Analisis Perbandingan Regulasi Tegangan Generator Induksi Penguatan Sendiri Tanpa Menggunakan Kapasitor Kompensasi Dan Dengan Menggunakan Kapasitor Kompensasi (Aplikasi Pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU)

(1)

ANALISIS PERBANDINGAN REGULASI TEGANGAN GENERATOR INDUKSI PENGUATAN SENDIRI TANPA MENGGUNAKAN KAPASITOR

KOMPENSASI DAN DENGAN MENGGUNAKAN KAPASITOR KOMPENSASI

(Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU) O

L E H

NIM : 040402023 M. MUHARIADI

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

Lembar Pengesahan ANALISIS PERBANDINGAN REGULASI TEGANGAN GENERATOR INDUKSI PENGUATAN SENDIRI TANPA MENGGUNAKAN KAPASITOR KOMPENSASI DAN DENGAN MENGGUNAKAN KAPASITOR KOMPENSASI

Oleh:

040402023 M. MUHARIADI

Tugas akhir ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Teknik Elektro

Disetujui oleh Pembimbing,

NIP : 130 365 321

Ir. SUMANTRI ZULKARNAEN

Diketahui oleh :

Ketua Departemen Teknik Elektro FT USU,

NIP : 131 459 554 Ir. NASRUL ABDI, MT

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Abstrak

Regulasi tegangan adalah Persentasi kenaikan tegangan, pada kondisi eksitasi konstan ketika beban di lepas. Semakin besar regulasi tegangan maka semakin buruklah kualitas tegangan pada sisi beban dan begitu juga sebaliknya. Dalam penulisan ini, akan dibahas mengenai perbandingan regulasi tegangan yang dihasilkan generator induksi penguatan sendiri tanpa kompensasi tegangan dan generator induksi penguatan sendiri dengan kompensasi tegangan. Kompensasi tegangan ini dapat dilakukan dengan memberikan kapasitor yang di serikan di sisi stator. Untuk mendapatkan penganalisaan regulasi tegangan tersebut, maka dilakukan pengujian terhadap generator induksi. Pengujian ini dapat dilakukan pada Laboratorium Konversi Energi Listrik.


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ( i )

ABSTRAK ... ( iv )

DAFTAR ISI ... ( v )

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang ... 1

I.2. Tujuan Penulisan ... 2

I.3. Manfaat Penulisan ... 3

I.4. Batasan Masalah ... 3

I.5. Metode Penulisan ... 4

I.6. Sistematika Penulisan ... 4

BAB II MOTOR INDUKSI TIGA PHASA II.1. Umum ... 7

II.2. Konstruksi Motor Induksi Tiga Fasa ... 7

II.3. Prinsip Medan Putar ... 11

II.4. Prinsip Kerja Motor Induksi Tiga Fasa ... 15

II.5. Rangkaian Ekivalen Motor Induksi Tiga Fasa ... 18

II.6. Aliran Daya Pada Motor Induksi... 24

II.7. Torsi Motor Induksi Tiga Fasa ... 27

II.8. Efisiensi Motor Induksi Tiga Fasa ... 32


(5)

BAB III MOTOR SEBAGAI GENERATOR

III.1. Umum ... 39

III.2. Syarat-syarat Motor Induksi Tiga Phasa sebagi Generator... 44

III.3. Keuntungan Motor Induksi Sebagai Generator ... 45

BAB IV GENERATOR INDUKSI PENGUATAN SENDIRI IV.1. Umum ... 47

IV.2. Prinsip Kerja Generator Induksi Penguatan Sendiri ... 48

IV.3. Proses Pembangkitan Tegangan dan Rangkaian Ekivalen ... 49

IV.4. Aliran Daya Generator Induksi Penguatan Sendiri ... 52

IV.5. Generator Induksi Penguatan Sendiri Hubungan Short-Shunt ... 53

IV.6. Persamaan Tegangan, Arus dan Daya Pada Generator Induksi Penguatan Sendiri Hubungan Short-Shunt ... 55

BAB V PERBANDINGAN REGULASI TEGANGAN GENERATOR INDUKSI PENGUATAN SENDIRI TANPA MENGGUNAKAN KAPASITOR KOMPENSASI DAN DENGAN MENGGUNAKAN KAPASITOR KOMPENSASI V.1. Umum ... 56

V.2. Peralatan Yang Digunakan ... 56

V.3. Penentuan Besar Kapasitor Eksitasi ... 57

V.4. Percobaan Untuk Mendapatkan Parameter-Parameter Motor induksi tiga fasa ... 59

V.4.1. Percobaan Beban Nol ... 59


(6)

V.4.3. Percobaan Pengukuran Tahanan Stator (test DC) ... 61

V.5. Percobaan Motor Induksi Sebagai Generator ... 62

V.6. Percobaan Generator Induksi dengan Menggunakan Kapasitor Kompensasi ... 64

V.7. Analisa Data Percobaan ... 65

V.7.1. Perhitungan Parameter-Parameter Motor Induksi ... 65

V.7.2. Percobaan Motor Induksi Sebagai Generator ... 68

V.7.3. Percobaan Generator Induksi dengan Menggunakan Kapasitor Kompensasi ... 69

BAB V PENUTUP V.1. Kesimpulan ... 71

V.2. Saran ... 71


(7)

Abstrak

Regulasi tegangan adalah Persentasi kenaikan tegangan, pada kondisi eksitasi konstan ketika beban di lepas. Semakin besar regulasi tegangan maka semakin buruklah kualitas tegangan pada sisi beban dan begitu juga sebaliknya. Dalam penulisan ini, akan dibahas mengenai perbandingan regulasi tegangan yang dihasilkan generator induksi penguatan sendiri tanpa kompensasi tegangan dan generator induksi penguatan sendiri dengan kompensasi tegangan. Kompensasi tegangan ini dapat dilakukan dengan memberikan kapasitor yang di serikan di sisi stator. Untuk mendapatkan penganalisaan regulasi tegangan tersebut, maka dilakukan pengujian terhadap generator induksi. Pengujian ini dapat dilakukan pada Laboratorium Konversi Energi Listrik.


(8)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Mesin induksi dapat dioperasikan sebagai motor maupun sebagai generator. Namun, sedikit sekali masalah generator induksi ditulis sebagai subjek. Alasannya adalah karena generator induksi tidak mampu mengendalikan tegangan dan frekuensi pada kondisi berbeban dan kecepatan perputaran yang berubah. Sehingga dari salah satu penyebabnya tersebut, generator sinkron selalu digunakan dalam unit-unit pembangkit tenaga listrik.

Namun, akhir-akhir ini karena cadangan sumber energi yang tak terbarukan seperti minyak, gas bumi, batubara dan lain-lain dirasakan semakin menipis, maka pengembangan generator induksi penguatan sendiri yang digerakkan oleh energi angin, pembangkit mikrohidro, biogas dan lain-lain mulai menjadi semakin mendapat perhatian yang nyata. Selain itu, keuntungan lain dari mesin ini adalah konstuksinya kokoh, biaya pemeliharaan yang rendah, tidak membutuhkan penguatan dc.

Eksitasi generator induksi penguatan sendiri diperoleh dari kapasitor yang dihubungkan dengan terminal stator generator. Kapasitor ini berfungsi sebagai pembangkit daya reaktif untuk menghasilkan fluksi magnetisasi di celah udara. Jadi tanpa adanya daya reaktif untuk kebutuhan arus eksitasi, kerja mesin induksi sebagai generator tidak mungkin terlaksana.

Konfigurasi rangkaian generator induksi penguatan sendiri yang lain adalah dengan kompensasi tegangan keluaran. Kompensasi tegangan keluaran didapat dari pemasangan kapasitor yang dihubungkan secara seri di sisi stator


(9)

yang analisisnya diteliti menggunakan rangkaian ekivalen perfasa dengan metode impedansi loop.

Pembebanan pada generator induksi menyebabkan terjadinya jatuh tegangan pada generator tersebut, sehingga penyaluran tegangan ke beban tidak sesuai dengan yang diharapkan. Ukuran untuk mengetahui besarnya jatuh tegangan tersebut adalah Regulasi Tegangan. Oleh karena itu, dalam penulisan ini dilakukan penelitian terhadap jatuh tegangan pada generator penguatan sendiri dan menganalisa jatuh tegangan pada generator tersebut bila ditambahkan kapasitor kompensasi. Kemudian membandingkan jatuh tegangan dari kedua konfigurasi tersebut. Dengan tujuan untuk mendapatkan regulasi tegangan yang terbaik.

I.2. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan tugas akhir ini adalah :

1. Mengetahui pengaruh kapasitor kompensasi terhadap tegangan pada generator induksi penguatan sendiri.

2. Mengetahui perbandingan regulasi tegangan antara generator induksi penguatan sendiri tanpa menggunakan kapasitor kompensasi dan dengan menggunakan kapasitor kompensasi.


(10)

I.3. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan tugas akhir ini adalah :

Memberikan informasi kepada penulis dan pembaca mengenai perbandingan regulasi tegangan antara generator induksi penguatan sendiri dengan kapasitor kompensasi dan tanpa kapasitor kompensasi.

1. Mengetahui besar nilai kapasitor yang akan disuplai pada generator induksi untuk membangkitkan arus eksitasi yang diperlukan.

2. Menambah aplikasi-aplikasi pada laboratorium konversi energi listrik.

I.4. Batasan Masalah

Agar tujuan penulisan tugas akhir ini sesuai dengan yang diharapkan serta terfokus pada judul dan bidang yang telah disebutkan di atas, maka penulis membatasi permasalahan yang akan dibahas pada :

1. Hanya menganalisa perbandingan regulasi tegangan generator induksi tanpa menggunakan kapasitor kompensasi dan dengan menggunakan kapasitor kompensasi.

2. Analisa dilakukan dalam kondisi steady state

3. Hanya menganalisa hubungan Short-Shunt untuk generator induksi penguatan sendiri yang menggunakan kapasitor kompensasi.

4. Rugi inti, gesek dan angin diabaikan.

5. Kapasitor eksitasi yang digunakan adalah hubungan Delta (∆) 6. Tidak membahas tentang pengaturan


(11)

8. Analisa perhitungan berdasarkan peralatan yang tersedia di Laboratorium Konversi Energi Listrik.

I.5. Metode Penulisan

Untuk dapat menyelesaikan tugas akhir ini maka penulis menerapkan beberapa metode studi diantaranya :

1. Studi literatur yaitu dengan membaca teori-teori yang berkaitan dengan topik tugas akhir ini dari buku-buku referensi baik yang dimiliki oleh penulis atau di perpustakaan dan juga dari artikel-artikel, jurnal, internet dan lain-lain

2. Studi lapangan yaitu dengan melaksanakan percobaan di Laboratorium Konversi Energi Listrik FT USU

3. Studi bimbingan yaitu dengan melakukan diskusi tentang topik tugas akhir ini dengan dosen pembimbing yang telah ditunjuk oleh pihak departemen Teknik Elektro USU, dengan dosen-dosen bidang Konversi Energi Listrik, asisten Laboratorium Konversi Energi Listrik dan teman-teman sesama mahasiswa.

I.6. Sistematika Penulisan

Tugas akhir ini disusun berdasarkan sistematika penulisan sebagai berikut. BAB I :. PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, tujuan penulisan, , manfaat penulisan, batasan masalah, metode dan sistematika penulisan.


