PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN

Universitas Sumatera Utara Aprini tidak selalu terbuka dalam memberi keterangan dalam tahap wawancara, biasanya ia tertutup jika ditanya masalah keluarga. Menurutnya tidak semua masalah keluarga dapat dibagikan dengan orang lain. Mungkin karena hal ini pewawancara terkadang kurang bersikap ramah kepada Aprini, seolah karena kedua pihak tidak mencoba untuk saling membuka diri. Apabila ia belum mengetahui gambaran bagaimana situasi dan kondisi pekerjaan yang ia lamar maka ia tidak akan bertanya kepada pewawancara. Baginya hal itu kewajiban pewawancara untuk memberikan informasi. Apabila pewawancara tidak menyampaikannya maka Aprini pun tidak akan bertanya, dia merasa dirinya tidak ke “pedean” merasa akan diterima di perusahaan tersebut. Walaupun Aprini mengaku sosok yang ekstrovert saat wawancara, sepertinya ia tergolong orang yang introvert. Menurutnya pewawancara itu yang sulit untuk di akrabkan. Dari keterangan yang diperoleh melalui Aprini, pewawancara penrah mengungkapkan kalau Aprini itu sosok yang pendiam. Menurut Aprini lagi, sebenarnya proses wawancara itu semuanya hampir sama, hanya tingkat akrab pewawancara dan peserta wawancara saja yang berbeda-beda dan cara menyesuaikan diri yang berbeda-beda.

4.2 PEMBAHASAN

Dari hasil pengamatan peneliti, melalui tujuh orang informan, maka dapat dilakukan pembahasan mengenai kecemasan berkomunikasi antar pribadi pelamar kerja dalam tes wawancara kerja dan cara mengatasinya. 44. Kecemasan yang terjadi seringkali berawan dari gambaran- gambaran yang berasal dari diri pribadi. Dalam beberapa kasus informan dapat mengurangi tingkat kecemasan mereka dengan cara melakukan komunikasi bersama orang lain, mendengarkan musik dan mencoba menenangkan diri sendiri. Kebanyakan dari mereka merasakan adanya ketidakpastian akan bagaimana kondisi wawancara nanti. Berger dan Calabrese pernah menuturkan “Untuk dapat berinteraksi denganlancar, terkoordinasi dan dimengerti, orang harus mampu memperkirakan bagaimana rekan bicaranya akan berperilaku, dan berdasarkan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara atas perkiraan tersebut, berdasarkan keahlian yang dimilikinya, memberikan tanggapan yang mampu memberikan hasil yang optimal” Psikologi Komunikasi:88. Secara tidak sadar informan melakukan strategi untuk mengurangi ketidakpastian seperti yang dituangkan Berger: “1. Strategi pasif. Pada strategi pasif, informan menjalani peran sebagai pengamat diam-diam yang tidak diketahui individu lainnya. Dengan kata lain strategi pasif merupakan upaya untuk mengurangi ketidak pastian melalui pengamatan diam-diam guna mendapatkan informasi mengenai orang lain. Strategi ini terbagi dua, yaitu: a. Reactivity searching dilakukan dengan mengamati setiap gerak- gerik orang yang dituju. b. Disinhibition searching adalah strategi pasif dimana kita mengamati seseorang dalam situasi dan keadaan santai, tidak terlalu menjaga penampilan dan berlaku apa adanya. 2. Strategi aktif. Pada strategi ini informan akan menjalani perna sebagai pengamat secara tidak langsung. Pencarian informasi dengan menggunakan strategi aktif dilakukan dengan cara bertanya kepada orang lain mengenai seseorang atau kondisi yang anda ingin ketahui dan memanipulasi lingkungan sedemikian rupa agar orang yang yang menjadi target lebih mudah anda amati. 