18 9.
Bila kopel mula yang dihasilkan oleh gaya F cukup besar untuk memikul
kopel beban, rotor akan berputar searah medan putar stator 10.
Perputaran rotor akan semakin meningkat hingga mendekati kecepatan
sinkron. Perbedaan kecepatan medan stator n
s
dan kecepatan rotor n
r
disebut slip s dan dinyatakan dengan
100
s r
s
× −
= n
n n
s 11.
Pada saat rotor dalam keadaan berputar, besarnya tegangan yang terinduksi pada belitan rotor akan bervariasi tergantung besarnya slip. Tegangan induksi
ini dinyatakan dengan E
2s
yang besarnya
m 2
s 2
44 4
Φ
sfN E
, =
Volt
dimana
E
2s
= tegangan induksi pada rotor dalam keadaan berputar Volt
f
2
12. Bila n
= s.f = frekuensi rotor frekuensi tegangan induksi pada rotor dalam
keadaan berputar
s
= n
r
, tegangan tidak akan terinduksi dan arus tidak akan mengalir pada belitan rotor, karenanya tidak dihasilkan kopel. Kopel ditimbulkan jika
n
r
n
s
II.5. Rangkaian Ekivalen Motor Induksi Tiga Fasa
Untuk menetukan rangkaian ekivalen dari motor induksi tiga fasa, pertama – tama perhatikan keadaan pada stator. Gelombang fluks pada celah
udara yang berputar serempak membangkitkan ggl lawan tiga fasa yang seimbang di dalam fasa – fasa stator. Besarnya tegangan terminal stator berbeda
Universitas Sumatera Utara
19
1
V
1
R
1
X
1
I
c
R
m
X
Φ
I
c
I
m
I
2
I
1
E
dengan ggl lawan sebesar jatuh tegangan pada impedansi bocor stator, sehingga dapat dinyatakan dengan persamaan 2.2.
1
V
=
1
E
+
1
I
1 1
jX R
+ Volt ………….2.2
Di mana:
1
V
= tegangan terminal stator Volt
1
E = ggl lawan yang dihasilkan oleh fluks celah udara resultanVolt
1
I
= arus stator Ampere
1
R = resistansi efektif stator Ohm
1
X = reaktansi bocor stator Ohm
Seperti halnya transformator, arus stator dapat dipecah menjadi dua komponen, komponen beban dan komponen peneralan. Komponen beban
2
I menghasilkan suatu fluks yang akan melawan fluks yang diakibatkan arus rotor.
Komponen peneralan
Φ
I
, merupakan arus stator tambahan yang diperlukan untuk menghasilkan fluks celah udara resultan. Arus peneralan dapat dipecah
menjadi komponen rugi – rugi inti
c
I yang sefasa dengan
1
E
dan komponen magnetisasi
m
I yang tertinggal dari
1
E
sebesar
° 90
. Sehingga dapat dibuat rangkaian ekivalen pada stator, seperti gambar – 2.10 di berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
20
Gambar 2.10. Rangkaian Ekivalen perfasa pada Stator
Pada rotor belitan, jika belitan yang dililit sama banyaknya dengan jumlah kutub dan fasa stator. Jumlah belitan efektif tiap fasa pada belitan stator
banyaknya a kali jumlah belitan rotor. Bandingkan efek magnetis rotor ini dengan yang terdapat pada rotor ekivalen magnetik yang mempunyai jumlah
belitan yang sama seperti stator. Untuk kecepatan dan fluks yang sama, hubungan antara tegangan
rotor
E yang diimbaskan pada rotor yang sebenarnya
dan tegangan
s
E
2
yang diimbaskan pada rotor ekivalen adalah
s
E
2
= a
rotor
E ……………..2.3
Bila rotor – rotor akan diganti secara magnetis, belitan – ampere masing – masing harus sama, dan hubungan antara arus rotor sebenarnya
rotor
I dan arus
s
I
2
pada rotor ekivalen haruslah
s
I
2
= a
I
rotor
……………….2.4 Akibatnya hubungan antara impedansi bocor frekuensi slip
S
Z
2
dari rotor ekivalen dan impedansi bocor frekuensi slip
rotor
Z dari rotor yang sebenarnya
haruslah sebagai berikut
S
Z
2
= =
S S
I E
2 2
=
rotor rotor
I E
a
2
rotor
Z a
2
Ohm …….2.5 Karena rotor terhubung singkat, hubungan fasor antara ggl frekuensi slip
s
E
2
yang dibangkitkan pada fasa patokan dari rotor patokan dan arus
s
I
2
pada fasa tersebut adalah
Universitas Sumatera Utara
21 =
S S
I E
2 2
S
Z
2
=
2
R +
2
jsX ………….2.6
Dimana
S
Z
2
= impedansi bocor rotor frekuensi slip tiap fasa berpatokan pada stator Ohm
2
R = tahanan rotor Ohm
2
sX = reaktansi bocor patokan pada frekuensi slip Ohm Reaktansi yang didapat pada persamaan 2.6 dinyatakan dalam cara yang
demikian karena sebanding dengan frekuensi rotor dan slip. Jadi
2
X didefinisikan sebagai harga yang akan dimiliki oleh reaktansi bocor pada rotor
dengan patokan pada frekuensi stator. Pada stator ada gelombang fluks yang berputar pada kecepatan sinkron.