(12)

BAB II.: MOTOR INDUKSI TIGA FASA

Bab ini menjelaskan tentang motor induksi tiga fasa secara umum, konstruksi motor induksi tiga fasa, prinsip medan putar, prinsip kerja motor induksi tiga fasa, rangkaian ekivalen motor induksi tiga fasa, torsi motor induksi tiga fasa, aliran daya motor induksi tiga fasa, effisiensi motor induksi tiga fasa dan penentuan parameter motor induksi.

BAB III : MOTOR INDUKSI SEBAGAI GENERATOR

Bab ini menjelaskan tentang motor induksi sebagai generator secara umum, syarat-syarat motor induksi tiga fasa sebagai generator, keuntungan motor induksi tiga fasa sebagai generator.

BAB IV : GENERATOR INDUKSI PENGUATAN SENDIRI

Bab ini menjelaskan tentang generator induksi penguatan sendiri secara umum, prinsip kerja generator induksi penguatan sendiri, proses pembangkitan tegangan dan rangkaian ekivalen, aliran daya generator induksi penguatan sendiri, generator induksi penguatan sendiri hubungan short-shunt, persamaan tegangan, arus dan daya pada generator induksi penguatan sendiri hubungan short-shunt.

BAB V : PERBANDINGAN REGULASI TEGANGAN GENERATOR INDUKSI PENGUATAN SENDIRI TANPA MENGGUNAKAN KAPASITOR KOMPENSASI DAN DENGAN MENGGUNAKAN KAPASITOR KOMPENSASI

Bab ini menjelaskan tentang penerapan perhitungan regulasi tegangan generator induksi penguatan sendiri tanpa menggunakan kapasitor


(13)

kompensasi dan dengan menggunakan kapasitor kompensasi yaitu dengan melaksanakan percobaan pada generator induksi di Laboratorium Konversi Energi Listrik Departemen Teknik Elektro FT USU.

BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan dan saran yang diperoleh dari hasil percobaan


(14)

BAB II

MOTOR INDUKSI TIGA FASA

II.1. Umum

Motor induksi merupakan motor arus bolak-balik (AC) yang paling luas digunakan dan dapat dijumpai dalam setiap aplikasi industri maupun rumah tangga. Pada motor ini putaran rotornya tidak sama dengan putaran medan stator, dengan kata lain putaran rotor dengan putaran medan pada stator terdapat selisih putaran yang disebut slip.

Motor ini memiliki konstruksi yang kuat, sederhana, handal, serta berbiaya murah. Di samping itu motor ini juga memiliki effisiensi yang tinggi saat berbeban penuh, tidak membutuhkan perawatan yang banyak dan dapat dihubungkan langsung ke sumber daya tiga fasa. Akan tetapi jika dibandingkan dengan motor DC, motor induksi masih memiliki kelemahan dalam hal pengaturan kecepatan. Dimana pada motor induksi pengaturan kecepatan sangat sukar untuk dilakukan, sementara pada motor DC hal yang sama tidak dijumpai.

II.2. Konstruksi Motor Induksi Tiga Fasa

Motor induksi tiga fasa memiliki dua komponen dasar yaitu stator dan rotor, bagian stator dipisahkan dengan bagian rotor oleh celah udara yang sempit (air gap) dengan jarak antara 0,4 mm sampai 4 mm. Bagian stator terdiri atas tumpukan laminasi inti yang memiliki alur yang menjadi tempat belitan dililitkan yang berbentuk silindris. Alur pada tumpukan laminasi inti diisolasi dengan kertas (Gambar 2.1.(b)). tiap elemen laminasi inti dibentuk dari lembaran besi (Gambar 2.1.(a)). Tiap lembaran besi tersebut memiliki beberapa alur dan


(15)

beberapa lubang pengikat untuk menyatukan inti. Tiap belitan tersebar dalam alur yang disebut belitan fasa dimana untuk motor tiga fasa, belitan tersebut terpisah secara listrik sebesar 120o

(a) (b)

. Kawat belitan yang digunakan terbuat dari tembaga yang dilapis dengan isolasi tipis. Kemudian tumpukan inti dan belitan stator diletakkan dalam cangkang silindris (Gambar 2.1.(c)). Berikut ini contoh lempengan laminasi inti, lempengan inti yang telah disatukan, belitan stator yang telah dilekatkan pada cangkang luar untuk motor induksi tiga fasa.

(c)

Gambar 2.1. Komponen Stator Motor Induksi Tiga Fasa, (a) Lempengan Inti, (b) Tumpukan Inti dengan Kertas Isolasi pada Beberapa Alurnya, (c) Tumpukan Inti dan Belitan Dalam Cangkang Stator.


(16)

Rotor motor induk si tiga fasa dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu rotor sangkar (squirrel cage rotor) dan rotor belitan (wound rotor). Rotor sangkar terdiri dari susunan batang konduktor yang dibentangkan ke dalam slot – slot yang terdapat pada permukaan rotor dan tiap – tiap ujungnya dihubung singkat dengan menggunakan shorting rings.

Batang rotor dan cincin ujung motor sangkar yang lebih kecil adalah coran tembaga atau aluminium dalam satu lempeng pada inti rotor. Dalam motor yang lebih besar, batang rotor tidak dicor melainkan dibenamkan ke dalam alur rotor dan kemudian dilas dengan kuat ke cincin ujung. Batang rotor motor sangkar tidak selalu ditempatkan paralel terhadap poros motor tetapi kerapkali dimiringkan. Hal ini akan menghasilkan torsi yang lebih seragam dan juga mengurangi derau dengung magnetik sewaktu motor sedang berputar.

Pada ujung cincin penutup dilekatkan sirip yang berfungsi sebagai pendingin. Rotor jenis rotor sangkar standar tidak terisolasi, karena batangan membawa arus yang besar pada tegangan rendah. Motor induksi dengan rotor sangkar ditunjukkan pada Gambar 2.2

(a) (b)

Gambar 2.2. Rotor Sangkar, (a) Tipikal Rotor Sangkar, (b) Bagian-Bagian Rotor Sangkar


(17)

(a) (b)

Gambar 2.3. (a) Konstruksi Motor Induksi Rotor Sangkar Ukuran Kecil, (b) Konstruksi Motor Induksi Rotor Sangkar Ukuran Besar Untuk motor induksi rotor belitan berbeda dengan motor rotor sangkar dalam hal konstruksi rotornya. Seperti namanya, rotor dililit dengan belitan terisolasi serupa dengan belitan stator. Belitan fasa rotor dihubungkan secara Υ dan masing – masing fasa ujung terbuka yang dikeluarkan ke cincin slip yang terpasang pada poros rotor. Secara skematik dapat dilihat pada gambar 2.4. Dari gambar ini dapat dilihat bahwa cincin slip dan sikat semata – mata merupakan penghubung tahanan kendali variabel luar ke dalam rangkaian rotor.


(18)

Pada motor ini, cincin slip yang terhubung ke sebuah tahanan variabel eksternal yang berfunsi membatasi arus pengasutan dan yang bertanggung jawab terhadap pemanasan rotor. Selama pengasutan, penambahan tahanan eksternal pada rangkaian rotor belitan menghasilkan torsi pengasutan yang lebih besar dengan arus pengasutan yang lebih kecil dibanding dengan rotor sangkar. Konstruksi motor tiga fasa rotor belitan ditunjukkan pada gambar 2.5 di bawah ini.

(a) (b)

Gambar 2.5. (a) Rotor Belitan, (b) Konstruksi Motor Induksi Tiga Fasa dengan Rotor Belitan

II.3. Prinsip Medan Putar

Apabila belitan stator dihubungkan dengan catu daya tiga fasa maka akan dihasilkan medan magnet yang berputar. Medan magnet ini dibentuk oleh kutub – kutubnya yang berada pada posisi yang tidak tetap pada stator tetapi berubah – ubah mengelilingi stator. Adapun magnitud dari medan putar ini selalu tetap

yaitu sebesar 1.5 Φm dimana Φm

Untuk melihat bagaimana medan putar dibangkitkan, maka dapat diambil contoh pada motor induksi tiga fasa dengan jumlah kutub dua. Dimana ke-tiga fasanya R,S,T disuplai dengan sumber tegangan tiga fasa, dan arus pada fasa ini


(19)

ditunjukkan sebagai IR, IS, dan IT, maka fluks yang dihasilkan oleh arus – arus ini adalah :

ΦR = Φm sin ωt ...( 2.1a )

ΦS = Φm sin (ωt – 120o)...( 2.1b )

ΦT = Φm sin (ωt – 240o

Gambar 2.6. Gambar 2.7.

Arus Tiga Fasa Setimbang Diagram Phasor Fluksi Tiga Fasa Setimbang )...( 2.1c )

(a) (b)

(c) (d) Gambar 2.8


(20)

(a). Pada keadaan 1 ( gambar 2.8 ), ωt = 0 ; arus dalam fasa R bernilai nol sedangkan besarnya arus pada fasa S dan fasa T memiliki nilai yang sama dan arahnya berlawanan. Dalam keadaan seperti ini arus sedang mengalir ke luar dari konduktor sebelah atas dan memasuki konduktor sebelah bawah. Sementara resultan fluks yang dihasilkan memiliki besar yang konstan yaitu sebesar 1,5 Φm

Φ

dan dibuktikan sebagai berikut :

R = 0 ; ΦS = Φm sin ( -120o

2 3

) = Φm

;

ΦT = Φm sin ( -240o

2 3 ) = Φm

Oleh karena itu resultan fluks, Φr adalah jumlah phasor dari ΦT dan – ΦS

Sehinngga resultan fluks, Φr

2 3

= 2 x Φm cos 30o = 1,5 Φm

(b). Pada keadaan 2, arus bernilai maksimum negatif pada fasa S, sedangkan pada R dan fasa T bernilai 0,5 maksimum pada fasa R dan fasa T, dan pada saat in i ωt = 3 0o

Φ

, oleh karena itu fluks yang diberikan oleh masing – masing fasa :

R = Φm sin ( -120o) = 0,5 Φm ΦS= Φm sin ( -90o ) = - Φm ΦT = Φm sin (-210o) = 0,5 Φ

Maka jumlah phasor Φ

m

R dan - ΦT adalah = Φr’ = 2 x 0,5 Φm cos 60 = 0,5


(21)

Sehingga resultan fluks Φr= 0,5 Φm + Φm = 1,5 Φm.

Dari gambar diagram phasor tersebut dapat dilihat bahwa resultan fluks berpindah sejauh 30o dari posisi pertama.

(c). Pada keadaan ini ωt = 60o, arus pada fasa R dan fasa T memiliki besar yang

sama dan arahnya berlawanan ( 0,866 Φm

Φ

), oleh karena itu fluks yang diberikan oleh masing – masing fasa :

R = Φm sin ( 60o

2 3

) = Φm

ΦS= Φm sin ( -60o

2 3

) = Φm

ΦT = Φm sin ( -180o ) = 0

Maka magnitud dari fluks resultan : Φr

2 3

= 2 x Φm cos 30o = 1,5 Φm

Dari gambar diagram phasor tersebut dapat dilihat bahwa resultan fluks berpindah sejauh 60o dari posisi pertama.

(d). Pada keadaan ini ωt = 90o, arus pada fasa R maksimum ( positif), dan arus pada fasa S dan fasa T = 0,5 Φm

Φ

, oleh karena itu fluks yang diberikan oleh masing – masing fasa

R = Φm sin ( 90o) = Φ

Φ

m

S= Φm sin ( -30o ) = - 0,5 Φm ΦT = Φm sin (-150o) = - 0,5 Φm

Maka jumlah phasor - ΦT dan – ΦS adalah = Φr’ = 2 x 0,5 Φm cos 60 =


(22)

Sehingga resultan fluks Φr= 0,5 Φm + Φm = 1,5 Φm.

