan perasaan berupa ide, informasi, kepercayaan, harapan, imbauan; yang dilakukan seseorang kepada orang lain secara tatap muka maupun tidak langsung, melalui media, dengan tujuan mengubah sikap, pandangan, ataupun perilaku ( Effendy, 2003:60).


(27)

Banyak ahli mendefinisikan komunikasi dalam berbagai sudut pandang yang macam- macam, dan menyebutkan bahwa ilmu komunikasi sebagai ilmu yang eklisitis yaitu ilmu yang merupakan gabungan dari berbagai disiplin ilmu. Pada dasarnya komunikasi adalah sebagai proses pernyataan antara manusia, yang dapat berupa pikiran atau perasaan seorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (bahasa) baik verbal maupun non verbal sebagai alat penyalurnya. Pengertian komunikasi dikemukakan para ahli, diantaranya sebagai

berikut:

1. Menurut Harold Laswell, komunikasi adalah Siapa yang mengatakan apa melalui saluran apa kepada siapa dengan efek apa (who says what in which channel to whom with what effect) (Purba, 2007 :30)

2. Menurut Carl I.Hovland, komunikasi adalah proses dimana seseorang individu mengoperkan perangsang untuk mengubah tingkah laku indivdu- individu yang lain. (http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_definisi_komunikasi)

3. Menurut Rogers bersama D Lawrence Kincaid, komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada giliranya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam (Cangara, 2006:19).

4. Menurut Barnlund Komunikasi timbul didorong oleh kebutuhan-kebutuhan untuk mengurangi rasa ketidak pastian, bertindak secara efektif, mempertahankan atau memperkuat ego. (http://www.anneahira.com/definisi-ilmu-komunikasi.htm)


(28)

Dari beberapa definisi yang telah diberikan oleh para ahli tersebut pada dasarnya komunikasi diartikan sebagai proses penyampaian pikiran dan perasaan dari seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang, kata - kata dan simbol - simbol untuk tujuan merubah sikap atau tingkah laku orang lain. Menurut Effendy (2003 : 11) komunikasi di bagi menjadi dua tahap yaitu :

1. Proses komunikasi dalam perspektif psikologi, yaitu proses komunikasi prespektif yang terjadi didalam diri komunikator dan komunikan. Proses membungkus pikiran dengan bahasa yang dilakukan komunikator, yang dinamakan dengan encoding , akan ia transmisikan kepada komunikan. Selanjutnya terjadi proses komunikasi interpersonal dalam diri komunikan, yang disebut decoding, untuk memaknai pesan yang disampaikan kepadanya.

2. Proses komunikasi dalam prespektif mekanistik. Untuk jelasnya proses komunikasi dalam perspektif mekanistis dapat diklasfikasikan lagi menjadi beberapa, yaitu :

a. Proses komunikasi secara primer, yaitu proses penyampaian pikiran dan perasaan sese orang kepada orang lain dengan menggunakan lambang sebagai media. Lambang umum yang dipergunakan sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah lambang verbal (bahasa). Namun dalam kondisi komunikasi tertentu, lambang - lambang yang dipergunakan dapat berupa gesture, yakni gerak anggota tubuh, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya, yang


(29)

secara langsung mampu menerjemahkan pikiran atau perasaan komunikator kepada komunikan.

b. Proses komunikasi secara sekunder, yaitu proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Proses komunikasi secara sekunder menggunakan media yang menyebarkan pesannya yang bersifat informatif yang digolongkan sebagai media massa (mass media) dan media nirmassa (media non-massa).

c. Proses komunikasi secara linier, merupakan proses penyampaian pesan oleh komunikatior kepada komunikan sebagai titik terminal. Komunikasi linier ini berlangsung baik dalam situasi komunikasi tatap muka (face to face communication) secara pribadi (interpersonal communication) dan kelompok (group communication), maupun dalam situasi bermedia (mediated communication).

d. Proses komunikasi secara sirkular, merupakan lawan dari proses komunikasi secara linier. Dalam konteks komunikasi yang dimaksudkan proses komunikasi secara linier. Dalam konteks komunikasi yang dimaksudkan proses secara sirkuler adalah terjadinya feedback atau umpan balik, yaitu terjadinya arus respons atau tanggapan dari pihak komunikan terdapat pesan yang diberikan oleh komunikator.


(30)

Menurut Wahyudin dkk, teori dan model komunikasi pada tahun awal sekitar dekade 1940-an dan 1950-an, menjadi dasar menentukan komponen/bagian/ unsur yang mendasari kegiatan komunikasi Model yang terkenal pada saat itu adalah model HaroldLasswell, seorang American Political Scientist.

Model Komunikasi dari Harold Lasswell ini dianggap oleh para pakar komunikasi sebagai salah satu teori komunikasi yang paling awal dalam perkembangan teori komunikasi (1948). Lasswell menyatakan bahwa cara yang terbaik untuk menerangkan proses komunikasi adalah menjawab pertanyaan :

Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect (Siapa Mengatakan Apa Melalui Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Efek Apa).

Jawaban bagi pertanyaan Lasswell itu merupakan unsur-unsur atau komponen proses komunikasi, yaitu: Sender/communicator (Komunikator),

Message (Pesan), Media, Receiver (Komunikan/Penerima), Effect (Efek). Adapun fungsi komunikasi menurut Lasswell adalah sebagai berikut:

a. The surveillance of the environment; pengamatan lingkungan

b. The correlation of the parts of society in responding to the environment; korelasi kelompok-kelompok dalam masyarakat ketika menanggapi lingkungan

c. The transmission of the social heritage from one generation to the next; transmisi warisan sosial dari generasi yang satu ke generasi yang lain.


(31)

Yang dimaksud dengan surveillance oleh Lasswell adalah kegiatan mengumpulkan dan menyebarkan informasi mengenai peristiwa-peristiwa dalam suatu lingkungan, contohnya seperti menggarap sebuah berita. Kegiatan yang disebut correlation adalah interpretasi terhadap informasi mengenai peristiwa yang terjadi di lingkungan. Kegiatan transmission of culture difokuskan kepada kegiatan mengkomunikasikan informasi, nilai, dan norma sosial dari generasi yang satu ke generasi yang lain atau dari anggota suatu kelompok kepada pendatang baru. Ini sama dengan kegiatan pendidikan (www.file.upi.edu).

2.1.2 Ruang Lingkup Komunikasi

Pembicaraan tentang komunikasi akan sangat luas dan hampir tidak ada batasannya karena peristiwa komunikasi begitu unik dan pasti dilaksanakan oleh manusia dalam kehidupannyaa setiap hari. Meskipun demikian batas-batas yang diberikan sebagai rambu dapat membantu setiap orang untuk melihat kekhususan isi komunikasi sebagai suatu disiplin yang patut dipelajari (Liliweri, 1991:6).

Ilmu komunikasi merupakan ilmu yang mempelajari, menelaah dan meneliti kegiatan-kegiatan komuikasi manusia yang luas ruang lingkupnya dan banyak dimensinya berikut ini adalah penjelasan komunikasi berdasarkan konteksnya:

1. Bidang Komunikasi a. Kommunikasi sosial b. Komunikasi organisasional c. Komunikasi bisnis

d. Komunikasi politik e. Komunikasi internasional f. Komunikasi antarbudaya g. Komunikasi pembangunan h. Komunikasi tradisional


(32)

Selain bidang komunikasi diatas, dalaam berbagai literatur tidak jarang dijumpai bidang lainnya, seperti komunikasi keluarga, komunikasi kesehatan dan sebagainya.