3. Strategi Interaktif. Pada strategi ini informan mengandalkan komunikasi secara langsung dengan peserta wawancara lain. Taktik mendapatkan informasi dilakukan dengan cara bertanya secara langsung dengan orang lain atau menawarkan untuk membuka diri dengan maksud lawan bicara juga bersedia untuk membuka dirinya.” Psikologi komunikasi:96-97 Selain pendapat tersebut Bandura Blackburn dan Davidson,1994 Manajemen Emosi:52 juga menjelaskan hal-hal yang berpengaruh dalam meredakan kecemasan, antara lain: 1. Self efficiacy adalah sebagai suatu perkiraan individu terhadap kemampuannya sendiri mengatasi situasi. 2. Outcome Expectancy memiliki pengertian sebagai perkiraan individu terhadap kemungkinan terjadinya akibat-akibat tertentu yang mungkin berpengaruh dalam menekan kecemasan. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Menurut Ramaiah 2003 Manajemen Emosi:52 ada beberapa cara untuk mengatasi kecemasan seperti pengendalian diri, dukungan tindakan fisik, tidur, mendengarkan musik dan mengonsumsi makanan. Kecemasan sendiri ada dalam dua bentuk. Menurut Devito The Interpersonal Communication Book: trait apprehension dari dalam diri sendiri dan state apprehension kecemasan yang timbul karena situasi sosial. Balckburn dan Davidson 1994 Manajemen Emosi:56 mengemukakan reaksi kecemasan dapat mempengaruhi suasana hati, pikiran, motivasi, perilaku, dan gerakan biologis, seperti berikut: a Suasana hati berpengaruh pada kecemasan, mudah marah, perasaan sangat tegang. b Pikiran berpengaruh pada rasa khawatir, sukar berkonsentrasi, pikiran kosong, membesar-besarkan ancaman, memandang diri tidak berdaya atau perasaan sensitif. c Motivasi berpengaruh pada ingin menghindari situasi, ketergantungan tinggi, ingin melarikan diri. d Perilaku berpengaruh pada rasa gelisah, gugup, waspada berlebihan. e Gerakan biologis berpengaruh pada gerakan spontan meningkan, berkeringat, gemetar, pusing, berdebar-debar, mual, mulut kering. Pada tahap komunikasi antarpribadi saat wawancara berlangsung, maka hal ini selalu berkaitan dengan diri. Jika kita ingin melakukan komunikasi antar pribadi, maka kita harus bersedia membuka diri dan mengungkapkan informasi mengenai diri kita. Berbicara mengenai diri selalu terkait dengan konsep diri, kesadaran dan harga diri. Informan yang memiliki konsep diri yang positif akan memiliki kesadaran diri yang tinggi. Konsep diri yang positif, ditandai dengan lima hal, yaitu: yakin akan kemampuan mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat, Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek keperibadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya Rakhmat, 2007:105. Oleh sebab itu, informan dengan konsep diri yang tinggi selalu berusaha menyesuaikan perilakunya dengan orang lain, dan sebaliknya individu dengan konsep diri negatif, kesadaran dan harga diri rendah akan sulit menyesuaikan perilakunya dengan orang lain. Selain karena konsep diri, perilaku informan dalam wawancara juga bergantung pada persepsi mereka terhadap pewawancara atau terhadap tes wawancara itu sendiri. Jika informan memiliki persepsi yang kurang bagus, maka informan tersebut akan menjaga jarak dan tidak terlalu membuka diri terhadap informasi. Yang dibutuhkan pewawancara. Pada kenyataannya persepsi individu informan seringkali tidak cermat. Bila informan menanggapi perilaku pewawancara secara tidak cermat maka komunikasi antar pribadi dapat berlangsung tidak efektif. Dan bila kedua pihak menanggapi perilaku satu sama lain dengan tidak cermat, makaa dapat terjadi salah paham. Adapun ciri komunikasi efektif antara lain: a. Keterbukaan openness Kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima di dalam menghadapi hubungan antar pribadi. b. Emphaty emphaty Merasakan apa yang dirasakan orang lain. c. Dukungan