Dari gambar diagram phasor tersebut dapat dilihat bahwa resultan fluks berpindah sejauh 90o

II.4. Prinsip Kerja Motor Induksi Tiga Fasa dari posisi pertama.

Jika pada belitan stator diberi tegangan tiga fasa, maka pada stator akan dihasilkan arus tiga fasa, arus ini menghasilkan medan magnetik yang berputar dengan kecepatan sinkron. Ketika medan melewati konduktor rotor, dalam konduktor ini diinduksikan ggl yang sama seperti ggl yang diinduksikan dalam belitan sekunder transformator oleh fluksi arus primer. Rangkaian rotor merupakan rangkaian tertutup, baik melalui cincin ujung atau tahanan luar, ggl induksi menyebabkan arus mengalir dalam konduktor rotor. Jadi arus yang mengalir pada konduktor rotor dalam medan magnet yang dihasilkan stator akan menghasilkan gaya (F) yang bekerja pada rotor.

Gambar – 2.9 di bawah ini menggambarkan penampang stator dan rotor motor induksi, dengan medan magnet diumpamakan berputar searah jarum jam dan dengan statornya diam seperti pada saat start.


(23)

Gambar 2.9. Penampang Rotor dan Stator Motor Induksi Memperlihatkan Medan Magnet Dalam Celah Udara

Untuk arah fluksi dan gerak yang ditunjukkan gambar 2.9, penggunaan aturan tangan kanan fleming bahwa arah arus induksi dalam konduktor rotor menuju pembaca. Pada kondisi seperti itu, dengan konduktor yang mengalirkan arus berada dalam medan magnet seperti yang ditunjukkan, gaya pada konduktor mengarah ke atas karena medan magnet di bawah konduktor lebih kuat dari pada medan di atasnya. Agar sederhana, hanya satu konduktor rotor yang diperlihatkan. Tetapi, konduktor – konduktor rotor yang berdekatan lainnya dalam medan stator juga mengalirkan arus dalam arah seperti pada konduktor yang ditunjukkan, dan juga mempunyai suatu gaya ke arah atas yang dikerahkan pada mereka. Pada setengah siklus berikutnya, arah medan stator akan dibalik, tetapi arus rotor juga akan dibalik, sehingga gaya pada rotor tetap ke atas. Demikian pula konduktor rotor di bawah kutup – kutup medan stator lain akan mempunyai gaya yang semuanya cenderung memutarkan rotor searah jarum jam. Jika kopel yang dihasilkan cukup besar untuk mengatasi kopel beban yang menahan, motor akan melakukan percepatan searah jarum jam atau dalam arah yang sama dengan perputaran medan magnet stator.

Untuk memperjelas prinsip kerja motor induksi maka dapat dijabarkan langkah-langkah untuk menjalankan motor induksi adalah sebagai berikut : 1. Apabila belitan stator dihubungkan dengan sumber tegangan tiga fasa yang

setimbang maka akan dihasilkan arus pada tiap belitan fasa.

2. Arus pada tiap fasa menghasilkan fluksi bolak-balik yang berubah-ubah 3. Amplitudo fluksi yang dihasilkan berubah secara sinusoidal dan arahnya


(24)

4. Akibat fluksi yang berputar timbul ggl pada stator motor yang besarnya adalah

e1

dt d

N Φ

− 1

= ( Volt )

atau E1 =4,44fN1Φ ( Volt )

5. Penjumlahan ketiga fluksi bolak-balik tersebut disebut medan putar yang berputar dengan kecepatan sinkron ns, besarnya nilai ns

p f ns =120×

ditentukan oleh jumlah kutub p dan frekuensi stator f yang dirumuskan dengan

( rpm )

6. Fluksi yang berputar tersebut akan memotong batang konduktor pada rotor. Akibatnya pada belitan rotor timbul tegangan induksi (ggl) sebesar E2

yang besarnya

m 2 2 444fN Φ

E = , ( Volt )

dimana :

E2 = Tegangan induksi pada rotor saat rotor dalam keadaan diam (Volt) N2 = Jumlah belitan belitan rotor

Фm

7. Karena belitan rotor merupakan rangkaian tertutup, maka ggl tersebut akan menghasilkan arus I

= Fluksi maksimum(Wb)

8. Adanya arus I 2

2 di dalam medan magnet akan menimbulkan gaya F pada rotor


(25)

9. Bila kopel mula yang dihasilkan oleh gaya F cukup besar untuk memikul kopel beban, rotor akan berputar searah medan putar stator

10.Perputaran rotor akan semakin meningkat hingga mendekati kecepatan sinkron. Perbedaan kecepatan medan stator (ns) dan kecepatan rotor (nr

) disebut slip (s) dan dinyatakan dengan

% 100 s

r s − × =

n n n s

11.Pada saat rotor dalam keadaan berputar, besarnya tegangan yang terinduksi pada belitan rotor akan bervariasi tergantung besarnya slip. Tegangan induksi ini dinyatakan dengan E2s

yang besarnya

m 2 s

2 444sfN Φ

E = , ( Volt )

dimana

E2s = tegangan induksi pada rotor dalam keadaan berputar (Volt) f2

12.Bila n

= s.f = frekuensi rotor (frekuensi tegangan induksi pada rotor dalam keadaan berputar)

s = nr, tegangan tidak akan terinduksi dan arus tidak akan mengalir pada belitan rotor, karenanya tidak dihasilkan kopel. Kopel ditimbulkan jika nr < ns

II.5. Rangkaian Ekivalen Motor Induksi Tiga Fasa

Untuk menetukan rangkaian ekivalen dari motor induksi tiga fasa, pertama – tama perhatikan keadaan pada stator. Gelombang fluks pada celah udara yang berputar serempak membangkitkan ggl lawan tiga fasa yang seimbang di dalam fasa – fasa stator. Besarnya tegangan terminal stator berbeda


(26)

1 V

1 R

1 X 1

I

c

R Xm

Φ I

c

I Im

2 I

1 E

dengan ggl lawan sebesar jatuh tegangan pada impedansi bocor stator, sehingga dapat dinyatakan dengan persamaan 2.2.

1

V = E1 + I1( R1 + jX1 ) Volt ………….(2.2)

Di mana: V1 = tegangan terminal stator (Volt)

1

E = ggl lawan yang dihasilkan oleh fluks celah udara

resultan(Volt)

1

I = arus stator (Ampere)

1

R = resistansi efektif stator (Ohm)

1

X = reaktansi bocor stator (Ohm)

Seperti halnya transformator, arus stator dapat dipecah menjadi dua komponen, komponen beban dan komponen peneralan. Komponen beban I 2

menghasilkan suatu fluks yang akan melawan fluks yang diakibatkan arus rotor. Komponen peneralan IΦ , merupakan arus stator tambahan yang diperlukan untuk menghasilkan fluks celah udara resultan. Arus peneralan dapat dipecah menjadi komponen rugi – rugi inti I yang sefasa dengan c E1 dan komponen magnetisasi I yang tertinggal dari m E1 sebesar 90°. Sehingga dapat dibuat rangkaian ekivalen pada stator, seperti gambar – 2.10 di berikut ini.


(27)

Gambar 2.10. Rangkaian Ekivalen perfasa pada Stator

Pada rotor belitan, jika belitan yang dililit sama banyaknya dengan jumlah kutub dan fasa stator. Jumlah belitan efektif tiap fasa pada belitan stator banyaknya a kali jumlah belitan rotor. Bandingkan efek magnetis rotor ini dengan yang terdapat pada rotor ekivalen magnetik yang mempunyai jumlah belitan yang sama seperti stator. Untuk kecepatan dan fluks yang sama, hubungan antara tegangan Erotor yang diimbaskan pada rotor yang sebenarnya dan tegangan E2s yang diimbaskan pada rotor ekivalen adalah

s

E2 = aErotor………..(2.3)

Bila rotor – rotor akan diganti secara magnetis, belitan – ampere masing – masing harus sama, dan hubungan antara arus rotor sebenarnya Irotor dan arus

s

I2 pada rotor ekivalen haruslah

s

I2 =

a Irotor

……….(2.4)

Akibatnya hubungan antara impedansi bocor frekuensi slip Z2S dari rotor ekivalen dan impedansi bocor frekuensi slip Zrotor dari rotor yang sebenarnya haruslah sebagai berikut

Z2S= = S

S

I E

2 2

= rotor

rotor

I E a2

rotor Z

a2 ( Ohm )…….(2.5)

Karena rotor terhubung singkat, hubungan fasor antara ggl frekuensi slip

s

E2 yang dibangkitkan pada fasa patokan dari rotor patokan dan arus I2s pada fasa tersebut adalah


(28)

= S

S

I E

2 2

S

Z2 = R + 2 jsX ………….(2.6) 2

Dimana

S

Z2 = impedansi bocor rotor frekuensi slip tiap fasa berpatokan pada stator (Ohm)

2

R = tahanan rotor (Ohm)

2

sX = reaktansi bocor patokan pada frekuensi slip (Ohm)

Reaktansi yang didapat pada persamaan (2.6) dinyatakan dalam cara yang demikian karena sebanding dengan frekuensi rotor dan slip. Jadi X 2

didefinisikan sebagai harga yang akan dimiliki oleh reaktansi bocor pada rotor dengan patokan pada frekuensi stator.

Pada stator ada gelombang fluks yang berputar pada kecepatan sinkron. Gelombang fluks ini akan mengimbaskan tegangan pada rotor dengan frekuensi slip sebesar E2s dan ggl lawan stator E . Bila bukan karena efek kecepatan, 1 tegangan rotor akan sama dengan tegangan stator, karena belitan rotor identik dengan belitan stator. Karena kecepatan relatif gelombang fluks terhadap rotor adalah s kali kecepatan terhadap stator, hubungan antara ggl efektif pada stator dan rotor adalah

s

E2 = sE1………..(2.7)

Gelombang fluks magnetik pada rotor dilawan oleh fluks magnetik yang dihasilkan komponen beban I dari arus stator, dan karenanya, untuk harga 2 efektif

s


(29)

s

E2 E1

2 R 2 sX 2 X s R2 2 R ) 1 1 ( 2 − s R 2

I I2

2 X 2 I 1 E

Dengan membagi persamaan (2.7) dengan persamaan (2.8) didapatkan persamaan 2.9 berikut ini :

= S S I E 2 2 2 1 I E s ………(2.9)

Didapat hubungan antara persamaan (2.8) dengan persamaan (2.9), yaitu

= S S I E 2 2 2 1 I E s

= R + 2 jsX ….(2.10) 2

Dengan membagi persamaan (2.10) dengan s, maka didapat

2 1 I E = s R2

+ jX ………..(2.11) 2

Dari persamaan (2.11) dapat dibuat rangkaian ekivalen untuk rotor

Dari persamaan (2.6) , (2.7) dan (2.11) maka dapat digambarkan rangkaian ekivalen pada rotor pada gambar 2.11 di bawah ini.