2. Sifat Komunikasi a. Komunikasi verbal

1) Komunikasi lisan 2) Komunikasi tulisan b. Komunikasi non-verbal

1) Komunikasi kial (gestural)

2) Komunikasi gambar, dan lain-lain c. Komunikasi tatap muka

d. Komunikasi bermedia 3. Tatanan Komunikasi

Yang dimaksud disini adalah proses komunikasi ditinjau dari jumlah komunikan. Berdasarkan situasi komunikan seperti itu maka di klasifikasikan menjadi bentuk-bentuk sebagai berikut

a. Komunikasi Pribadi

1) Komunikasi intrapribadi 2) Komunikasi antarpribadi b. Komunikasi Kelompok

1) Komunikasi kelompok kecil 2) Komunikasi kelompok besar c. Komunikasi Massa

1) Komunikasi media massa cetak 2) Komunikasi media massa elektronik d. Komunikasi Medio (komunikasi bermedia)

1) Surat

2) Internet, e-mail

3) dan lain-lain media yang tidak termasuk media massa. 4. Tujuan Komunikasi

a. Mengubah sikap

b. Mengubah opini, pendapat c. Menguubah perilaku d. Mengubah masyarakat 5. Fungsi Komunikasi

a. Menginformasikan b. Mendidik

c. Menghibur d. Mempengaruhi


(33)

6. Tekhnik Komunikasi

Berdasarkan keterampilan berkomunikasi yang dilakukan komunikator, tekhnik komunikasi diklasifikasikan menjadi:

a. Komunikasi informatif b. Komunikasi persuasif c. Komunikasi pervasif d. Komunikasi koersif e. Komunikasi instruktif

f. Hubungan manusiawi (human relations) 7. Metode Komunikasi

Metode komunikasi meliputi kegiatan yang terorganisasi sebagai berikut: a. Jurnalisme

b. Hubungan masayarakat (Public Relations) c. Periklanan

d. Propaganda e. Perpustakaan

f. Perang urat syaraf (psychological warfare) (Effendy,2003:56)

2.2 Komunikasi Antarpribadi

2.2.1 Definisi Komunikasi Antarpribadi

Terdapat beberapa definisi komunikasi antarpribadi menurut beberapa ahli, diantaranya adalah:

a. Menurut Joseph A.Devito dalam bukunya The Interpersonal Communication Book (Devito, 1989:4), komunikasi antarpribadi adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan- pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika (the process of sending and receiving messages between two persons, or among a small group of persons, with some effect and some immediate feedback).

b. Menurut Rogers dalam Depari, komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi.

c. Tan mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi adalah komunikasi tatap muka antara dua orang atau lebih. (Liliweri, 1991: 12)

Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang menimbulkan efek tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan oleh komunikator. Efek yang ditimbulkan oleh komunikasi dapat diklasifikasikan pada:


(34)

1. Efek kognitif, yaitu bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, dipersepsi oleh komunikan atau yang berkaitan dengan pikiran dan nalar/rasio. Dengan kata lain, pesan yang disampaikan ditujukan kepada pikiran komunikan.

2. Efek afektif, yaitu bila ada perubahan pada apa yang dirasakan atau yang berhubungan dengan perasaan. Dengan kata lain, tujuan komunikator bukan saja agar komunikan tahu tapi juga tergerak hatinya.

3. Efek konatif, yaitu perilaku yang nyata yang meliputi pola- pola tindakan, kegiatan, kebiasaan, atau dapat juga dikatakan menimbulkan itikad baik untuk berperilaku tertentu dalam arti kita melakukan suatu tindakan atau kegiatan yang bersifat fisik (jasmaniah).

Dalam buku Komunikasi Antarpribadi, Alo Liliweri mengutip pendapat Joseph A.Devito mengenai ciri komunikasi antarpribadi yang efektif, yaitu:

a. Keterbukaan (openness)

Kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima di dalam menghadapi hubungan antarpribadi. Kualitas keterbukaan mengacu pada tiga aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka kepada komunikannya. Ini tidaklah berarti bahwa orang harus dengan segera membukakan semua riwayat hidupnya. Memang ini mungkin menarik, tetapi biasanya tidak membantu komunikasi. Sebalikanya, harus ada kesediaan untuk membuka diri mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan, asalkan


(35)

Aspek kedua mengacu pada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam, tidak kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan komunikan yang menjemukan. Bila ingin komunikan bereaksi terhadap apa yang komunikator ucapkan, komunikator dapat memperlihatkan keterbukaan dengan cara bereaksi secara spontan terhadap orang lain. Aspek ketiga menyangkut kepemilikan perasaan dan pikiran dimana komunikator mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang diungkapkannya adalah miliknya dan ia bertanggung jawab atasnya.

b. Empati (empathy)

Empati adalah kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu. Berbeda dengan simpati yang artinya adalah merasakan bagi orang lain. Orang yang berempati mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang sehingga dapat mengkomunikasikan empati, baik secara verbal maupun non-verbal.

c. Dukungan (supportiveness)

Situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi berlangsung efektif. Hubungan interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung. Individu memperlihatkan sikap mendukung dengan bersikap deskriptif bukan evaluatif, spontan bukan strategik.


(36)

d. Rasa Positif (positiveness)

Seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif .

e. Kesetaraan (equality)

Komunikasi antarpribadi akan lebih efektif bila suasananya setara. Artinya, ada pengakuan secara diam- diam bahwa kedua belah pihak menghargi, berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Kesetaraan meminta kita untuk memberikan penghargaan positif tak bersyarat kepada individu lain. (Liliweri, 1991: 13).

Komunikasi antarpribadi sebenarnya merupakan suatu proses sosial dimana orang-orang yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi. Proses saling mempengaruhi ini merupakan suatu proses bersifat psikologis dan karenanya juga merupakan permulaan dari ikatan psikologis antarmanusia yang dimiliki suatu pribadi.


(37)

Dalam komunikasi antar pribadi, Joseph Luft menekankan bahwa setiap orang bisa mengetahui dan tidak mengetahui tentang dirinya, maupun orang lain.Hal ini digambarkan dalam Johari Window (Jendela Johari) yakni:

Gambar 2.1: Jendela Johari

I

OPEN AREA

Known by ourselves and known by Others

II

BLIND AREA

Known by others but not known by ourselves

III

HIDDEN AREA

Known by ourselves but not known by others

IV

UNKNOWN AREA

Not known by ourselves and not known by others

Sumber: Budyatna&Leila Mona, Teori Komunikasi Antarpribadi, 2011, Hal:40

Berdasarkan konsep tersebut, tingkah laku manusia dapat digambarkan secara skematis seperti terlihat pada skema di atas.

Bidang I, yakni Bidang Terbuka (Open Area) menunjukkan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seseorang disadari sepenuhnya oleh yang bersangkutan, juga oleh orang lain, yang berarti terdapat keterbukaan, dengan lain perkataan tidak ada yang disembunyikan kepada orang lain.

Bidang II, yakni Bidang Buta (Blind Area) menggambarkan bahwa kegiatan seseorang diketahui oleh orang lain, tetapi dirinya sendiri tidak menyadari apa yang ia lakukan.


(38)

Bidang III, yakni Bidang Tersembunyi (Hidden Area) yaitu bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seseorang disadari sepenuhnya olehnya, tetapi tidak dapat diketahui oleh orang lain. Ini berarti bahwa orang seperti itu bersikap tertutup.

Bidang IV, adalah Bidang Tak Dikenal (Unknown Area). Bidang ini menggambarkan bahwa tingkah laku seseorang tidak disadari oleh dirinya sendiri dan tidak diketahui oleh orang lain. (Liliweri, 1991)

Berdasarkan definisi Devito, maka komunikasi antarpribadi adalah komunikasi yang terjadi secara dialogis, dimana saat seorang komunikator berbicara maka akan terjadi umpan balik dari komunikan sehingga terdapat interaksi. Dalam komunikasi dialogis, baik komunikator maupun komunikan, keduanya aktif dalam proses pertukaran informasi yang berlangsung dalam interaksi.