Gelombang fluks ini akan mengimbaskan tegangan pada rotor dengan frekuensi slip sebesar
s
E
2
dan ggl lawan stator
1
E . Bila bukan karena efek kecepatan, tegangan rotor akan sama dengan tegangan stator, karena belitan rotor identik
dengan belitan stator. Karena kecepatan relatif gelombang fluks terhadap rotor adalah s kali kecepatan terhadap stator, hubungan antara ggl efektif pada stator
dan rotor adalah
s
E
2
=
1
E s
………………..2.7 Gelombang fluks magnetik pada rotor dilawan oleh fluks magnetik yang
dihasilkan komponen beban
2
I dari arus stator, dan karenanya, untuk harga efektif
s
I
2
=
2
I ..............................2.8
Universitas Sumatera Utara
22
s
E
2 1
E
2
R
2
sX
2
X
s R
2 2
R
1 1
2
− s
R
2
I
2
I
2
X
2
I
1
E
Dengan membagi persamaan 2.7 dengan persamaan 2.8 didapatkan persamaan 2.9 berikut ini :
=
S S
I E
2 2
2 1
I E
s
………………2.9
Didapat hubungan antara persamaan 2.8 dengan persamaan 2.9, yaitu
=
S S
I E
2 2
2 1
I E
s
=
2
R +
2
jsX ….2.10
Dengan membagi persamaan 2.10 dengan s, maka didapat
2 1
I E
=
s R
2
+
2
jX ……………..2.11 Dari persamaan 2.11 dapat dibuat rangkaian ekivalen untuk rotor
Dari persamaan 2.6 , 2.7 dan 2.11 maka dapat digambarkan rangkaian ekivalen pada rotor pada gambar 2.11 di bawah ini.
Gambar 2.11. Rangkaian Ekivalen Perfasa pada Rotor
s R
2
=
s R
2
+
2
R -
2
R
s R
2
=
2
R +
1 1
2
− s
R
…………….2.12
Universitas Sumatera Utara
23
1
V
1
R
1
X
1
I
c
R
m
X
Φ
I
c
I
m
I
2
I
1
E
2
sX
2
R
2
E s
2
I
1
R
1
X
c
R
m
X
2
X
s R
2 1
V
1
I
Φ
I
c
I
m
I
2
I
1
E
1
R
1
X
c
R
m
X
2
R
2
X
1 1
2
− s
R
1
V
1
I
Φ
I
c
I
m
I
2
I
1
E
Dari penjelasan mengenai rangkaian ekivalen pada stator dan rotor di atas, maka dapat dibuat rangkaian ekivalen motor induksi tiga fasa pada masing
– masing fasanya. Perhatikan gambar 2.12 .
Gambar 2.12. Rangkaian Ekivalen Perfasa Motor Induksi
Untuk mempermudah perhitungan maka rangkaian ekivalen pada gambar– 2.12 diatas dapat dilihat dari sisi stator, rangkaian ekivalen motor
induksi tiga fasa akan dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2.13. Rangkaian Ekivalen Perfasa Motor Induksi Dilihat dari Sisi Stator
Atau seperti gambar berikut.
Universitas Sumatera Utara
24
1
R
1
X
m
X
2
R
2
X
1 1
2
− s
R
1
I
Φ
I
2
I
1
E
1
V
Gambar 2.14. Rangkaian Ekivalen Perfasa Motor Induksi Dilihat dari Sisi Stator
Dimana:
2
X =
2 2
X a
2
R =
2 2
R a
Dalam teori transformator-statika, analisis rangkaian ekivalen sering disederhanakan dengan mengabaikan seluruh cabang penalaran atau melakukan
pendekatan dengan memindahkan langsung ke terminal primer. Pendekatan demikian tidak dibenarkan dalam motor induksi yang bekerja dalam keadaan
normal, karena adanya celah udara yang menjadikan perlunya suatu arus penetralan yang sangat besar 30 sampai 40 dari arus beban penuh dan
karena reaktansi bocor juga perlu lebih tinggi. Untuk itu dalam rangkaian ekivalen
c
R dapat dihilangkan diabaikan, seperti terlihat pada gambar 2.15 di bawah ini.
Gambar 2.15. Rangkaian Ekivalen Perfasa Motor Induksi Dilihat dari Sisi Stator
dengan Mengabaikan Rc
II.6. Aliran Daya Pada Motor Induksi