Gambar 2.11. Rangkaian Ekivalen Perfasa pada Rotor

s R2

= s R2

+ R - 2 R 2

s R2

= R + 2 2(1−1)

s


(30)

1 V 1 R 1 X 1 I c

R Xm

Φ I

c

I Im

2 ' I 1 E 2 sX 2 R 2 E s 2 I 1

R X1

c R m X ' 2 X s R2'

1 V 1 I Φ I c I m I 2 ' I 1 E 1

R X1

c R m X 2 ' R ' 2 X ) 1 1 ( ' 2 − s R 1 V 1 I Φ I c I m I 2 ' I 1 E

Dari penjelasan mengenai rangkaian ekivalen pada stator dan rotor di atas, maka dapat dibuat rangkaian ekivalen motor induksi tiga fasa pada masing – masing fasanya. Perhatikan gambar 2.12 .

Gambar 2.12. Rangkaian Ekivalen Perfasa Motor Induksi

Untuk mempermudah perhitungan maka rangkaian ekivalen pada gambar– 2.12 diatas dapat dilihat dari sisi stator, rangkaian ekivalen motor induksi tiga fasa akan dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 2.13. Rangkaian Ekivalen Perfasa Motor Induksi Dilihat dari Sisi Stator Atau seperti gambar berikut.


(31)

1

R X1

m X

2 ' R '

2 X

) 1 1 (

' 2 −

s R 1

I

Φ I

2

'

I

1 E 1

V

Gambar 2.14. Rangkaian Ekivalen Perfasa Motor Induksi Dilihat dari Sisi Stator Dimana:

2 '

X = a2X2

2 '

R = a2R2

Dalam teori transformator-statika, analisis rangkaian ekivalen sering disederhanakan dengan mengabaikan seluruh cabang penalaran atau melakukan pendekatan dengan memindahkan langsung ke terminal primer. Pendekatan demikian tidak dibenarkan dalam motor induksi yang bekerja dalam keadaan normal, karena adanya celah udara yang menjadikan perlunya suatu arus penetralan yang sangat besar (30% sampai 40% dari arus beban penuh) dan karena reaktansi bocor juga perlu lebih tinggi. Untuk itu dalam rangkaian ekivalen R dapat dihilangkan (diabaikan), seperti terlihat pada gambar 2.15 di c

bawah ini.

Gambar 2.15. Rangkaian Ekivalen Perfasa Motor Induksi Dilihat dari Sisi Stator dengan Mengabaikan Rc


(32)

r oad out τl ϖ

P =

θ

cos . L L

in 3V I

P =

Daya celah udara

AG

P Pconv

SLL

P

P

Pada motor induksi, tidak ada sumber listrik yang langsung terhubung ke rotor, sehingga daya yang melewati celah udara sama dengan daya yang diinputkan ke rotor.

Daya total yang dimasukkan pada belitan stator (Pin

θ cos 1 1 in 3V I P =

) dirumuskan dengan

( Watt )...(2.13)

Dimana :

V1 = tegangan sumber (Volt) I1 = arus masukan(Ampere)

θ = perbedaan sudut fasa antara arus masukan dengan tegangan sumber.

Sebelum daya ditransfer melalui celah udara, motor induksi mengalami rugi-rugi berupa rugi-rugi tembaga stator (PSCL) dan rugi-rugi inti stator (PC). Daya yang ditransfer melalui celah udara (PAG) sama dengan penjumlahan rugi-rugi tembaga rotor (PRCL) dan daya yang dikonversi (Pconv

conv RCL

AG P P

P = +

). Daya yang melalui celah udara ini sering juga disebut sebagai daya input rotor.

(Watt)...(2.14)

AG

P

( )

( )

' '

' ' 2 2 2 2 2 2 3

3 I R

s R I = = +

( )

s s R

I' ' (1− )

3 2 2 2 ...(2.15) Diagram aliran daya motor induksi dapat dilihat pada Gambar 2.16 di bawah ini.


(33)

Gambar 2.16 Aliran Daya Motor Induksi. Dimana : - PSCL= rugi – rugi tembaga pada belitan stator (Watt)

- PC = rugi – rugi inti pada stator (Watt)

- PAG= daya yang ditranfer melalui celah udara (Watt) - PRCL= rugi – rugi tembaga pada belitan rotor (Watt) - PG+A= rugi – rugi gesek + angin (Watt)

- PSLL = stray losses (Watt)

- PCONV= daya mekanis keluaran (output) (Watt)

Hubungan antara rugi-rugi tembaga rotor dan daya mekanis dengan daya masukan rotor dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :

PRCL =3

( )

I2' 2R2' = sPAG ( Watt )...(2.16)

( )

' AG

2 2

' 2

conv (1 )

) 1 (

3 R s P

s s I

P = − = − ( Watt )...(2.17)

Dari gambar 2.16 dapat dilihat bahwa motor induksi juga mengalami rugi-rugi gesek + angin (PG&A), sehingga daya mekanis keluaran sama dengan daya yang dikonversi (Pconv) dikurangi rugi-rugi gesek + angin.

Pout = Pconv – PG&A

Secara umum, perbandingan komponen daya pada motor induksi dapat dijabarkan dalam bentuk slip yaitu :


(34)

PAG : PRCL : Pconv

II.7. Torsi Motor Induksi Tiga Fasa

= 1 : s : 1 – s

Dari rangkaian ekivalen dan diagram aliran daya motor induksi tiga fasa yang telah diperoleh sebelumnya dapat diturunkan suatu rumusan unum untuk torsi induksi sebagai fungsi dari kecepatan. Torsi motor induksi diberikan oleh persamaan:

τind m conv P

ω

= ...(2.18)

τind

sync AG P ω

= ...(2.19)

Persamaan yang terakhir di atas sangat berguna, karena kecepatan sinkron selalu bernilai konstan untuk tiap – tiap frekuensi dan jumlah kutub yang diberikan motor. Karena kecepatan sinkron selalu tetap, maka daya pada celah udara akan menentukan besar torsi induksi pada motor.

Meskipun terdapat berbagai cara menyelesaikan rangkaian seperti gambar 2.15, untuk menentukan besarnya arus I2

Agar dapat menghitung ekivalen Thevenin dari sisi input rangkaian ekivalen motor induksi, pertama – tama terminal X’s dihubung buka (open -

circuit ), kemudian tegangan open circuit di terminal tersebut ditentukan. Untuk

menentukan impedansi Thevenin, maka tegangan fasa dihubung singkat ( short –

circuit ) dan Z

, kemungkinan penyelesaian yang paling mudah dapat dilakukan dengan menentukan rangkaian ekivalen Thevenin dari gambar tersebut.


(35)

(

)

2 1

2

1 M

M

X X R

X

+ +

M M

X X

X

+

1

Gambar 2.17. Tegangan Ekivalen Thevenin pada Sisi Rangkaian Input

Dari gambar 2.17 ditunjukkan bahwa terminal di open – circuit untuk mendapatkan tegangan ekivalen Thevenin. Oleh karena itu dengan aturan pembagi tegangan diperoleh :

TH V = V1

1 M

M Z Z

Z + TH

V

= V1

M 1

1

M jX jX R

jX + +

Magnitud dari tegangan Thevenin VTH adalah :

TH

V = V1 ...(2.20)

Karena reaktansi magnetisasi XM >> X1 dan XM >> R1, harga pendekatan dari magnitud tegangan ekivalen Thevenin :

TH


(36)

Gambar 2.18 menunjukkan tegangan input dihubung singkat. Impedansi ekivalen Thevenin dibentuk oleh impedansi paralel yang terdapat pada rangkaian.

Gambar 2.18. Impedansi Ekivalen Thevenin pada Sisi Rangkaian Input Impedansi Thevenin ZTH diberikan oleh :

ZTH

M 1

M 1

Z Z

Z Z

+

=

ZTH = RTH + jXTH

(

)

(

1 M

)

1

1 1 M

X X j R

jX R jX

+

+ +

= ...(2.22)

Karena XM >> X1 dan XM + X1 >> R1

R

, tahanan dan reaktansi Thevenin secara pendekatan diberikan oleh :

TH R1 XTH X

Gambar di bawah menunjukkan rangkaian ekivalen Thevenin : 1


(37)

Gambar 2.19. Rangkaian Ekivalen Thevenin Motor Induksi Dari gambar di atas arus I2

2 I

diberikan oleh :

= 2 Z Z V TH TH

+ ; I2 =

2 2 /s jX jX

R R V TH TH TH + + +

Magnitud dari arus

2 I =

(

) (

)

2

1 2

2/s X X

R R V TH TH TH + + + ...(2.23) Daya pada celah udara diberikan oleh :

PAG = 3 I2 2

s R2

; PAG

(

) (

)

[

2

]

2 2 2 2 2 / 3 X X R R s R V TH TH TH + + +

= ...(2.24)

Sedangkan torsi induksi pada rotor

τind

sync AG P ω

= ; τind

(

) (

)

[

2

]

2 2 2 2 2 / 3 X X R R s R V TH TH sync TH + + +

ω

= ...(2.25)

Gambar kurva torsi kecepatan (slip) pada motor induksi ditunjukkan pada gambar 2.20


(38)

Gambar 2.20

Karakteristik torsi – slip pada motor induksi

Sedangkan kurva torsi - kecepatan motor induksi yang menunjukkan kecepatan di luar daerah operasi normal ditunjukkan pada gambar 2.21

Gambar 2.21

Karakteristik torsi – putaran pada motor induksi pada berbagai daerah operasi

Dari kedua kurva karakteristik torsi motor induksi di atas dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Torsi motor induksi akan bernilai nol pada saat kecepatan sinkron

2. kurva torsi – kecepatan mendekati linear di antara beban nol dan beban penuh. Dalam daerah ini, tahanan rotor jauh lebih besar dari reaktansi rotor, oleh karena itu arus rotor, medan magnet rotor, dan torsi induksi meningkat secara linear dengan peningkatan slip.


(39)

3. Akan terdapat torsi maksimum yang tak mungkin akan dapat dilampaui. Torsi ini disebut juga dengan pull – out torque atau break down torque, yang besarnya 2 – 3 kali torsi beban penuh dari motor.

4. Torsi start pada motor sedikit lebih besar daripada torsi beban penuhnya, oleh karena itu motor ini akan start dengan suatu beban tertentu yang dapat disuplai pada daya penuh.

5. torsi pada motor akan memberikan harga slip yang bervariasi sebagai harga kuadrat dari tegangan yang diberikan. Hal ini sangat penting dalam membentuk pengaturan kecepatan dari motor.

6. jika rotor motor induksi digerakkan lebih cepat dari kecepatan sinkron, kemudian arah dari torsi induksi di dalam mesin menjadi terbalik dan mesin akan bekerja sebagai generator, yang mengkonversikan daya mekanik menjadi daya elektrik.

7. jika motor induksi bergerak mundur relatif arah dari medan magnet, torsi induksi mesin akan menghentikan mesin dengan sangat cepat dan akan mencoba untuk berputar pada arah yang lain. Karena pembalikan arah medan putar merupakan suatu aksi penyaklaran dua buah fasa stator, maka cara seperti ini dapat digunakan sebagai suatu cara yang sangat cepat untuk menghentikan motor induksi. Cara menghentikan motor seperti ini disebut juga dengan plugging.