2.2.2 Peranan, Ciri dan Sifat Komunikasi Antarpribadi

Johnson (Supratikya,2003) menunjukkan beberapa peranan yang disumbangkan oleh komunikasi antarpribadi dalam rangka menciptakan kebahagiaan hidup manusia, yakni:

1. Komunikasi antarpribadi membantu perkembangan intelektual dan sosial kita. Perkembangan kita sejak masa bayi sampai masa dewasa mengikuti pola semakin meluasnya ketergantungan kita pada orang lain. Diawali dengan ketergantungan atau komunikasi yang intensif dengan ibu pada masa bayi, lingkaran ketergantungan atau komunikasi itu menjadi semakin luas dengan bertambahnya usia kita. Bersamaan proses itu, perkembangan intelektual dan sosial kita sangat ditentukan oleh kualitas komunikasi kita dengan orang lain.


(39)

2. Identitas atau jati diri kita terbentuk dalam dan lewat komunikasi dengan orang lain. Selama berkomunikasi dengan orang lain, secara sadar maupun tidak sadar kita mengamati, memperhatikan dan mencatat dalam hati semua tanggapan yang diberikan oleh orang lain terhadap diri kita. Kita menjadi tahu bagaimana pandangan orang lain itu tentang diri kita. Berkat pertolongan komunikasi dengan orang lain kita dapat menemukan diri, yaitu mengetahui siapa diri kita sebenarnya.

3. Dalam rangka memahami realitas di sekeliling kita serta menguji kebenaran kesan-kesan dan pengertian yang kita miliki tentang dunia di sekitar kita, kita perlu membandingkannya dengan kesan- kesan dan pengertian orang lain dan realitas yang sama. Tentu saja pembandingan sosial semacam itu hanya dapat kita lakukan lewat komunikasi dengan orang lain.

4. Kesehatan mental kita sebagian besar juga ditentukan oleh kualitas komunikasi atau hubungan kita dengan orang lain, terlebih orang - orang yang merupakan tokoh-tokoh signifikan (significant figures) dalam hidup kita. Bila hubungan kita dengan orang lain diliputi berbagai masalah, maka tentu kita akan menderita, merasa sedih, cemas, frustrasi. Bila kemudian kita menarik diri dan menghindar dari orang lain, maka rasa sepi dan terasing yang mungkin kita alami pun tentu akan menimbulkan penderitaan, bukan hanya penderitaan emosional atau batin, bahkan mungkin juga penderitaan fisik. (Supratiknya, 2003: 9-10)

Dari beberapa definisi komunikasi harus ditinjau manakah ciri- ciri yang menunjukkan perbedaan yang khas antara komunikasi antarpribadi dengan bentuk komunikasi yang lain. Reardon mengemukakan bahwa komunikasi antarpribadi mempunyai paling sedikit enam ciri, yaitu:

1. Komunikasi antarpribadi dilaksanakan karena adanya berbagai faktor pendorong

2. Komunikasi antarpribadi berakibat sesuatu yang disengaja maupun tidak disengaja

3. Komunikasi antarpribadi kerapkali berbalas- balasan

4. Komunikasi antarpribadi mensyaratkan adanya hubungan minimal 2 orang. 5. Komunikasi antarpribadi suasana hubungan harus bebas, bervariasi, dan

adanya keterpengaruhan


(40)

Dari berbagai sumber di atas, maka Alo Liliweri menyimpulkan bahwa komunikasi antarpribadi mempunyai ciri- ciri sebagai berikut:

1. Komunikasi antarpribadi biasanya terjadi secara spontan dan terjadi sambil lalu saja.

2. Komunikasi antarpribadi tidak mempunyai tujuan terlebih dahulu. Kebanyakan komunikasi antarpribadi tidak mempunyai satu tujuan yang diprogramkan terlebih dahulu, seperti pertemuan di ruang perpustakaan kemudian merencanakan belajar bersama, saling mengajak makan bersama setelah bertemu di rumah makan. Namun bisa saja komunikasi antarpribadi telah dijanjikan dan mempunyai tujuan terlebih dahulu, namun konteksnyaberbeda dengan komunikasi kelompok.

3. Komunikasi antarpribadi terjadi secara kebetulan di antara peserta yang tidak mempunyai identitas yang jelas.

4. Komunikasi antarpribadi mempunyai akibat yang disengaja maupun yang tidak disengaja.

5. Komunikasi antarpribadi seringkali berlangsung berbalas – balasan.

6. Komunikasi antarpribadi menghendaki paling sedikit melibatkan hubungan dua orang dengan suasana yang bebas, bervariasi, adanya keterpengaruhan

7. Komunikasi antarpribadi tidak dikatakan sukses jika tidak membuahkan hasil

8. Komunikasi antarpribadi menggunakan lambang - lambang bermakna (Liliweri, 1991: 13 -19)

Komunikasi antarpribadi dari mereka yang saling mengenal lebih bermutu karena setiap pihak mengetahui secara baik tentang lika - liku hidup pihak lain, pikiran dan pengetahuannya, perasaannya, maupun menanggapi tingkah laku seseorang. Mereka yang sudah saling mengenal secara mendalam memiliki interaksi komunikasi yang lebih baik daripada yang belum mengenal. Kesimpulannya bahwa jika hendak menciptakan suatu komunikasi antarpribadi yang lebih bermutu maka harus didahului dengan suatu keakraban.

Bagaimanapun juga suatu batasan pengertian yang benar-benar baik tentang komunikasi antarpribadi tidak ada yang memuaskan semua orang. Semua


(41)

perilakunya. Dengan kata lain tidak semua bentuk interaksi yang dilakukan antara dua orang dapat digolongkan komunikasi antarpribadi. Ada tahap- tahap tertentu dalam interaksi antara dua orang haruslah terlewati untuk menentukan komunikasi antarpribadi benar- benar dimulai.

Ada tujuh sifat yang menunjukkan bahwa suatu komunikasi antara dua orang merupakan komunikasi antarpribadi. Sifat-sifat komunikasi antarpribadi itu adalah:

1. Komunikasi antarpribadi melibatkan di dalamnya perilaku verbal dan nonverbal

2. Komunikasi antarpribadi melibatkan pernyataan atau ungkapan yang spontan

3. Komunikasi antarpribadi tidaklah statis melainkan dinamis 4. Komunikasi antarpribadi melibatkan umpan balik pribadi.

5. Komunikasi antarpribadi dipandu oleh tata aturan y ang bersifat intrinsik dan ekstrinsik.

6. Komunikasi antarpribadi merupakan suatu kegiatan dan tindakan. 7. Komunikasi antarpribadi melibatkan di dalamnya bidang persuasif.

(Liliweri, 1991:30-31)

2.2.3 Fungsi Komunikasi Antarpribadi

Dibandingkan dengan bentuk - bentuk komunikasi lainnya, komunikasi antarpribadi dinilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini, dan perilaku komunikan. Alasannya adalah komunikasi antarpribadi umumnya berlangsung secara tatap muka (face to face ). Oleh karena itu individu (komunikator) dengan individu (komunikan) saling bertatap muka, maka terjadilah kontak pribadi (personal contact); pribadi komunikator menyentuh pribadi komunikan. Ketika komunikator menyampaikan pesan, umpan balik berlangsung seketika (immediate feedback); komunikator mengetahui pada saat itu tanggapan komunikan terhadap pesan, ekspresi wajah, dan gaya bicara


(42)

komunikator. Apabila umpan baliknya positif, artinya tanggapan komunikan menyenangkan komunikator, sehingga komunikator mempertahankan gaya komunikasinya, sebaliknya jika tanggapan komunikan negatif, komunikator harus mengubah gaya komunikasinya sampai berhasil.

