BAB IV KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN DALAM PEWARISAN DALAM
KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG TANGGAL 27 OKTOBER 2004, NO. 1187 KPDT2000
A. Anak Luar Kawin
R. Soetoejo Prawirojamidjojo mengatakan bahwa : “Anak luar kawin disebut juga dengan anak wajar, yang dimaksudkan dengan
anak-anak wajar ini adalah anak-anak yang dijadikan dan dilahirkan di luar perkawinan”
181
Anak luar kawin, yang juga disebut anak luar kawin dalam arti sempit adalah anak yang dilahirkan dari hasil hubungan antara seorang laki-laki dengan seorang
perempuan yang kedua-duanya tidak terikat perkawinan dengan orang lain dan tidak ada larangan untuk saling menikahi
182
. Jika ditinjau menurut Hukum Perdata yang tercantum dalam
Burgerlijk Wetboek
, kita akan melihat adanya tiga tingkatan status hukum dari anak di luar perkawinan :
1. anak di luar perkawinan, anak ini belum diakui oleh kedua ibu bapaknya
2. anak di luar perkawinan yang telah diakui oleh salah satu atau kedua orang tuanya
181
R. Soetoejo Prawirojamidjojo, Asis Safioeddin, Hukum Orang dan Keluarga , Alumni, Bandung, 1982, hal. 158.
182
Untuk mudahnya, mereka adalah anak-anak tidak sah, yang bukan anak zinah maupun anak sumbang.
Universitas Sumatera Utara
3. anak di luar perkawinan itu menjadi sah, sebagai akibat kedua orang
tuanya melangsungkan perkawinan yang sah.
183
Menurut Oemar Salim : “Dalam Hukum Perdata ada kemungkinan seorang anak tidak hanya tidak
mempunyai bapak melainkan juga tidak mempunyai seorang ibu dalam pengertian bahwa antara anak dengan seorang wanita yang melahirkannya itu tidak ada
perhubungan hukum sama sekali tentang pemberian nafkah, warisan dan lain- lain.”
184
Pasal 280 KUH Perdata mengatakan bahwa : “Dengan pengakuan yang dilakukan terhadap seorang anak luar kawin, timbullah hubungan perdata antara anak
dan bapak at au ibunya.”
185
Hal itu berarti, bahwa antara anak luar kawin dengan “ayah” biologisnya maupun “ibunya” pada asasnya tidak ada hubungan hukum. Hubungan hukum itu
baru ada, kalau “ayah” danatau “ibunya” memberikan pengakuan, bahwa anak itu adalah anaknya. Dengan demikian, tanpa pengakuan dari ayah danatau ibunya, pada
asasnya anak itu bukan anak siapa-siapa.
186
183
Soedharyo Soimin, Hukum Orang dan Keluarga, Perspektif Hukum Perdata Barat, BW, Hukum Islam dan Hukum Adat
, Edisi Revisi, Sinar Grafika, Jakarta, 2002, hal.4.
184
Oemar Salim, Dasar-Dasar Hukum Waris di Indonesia , Rineka Cipta, Jakarta, 2000, Cet.III, hal. 69.
185
J. Satrio, Hukum Keluarga Tentang Kedudukan Anak Dalam Undang-Undang, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 105. J. Satrio mengatakan bahwa : Untuk Negeri Belanda, dengan
ditambahnya Pasal 344 a dalam BW, maka bunyi Pasal 335 BW Belanda atau Pasal 280 KUH Perdata tidak cocok lagi, karena sekarang di Negeri Belanda tanpa pengakuan pun bisa ada hubungan-hukum-
kekayaan antara anak luar kawin dengan “bapaknya”, dalam wujud kewajiban pemeliharaan sampai si anak dewasa. Karenanya, kata hubungan-hukum dalam Pasal 335 Belanda diusulkan untuk diganti
dengan “hubungan kekeluargaan”, baca Hofmann, hal. 117.
186
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Setiap orang -- paling tidak sekarang – yang mendengar prinsip, bahwa anak
luar kawin baru mempunyai hubungan hukum dengan ibunya, kalau si ibu mengakui anak tersebut, pasti merasakan ada sesuatu yang janggal. Masa ia, seorang ibu harus
mengakui anaknya lebih dahulu, baru ada hubungan hukum?