II.8. Efisiensi Motor Induksi Tiga Fasa

Efisiensi motor induksi adalah ukuran keefektifan motor induksi untuk mengubah energi listrik menjadi energi mekanis yang dinyatakan sebagai perbandingan antara masukan dan keluaran atau dalam bentuk energi listrik


(40)

berupa perbandingan watt keluaran dan watt masukan. Defenisi NEMA terhadap efisiensi energi adalah bahwa efisiensi merupakan perbandingan atau rasio dari daya keluaran yang berguna terhadap daya input total dan biasanya dinyatakan dalam persen Juga sering dinyatakan dengan perbandingan antara keluaran dengan keluaran ditambah rugi-rugi, yang dirumuskan dalam persamaan (2.26)

Loss out

out in

loss in

in out

P P

P P

P P P P

+ =

− = =

η ×100% ...(2.26)

Dari persamaan 2.26 terlihat bahwa efisiensi motor bergantung pada besar rugi-ruginya. Rugi-rugi pada persamaan tersebut adalah penjumlahan keseluruhan komponen rugi-rugi yang dibahas pada sub bab sebelumnya.

Pada motor induksi pengukuran efisiensi motor induksi ini sering dilakukan dengan beberapa cara seperti:

- Mengukur langsung daya elektris masukan dan daya mekanis keluaran - Mengukur langsung seluruh rugi-rugi dan daya masukan

- Mengukur setiap komponen rugi-rugi dan daya masukan,

Dimana pengukuran daya masukan tetap dibutuhkan pada ketiga cara di atas. Umumnya, daya elektris dapat diukur dengan sangat tepat, keberadaan daya mekanis yang lebih sulit untuk diukur. Saat ini sudah dimungkinkan untuk mengukur torsi dan kecepatan dengan cukup akurat yang bertujuan untuk mengetahui harga efisiensi yang tepat. Pengukuran pada keseluruhan rugi-rugi ada yang berdasarkan teknik kalorimetri. Walaupun pengukuran dengan metode ini relatif sulit dilakukan, keakuratan yang dihasilkan dapat dibandingkan dengan hasil yang didapat dengan pengukuran langsung pada daya keluarannya.

Kebanyakan pabrikan lebih memilih melakukan pengukuran komponen rugi-rugi secara individual, karena dalam teorinya metode ini tidak memerlukan pembebanan pada motor, dan ini adalah suatu keuntungan bagi pabrikan.


(41)

Keuntungan lainnya yang sering disebut-sebut adalah bahwa memang benar error pada komponen rugi-rugi secara individual tidak begitu mempengaruhi keseluruhan efisiensi. Keuntungannya terutama adalah fakta bahwa ada kemungkinan koreksi untuk temperatur lingkungan yang berbeda. Biasanya data efisiensi yang disediakan oleh pembuat diukur atau dihitung berdasarkan standar tertentu.

II.9. Penentuan Parameter Motor Induksi

Data yang diperlukan untuk menghitung performansi dari suatu motor induksi dapat diperoleh dari hasil pengujian tanpa beban, pengujian rotor tertahan, dan pengukuran tahanan dc belitan stator.

II.9.1. Pengujian Tanpa Beban ( No Load Test )

Pengujian tanpa beban pada motor induksi akan memberikan keterangan berupa besarnya arus magnetisasi dan rugi – rugi tanpa beban. Biasanya pengujian tersebut dilakukan pada frekuensi yang diizinkan dan dengan tegangan tiga fasa dalam keadaan setimbang yang diberikan pada terminal stator. Pembacaan diambil pada tegangan yang diizinkan setelah motor bekerja cukup lama, agar bagian – bagian yang bergerak mengalami pelumasan sebagaimanamestinya. Rugi – rugi rotasional keseluruhan pada frekuensi dan tegangan yang diizinkan pada waktu dibebani biasanya dianggap konstan dan sama dengan rugi – rugi tanpa beban.

Pada keadaan tanpa beban, besarnya arus rotor sangat kecil dan hanya diperlukan untuk menghasilkan torsi yang cukup untuk mengatasi gesekan. Karenanya rugi – rugi I2R tanpa beban cukup kecil dan dapat diabaikan. Pada transformator rugi – rugi I2R primernya tanpa beban dapat diabaikan, akan tetapi


(42)

rugi – rugi stator tanpa beban motor induksi besarnya cukup berarti karena arus magnetisasinya lebih besar. Besarnya rugi – rugi rotasional PR

P

pada keadaan kerja normal adalah :

ROT = Pnl – 3 I2nl R1 Dimana Pnl = daya input tiga fasa

Inl = arus tanpa beban tiap fasa ( A ) R

...(2.27)

1 = tahanan stator tiap fasa ( ohm )

Karena slip pada keadaaan tanpa beban sangat kecil, maka akan mengakibatkan tahanan rotor R2/s sangat besar. Sehingga cabang paralel rotor dan cabang magnetisasi menjadi jXM di shunt dengan suatu tahanan yang sangat besar, dan besarnya reaktansi cabang paralel karenanya sangat mendekati XM. Sehingga besar reaktansi yang tampak Xnl yang diukur pada terminal stator pada keadaan tanpa beban sangat mendekati X1 + XM

X

, yang merupakan reaktansi sendiri dari stator, sehingga

nl = X1 + XM

Maka besarnya reaktansi diri stator, dapat ditentukan dari pambacaan alat ukur pada keadaan tanpa beban. Untuk mesin tiga fasa yang terhubung Y besarnya impedansi tanpa beban Znl/ fasa :

...(2.28)

Znl

nl nl I 3 V

= ...(2.29)

Di mana Vnl

Besarnya tahanan pada pengujian tanpa beban R

merupakan tegangan line, pada pengujian tanpa beban. nl

R

adalah :

nl

nl 2 nl I 3

P

= ...(2.30)

Pnl merupakan suplai daya tiga fasa pada keadaan tanpa beban, maka besar reaktansi tanpa beban


(43)

DC DC 1

I 2

V R =

Xnl = ...(2.31)

sewaktu pengujian beban nol, maka rangkaian ekivalen motor induksi seperti gambar 2.22

Gambar 2.22. Rangkaian Ekivalen Motor Induksi pada Percobaan Beban Nol II.9.2. Pengujian tahanan stator ( DC test )

Untuk menentukan besarnya tahanan stator R1

...( 2.32 ) dilakukan dengan test DC. Pada dasarnya tegangan DC diberikan pada belitan stator motor induksi. Karena arus yang disuplai adalah arus DC, maka tidak terdapat tegangan yang diinduksikan pada rangkaian rotor sehingga tidak ada arus yang mengalir pada rotor. Dalam keadaan demikian, reaktansi dari motor juga bernilai nol, oleh karena itu, yang membatasi arus pada motor hanya tahanan stator.

Untuk melakukan pengujian ini, arus pada belitan stator diatur pada nilai rated, yang mana hal ini bertujuan untuk memanaskan belitan stator pada temperatur yang sama selama operasi normal. Apabila tahanan stator dihubung Y, maka besar tahanan stator/ fasa adalah :

Bila stator dihubung delta, maka besar tahanan stator,

DC DC 1

I 2

V 3


(44)

Dengan diketahuinya nilai dari R1

Gambar 2.23. Rangkaian Pengukuran Untuk Test DC

, rugi – rugi tembaga stator pada beban nol dapat ditentukan, dan rugi – rugi rotasional dapat ditentukan sebagai selisih dari daya input pada beban nol dan rugi – rugi tembaga stator.

Gambar 2.23 menunjukkan salah satu bentuk pengujian DC pada stator motor induksi yang terhubung Y.

II.9.3. Pengujian Rotor Tertahan ( Block Rotor Test )

Pengujian ini bertujuan untuk menentukan parameter – parameter motor induksi, dan biasa juga disebut dengan locked rotor test. Pada pengujian ini rotor dikunci/ ditahan sehingga tidak berputar.

Untuk melakukan pengujian ini, tegangan AC disuplai ke stator dan arus yang mengalir diatur mendekati beban penuh. Ketika arus telah menunjukkan nilai beban penuhnya, maka tegangan, arus, dan daya yang mengalir ke motor diukur. Rangkaian ekivalen untuk pengujian ini dapat dilihat pada gambar 2.24 di bawah ini.


(45)

Saat pengujian ini berlangsung s = 1 dan tahanan rotor R2/s = R2. Karena nilai R2 dan X2 begitu kecil, maka arus input akan seluruhnya mengalir melalui tahanan dan reaktansi tersebut. Oleh karena itu, kondisi sirkit pada saat ini terlihat seperti kombinasi seri X1, R1, X2, dan R2

θ

= 3V I cos

Pin T L

. Sesudah tegangan dan frekuensi diatur, arus yang mengalir pada motor diatur dengan cepat, sehingga tidak timbul kenaikan temperatur pada rotor dengan cepat. Daya input yang diberikan kepada motor

...( 2.34 ) VT = tegangan line pada saat pengujian berlansung

IL

L T BR

I 3 V

Z =

= arus line pada saat pengujian berlangsung

...( 2.35 )

ZBR = impedansi hubung singkat ZBR = RBR + jX’BR

= ZBR cos θ + j ZBR sin θ ...( 2.36 ) Tahanan block rotor :

RBR = R1 + R2...( 2.37 ) Sedangkan reaktansi block rotor X’BR = X1’ + X2’

X1’ + X2’ adalah reaktansi stator dan rotor pada frekuensi pengujian R2 = RBR – R1...( 2.38 )

Nilai dari R1 ditentukan dari test DC. Karena reaktansi berbanding langsung dengan frekuensi, maka reaktansi ekivalen total ( XBR

2 1 BR

BR xX' X X

test . f

rated . f

X = = +

) pada saat frekuensi operasi normal


(46)

BAB III

MOTOR INDUKSI SEBAGAI GENERATOR

III.1. Umum

Penggunaan Motor Induksi Sebagai Generator (MISG) telah diterapkan secara luas pada PLTMH dan diakui keandalannya. Meskipun dari segi effisiensi, khususnya pada beban tidak penuh (part load), MISG tidak sebaik generator Sinkron, tetapi karena motor induksi banyak tersedia dipasaran dengan range daya yang luas dan konstruksi motor induksi jauh lebih sederhana dibanding generator sinkron sehingga lebih handal terhadap run a way speed serta lebih mudah perawatannya. Maka MISG dapat dipakai sebagai alternatif dari generator sinkron untuk pembangkit Mikrohidro.

Prinsip kerja MISG secara sederhana akan lebih mudah dipahami dari prinsip kerja motor induksi. Apabila motor induksi dihubungkan dengan tegangan tiga fasa, pada belitan statornya akan timbul medan magnet putar. Kecepatan medan magnet putar ( kecepatan sinkron) tergantung dari frekuensi tegangan listrik yang dihubungkan dan jumlah kutub statornya. Medan magnet putar pada belitan stator akan memotong batang konduktor pada belitan rotor, akibatnya pada belitan akan dibangkitkan tegangan induksi. Pada belitan rotor merupakan batangan konduktor (umumnya berupa slot alumunium yang dihubungsingkatkan pada kedua ujungnya) adalah rangkaian yang tertutup maka tegangan induksi pada rotor yang disebabkan oleh medan magnet putar stator akan menghasilkan arus listrik. Interaksi antara medan magnet putar pada stator pada arus rotor akan menimbulkan kopel yang akan memutar rotor searah dengan medan magnet putar pada stator.