Oleh karena keampuhan dalam mengubah sikap, kepercayaan, opini, dan perilaku komunikan itulah maka bentuk komun ikasi antarpribadi acapkali dipergunakan untuk melancarkan komunikasi persuasif (persuasive communication) yakni suatu teknik komunikasi secara psikologis manusiawi yang sifatnya halus, luwes berupa ajakan, bujukan atau rayuan. (Effendy, 2003:61).

Adapun fungsi komunikasi antarpribadi ialah berusaha meningkatkan hubungan insan (human relations), menghindari dan mengatasi konflik–konflik pribadi, mengurangi ketidakpastian sesuatu, serta berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain. Melalui komunikasi antarpribadi, individu dapat berusaha membina hubungan yang baik dengan individu lainnya, sehingga menghindari dan mengatasi terjadinya konflik- konflik di antara individu- individu tersebut. (Cangara, 2005:56)

2.2.4 Konsepsi Diri dalam Komunikasi Antarpribadi

Konsep diri adalah pandangan dan perasaan individu tentang dirinya. Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Konsep diri yang positif, ditandai dengan lima hal, yaitu: yakin akan kemampuan mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain; menerima pujian tanpa rasa malu; menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan


(43)

dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek- aspek kepriba dian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubah.

Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi antarpribadi, yaitu:

a. Nubuat yang dipenuhi sendiri. Karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Bila seseorang mahasiswa menganggap dirinya sebagai orang yang rajin, ia akan berusaha menghadiri kuliah secara teratur, membuat catatan yang baik, mempelajari materi kuliah dengan sungguh- sungguh, sehingga memperoleh nilai akademis yang baik.

b. Membuka diri. Pengetahuan tentang diri kita akan meningkatkan komunikasi, dan pada saat yang sama, berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan pengetahuan tentang diri kita. Dengan membuka diri, konsep diri menjadi dekat pada kenyataan. Bila konsep diri sesuai dengan pengalaman kita, kita akan lebih terbuka untuk menerima pengalaman- pengalaman dan gagasan baru.

c. Percaya diri (self confidence). Keinginan untuk menutup diri, selain karena konsep diri yang negatif timbul dari kurangnya kepercayaan kepada kemampuan sendiri. Orang yang kurang percaya diri akan cenderung sedapat mungkin menghindari situasi komunikasi. Kecemasan untuk melakukan komunikasi dikenal sebagai

communication apprehension . Orang yang aprehensif dalam komunikasi disebabkan oleh kurangnya rasa percaya diri. Tentu tidak semua aprehensi komunikasi disebabkan kurangnya percaya diri, tetapi di antara berbagai faktor, percaya diri adalah yang paling menentukan. Untuk meningkatkan percaya diri, menumbuhkan konsep diri yang sehat menjadi perlu seperti yang dikatakan Maxwell Maltz, seorang tokoh Psikosibernetik, ”Believe in yourself and you’ll succeed”.

d. Selektivitas. Konsep diri mempengaruhi perilaku komunikasi kita karena konsep diri mempengaruhi kepada pesan apa kita bersedia membuka diri (terpaan selektif), bagaimana kita mempersepsi pesan (persepsi selektif), dan apa yang kita ingat (ingatan selektif) .


(44)

2.2.5 Persepsi Interpersonal

Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkanpesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli indrawi (sensory stimuli). Persepsi interpersonal adalah persepsi individu pada individu lainnya. (Rakhmat,2005:8)

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi interpersonal, antara lain:

1. Faktor Situasional, antara lain: a. Deskripsi Verbal

Deskripsi individu secara verbal mengenai sifat individu lainnya ditentukan dari rangkaian katanya. Sifat individu yang pertama kali diucapkan komunikator akan mengarahkan penilaian komunikan selanjutnya.

b. Petunjuk ProksemikProksemik adalah studi tentang penggunaan jarak dalam menyampaikan pesan. Jarak yang dibuat individu dalam hubungannya dengan orang lain menunjukkan tingkat keakraban di antara mereka. Individu cenderung mempersepsi orang lain dengan melihat jarak mereka saat berkomunikasi dengan dirinya.

c. Petunjuk Kinesik

Persepsi yang dipengaruhi oleh gerakan orang lain. Terdapat beberapa ungkapan yang mencerminkan persepsi kita tentang orang lain dari gerakan tubuhnya, antara lain: membusungkan dada (sombong), menundukkan kepala (merendah), berdiri tegak (berani), bertopang dagu (sedih), menadahkan tangan (bersedih).

d. Petunjuk Wajah

Petunjuk wajah menimbulkan persepsi yang dapat diandalkan. Di antara berbagai petunjuk nonverbal, petunjuk wajah adalah yang paling pentig dalam mengenali perasaan persona stimuli.

e. Petunjuk Paralinguistik

Paralinguistik adalah cara bagaimana individu mengucapkan lambang-lambang verbal. Jika petunjuk verbal menunjukkan apa yang diucapkan, petunjuk paralinguistik mencerminkan bagaimana mengucapkannya seperti tinggi- rendahnya suara, tempo bicara, gaya verbal (dialek), dan


(45)

f. Petunjuk Artifaktual

Petunjuk artifaktual meliputi segala macam penampilan (appearance) sejak potongan tubuh, kosmetik yang dipakai, baju, pangkat, badge, dan atribut-atribut lainnya. Bila kita mengetahui bahwa seseorang memiliki satu sifat (misalnya, cantik atau jelek), kita beranggapan bahwa ia memiliki sifat–sifat tertentu (misalnya,periang atau penyedih); ini disebut

halo effect. Bila kita sudah menyenangi seseorang, maka kita cenderung melihat sifat - sifat baik pada orang itu dan sebaliknya.

2. Faktor Personal yakni faktor yang berasal dari individu-individu pelaku komunikasi, antara lain:

a. Pengalaman.

Pengalaman mempengaruhi kecermatan persepsi. Pengalaman tidak selalu lewat proses belajar formal. Pengalaman kita bertambah juga melalui rangkaian peristiwa yang pernah kita hadapi. Inilah yang menyebabkan seorang ibu segera melihat hal yang tidak beres pada wajah anaknya atau pada petunjuk kinesik lainnya. Ibu lebih berpengalaman mempersepsi anaknya daripada bapak. Ini juga sebabnya mengapa kita lebih sukar berdusta di depan orang yang paling dekat dengan kita.

b. Motivasi

Proses konstruktif yang banyak mewarnai persepsi interpersonal juga sangat banyak melibatkan unsur- unsur motivasi.

c. Kepribadian

Dalam psikoanalisis dikenal proyeksi, sebagai salah satu cara pertahanan ego. Proyeksi adalah mengeksternalisasikan pengalaman subjektif secara tidak sadar. Orang melempar perasaan bersalahnya pada orang lain. Maling teriak maling adalah contoh tipikal dari proyeksi. Pada persepsi interpersonal, orang mengenakan pada orang lain sifat - sifat yang ada pada dirinya, yang tidak disenanginya. Sudah jelas, orang yang banyak melakukan proyeksi akan tidak cermat menanggapi persona stimuli, bahkan mengaburkan gambaran sebenarnya. Sebaliknya, orang yang menerima dirinya apa adanya, orang yang tidak dibebani perasaan bersalah, cenderung menafsirkan orang lain lebih cermat. Begitu pula orang yang tenang, mudah bergaul dan ramah cenderung memberikan penilaian positif pada orang lain.