supportiveness Situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi berlangsung efektif. d. Rasa positif positiveness Seseorang harus memiliki perasaan posotif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi dan menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif. e. Kesetaraan equality Pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Liliweri, 1991:13 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Bila dikaitakan dengan tingkat kecemasan dalam tes wawancara maka ciri yang berlangsung adalah: 1. Pada tingkat kecemasan dan ketidakpastian tinggi, komunikasi antar pribadi yang berlangsung umumnya berlawanan dengan ciri komunikasi efektif Devito. Saat terjadi kecemasan dan ketidakpastian yang tinggi, keterbukaan bagi peserta wawancara sangat rendah, Pada tahap wawancara peserta wawancara akan menyesuaikan diri dengan karakter pewawancara. Apabila mereka menganggap informasi yang akan diberikan memberi kesan negatif, maka mereka akan mengarang informasi yang berkesan positif. 2. Paada tingkat kecemasan sedang, komunikasi antarpribadi yang berlangsung umumnya biasa saja, tidak ada kesan khusus yang diperoleh, karena pada umumnya mereka menganggap hal ini adalah hal yang wajar dan memang ssudah seharusnya. 3. Pada tingkat kecemasan rendah, komunikasi yang berlangsung umumnya efektif dimana peserta wawancara merasa tes wawancara lebih kepada suatu obrolan, keduanya cepat merasa akrab dan suasanya yang ditimbulkan juga tidak kaku. Komunkikasi efektif akan menurunkan kecemasan peserta wawancara. Kecemasan berkomunikasi peserta wawancara pada tahap wawancara seperti pendapat James McCroskey yang menyatakan bahwa pada dasarnya setiap orang mengalami kecemasan berkomunikasi. Namun ada kalanya kecemasan itu bersifat berlebihan sehingga menjadi tidak normal. Kecemasan dapat menyebabkan penurunan frekuensi, kekuatan dan ketertarikan dalam interaksi komunikasi pada individu sehingga individu memiliki keengganan berkomunikasi. Demikian yang terjadi pada Informan yang mengalami kecemasan. Informan introvert yang merasakan kecemasan tinggi cenderung akan menghindari komunikasi saat pra-wawancara. Pada informan yang ekstrovert yang merasakan kecemasan tinggi maka dia akan mencoba mencari informasi sebanyak-banyaknya mengenai tes wawancara dan karakter pewawancaranya. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Informan yang mengalami kecemasan umumnya mengalami detak jantung yang semakin cepat, berkeringat, wajah memerah karena malu, pucat karena merasa tak berdaya, gemetar, ingin buang air kecil pada saat pra-wawancara maupun saat wawancara berlangsung. Selain itu informan yang mengalami kecemasan juga melakukan persiapan yang berlebihan seperti memeriksa barangnya berulang ulang, meminta dukungan, mencari informasi, makan, juga merasa bingung dalam bertindak. Hal ini merupakan parameter kecemasan yang diungkapkan Petterson dan Ritts: 1. Aspek fisik seperti denyut jantunng atau wajah yang memerah karena 45. malu 2. Aspek tingkah laku seperti penghindaran dan perlindungan diri 3. Aspek kognitif seperti terlalu fokus pada diri sendiri serta timbulnya pemikiran negatif Morissan, 2010:9 Sebagian besar teori-teori komunikasi antarpribadi membahasa tentang proses dan tahap interaksi seperti teori pengurangan ketidakpastian dalam berkomunikasi dan memiliki tiga tahapan perkembangan seperti tahap masukan, tahap personal dan tahap keluaran. Merujuk pada teori tersebut peneliti membagi tahapan kecemasan menjadi tapah pra-wawancara, tahap perkenalan, tahap inti wawancara. Pada setiap tahapan, kecemasan