(47)

Seperti yang telah diterangkan diatas, tegangan induksi pada rotor timbul karena terpotongnya batang konduktor pada rotor oleh medan magnet putar, agar tegangan induksi selalu dapat dibangkitkan pada rotor, diperlukan perbedaan relatif antara kecepatan medan magnet putar dengan kecepatan rotor yang biasa disebut sebagai slip. Pada saat beroperasi sebagai motor, motor induksi akan mempunyai slip positif, artinya kecepatan medan magnet putar (kec. Sinkron) akan selalu lebih besar daripada kecepatan rotor. Proses yang sebaliknya akan terjadi apabila motor induksi digunakan sebagai generator. Kopel pada rotor dapat digerakan oleh turbin karena adanya magnetisasi sisa (remannent magnetism) pada rotor, umumnya cukup untuk membangkitkan tegangan awal, seperti halnya prinsip kerja sebagai motor. Agar pada belitan stator dapat dibangkitkan tegangan listrik diperlukan daya reaktif untuk membangkitkan medan magnet putar. Pada kasus MISG beroperasi sendiri (Isolated Grid) daya reaktif tersebut harus disuplai lewat kapasitor eksitasi. Pada kasus MISG dikoneksikan dengan jaringan listrik lain ( Grid Connected) daya reaktif disuplai lewat jaringan tersebut, kapasitor umumnya hanya dipakai sebagai kompensator. Kebalikan dari proses sebagai motor, sebagai generator slip yang terjadi haruslah negatif, artinya kecepatan rotor harus selalu lebih besar dari kecepatan medan magnet putarnya.

III.1.1.Slip

Slip adalah nilai suatu dari perbedaan antara frekuensi listrik (rotasi dari medan magnet internal dengan frekuensi gerak (rotasi dari rotor) pada mesin listrik. Selisih antara kecepatan rotor dengan kecepatan sinkron disebut slip (s).


(48)

Slip dapat dinyatakan dalam putaran setiap menit, tetapi lebih umum dinyatakan sebagai persen dari kecepatan sinkron.

Slip (s) = − ×100%

s r s

n n n

……….…….(3.1)

dimana: nr = kecepatan rotor

=

s

n kecepatan sinkron

Apabila nr < ns, (0<s<1), kecepatan dibawah sinkron akan menghasilkan kopel, rotor dijalankan dengan mempercepat rotasi medan magnet, tenaga listrik diubah ke tenaga gerak (daerah motor).

Bila nr = ns, (s = 0), tegangan tidak akan terinduksi dan arus tidak akan mengalir pada belitan rotor, sehingga tidak akan dihasilkan kopel.

Bila nr > ns,

III.1.2.Frekuensi Rotor

(s < 0), kecepatan di atas sinkron, rotor dipaksa berputar lebih cepat daripada medan magnet. Tenaga gerak diubah ke tenaga listrik (daerah generator).

s = 1, rotor ditahan, tidak ada transfer tenaga.

s > 1, kecepatan terbalik, rotor dipaksa bekerja melawan medan magnet (daerah pengereman)

Pada waktu start motor dimana s = 100 % maka frekuensi arus pada rotor sama seperti frekuensi masukan ( sumber ). Tetapi ketika rotor akan berputar, maka frekuensi rotor akan bergantung kepada kecepatan relatif atau bergantung terhadap besarnya slip. Untuk besar slip tertentu, maka frekuensi rotor sebesar

'


(49)

nsnr=

P f'

120

, diketahui bahwa ns=

p f

120

………...(3.2)

Dengan membagikan dengan salah satu, maka didapatkan :

s n

n n f f

s r

s − =

= '

………..(3.3)

Maka f'= sf ( Hz )………...(3.4) Telah diketahui bahwa arus rotor bergantung terhadap frekuensi rotor '

f = sf dan ketika arus ini mengalir pada masing – masing phasa di belitan rotor, akan memberikan reaksi medan magnet. Biasanya medan magnet pada rotor akan menghasilkan medan magnet yang berputar yang besarnya bergantung atau relatif terhadap putaran rotor sebesarsns.

Pada keadaan tertentu, arus rotor dan arus stator menghasilkan distribusi medan magnet yang sinusoidal dimana medan magnet ini memiliki magnitud yang konstan dan kecepatan medan putar ns yang konstan. Kedua Hal ini merupakan medan magnetik yang berputar secara sinkron. Kenyataannya tidak seperti ini karena pada stator akan ada arus magnetisasi pada belitannya.

III.1.3.Effisiensi

Sama halnya dengan mesin-mesin listrik yang lain, pada motor induksi sebagai generator rugi-rugi terdiri dari rugi-rugi tetap dan rugi-rugi variabel. Pada kondisi beban nol daya outputnya sama dengan nol, sehingga effisiensi bernilai nol. Apabila motor induksi berbeban ringan, maka rugi-rugi tetap akan lebih besar jika dibandingkan terhadap outputnya, sehingga effisiensinya rendah. Jika beban meningkat, maka effisiensinya juga akan meningkat dan akan menjadi maksimum sewaktu rugi-rugi variabel sama dengan rugi-rugi inti. Effisiensi


(50)

maksimum terjadi saat 80 hingga 95 persen dari rated output. Jika beban ditingkatkan secara terus-menerus hingga melampaui effesiensi maksimumnya rugi-rugi beban akan meningkat dengan sangat cepat daripada outputnya, sehingga effisiensi menurun.

III.1.4.Kapasitor

Kapasitor adalah suatu peralatan listrik untuk menyimpan muatan listrik. Konstruksi kapasitor pada umumnya terdiri dari dua buah konduktor yang berdekatan namun dipisahkan oleh bahan dielektrik.

Kapasitansi kapasitor (C) adalah suatu kemampuan kapasitor untuk menyimpan muatan.

∆Q = V.I………(3.5)

= V.

c

X V

=

Xc V2

……, Xc =

fC π

2 1

∆Q = V2

f V

Q

π 2 2 ∆

.2 Л f C………(3.6)

C = ………...(3.7)

a. Kapasitor Hubungan Delta (∆)

Apabila kapasitor eksitasi di hubungkan delta (∆) maka besar kapasitansi kapasitor adalah:

C∆ perphasa =

f v

Q π

2 3 2


(51)

b. Kapasitor Hubungan Wye (Y)

Apabila kapasitor eksitasi dihubungkan bintang (Υ) maka besar kapasitansi kapasitor adalah:

CY perphasa =

f V

Q π

2 2

………..(3.9)

III.2. Syarat-Syarat Motor Induksi Sebagai Generator

Agar motor induksi dapat beroperasi sebagai generator, maka putaran rotor motor tersebut harus lebih besar daripada kecepatan medan putar stator (kecepatan sinkron) dengan kata lain mesin bekerja dengan besar slip negatif (s<0 ).

p f

ns=120 ………..(3.10) Dimana,

ns

s r s

r s

n n n

n n

s = − ×100%; >

: Kecepatan medan putar,rpm f : Frekuensi sumber daya,Hz p : Jumlah kutub motor induksi.

………...(3.11)

Dimana,

s : slip

ns : Kecepatan medan putar, rpm nr : Kecepatan putar rotor, rpm


(52)

Agar motor induksi dapat beroperasi sebagai generator, maka diperlukan juga sumber daya reaktif untuk memenuhi kebutuhan arus eksitasinya dan kebutuhan daya reaktif tersebut dapat diperoleh dari kapasitor. Oleh karena itu motor induksi sebagai generator disebut dengan generator induksi penguatan sendiri.

III.3. Keuntungan Motor Induksi Sebagai Generator

Karena kebutuhan konsumen akan listrik yang semakin lama semakin meningkat, diperkirakan motor induksi sebagai generator pada masa yang akan datang dihubungkan ke sistem jaringan untuk mensuplai beban konsumen. Tetapi karena alasan-alasan tertentu yang menyebabkan hal ini tidak terwujud.

Adapun beberapa keuntungan motor induksi sebagai generator adalah sebagai berikut :

1. Bentuknya sederhana, konstuksinya cukup kuat

2. Harga murah dan mudah perawatannya, serta banyak tersedia di pasaran. 3. Effisiensinya tinggi pada keadaan normal, tidak memerlukan sikat sehingga

rugi-rugi gesek dapat dikurangi.

4. Tidak membutuhkan sinkronisasi ketika diparallel dengan sistem

5. Tidak mengkonsumsi bahan bakar untuk pembangkitan listrik tetapi memerlukan sumber energi terbarukan seperti angin dan air.

Namun disamping itu motor induksi sebagai generator memiliki beberapa kelemahan yaitu :

1. Membutuhkan peralatan tambahan yaitu kapasitor untuk membangkitkan arus eksitasi


(53)

2. Kehilangan magnetisasi sisa dalam hubung singkat atau beban lebih akan mengakibatkan kehilangan kapasitas start sendiri

3. Karakteristik perubahan daya sangat sensitif terhadap tegangan, sehingga bisa mengganggu kontinutas pelayanan generator induksi tersebut.

4. Perubahan tegangan dan frekuensi generator induksi sangat besar/bervariasi akibat adanya perubahan beban.


(54)

BAB IV

GENERATOR INDUKSI PENGUATAN SENDIRI

IV.1. Umum

Mesin induksi dapat dioperasikan sebagai motor maupun sebagai generator. Bila dioperasikan sebagai motor, mesin induksi harus dihubungkan dengan sumber tegangan (jala-jala) yang akan memberikan energi mekanis pada mesin tersebut dengan mengambil arus eksitasi dari jala-jala dan mesin bekerja dengan slip lebih besar dari nol sampai satu ( 0≤s≤1).

Jika mesin dioperasikan sebagai generator, maka diperlukan daya mekanis untuk memutar rotornya searah dengan arah medan putar melebihi kecepatan sinkronnya dan sumber daya reaktif untuk memenuhi kebutuhan arus eksitasinya. Kebutuhan daya reaktif dapat diperoleh dari jala-jala atau dari suatu kapasitor. Tanpa adanya daya reaktif, mesin induksi yang dioperasikan sebagai generator tidak menghasilkan tegangan. Jika generator induksi terhubung dengan jala-jala, maka kebutuhan daya reaktif diambil dari jala-jala. Namun, bila generator induksi tidak terhubung dengan jala, maka kebutuhan daya reaktif dapat disediakan dari suatu unit kapasitor. Kapasitor tersebut dihubungkan paralel dengan terminal keluaran generator. Kapasitor yang terpasang harus mampu memberikan daya reaktif yang dibutuhkan untuk menghasilkan fluksi di celah udara. Karena generator dapat melakukan eksitasi sendiri maka generator tersebut dinamakan generator induksi penguatan sendiri. Mesin induksi yang beroperasi sebagai generator ini bekerja dengan slip yang lebih kecil dari nol (

0 <


(55)

IV.2. Prinsip Kerja Generator Induksi Penguatan Sendiri

Prinsip dasar generator induksi penguatan sendiri berawal dari kecepatan putar rotornya dengan bantuan daya mekanis sehingga kecepatan medan putarnya melebihi kecepatan sinkron. Dengan kata lain mesin induksi dapat menjadi generator bila harga slipnya negatif. Pada gambar 4.1 menggambarkan secara skematis prinsip kerja generator induksi penguatan sendiri. Penggerak mula sebagai daya mekanis yang digunakan untuk memutar rotor, pada terminal statornya disambungkan kapasitor hubungan delta/bintang dan daya yang dihasilkan disuplai ke beban.

Gambar 4.1. Skema Prinsip Kerja Generator Induksi Penguatan Sendiri

Seperti halnya pada semua generator, perubahan kecepatan rotor dan besar beban juga akan menyebabkan perubahan pada terminal generator induksi penguatan sendiri.