(46)

2.3 Communication Apprehension

2.3.1Ciri Communication Apprehension

Istilah communication apprehension (rasa malu, keengganan berkomunikasi, kecemasan, kekhawatiran, ketakutan berbicara di depan umum, dan sikap pendiam) merujuk pada perasaan takut atau kecemasan dalam interaksi komunikasi. Individu tersebut akan mengembangkan perasaan- perasaan negatif dan memprediksikan hal–hal negatif saat terlibat dalam interaksi komunikasi. Individu merasa takut melakukan kesalahan dan akan dipermalukan. Individu tersebut akan merasa keuntungan apapun yang bertambah dari keterlibatan berkomunikasi akan sebanding dengan rasa takut. Individu yang mem iliki ketakutan komunikasi yang tinggi, interaksi komunikasi tidak akan sebanding dengan rasa takut yang timbul. (DeVito, 2001:80)

Terdapat tiga kategori sifat komunikator yang paling menarik dan paling sering dibahas dalam literatur komunikasi yaitu : sifat mementingkan diri sendiri, sifat berdebat, dan sifat cemas. (Morissan, 2010:7 -9)

a. Sifat mementingkan diri sendiri

Dalam literatur psikologi terdapat istilah conversational narcissism untuk menggambarkan sifat komunikator yang cenderung mementingkan diri sendiri.Narcisism berarti mencintai diri sendiri (self-love). Istilah ini dikemukakan oleh Anita Vengelisti dan rekan yang mengartikannya sebagai the tendency tobe self- absorbed in conversation (kecenderungan untuk menjadikan diri melebur dalam percakapan). Dengan demikian, komunikator dengan sifat ini cenderung untuk mengajak lawan bicaranya untuk membahas mengenai dirinya sendiri. Sifat mementingkan diri sendiri merupakan sifat yang dimilikiseseorang yang menginginkan orang lain membicarakan dirinya. Komunikatordengan sifat ini cenderung untuk menonjolkan dirinya sebagai pihak yang paling penting. Ia cenderung untuk mengontrol arah percakapan serta menginginkan orang lain membahas mengenai dirinya. Mereka juga cenderung tidak sensitif atau tidak responsif terhadap epentingan pihak lain.


(47)

b. Sifat berdebat

Komunikator memiliki sifat suka berdebat (argumentativeness) jika ia memiliki kecenderungan untuk suka melibatkan diri dalam percakapan yang membahas topik kontroversial. Komunikator dengan sifat in i cenderung bersifat tegas dalam mengemukakan pandangannya terhadap suatu hal. Ia akan menyatakan dukungannya terhadap pandangan yang dianggapnya benar dan sebaliknya ia akan mengkritik pandangan yang tidak sesuai. Dominick Infante melakukan penelitian men genai sifat komunikator yang argumentatif ini. Menurutnya sifat komunikator yang argumentatif memberikan kontribusi positif karena sifat ini dapat mendorong komunikator dan lawan bicaranya untuk saling belajar, membantu melihat pandangan pihak lain, meningkatkan kredibilitas, serta memperbaiki kemampuan berkomunikasi. Komunikator yang argumentatif cenderung memiliki sikap percaya diri dan tegas. Namun demikian, tidak semua orang percaya diri memiliki sifat argumentatif. Dengan kata lain, orang perlu memiliki percaya diri untuk dapat mengemukakan pandangannya. Namun demikian, sangatlah mungkin orang tetap memiliki percaya diri tanpa harus mengemukakan pandangannya sendiri. Menurut Infante, sifat komunikator yang argumentatif juga memiliki aspek negatif jika komunikator mengucapkan kata-kata yang agresif dan sikap permusuhan.

c. Sifat Cemas

Setiap orang pernah merasa gugup atau cemas ketika berkomunikasi. Banyak penelitian telah dilakukan terkait dengan masalah kecemasan dalam berkomunikasi. Penelitian yang paling populer adalah yang dilakukan oleh James McCroskey, yang menyatakan bahwa pada dasarnya setiap orang pernah mengalami kecemasan berkomunikasi. Namun ada kalanya kecemasan itu bersifat berlebihan sehingga menjadi tidak normal.

Kecemasan berkomunikasi yang tinggi merupakan kecenderungan untuk mengalami kecemasan dalam waktu yang relatif lama dan dalam berbagai situasi yang berbeda. Dalam hal ini seseorang menderita karena merasa sangat cemas ketika ia harus berkomunikasi sehingga ia ingin bahkan akan menghindari berkomunikasi dengan orang lain. Hal ini menyebabkan orang bersangkutan tidak dapat bersosialisasi dalam masyarakat.

Kecemasan berkomunikasi merupakan bagian dari konsep yang lebih besar dalam konsep - konsep psikologi seperti: penghindaran sosial (social


(48)

avoidance), kecemasan sosial (social anxiety), kecemasan interaksi (interaction anxiety), dan sifat malu (shyness) yang secara umum disebut dengan kecemasan sosial dan komunikasi.

Joseph A. DeVito dalam bukunya The Interpersonal Communication Book

(2001:80) menuliskan kecemasan berkomunikasi dapat di bagi menjadi dua bagian, yaitu :

1. Kecemasan berkomunikasi yang muncul dalam diri seseorang (trait apprehension). Keadaan cemas ini muncul tanpa memperhatikan situasi khusus. Ketakutan muncul dalam situasi komunikasi diadik, kelompok kecil, berbicara didepan umum, maupun komunikasi massa.

2. Kecemasan yang timbul karena situasi sosial yang menyebabkan seseorang tidak mampu menyampaikan pesannya secara jelas (state apprehension). Keadaan takut akan terlihat jelas, khusus untuk situasi komunikasi tertentu. Devito mencontohkan individu yang mungkin takut saat berbicara di depan umum tetapi tidak saat komunikasi diadik, atau individu yang merasakan kecemasan berkomunikasi saat proses wawancara namun tidak ada kecemasan saat berbicara di depan umum. Kecemasan yang timbul karena situasi sosial ini sangatlah umum, keadaan ini dialami banyak orang saat berada dalam situasi tertentu.


(49)

2.3.2 Perilaku Cemas

Kecemasan dapat menyebabkan penurunan frekuensi, kekuatan, dan ketertarikan dalam interaksi komunikasi pada individu sehingga individu memiliki keengganan dalam berkomunikasi. Kecemasan yang tinggi menghindari situasi komunikasi, namun saat individu didorong untuk berpartisipasi, individu tersbut akan berkomunikasi sesedikit mungkin. Individu-individu yang mengalami kecemasan yang tinggi akan merasa kurang puas dengan pekerjaan mereka, mungkin karena mereka kurang berhasil dalam membangun hubungan–hubungan interpersonal. Semua perilaku ini tidak mengartikan bahwa kecemasan terjadi pada orang yang tidak bahagia. Kebanyakan individu yang cemas telah belajaratau dapat belajar untuk menangani kecemasan berkomunikasi mereka. (DeVito,2001:80)

Sullivan menyatakan bahwa kecemasan dan kesendirian merupakan pengalaman yang unik dalam arti mereka benar-benar tidak dikehendaki, oleh karena itu maka orang cenderung mengundarinya, secara turun temurun memilih situasi euforia. Sullivan merangkum konsep ini dengan menyatakan “keberadaan kecemasan jauh lebih buruk dari ketikberadaannya” (Jess&Gregory, 2010:261)

Sullivan membedakan kecemasan dengan rasa takut dalam beberapa pendekatan yang penting. Pertama, kecemasan biasanya berakar dari situasi interpersonal yang kompleks dan hanya tampak samar dalam kesadaran; rasa takut lebih jelas dikenali dan asalnya lebih mudah diketahui. Kedua, Kecemasan tidak memiliki nilai positif. Hanya ketika kecemasan berubah bentuk menjadi ketegangan (seperti rasa marah dan takut) maka ia dapat mendorong ke arah


(50)

tindakan yang menguntungkan. Ketiga, kecemasan menghambat terpuaskannya kebutuhan, sedangkan rasa takut kadang membantu manusia memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu. Pertentangan terhadap pemuasan kebutuhan ini diungkapkan dalam kata-kata yang dapat dianggap sebagai definisi Sullivan akan kecemasan: “Kecemasan adalah ketegangan yang bertentangan dengan ketegangan akan kebutuhan dan bertentangan dengan tindakan yang membuat mereka nyaman” (Jess&Gregory, 2010:261).

