Hubungan antara variabel demografi dengan outcome fungsional

jenis pekerjaan yang paling banyak dijumpai pada sampel adalah ibu rumah tangga sebanyak 11 orang 34,4. Berdasarkan nilai SKG, pada penelitian ini diperoleh sebanyak 19 sampel 59,4 mempunyai nilai SKG ≥ 9, sisanya 13 orang 40,6 mempunyai nilai SKG ≤ 8. Hal ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Rost dkk 2008 yang mendapati penderita stroke perdarahan intraserebral dengan nilai SKG ≥ 9 sebesar 64 dan nilai SKG ≤ 8 sebesar 36.

IV.2.2. Hubungan antara variabel demografi dengan outcome fungsional

Pada penelitian Hemphill dkk 2001, umur memiliki nilai prediktif terhadap outcome pada pasien stroke perdarahan intraserebral.. Pasien berumur ≥ 80 tahun sangat beresiko mengalami kematian dalam 30 hari dibanding dengan umur 80 tahun.Demikian juga penelitian Rost dkk 2008 yang menemukan hubungan yang signifikan antara umur dengan outcome. Sedangkan pada penelitian ini tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara umur dengan outcome baik yang diukur dengan GOS 30 hari maupun GOS 90 hari. Perbedaan angka harapan hidup antara populasi Barat dengan Asia khususnya Indonesia mungkin menjadi penyebab kecilnya proporsi kelompok umur 80 tahun pada penelitian ini, sehingga untuk kelompok umur ini tidak dijumpai satupun yang memperoleh outcome mampu mencapai kemandirian fungsional. Volume perdarahan intraserebral telah dikenal sebagai prediktor outcome pada penderita stroke perdarahan intraserebral. Rost dkk 2008 dalam penelitiannya melaporkan ada 54 pasien yang volume perdarahannya 30 Universitas Sumatera Utara cm 3 ,22 yang volume perdarahannya antara 30-60 cm 3 , dan 24 yang 60 cm 3 . Pada penelitian ini didapati sampel yang volume perdarahan 30 cm 3 sekitar 44 n=14, sama besar dengan volume perdarahan yang 30-60cm 3 sebesar 44, sedangkan untuk volume 60 cm 3 sekitar 12,5 n=4. Dalam menguji ICH Score sebagai alat prediktor outcome, Hemphill dkk 2001 menemukan hubungan yang relatif kuat antara volume perdarahan intraserebral dengan outcome. Demikian juga Rost dkk 2008, yang menguji FUNC score, menemukan bahwa volume perdarahan menemukan hubungan yang signifikan dengan outcome mampu mandiri secara fungsional. Dalam studi ini ditemukan bahwa dari kelompok yang mampu mencapai kemandirian fungsional persentase lebih besar 18,8 pada jumlah volume perdarahan 30 cm 3 , dibandingkan dengan tidak ada seorangpun 0 yang mampu mencapai kemandirian fungsional pada jumlah volume perdarahan 60 cm 3 , walaupun setelah diuji secara statistik ternyata hubungan ini tidak signifikan p=0,113. Lokasi perdarahan intraserebral pada studi ini terbanyak pada daerah lobar 50 n=16, daerah deep .43,8 n=14 dan daerah infratentorial 6,3 n=2. Hasil ini berbeda dengan penelitian Rost dkk 2008 yang melaporkan jumlah pasien stroke perdarahan daerah lobar 42, deep 47 dan infratentorial 11, dan menyebutkan bahwa lokasi perdarahan intraserebral merupakan prediktor independen yang kuat terhadap outcome fungsional. Sementara pada studi ini, yang mampu mencapai kemandirian fungsional dari lokasi perdarahan lobar sebanyak 12,5, lokasi deep 18,8, dan tidak ada yang mampu mencapai kemandirian fungsional pada perdarahan di daerah infratentorial. Namun setelah Universitas Sumatera Utara dianalisa secara statistik, tidak dijumpai hubungan yang bermakna p=0,817 antara lokasi perdarahan dengan outcome fungsional pada penelitian ini. Pada penelitian Godoy dkk 2003, Jamora dkk 2003, Hemphill dkk 2001, dan Rost dkk 2008, ditemukan bahwa SKG merupakan prediktor yang kuat terhadap outcome. Walaupun ada perbedaan pembagian skala SKG dalam penelitian-penelitian tersebut, namun hasilnya relatif sama. Dengan pertimbangan bahwa nilai SKG memiliki hubungan yang paling kuat dengan outcome, maka dalam penelitian yang menguji ICH Score pembagian nilai SKG dibuat dalam range yang besar. Nilai SKG dibagi dalam 3 kelompok 3-4, 5-12, 13-15 untuk lebih merefleksikan secara akurat pengaruh yang sangat kuat dari nilai SKG terhadap outcome. Sementara dalam penelitian yang menggunakan FUNC Score, dengan alasan kegunaan yang lebih praktis dalam klinis, hanya membagi nilai SKG dalam 2 kelompok ≥ 9 dan ≤ 8 . Dalam penelitian ini juga didapati bahwa nilai SKG mempunyai hubungan yang bermakna dengan outcome fungsional p=0,002. Dimana ada sekitar 31,3 yang mampu mencapai kemandirian fungsional untuk kelompok yang nilai SKG-nya ≥ 9, dibandingkan tidak ada seorangpun yang mampu mancapai kemandirian fungsional 0 pada kelompok yang nilai SKG-nya ≤ 8. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa nilai SKG merupakan prediktor yang kuat terhadap outcome yang dinilai dengan GOS. Pada penelitian Rost dkk 2008, gangguan kognitif sebelum terjadinya PIS merupakan prediktor klinis terhadap outcome kemandirian fungsional. Sedangkan pada penelitian ini didapati kelompok yang mengalami gangguan kognitif sebelum PIS, hanya 3,1 yang dapat mencapai kemandirian fungsional Universitas Sumatera Utara dibandingkan yang tidak mengalami gangguan kognitif ada 28,1 yang mampu mandiri secara fungsional. Namun perbedaan ini tidak signifikan setelah dianalisa secara statistik p=0,262.

IV.2.3. Nilai ICH Score sebagai prediktor outcome mortalitas