(56)

1

R X1

c

R

m

X

' 2

X

s R2'

1

I

Φ I

c

I

m

I

2

' I

1

E

V

L

R

L

X

C

X

C

X

I

L

I

IV.3. Proses Pembangkitan Tegangan dan Rangkaian Ekivalen

Generator induksi penguatan sendiri dapat membangkitkan tegangannya sendiri dengan prinsip seperti halnya generator searah berpenguatan sendiri dengan syarat utama adanya remanensi ( fluks sisa ) di rotor atau kapasitor eksitasi yang digunakan harus sudah mempunyai muatan listrik terlebuh dahulu. Remanensi atau muatan kapasitor merupakan tegangan awal yang diperlukan untuk proses pembangkitan tegangan selanjutnya. Proses pembangkitan tegangan akan terjadi bila salah satu syarat di atas dipenuhi. Gambar 4.2 memperlihatkan rangkaian proses pembangkitan tegangan generator induksi.

Gambar 4.2. Rangkaian Proses Pembangkitan Tegangan

Dari gambar 4.2 di atas maka dapat dibuat rangkaian ekivalen per fasa generator induksi penguatan sendiri seperti pada gambar 4.3.


(57)

Dimana :

R1 = tahanan stator R2 = tahanan rotor

X1 = reaktansi bocor stator X2 = reaktansi bocor rotor Xm = reaktansi magnetisasi Xc = reaktansi kapasitansi I1 = arus stator

Ic = arus magnetisasi IL = arus beban s = slip

V = tegangan keluaran (fasa netral)

Dengan menghubungkan kapasitor di terminal stator, maka akan terbentuk suatu rangkaian tertutup. Dengan adanya tegangan awal tadi, dirangkaian akan mengalir aru. Arus tersebut akan menghasilkan fluksi di celah udara, sehingga di stator akan terbangkit tegangan induksi sebesar E1. Tegangan E1 ini akan mengakibatkan arus mengalir ke kapasitor sebesar I1. Dengan adanya arus sebesar I1, akan menambah jumlah fluksi di celah udara, sehingga tegangan di stator menjadi E2. Tegangan E2 akan mengalirkan arus di kapasitor sebesar I2 yang menyebabkan fluksi bertambah dan tegangan yeng dibangkitkan juga akan meningkat. Proses ini terjadi sampai mencapai titik kesetimbangan E = Vc seperti yang ditunjukkan dalam gambar 4.4. Dalam kondisi ini tidak terjadi lagi penambahan fluksi ataupun tegangan yang dibangkitkan.


(58)

Gambar 4.4. Proses Pembangkitan Tegangan

Nilai kapasitor yang dipasang sangat menentukan terbangkitnya teganga atau tidak. Untuk terbangkitnya tegangan generator induksi, nilai kapasitor yang dipasang harus lebih besar dari nilai kapasitor minimum yang diperlukan untuk proses eksitasi. Jika kapasitor yang dipasang lebih kecil dari kapasitor minimum yang diperlukan, maka proses pembangkitan tegangan tidak akan berhasil, seperti yang diperlihatkan dalam gambar 4.5


(59)

IV.4. Aliran Daya Nyata Generator Induksi Penguatan Sendiri

Aliran daya nyata generator induksi penguatan sendiri dapat dilihat pada gambar diagram aliran daya berikut :

Gambar 4.6. Diagram Aliran Daya Nyata

i s g L

r m g

a g poros m

P P P P

P P P

P P

P

− − =

− =

= +

dimana :

Pm = daya masukan mekanis bersih

Pporos = daya masukan mekanis pada poros generator Pg+a = rugi-rugi gesekan dan angin

Pg = daya celah udara

Pr = rugi-rugi tembaga rotor Ps = rugi-rugi tembaga stator Pi = rugi-rugi inti stator PL = daya keluaran generator

Rugi-rugi gesekan dan angin Pg+a dan rugi-rugi inti stator Pi biasanya dianggap konstan dan disebut rugi-rugi beban nol. Sedangakan rugi-rugi tembaga stator dan rotor besarnya tidak tetap tergantung arus beban.


(60)

IV.5.Generator Induksi Penguatan Sendiri Hubungan Short-Shunt

Generator induksi penguatan sendiri hubungan short-shunt merupakan salah satu cara untuk mengkompensasi tegangan keluaran generator induksi penguatan sendiri yaitu denga cara menambahkan kapasitor yang terhubung seri di sisi beban.

Analisa generator induksi penguatan sendiri dengan kompensasi tegangan diteliti dengan menggunakan rangkaian ekivalen perfasa dengan metode impedansi loop. Karena generator induksi bekerja dengan putaran atau beban yang bervariasi, akibatnya frekuensi keluaran generator juga akan bervariasi, sehingga parameter-parameter mesin yang dipengaruhi oleh frekuensi akan ikut berubah. Oleh sebab itu, rangkaian ekivalen generator induksi harus dirubah menjadi suatu rangkaian baru yang semua besaran berdasarkan pada frekuensi dasar. Langkah-langkah dalam menganalisis generator induksi adalah sebagai berikut

1. Menentukan persamaan frekuensi keluaran (a) berdasarkan rangkaian ekivalen perfasa dengan metode impedansi loop.

2. Menentukan persamaan reaktansi magnetisasi (Xm) berdasarkan frekuensi yang dihasilkan

3. Menghitung tegangan induksi (E1) berdasarkan kurva magnetisasi.

4. Menentukan persamaan tegangan, arus, daya dan regulasi tegangan yang dihasilkan saat beban tertentu.

Adapun rangkaian generator induksi hubungan short-shunt dapat dilihat pada gambar berikut :


(61)

1

R X1

c

R

m

X

' 2

X

s R2'

1

I

Φ I

c

I

m

I

2

' I

1

E

V

L

R

L

X

C

X

C

X

I

L

I

CS

X

Gambar 4.7. Rangkaian Generator Induksi Hubungan Short-shunt

Rangkaian ekivalen perfasa generator induksi hubungan short shunt diperlihatkan pada gambar berikut :


(62)

IV.6. Persamaan Tegangan, Arus dan Daya Pada Generator Induksi Penguatan Sendiri Hubungan Short-Shunt

Bedasarkan rangkaian ekivalen perfasa generator induksi hubungan short shunt maka dapat dibentuk persamaan-persamaan sebagi berikut.

...(4.1) ...(4.2) ) 5 . 4 ...( ... ... ... ... ... ... ... ... ... ) 4 . 4 ...( ... ... ... ... ... ) ( ) 3 . 4 ....( ... ... ... ... ... ) ( ) ( 2 FL FL NL R L L Out L L L L V V V V R I P Perfasa Output Daya X j R I V Beban Tegangan − = = + =


(63)

BAB V

PERBANDINGAN REGULASI TEGANGAN GENERATOR

INDUKSI PENGUATAN SENDIRI TANPA MENGGUNAKAN

KAPASITOR KOMPENSASI DAN DENGAN

MENGGUNAKAN KAPASITOR KOMPENSASI

V.1. Umum

Untuk dapat melihat bagaimana regulasi tegangan pada motor induksi tiga phasa sebagai generator akibat pembebanan, maka diperlukan suatu percobaan dan penganbilan data motor induksi tiga phasa sebagai generator yang dilakukan di Laboratorium Konversi Energi listrik.

Percobaan ini dilakukan pada saat setimbang, dimana beban yang dihubung wye (Y) pada masing-masing phasa setimbang sehingga pengukuran dapat dilakukan dengan mudah.

V.2. Peralatan Yang Digunakan 1. Motor induksi tiga phasa

Tipe : rotor sangkar tupai Spesifikasi :

o AEG Typ B AL 90 LA - 4

o Δ / Y 220/ 380 V ; 6,3 / 3,6 A

o 1,5 Kw, cos φ 0,82

o 1415 rpm, 50 Hz


(64)

2. Mesin DC Spesifikasi:

o GEN Typ G1 110/ 140

o 220V

o 2Kw

o 1500 rpm, 50 Hz

o Kelas Isolasi B 3. Ampermeter 4. Voltmeter 5. Wattmeter 6. Beban R dan L

7. Power Suplai ( AC dan DC ) 8. Tachometer

9. Kapasitor sebagai sumber eksitasi 20 μF/fasa

V.3. Penentuan Besar Kapasitor Eksitasi

Besarnya nilai kapasitor yang diperlukan oleh generator adalah sebagai berikut

kapasitor dirangkai pada motor induksi sebagai generator dengan hubungan delta (∆),

P Nom = 1,5 Kw

ηm = 0,8

Cos Ø=0,8, Ø=36,8o

P Input =

8 , 0 5 , 1 Kw P

m Nom = η


(65)

Daya reaktif yang dibutuhkan untuk mesin adalah : Pada saat menjadi motor ;

Qm = P1 tan Ø = 1.9 tan 36,8o

= 1,5 Kvar

Berdasarkan rasio sin Ф generator dan sin Ф motor pada gambar 5.1 di bawah ini

Gambar 5.1. Rasio Sin Ф Generator dan Sin Ф Motor (Diperoleh dari Seminar Nasional Teknik Ketenagalistrikan 2005- Teknik Elektro Fak. Teknik Universitas Diponegoro)

475 , 1 sin

sin =

m G

φ φ

Kebutuhan daya reaktif generator adalah Qg = Qm . 1,475

= 2,29 Kvar

C∆ perphasa =

f v

QG π

2 3 2

C ∆perphasa =

314 . 380 . 3

var 29 , 2

2

K


(66)

P

T

A

C

1

3

P

h

a

sa

A V

MI

Watt Meter 3 F

R S T

Beban Nol

Saklar 1

V.4. Percobaan Untuk Mendapatkan Parameter – Parameter Motor Induksi Tiga Fasa

V.4.1. Percobaan Beban Nol V.4.1.1. Rangkaian Percobaan

Gambar 5.2. Rangkaian Percobaan Beban Nol V.4.1.2. Prosedur Percobaan

• Saklar 1 terbuka, pengatur tegangan pada posisi minimum

• Saklar 1 kemudian ditutup, PTAC1 dinaikkan perlahan-lahan sampai tegangan 380 Volt.

• Ketika tegangan 380 Volt, dicatat besar pembacaan alat ukur. • Percobaan selesai.

V.4.1.3. Data Hasil Percobaan

Tabel 5.1

0

V ( Volt ) P0( watt ) I0 (Ampere)


(67)

W3phasa

P

T

A

C

1

3

P

hasa MI

V1

A1

T

Mesin DC

Saklar 3

Saklar 2

PT DC1

P

T

D

C

2

A3

Saklar 1

V2 V3 V.4.2. Percobaan Rotor Tertahan (Block Rotor)

V.4.2.1. Rangkaian Percobaan

Gambar 5.3. Rangkaian Percobaan Rotor Tertahan V.4.2.2. Prosedur Percobaan

• Motor induksi dikopel dengan mesin arus searah

• Semua saklar dalam keadaan terbuka, pengatur tegangan dalam kondisi minimum.

• Saklar 1 ditutup, PTAC1 dinaikkan sehingga motor induksi mulai berputar perlahan.