Pemikiran tentang kecemasan berorientasi pada masa depan dan sering kali memperkirakan malapetaa. Pemikiran tentang kecemasan sering dimulai dengan, “Bagaimana kalau...” dan berakhir dengan hal yang kacau. Pemikiran tentang kecemasan juga sering meliputi citra tentang bahaya. Misalnya seseorang yang takut bicara di depan umum bisa saja sebelumnya ia berfikir “Bagaimana kalau aku terlihat aneh? Bagaimana kalau mereka mengkritik? Bagaimana kalau orang lain menganggapku bodoh dan tidak mengerti apa yang kukatakan?. Ia bisa memiliki citra tentang dirinya sendiri mematung didepan orang banyak. Pemikiran ini adalah tentang masa depan dean semuanya memprediksikan hal yang buruk., sebagaian orang merasa cemas dalam hubungan dekat. Mungkin mereka takut akan komitmen, takut dikritik, ditolak, dipermalukan, atau bayangan kemesraan yang hancur. Semua ini menunjukkan adanya tema “sesuatu ynag buruk akan terjadi” yang merupakaan tanda kecemasan (Dennis&Christine, 2004:215).

Semua perubahan pemikiran, perilaku, dan fisik yang dialami ketika kita merasa cemas merupakan bagian dari respon kecemasan yang disebut dengan “lawan, lari, atau diam” ( Dennis&Christie, 2004:210). Tiga jenis respon ini bisa


(51)

melihat bagaimana hal ini terjadi, bayangkan anda sendiri duduk di kursi di sebuah taman temaram , melihat seorang lelaki besar dari jarak 20 meter berjalan kearah anda. Anda yakin kalau ia melihat anda dan anda berfikir “Bagaimana kalau ia merampokku?, Bagaimana kalau ia mabuk alkohol?”.

Pilihan anda adalah: (1) Lawan, untuk melakukannya jantung dan nafas anda semakin cepat otot anda akan tegang dan berkeringat yang membantu anda mendinginkan tubuh anda. (2) Lari, mungkin anda berfikir melawan orang itu bukan ide baik, maka telapak tangan anda pun berkeringat nafas dan jantuk anda pun semakin cepat dan wajah anda merona. (3) Diam, mungkin saja anda berpura-pura tidak melihat orang itu, dalam hal ini akan membuat otot-otot anda menjadi tegang dan kaku, jantung anda berdegup lebih kuat, dengan dada tegang anda akan bernafas dengan sangat pelan.

Gambar 3.1: Ciri-ciri kecemasan

Reaksi Fisik

-Telapak tangan, kepala, badan berkeringat

-Otot tegang

-Jantung berdegup kencang - Pipi merona

-Pusing

Pemikiran

-Memikirkan bahaya secara berlebihan -Menganggap diri anda tidak mampu mengatasi masalah

-Tidak menganggap penting bantuan yang ada

-Khawatir dan berpikir tentang hal yang buruk


(52)

Perilaku

-Menghindari situasi saat kecemasan terjadi

-Meninggalkan situasi ketika kecemasan terjadi

-Mencoba melakukan hal-hal kecil (bermain macis, bersenandung, jalan mondar-mandir)

-Mencoba melakukan banyak hal secara sempurna atau mencoba mencegah bahaya

Suasana Hati - Gugup - Jengkel - Cemas - Panik

Sumber: Dennis & Christine, Manajemen Pikiran, 2004:210

Dennis dan Christine dalam bukunya Manajemen Pikiran, mengatakan bahwa kecemasan merupakan salah satu emosi yang paling menimbulkan stress yang dirasan oleh banyak orang. Kadang kecemasan disebut juga dengan perasaan gugup dan khawatir. Kata “Kecemasan” menggambarkan sejumlah masalah termasuk phobia (takut akan hal atau situasi tertentu), perasaan panik, gangguan pascatrauma. Mereka juga menggunakan kata “kecemasan” untuk menggambarkan periode singkat perasaan gugup, khawatir, atau takut yang kita alami ketika dihadapkan pada pengalaman yang sulit di dalam hidup kita (2004:209).


(53)

Kecemasan juga memiliki efek merusak pada orang dewasa. Jess dan Gregory mengatakan “Kecemasan adalah kekuatan pengganggu utama yang menghambat perkembangan hubungan interpersonal yang sehat” (Teori Kepribadian, 2010:260), mereka juga memakai pendapat Sullivan (1953) yang menyamakan kecemasan parah dengan pukulan keras pada kepala. Kecemasan membuat manusia tidak mampu belajar, merusak ingatan, menyempitkan sudut pandang dan dapat menyebabkan amnesia. Hal yang unik dari kecemasan adalah bahwa ia mempertahankan keadaan sebagaimana saat itu, walaupun seseorang benar-benar merasa terganggu. Ketika kecemasan menghasilkan tindakan yang secara khusus diarahkan untuk mencapai perasaan lega, maka kecemasan menghasilkan perilaku:

1. Mencegah manusia untuk belajar dari kesalahan mereka sendiri. 2. Membuat orang tetap mengejar keinginan kekanak-kanakan demi

rasa aman.

3. Secara garis besar memastikan bahwa seseorang tersebut belum belajar dari pengalaman mereka.

Burgoon (Infante et.al, 1990:146) dalam penelitiannya menemukan beberapa aspek yang memberi kontribusi terhadap munculnya ketidakinginan individu untuk berkomunikasi dengan orang lain, yaitu:

1. Alienasi sosial, persoalan ini terjadi ketika seseorang tidak mampu mengadopsi nilai-nilai dan norma-norma kemasyarakatan. Individu tersebut dalam kesehariannya masih mengembangkan perasaan gelisah (insecurity), isolasi, dan perasaan tidak mempunyai kekuasaan (powerlessness).

2. Introversi. Apa yang dimaksud sebagai introversi merupakan aspek lain yang memberi kontribusi terhadap ketidakinginan seseorang untuk berkomunikasi dengan orang lain, karena orang yang mempunyai sifat tertutup (introvert)


(54)

tidak menempatkan komunikasi sebagai medium interaksi yang penting, dan karenanya komunikasi tidak cukup dibutuhkan oleh individu yang berkepribadian tertutup.

3. Harga diri (self-esteem). Harga diri merupakan satu bagian dari sindrom ketidakinginan untuk berkomunikasi, karena individu yang mempunyai harga diri yang rendah akan merasa khawatir orang lain memberi reaksi negatif kepadanya. Akibatnya, ia kurang termotivasi untuk berkomunikasi karena ia merasa tidak bisa untuk melakukannya. (http://www. eprints.ac.id.7625/1/kecemasanJIS.pdf)

Menurut Patterson dan Ritts (Morissan,2010:9) kecemasan sosial dan komunikasi memiliki parameter seperti:

1. Aspek fisik seperti denyut jantung atau wajah yang memerah karena malu

2. Aspek tingkah laku, seperti penghindaran dan perlindungan diri

3. Aspek kognitif, seperti terlalu fokus pada diri sendiri (self -focus) serta timbulnya pemikiran negatif.

Dari ketiga parameter tersebut maka aspek kognitif dinilai sebagai yang paling dominan. Hal ini berarti kecemasan sosial dan komunikasi sebagian besar berkenaan dengan bagaimana cara kita berpikir mengenai diri kita terkait dengan situasi komunikasi yang tengah dihadapi. (Morissan, 2010:9)

2.3.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan Berkomunikasi Penelitian telah mengidentifikasi beberapa faktor yang meningkatkan kecemasan dalam berkomunikasi. Faktor-faktor ini dapat membantu untuk meningkatkan pemahaman dalam mengendalikan kecemasan berkomunikasi kita, antara lain:


(55)

a. Degree of evaluation.

