2.3.2 Etiopatogenesis
Diabetes mellitus tipe II juga disebut sebagai Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus NIDDM, atau orang dewasa diabetes mellitus AODM. Pada
diabetes mellitus tipe II, insulin diproduksi, tetapi tidak dapat digunakannya secara adekuat, terutama pada pasien yang mengalami resistensi insulin. Pada beberapa
kasus, biasanya insulin diproduksi cukup banyak, hanya kemudian menjadi masalah ketika sel-sel tubuh seperti sel lemak dan sel otot kurang peka terhadap insulin.
Diabetes mellitus tipe II dapat disebabkan berkurangnya insulin yang dihasilkan dari beta sel dan merupakan faktor utama diabetes mellitus tipe II yang
pada akhirnya memerlukan terapi insulin. Hati pada pasien diabetes mellitus akan terus memproduksi glukosa melalui proses yang disebut glukoneogenesis meskipun
kadar glukosa sudah meningkat.
18
Pada keadaan diabetes mellitus tipe II, jumlah insulin bisa normal, bahkan lebih banyak, tetapi jumlah reseptor insulin dipermukaan sel kurang. Pada diabetes
mellitus tipe II juga bisa ditemukan jumlah insulin cukup atau lebih tetapi kualitasnya kurang baik, sehingga gagal membawa glukosa masuk ke dalam sel. Di samping
penyebab di atas, diabetes mellitus juga bisa terjadi akibat gangguan transport glukosa di dalam sel sehingga gagal digunakan sebagai bahan bakar untuk
metabolisme energi.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1: Skema etiopatogenesis diabetes mellitus tipe II
2.3.3 Tanda dan Gejala Umum
Adanya penyakit diabetes ini pada awalnya seringkali tidak dirasakan dan tidak disadari oleh penderita. Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat
perhatian ialah
18,25
:
2.3.3.1 Keluhan Klasik : 2.3.3.1.1 Penurunan berat badan BB
Universitas Sumatera Utara
Penurunan BB yang berlangsung dalam waktu relatif singkat harus menimbulkan kecurigaan. Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat masuk
ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu
sel lemak dan otot. Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus.
2.3.3.1.2 Poliuria
Poliuria adalah volume urin yang banyak dalam periode tertentu karena, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan banyak kencing. Kencing yang sering
dan dalam jumlah banyak akan sangat mengganggu penderita, terutama pada waktu malam hari.
2.3.3.1.3 Polidipsia
Rasa haus amat sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan yang keluar melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalahtafsirkan dengan
menyebabkan rasa haus karena udara yang panas atau beban kerja yang berat sehingga untuk menghilangkan rasa haus itu penderita banyak minum.
2.3.3.1.4 Polifagia
Universitas Sumatera Utara
Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisasikan menjadi glukosa dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, penderita selalu merasa
lapar.
2.3.3.2 Keluhan lain 2.3.3.2.1 Gangguan saraf tepi kesemutan
Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki di waktu malam, sehingga menganggu tidur.
2.3.3.2.2 Gangguan penglihatan
Pada fase awal penyakit diabetes sering dijumpai gangguan penglihatan yang mendorong penderita untuk mengganti kacamatanya berulang kali agar ia tetap dapat
melihat dengan baik.
2.3.3.2.3 Gatal Bisul
Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan atau daerah lipatan kulit seperti ketiak dan dibawah payudarah. Sering pula dikeluhkan timbulnya
bisul dan luka lama sembuhnya. Luka ini dapat timbul akibat hal yang sepele seperti luka lecet karena sepatu atau tertusuk peniti.
2.3.3.2.4 Gangguan Ereksi
Universitas Sumatera Utara
Gangguan ereksi ini menjadi masalah tersembunyi karena sering tidak secara terus terang dikemukakan penderitanya. Hal ini terkait dengan budaya masyarakat
yang masih merasa tabu membicarakan masalah seks, apalagi manyangkut kemampuan atau kejantanan seseorang.
2.3.3.2.5 Keputihan
Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan.
2.3.4 Diagnosa
Diagnosis diabetes mellitus dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu
≥200mgdL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes mellitus. Kedua, dengan
pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah, sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis diabetes
mellitus. Ketiga dengan Test Toleransi Glukosa Oral TTGO. Meskipun TTGO dengan beban 75g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan
glukosa plasma puasa, namun memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan.
7
Pada penderita diabetes melitus yang tidak terkontrol, atau penderita yang tidak mau berkerjasama akan timbul manifestasi oral yang berupa xerostomia,
sindroma mulut terbakar, meningkatnya insidensi dan keparahan penyakit
Universitas Sumatera Utara
periodontal, perubahan flora rongga mulut yang didominasi oleh jamur kandida albikans dan luka bekas pencabutan gigi yang tidak sembuh-sembuh.
Pasien yang mengetahui dirinya menderita diabetes mellitus harus diketahui jenis diabetes yang dideritanya, perawatan yang pernah dilakukan, kontrol yang
memadai pada diabetesnya. Berdasarkan informasi yang dikumpulkan, pasien dapat dikelompokkan ke dalam kategori kelompok resiko spesifik, yaitu
21
:
a Pasien dengan resiko rendah Low Risk
Pada penderita dengan resiko rendah, yaitu control metaboliknya baik dengan obat-obatan yang dalam keadaan stabil, asimtomatik, tidak ada komplikasi
neurologic, vascular maupun infeksi, kadar gula darah puasa 200mgdL dan kadar HbA1c 7.
b Pasien dengan resiko menengah Moderate Risk
Pasien ini memiliki simtom yang sama namun, berada dalam kondisi metabolik yang seimbang. Tidak terdapat riwayat hipoglikemik atau ketoasidosis, dan
komplikasi diabetes yang terlihat. Glukosa darah puasa tidak lebih dari 250 mgdL. Pasien dengan konsentrasi HbA1c sekitar 7-9.
c Pasien dengan resiko tinggi High Risk
Universitas Sumatera Utara
Pada tipe penderita dengan resiko tinggi, memilik banyak komplikasi dan kontrol metaboliknya sangat buruk, seringkali mengalami hipoglikemi atau
ketoasidosis dan sering membutuhkan injeksi insulin. Glukosa darah puasa dapat meningkat tajam, terkadang melampaui 250 mgdL. Pasien dengan konsentrasi
HbA1c lebih dari 9 dan kontrol glukosanya yang buruk dalam waktu jangka panjang dan mempunyai resiko yang tinggi terhadap perawatan gigi dan mulut. Oleh
karena itu, dengan pemeriksaan intra oral dapat menjadi salah satu cara yang dapat menunjang diagnosis awal untuk mengetahui apakah seseorang menderita penyakit
diabetes mellitus atau tidak.
2.3.5 Perawatan