yang dimiliki tiap informan berbeda- beda, dalam tiap tahapan informan dapat mengalami peningkatan maupun penurunan kecemasan. Komunikasi antarpribadi dapat mempengaruhi kecemasan informan, hal ini diperkuat dengan banyaknya informan yang mengatakan kalau kecemasannya akan menurun seiring adanya peningkatan komunikasi saat wawancara. Saat tahap pra-wawancara informan akan membawa persepsi dan prediksinya mengenai proses komunikasi yang akan berlangsung. Pada tahap Perkenalan mereka akan berusaha mengurangi rasa kecemasannya melalui komunikasi verbal, non-verbal, pengamatan dan cara berperilaku. Semakin tinggi komunikasi verbal dan non-verbal pada tahap ini makadapat mengurangi kecemasan informan. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Dalam tahap ini peneliti mengaitkan dengan aksioma teori Berger dan Calabrese sebagai berikut: 1. Ketidakpastian yang tinggi pada tahap masukan pra-wawancara akan mendorong peningkatan komunikasi verbal diantara orang yang tidak saling mengenal. Peningkatan komunikasi verbal pada akhirnya akan mengurangi tingkat ketidakpastian, dan manakala ketidakpastian terus menurun maka jumlah komunikasi verbal meningkat. 2. Pada tahap awal interaksi, ketika ungkapan non-verbal meningkat maka tingkat ketidakpastian menurun. Kepastian yang lebih besar akan mendorong peningkatan komunikasi non-verbal satu sama lainnya. Misalnya kontak mata atau tindakan berjabat tangan. 3. Ketidakpastian yang tinggi dalam suatu hubungan menyebabkan turunnya tingkat keintiman isi komunikasi. Tingkat ketidakpastian yang rendah menghasilkan tingkat keintiman yang tinggi. Tingkat keintiman yang tinggi ditandai dengan keterbukaan para pihak untuk mengungkapkan informasi mengenai dirinya. 4. Ketidakpastian tinggi akan meningkatkan upaya untuk mencari informasi mengenai perilaku orang lain. Ketika tingkatketidak pastian menurun maka pencarian informasi perilaku menurun. 5. Tingkat ketidakpastian tinggi menghasilkan tingkat resiprositas tinggi. Tingkat ketidakpastian rendah menghasilkan tingkat resiprositas rendah. Kedua pernyataan menunjukkan hubungan posotif. Dua orang yang baru pertama kali terlibat dalam percakapan akan cenderung meniru satu sama lainnya. Adapun yang dimaksud resiprositas adalah jika salah satu pihak hanya menediakan sedikit informasi mengenai dirinya, maka pihak lainnya akan melakukan hal serupa. 6. Kesamaan akan mengurangi ketidakpastian sedangkan perbedaan akan meningkatkan ketidakpastian. Misalnya dua orang yang tidak saling kenal tetapi sama-sama kuliah di universitas yang sama. Namun keduanya mungkin memiliki perbedaan bahwa keduanya berasal dari fakultas yang berbeda dan memiliki jenis kelamin yang berbeda. Perbedaan tersebut memberikan kontribusi terhadap tingkat ketidakpastian. 7. Ketidakpastian yang meningkat akan mengurangi perasaan menyukai sebaliknya penurunan ketidakpastian menghasilkan peningkaan rasa suka 46. Psikologi Komunikasi:92-93. Faktor yang cenderung berpotensi menjadi penyebab kecemasan dan ketidak pastian dalam penelitian ini terbagi atas faktor internal dan faktor internal. Faktor internal adalah kecemasan yang berasal dari dalam diri atau pemikiran negatif dari informan itu sendiri. Faktor eksternal adalah yang berasal dari orang lain atau situasi lingkungan seperti merasa minder dengan orang lain atau situasi pewawancara yang jutek. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Disamping itu penyebab kecemasan dan ketidak pastian ini juga dijelaskan berdasarkan teori kecemasan berkomunikasi, yaitu: 1. Degree of Evaluation Semakin tinggi calon karyawan merasa dirinya sedang dievaluasi, maka kecemasan akan semakin meningkat. 