Semakin tinggi individu merasa dirinya sedang dievaluasi, maka kecemasan akan semakin meningkat.

b. Subordinate status.

Saat individu merasa bahwa orang lain memiliki kemampuan komunikasi yang lebih baik atau pengetahuan yang jauh lebih luas darinya, maka kecemasan berkomunikasi akan semakin meningkat.

c. Degree of consciousness.

Semakin menonjol seorang individu, maka kecemasan berkomunikasi akan semakin tinggi. Inilah alasan mengapa orang yang berpidato di antara khalayak ramai, akan lebih cemas dibandingkan mereka yang berbicara dalam sebuah kelompok kecil.

d. Degree of unpredictability.

Semakin banyak situasi tak terduga, maka semakin besar tingkat kecemasan.

e. Degree of dissimilarity.

Saat individu merasakan sedikit persamaan dengan teman bicaranya, maka individu tersebut akan merasakan kecemasan berkomunikasi.

f. Prior success and failures.

Keberhasilan atau kegagalan individu di satu situasi akanberpengaruh terhadap respon individu pada situasi berikutnya.

g. Lack of communication skills and experience.

Kurangnya kemampuan dan pengalaman akan menyebabkan kecemasan berkomunikasi, terutama jika tidak berusaha untuk meningkatkan kemampuannya.

(DeVito, 2001:81- 82)

2.4 Teori Pengurangan Ketidakpastian (Uncertainty Reduction Theory) 2.4.1 Ketidakpastian Komunikasi

Ketika kita bertemu dan terlibat dalam percakapan dengan orang yang belum kita kenal maka biasanya banyak pertanyaan yang muncul di kepala kita mengenai orang tersebut, dan kita tidak memiliki jawaban pasti atas berbagai pertanyaan tersebut. Kita mengalami ketidakpastian, dan karenanya kita mencoba untuk mengurangi ketidakpastian tersebut melalui interaksi komunikasi.

Menurut Berger, orang mengalami periode yang sulit ketika menerima ketidakpastian sehingga orang cenderung membuat perkiraan terhadap perilaku


(56)

orang lain, dan karenanya ia akan termotivasi untuk mencari informasi mengenai orang lain itu. Upaya untuk mengurangi ketidakpastian merupakan salah satu dimensi penting dalam upaya membangun hubungan (relationship) dengan orang lain. (Morissan 2010:84)

Ketika kita berkomunikasi, menurut Berger, kita membuat rencana untuk mencapai tujuan kita. Kita merumuskan rencana bagi komunikasi yang akan kita lakukan dengan orang lain berdasarkan tujuan dan informasi yang telah kita miliki. Semakin besar ketidakpastian maka kita akan semakin berhati- hati, kita akan semakin mengandalkan data yang kita miliki. Jika ketidakpastian itu semakin besar maka kita akan semakin cermat dalam merencanakan apa yang akan kita lakukan. Pada saat kita merasa sangat tidak pasti mengenai orang lain maka kita mulai mengalami krisis kepercayaan terhadap rencana kita sendiri dan kita mulai membuat berbagai rencana cadangan atau rencana alternatif lainnya dalam hal kita memberikan respon pada orang lain. (Morrisan, 2010: 87-89)

Daya tarik dan keinginan berafiliasi yang ada pada diri individu memiliki hubungan positif dengan upaya mengurangi ketidakpastian. Misalnya, ungkapan nonverbal seseorang dapat mengurangi ketidakpastian orang lain, dan pengurangan ketidakpastian dapat meningkatkan ungkapan nonverbal. Tingkat ketidakpastian yang tinggi akan menciptakan jarak, sebaliknya ketidakpastian yang rendah akan cenderung bersifat menyatukan. Ketika komunikator menemukan kesamaan dengan lawan bicaranya, maka ketertarikan di antara mereka akan meningkat dan kebutuhan mereka untuk mendapatkan lebih banyak informasi justru berkurang.


(1)

PEDOMAN WAWANCARA

KARAKTERISTIK INFORMAN

Nama : Yunita Emilia

Asal Universitas/Jurusan : Universitas Sumatera Utara / Pariwaisata D3 Profesi : Karyawan Bank

PERTANYAAN WAWANCARA

Berapa kali anda sudah menjalani tes wawancara kerja? Saya sudah pernah ikut 6 kali lah.. di Jobfair USU kan ada banyak perusahaan yang ikut

J. PENUNJUKAN

Bagaimana perasaan anda saat menjalani tes wawancara? (antusias atau cemas) (CA) saat pertamakali cemas degdegan soalnyaa baru lulus kuliah. Kita belum ngerti apa-apa tiba-tiba ada jobfair gitu wawancara langsung, ada yang dipanggil langsung kekantornya jadi deg-degan. Itu suatu penglaman.

Untuk wawancara selanjutnya anda merasa lebih cemas atau antusias? Bercampur baur sih.. cemas ada antusias nya juga. Antusias nya mungkin lebih belajar dari pengalaman aja.

Bagaimana persepsi awal anda terhadap wawancara dan wawancara? (P)kalau pewawancara biasa aja sih, kan memang itu tugas dia kalau wawancaranya menurut saya ya.. gimana kita nyikapin dengan tenang apa yang ditanyakan interviewer didepan kita, setidaknya kita brusaha untuk mengerti maksud dari interviewer tersebut.

Apakah anda merasa pewawancaraitu lebih berwibawa daripada anda? Pastinya iya.

Jadi apakah anda merasa tertekan? Nggak juga karena saya menganggap mereka seperti teman atau orang yang melakukan pekerjaan rutin, jadi saya bisa merasa tenang


(2)

Apakah pada saat itu anda bertanya-tanya bagaimana sikap pewawancara, dan bagaimana anda harus bersikap? (URT) iya saya mikirain nanti apa yang mau ditanyain, apa suara saya terlalu pelan, trus gimana jawanya yang kedengaran bagus, itu.

Apakah anda bertanya kepada orang lain atau sekedar bertanya-tanya dalam hati? (URT) ada juga yang saya tanyain sama temen atau orang lain yang udah lebih dulu dipanggil wawancara kalo dia ada didekat saya Apakah hal itu dapat mengurangi rasa cemas anda? Iya dong.. supaya ada gambaran nanti ngapain aja didalam ruangan

K. TAHAP MASUKAN

Apa yang anda lakukan saat pertama kali bertemu pewawancara? (KAP) yang pastinya mengucapkan salam

Jadi anda yang pertama sekali melakukan komunikasi? (KAP) tidak, pewawancaranya yang memulai komunikasi saat dia mempersilakan saya duduk disitulah saya mulai greeting nya, menurut saya etikanya begitu atau saat masuk ruangan dia yang terlebih dulu mengucapkan selamat pagi.

Bagaimana perasaan anda pada tahap itu? (CA) ya degdegan laah jantung ini keyak mau meledak hahaha..

Apakah anda dapat berbicara dengan lancar? (CA) bisa. QSelalu .ya

Bagaimana persepsi anda terhadap pewawancara? (P) menurut saya tergantung ya ada yanag bersahabat ada yang jutek, biasanya cewek yang jutek, ada yang biasa-biasa lempeeeng aja. Tergantung kita nanggapinya dan menjalaninya gimana .