• Saklar 3 kemudian ditutup, PTDC1 dinaikkan sampai penunjukan amperemeter A3 mencapai harga arus penguat nominal mesin arus searah • Saklar 2 ditutup dan PTDC2 dinaikkan sehingga mesin arus searah memblok

putaran motor induksi dan putaran berhenti. Kemudian penunjukan alat ukur A1, V1 dan W dicatat

V.4.2.3. Data Hasil Percobaan

Tabel 5.2

BR

V ( Volt ) IBR ( Ampere ) PBR ( Watt )


(68)

A

V U

V

W

P

T

D

C

Ru

Rv

Rw

V.4.3. Percobaan Pengukuran Tahanan Stator (test DC) V.4.3.1. Rangkaian Percobaan

Gambar 5.4. Rangkaian Percobaan Pengukuran Tahanan Stator V.4.3.2. Prosedur Percobaan.

• hubungan belitan stator dibuat hubungan Y. yang akan diukur adalah dua dari ketiga belitan stator yaitu (u-v).

• Rangkaian belitan stator dihubungkan dengan suplai tegangan DC

• PTDC dinaikkan sampai terukur pada amperemeter nilai arus nominal mesin induksi

• Ketika arus sudah menunjukkan pada besaran nominalnya, penunjukan alat ukur voltmeter dicatat.

• Lakukan prosedur 1 sampai 4 untuk mengukur belitan (v-w) dan (u-w). • Lakukan percobaan sebanyak 3 kali.


(69)

V

V A

P M DC G Ind

C C

C

Sumber Tegangan

dari PLN

Pengaman MCB

PTDC

PTAC

Kapasitor Eksitasi

Beban Saklar 2

Saklar 1

Saklar 3 Saklar 4

nr > ns

Kapasitor Kompensasi

Rf

VDC

V.4.3.3. Data Percobaan

Tabel 5.3

Fasa V (volt) I (A)

U-V

7,6 7,6 7,7

3,6 3,6 3,6

V-W

7,8 7,8 7,8

3,6 3,6 3,6

U-W

7,6 7,6 7,6

3,6 3,6 3,6

V.5. Percobaan Motor Induksi Sebagai Generator V.5.1. Rangkaian Percobaan


(70)

V.5.2. Prosedur Percobaan

• Motor induksi dikopel dengan motor DC, kemudian rangkaian pengukuran disusun seperti gambar 5.1

• Seluruh switch dalam keadaan terbuka dan pengatur tegangan dalam posisi minimum, sedangkan posisi beban maksimum.

• Switch S1 ditutup, pengatur PTAC1 dinaikkan sampai dengan tegangan 380 Volt.

• Switch S2 ditutup, hingga kapasitor mencharge dengan sendirinya. Hal ini dibiarkan hingga beberapa menit.

• Switch S4 ditutup, pengatur PSDC1 dinaikkan hingga putaran motor dc sama dengan putaran sinkron motor induksi (nr = ns).

• Pengatur PTAC1 diturunkan dan Switch S1 dilepas, sehingga yang bekerja menyuplai daya reaktif ke motor induksi adalah kapasitor.

• Kecepatan putaran motor dc dinaikkan hingga melewati putaran sinkron motor induksi ( nr>ns ).

• Switch S3 ditutup.

• Catat penunjukan nilai pada alat ukur. • Percobaan selesai

V.5.3. Data Percobaan

Tabel 5.4

VL (fasa-netral)

(volt)

IL (line-line)

(Ampere)

Vc (perfasa)

(volt)

Ixc (perfasa) (Ampere)

Pout (Watt)

nr (rpm)

ns

(rpm) s


(1)

Ω = =

= 9,64

) 6 , 3 ( . 3

375 )

( .

3 BR 2 2

BR eki

I P R

Ω =

=

= 12,19

6 , 3 . 3

76 .

3 BR BR eki

I V Z

46 , 7 ) 64 , 9 ( ) 19 , 12 ( )

( )

( 2− 2 = 2 − 2 =

= eki eki

eki Z R

X

' 2 1 R R Reki = +

Kelas mesin induksi yang digunakan adalah kelas B Maka :

eki

eki X X

X

X1 =0,4. 2'=0,6.

Ω =

= Ω

=

=0,4.7,46 2,98 2' 0,6.7,46 4,47

1 X

X

V.7.1.3 Percobaan Pengukuran Tahanan Stator (test DC)

DC DC DC

I V

R =

Tabel 5.6

Fasa VDC (volt) IDC (A) RDC (Ω) RDC(Ω)

U-V

7,6 7,6 7,7

3,6 3,6 3,6

2,11 2,11 2,13

2,12

V-W

7,8 7,8 7,8

3,6 3,6 3,6

2,16 2,16 2,16


(2)

U-W 7,6 7,8 7,8 3,6 3,6 3,6 2,11 2,16 2,16 2,14

Karena stator terhubung Y maka :

Ω = − + = − +

= (2,14 2,12 2,16) 1,05

2 1 ) ( 2 1 VW UV UW

U R R R

R Ω = − + = − +

= (2,12 2,16 2,14) 1,07

2 1 ) ( 2 1 UW VW UV

V R R R

R Ω = − + = − +

= (2,14 2,16 2,12) 1,09

2 1 ) ( 2 1 UV VW UW

W R R R

R Ω = + + = + +

= 1,07

3 09 , 1 07 , 1 05 , 1 3 W V U DC Stator R R R R Ω = = =

= 1,2. 1,2.1,07 1,28 1 RStatorAC RStatorDC

R

Dari analisa percobaan rotor tertahan didapat :

' 2 1 R R Reki = + Maka : Ω = − = −

= 9,64 1,28 8,36

' 1

2 R R

R eki

V.7.2. Percobaan Motor Induksi Sebagai Generator

Regulasi tegangan 100% 1 1 x V V Eo VR = −


(3)

A I

IXC(lineline) = XC(perfasa). 3 =5,17

A I

I

I1= L(lineline) + XC(lineline) =0,7+5,17=5,87 Dengan nilai Z 1 mesin adalah Z1 =1,28+ j2,98 Sehingga EO

volt E

fasa volt E

I V

E

line line O O

perfasa C O

92 , 508 3 . 83 , 293

/ 83 , 293 02 , 19 81 , 274 24 , 3 . 87 , 5 3 476

) 98 , 2 ( ) 28 , 1 ( . 3

) (

2 2

1 ) (

= =

= +

= +

=

+ +

=

Dengan besar V1 = 328,4 volt %

100 1

1 x V

V Eo VR= −

% 96 , 54 % 100 4

, 328

4 , 328 92 , 508

= −

= x

VR

V.7.3. Percobaan Generator Induksi dengan Menggunakan Kapasitor Kompensasi

Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel 5.4. maka dapat diperoleh A

I

IXC(lineline) = XC(perfasa). 3 =5,16

A I

I

I1= L(lineline) + XC(lineline) =0,78+5,16=5,94 Dengan nilai Z 1 mesin adalah Z1 =1,28+ j2,98


(4)

Sehingga EO

volt E

fasa volt E

I V

E

line line O O

perfasa C O

31 , 507 3 . 9 , 292

/ 9 , 292 24 , 19 66 , 273 24 , 3 . 94 , 5 3 474

) 98 , 2 ( ) 28 , 1 ( . 3

) (

2 2

1 ) (

= =

= +

= +

=

+ +

=

Dengan besar V1 = 370 volt %

100 1

1 x V

V Eo VR= −

% 11 , 37 % 100 370

370 31 , 507

= −

= x

VR

Berdasarkan analisa data yang diperoleh, maka diperoleh regulasi tegangan generator induksi tanpa kapasitor kompensasi adalah 54,96 % dan regulasi tegangan generator induksi dengan kapasitor kompensasi adalah 37,11 %.


(5)

BAB VI

PENUTUP

VI.1. Kesimpulan

1. Untuk mengoperasikan mesin induksi sebagai generator, maka diperlukan daya mekanis untuk memutar rotornya searah dengan arah medan putar melebihi kecepatn sinkronnya.

2. Dari analisa data dapat dilihat bahwa regulasi generator induksi penguatan sendiri dengan kapasitor kompensasi memiliki regulasi tegangan yang lebih baik daripada generator induksi penguatan sendiri tanpa kapasitor kompensasi

3. Penurunan tegangan beban generator induksi penguatan sendiri yang terjadi akibat kenaikan arus beban dapat dikompensasi dengan penambahan kapasitor seri.

4. Penambahan kasitor seri menyebabkan tegangan pada terminal keluaran menjadi bertambah

VI.2. Saran

1. Dalam penelitian selanjutnya disarankan menganalisis generator induksi penguatan sendiri hubungan long shunt.

2. Dalam penelitian ini kompensasi tegangan diperoleh dengan penambahan

kapasitor seri, untuk penelitian berikutnya disarankan untuk meneliti kompensasi tegangan dengan menggunakan induktor


(6)

DAFTAR PUSTAKA

1. Boldea, Ion, ” Variabel Speed Generator”, Taylor & Francis Group, Ney York, 2006.

2. Chapman, Stephen J, “Electric Machinery Fundamentals”, 3rd Edition, Mc Graw – Hill Book Company, Singapore, 1999.

3. Fitzgerald, A.E, “Electric Machinery”, Sixth Edition, McGraw – Hill Companies, Ney York, 2003

4. Theraja, B.L, ”A Text-Book Of Electrical Technology”, Nurja Construction & Development, New Delhi, 1989.

5. Wildi, Theodore, ”Electrical Machines, Drives And Power System”, Prentice Hall International, Liverpool, 1983.

6. Wijaya, Mochtar, ”Dasar-Dasar Mesin Listrik”, Penerbit Djambatan, Jakarta, 2001.

7. Zuhal, “Dasar Teknik Tenaga Listrik dan Elektronika Daya”, Edisi ke-5, Penerbit Gramedia, Jakarta, 1995.


Dokumen yang terkait

Analisa Perbandingan Kapasitor Eksitasi Hubungan Delta Dan Bintang Dengan Kompensasi Kapasitor Terhadap Regulasi Dan Efisiensi Generator Induksi ( Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU )

0 51 84

Analisis Performa Generator Induksi Penguatan Sendiri Tiga Phasa Pada Kondisi Steady State (Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU)

3 39 103

Pengaruh Pembebanan Terhadap Frekuensi Pada Generator Induksi Penguatan Sendiri Dengan Kompensasi Tegangan Menggunakan Kapasitor ( Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU )

0 48 67

Pengaruh Pembebanan Terhadap Regulasi Tegangan Dan Efisiensi Pada Generator Induksi Penguatan Sendiri Dengan Kompensasi Tegangan Menggunakan Kapasitor

2 52 98

Analisa Perbandingan Regulasi Tegangan Generator Induksi Penguatan Sendiri Dengan Menggunakan Kapasitor Kompensasi dan Dengan Penambahan Induktor

1 11 76

Analisa Perbandingan Regulasi Tegangan Generator Induksi Penguatan Sendiri Dengan Menggunakan Kapasitor Kompensasi dan Dengan Penambahan Induktor

0 0 11

Analisa Perbandingan Regulasi Tegangan Generator Induksi Penguatan Sendiri Dengan Menggunakan Kapasitor Kompensasi dan Dengan Penambahan Induktor

0 0 1

Analisa Perbandingan Regulasi Tegangan Generator Induksi Penguatan Sendiri Dengan Menggunakan Kapasitor Kompensasi dan Dengan Penambahan Induktor

0 0 4

Analisa Perbandingan Regulasi Tegangan Generator Induksi Penguatan Sendiri Dengan Menggunakan Kapasitor Kompensasi dan Dengan Penambahan Induktor

0 0 23

Analisa Perbandingan Regulasi Tegangan Generator Induksi Penguatan Sendiri Dengan Menggunakan Kapasitor Kompensasi dan Dengan Penambahan Induktor

0 0 1