2. Subordinate status Saat calon karyawan merasa bahwa pewawancara memiliki pengetahuan dan wibawa yang jauh lebih luas dari calon karyawan maka kecemasan berkomunikasi akan semakin meningkat. 3. Degree of consciuousness Semakin sadar calon karyawan dengan kekurangannya, maka kecemasan komunikasi akan semakin tinggi. 4. Degree of unpredictability Semakin banyak situasi tak terduga, maka semakin tinggi tingkat kecemasan. 5. Degree of similiarity Saat calon karyawan merasakan semakin banyak persamaan maka kecemasan akan berkurang. 6. Prior succes and failures Keberhasilan atau kegagalan calon karyawan di suatu tes wawancara akan berpengaruh terhadap respon calon karyawan pada tes selanjutnya. 7. Lack of communication skills and experience Kurangnya kemampuan dan pengalaman calon karyawan akan menyebabkan kecemasan berkomunikasi, terutama jika calon karyawan tidak berusaha untuk meningkatkan kemampuannya. Dari faktor penyebab kecemasan ini, kecemasan yang dominan dialami oleh informan disebabkan oleh degree of evaluation, degree of unpredictability, Prior succes and failures. Bila dilihat dari aksioma Berger, kecemasan dan ketidakpastian informan dominan terjadi karena ketidakpastian yang tinggi akan meningkatkan upaya untuk mencari informasi mengenai perilaku pewawancara, juga tingkat ketidakpasstian yang tinggi menghasilkan derajat resiprositas tinggi. Untuk mengurangi kecemasan yang terjadi sepertinya Informan harus pandai menguasai diri dan pikirannya dulu. Ia harus dapat beradaptasi dengan pewawancara dan memang komunikasi antarpribadi yang lebih sering akan semakin membuat mereka merasa tenang karena berhubungan dengan tingkat pembukaan diri. Dan hal yang paling baik adalah kita dapat merubah persepsi kita terhadap tes wawancara, karena inti dari tes wawancara itu untuk menilai pribadi calon karyawan baik atau buruk, bersemangat ataukah kurang motivasi. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Seharusnya kita dapat menyesuaikan diri kita kepada tempat kita melamar pekerjaan tanpa harus mengarang-ngarang keterangan agar dianggap baik. Karena biasanya setelah itu ada tes psikologi untuk mengetahui keadaan jiwa kita yang sebenarnya. Hal ini Sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Tabita Silitonga Skripsi USU:2011 dengan hasil faktor penyebab kecemasan terbagi dua, faktor internal dari karakter dan bayangan negatif dari informan itu sendiri dan eksternal dari faktor lingkungan informan, serta pada tingkat kecemasan dan ketidakpastian tinggi, komunikasi antarpribadi yang berlangsung umumnya berlawanan dengan ciri komunikasi efektif Devito, yaitu saat terjadi kecemasan dan ketidakpastian yang tinggi keterbukaan yang terjadi rendah Tabita,2011:179 Andrianto dan Dewi 2006 melakukan penelitian mengenai kecemasan berbicara di muka umum yaitu hubungan antara pola pikir dengan kecemasan berbicara di muka umum pada mahasiswa fakultas Keguruan Universitas Muhammadiah Purwokerto UMP. Penelitian ini menujukan adanya hubungan antara pola pikir dengan kecemasan berbicara di muka umum, dimana semakin baik pola pikir yang dimiliki oleh seorang mahasiswa maka akan semakin rendah tingkat kecemasan yang dihadapi, begitu juga sebaliknya semakin buruk pola pikir yang dimiliki oleh seorang mahasiswa maka semakin tinggi tingkat kecemasan mahasiswa saat berbicara di muka umum. http:www.eprints.ac.id artikel ivan_dkk_kepercayaan_diri_dengan_kecemasan.htm. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB V SIMPULAN DAN SARAN