Setelah anda memperkenalkan diri, apakah rasa cemas atau rasa ketidakpastian anda meningkat atau menurun, mengapa? (URT) berkurang, saya rasa karena pada dasarnya manusia itu suka ngomong jadi saat saya ngomong cemasnya ikut berkurang.

L. TAHAP PERSONAL

Adakah pertanyaan pewawancara yang membuat anda bingung? (KAP) kayaknya gak ada sih


(3)

Kalau pertanyaan yang diaanggap menjebak? Mmm.. bukan menjebak, tapi lebih ke kepribadian aja sih. Kayak misalnya..apa ya..kayak yg berbau psikologi gitu misalnya “apakah anda pernah mengalami kesuksesan, sebutkan kelebihan dan kekurangan anda” yang gitu-gitu deh. Kalo dikasi pertanyaan gitu jantungan lagi saya....

Bagaimana perasaan anda pada waktu itu? (CA)

Apakah anda dapat berbicara dengan lancar? (CA) masih, masih lancar tapi ada sedikit jeda buat berpikir sekitar lima detik, jadi nggak langsung saya jawab

Apakah anda dapat menangkap maksud dari pewawancara? (KAP) tergantung, kalau tipe pewawancara nyampein pertanyaannya berbelit belit saya kurang nangkap.

Oh, jadi bukan dari anda yang kurang fokus ya? Hehe gini biasanya saya sering sesak buang air kecil saat tes wawancara tapi saya tahan aja. Akibatnya untuk pertanyaan yg agak panjang saya minta diulang lagi. Apa saat itu anda antusias saat akan wawancara? Iya saya rasa karena itu kita kan kalo seneng trus terburu-buru pasti mau buang air kecil kan. Saya pernah kmaren gak sabaran mau diwawancara, soalnya dapat wejangan dari kakak untuk tes wawancara, trus kan udah ada pengalaman sebelumnya jadi saya gak sabaran mau ngetes, hehe..

Bagaimana persepsi anda terhadap pewawancara pada tahap ini? (P) rasanya ia memang mau mengevaluasi saya secara menyeluruh, saya tau mau ngapain tapi gara gara sesak, yaa jadinya kurang maksimal.

Setelah selesai, apakah rasa ketidakpastian anda terhadap wawancara tersebut meningkat atau menurun, mengapa? (URT) Ooh kalau yang ini fifty-fifty ya, ada yakinnya ada cemasnya..kayak beli undian. Yang pasti kita percaya diri aja.

Communication Apprehension (CA)

Apakah anda merasa dievaluasi saat menjalani tes wawancara kerja? Oooooo kan udah dibilang tadi..


(4)

Apakah anda merasa pengetahuan dan wibawa pewawancara sangat tinggi sehingga anda merasa sedikit tertekan?

Pada saat wawancara apakah anda merasa diri anda terlihat mencolok? Saya rasa enggak ya, saya membuat itu semua mengalir apa adanya tanpa ada yang dibuat-buat. Yang penting bersih, rapi dan pede.

Apakah terdapat situasi yang tidak terduga saat wawancara? Pasti. Misalnya sesak pipis tadi, saat kami mengobrol tiba-tiba handphone saya bunyi...kalau sudah begini saya ingin menghilang aja..malu, rasanya wajah ini terbakar panas gitu

Apakah anda pernah mengalami kegagalan, pada tahap tes wawancara? Iya pasti. Tapi itu semua dijadikan pembelajaran gimana kita kedepannya supaya lebih bagus.

Bagaimana kemampuan komunikasi anda saat meenjalani tes wawancara? Lumayan saya bisa ngomong dengan lancar.

Apa masalah yang paling anda khawatirkan saat menjalani tes wawancara? Sesak pipis itu tadi.

Uncertainty Reduction Theory (URT)

Seberapa sering anda melakukan kontak mata saat wawancara? Selalu ya..paling saya mengalihkan pandangan waktu mikirin jawaban.

Bagaimana tingkat komunikasi anda dengan pewawancara? Bagus.. jadi kami seperti mengobrol. Bukan tes wawancara

Bagaimana suasana saat anda melakukan wawancara, kaku atau akrab? Akrab tapi kalo sama pewawancara cewek kayak ada gap nya gitu, lebih kaku.

Apakah pewawancara bertanya tentang keseharian anda? Iya lahh.. itukan pertanyaan wajib.

Apakah anda pernah menyisipkan lelucon pada saat menjawab pertanyaan wawancara? Nggak berani

Apakah anda bertanya tentang bagaimana situasi kalau anda bekerja nanti? Iya, saya tanya bagian apa, tanggung jawabnya gimana, peraturan-peratuannya.


(5)

Komunikasi Antarpribadi (KAP)

Apakah anda memberikan ruang saat anda wawancara untuk tersenyum atau sekedar mencairkan suasana? Untuk tersenyum iya, kalu mencairkan suasana biasanya dari pewawancaranya.

Apa emosi yang anda rasakan saat menjalani tes wawancara kerja?cemas, antusias

Sejauh mana keterbukaan anda terhadap pewawancara saat tes wawancara kerja? Sebisa mungkin saya menjawab jujur, tapi kan perusahaan memilih yang terbaik yang bisa bekerjasama dan punya motivasi, jadi kadang ada yang saya tambahin, supaya kesannya positif.

Apakah anda selalu menjawab pertanyaan dengan jujur, atau atau anda sudah mempersiapkan jawaban untuk beberapa pertanyan yang kemungkinan akan ditanyakan, berdasarkan pengalaman anda? Yaa udah disiapkan..

Apakah pewawancara ramah kepada anda? Iya.. blumada yang marah marah ke sayah haha..

Apakah terdapat perbedaan dan persamaan antara tes wawancara yang anda alami satu dengan yang lain? Bagaimana anda menyikapinya? Aaah intinya sama aja ya... Paling tergantung tipe pewawancara nya aja saya bisa menyesuaikan diri kok. Dia senyum saya senyum, dia ramah ramah, dia jutek saya ramah, pffft..

Persepsi (P)

Bagaimana anda menilai diri anda sendiri dalam berinteraksi? (ekstrovert) Apa penilaian anda terhadap kesan pewawancara? Deskripsikan.pewawancara itu mengerjakan apa yang menjadi tugasnya aja kan jadi saya bisa memakluminya.. tapi ya maunya dicari yang mood nya bagus biar bagaimanapun kan saat tes wawancara image perusahaan itu ya si pewawancara itu, iya kan..

Menurut anda bagaimana penilaian pewawancara terhadap anda? Saya ga bisa bilang, gak mungkin kan saya tanya ke dia atau saya baca pikirannya. Kalau saya masih dipanggil lagi berati kesannya kan bagus.


(6)

BIODATA PENELITI

DATA PRIBADI

Nama Lengkap : Hery Bajora Nasution

Tempat & Tanggal Lahir : Kabanjahe, 09 September 1988 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Usia : 24 Tahun

Status : Belum Menikah

Kewarganegaraan : Indonesia

Handphone : 081370051201

Email : zoraz36@yahoo.com

Nama Orang Tua : Drs. Imran Nasution (Alm.) Efni Tuani Lubis

Alamat : Jalan Eka Warni 1. No.45. Kecamatan Medan Johor, Kelurahan Gedung Johor-Medan

PENDIDIKAN FORMAL

2010 - : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Strata-1 Ekstensi Departemen Ilmu Komunikasi-Universitas Sumatera Utara 2006-2009 : Fakultas Sastra, Program Studi D-3 Pariwisata

Jurusan Manajemen Usaha Wisata-Universitas Sumatera Utara 2005-2006 : SMA Negeri 4, Medan

2003-2005 : SMA Negeri 1, Kabanjahe 2000-2003 : SMP Negeri 1, Kabanjahe 1995-2000 : SD Negeri 06, Kabanjahe 1993-1995 : TK Muhammadiyah, Kabanjahe