187
Padahal, demikian itulah prinsip yang diletakkan dalam Pasal 280 KUH Perdata. Kejanggalan seperti itu
dalam pelaksanaannya memang tidak bisa dipertahankan secara konsekuen. Pasal 5a KUH Perdata mengatakan :
“bahwa anak tidak sah yang tidak diakui oleh bapaknya, memakai nama keturunan ibunya”.
188
Dalam prakteknya, orang pada umumnya menganggap dengan sendirinya ibu ada hubungan hukum dengan anak luar kawinnya. Bahwa seorang anak luar kawin
baru mempunyai hubungan hukum dengan ibunya melalui pengakuan, adalah suatu asas hukum yang sama sekali tidak sesuai dengan pandangan masyarakat
189
. Kalaupun ada ditemui peristiwa, di mana seorang anak
– dalam akta kelahirannya – tidak diakui oleh ibunya, maka peristiwa seperti itu biasanya terjadi karena
ketidaktahuan, daripada memang mempunyai niat untuk tidak mengakuinya
190
.
187
Di dalam Hukum Adat – paling tidak di Jawa Barat – tidak dikenal suatu ketentuan tentang
anak yang lahir di luar perkawinan, demikian Soepomo, hal. 3. Adanya anak luar kawin diupayakan untuk dicegah melalui perkawinan-terpaksa atau perkawinan-darurat; baca Ter Haar, hal. 145.
188
J. Satrio. Hukum Pribadi, Bagian I, Persoon Alamiah, Cet.I, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hal. 111.
189
Menurut Soepomo, hubungan hukum antara anak yang lahir di luar perkawinan dengan ibunya adalah sama seperti antara ibu drngan anaknya yang sah; vide hal.4.
190
Asser-Wiarda, Handleiding tot de beoefening van het Nederlandch Burgelijk Recht, Jilid Pertama, Personenrecht, bagian pertama, bagian pertama Familierecht
, Cetakan kedelapan, Tjeenk- Willink, Zwolle, 1947, dengan kerja sama G.J. Scholten, hal. 342.
Universitas Sumatera Utara
Mungkin inilah yang menjadi salah satu pertimbangan, bahwa seorang perempuan dalam melakukan tindakan pengakuan, tidak dibatasi oleh umur.
191
H.F.A Vollmar mengatakan bahwa : “Sebelum ada pengakuan kedudukan hukum dari anak luar kawin hanya
dengan ibunya ada hubungan keperdataan karena adanya kenyataan kelahiran anak saja, tetapi antara anak itu dengan bapaknya barulah ada hubungan keperdataan
setelah anak itu diakui oleh bapaknya”.
192
Akta kelahiran yang dikeluarkan oleh Kantor Catatan Sipil belum cukup untuk membuktikan siapa ibu si anak, karena pencatatan kelahiran dilakukan
berdasarkan laporan saja, yang tidak di
check
kebenarannya
193
. Akta kelahiran hanya memastikan tanggal kelahiran anak yang diterangkan di dalamnya
194
. Siapa ibu si anak itu, masih harus dibuktikan
195
. Pasal 43 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan
bahwa : “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.”
Mengenai hubungan anak luar kawin dengan ibunya, Gatot Supramono berpendapat bahwa :
191
J. Satrio, Hukum Keluarga Tentang Kedudukan Anak Dalam Undang-Undang, Op. Cit., hal. 121.
192
H.F.A Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata , Jilid I, PT. RajaGrajindo Persada, Jakarta, 1996, Cet.IV, hal. 126.
193
J. Satrio. Hukum Pribadi, Bagian I, Persoon Alamiah, Op. Cit., hal. 109 dan not No. 171.
194
Asser-Wiarda, Op. Cit., hal. 348.
195
J. Satrio, Hukum Keluarga Tentang Kedudukan Anak Dalam Undang-Undang, Op. Cit., hal. 150.
Universitas Sumatera Utara
Dengan hanya mempunyai hubungan perdata dari garis ibunya, maka anak luar kawin mendapat perlindungan dari undang-undang, artinya semenjak ia dilahirkan
mendapat ibu dari wanita yang melahirkannya. Sebaliknya wanita itu tidak dapat menghindar bahwa yang dilahirkan bukan anaknya. Dalam akta kelahiran anak
yang demikian, dicatat bahwa anak tersebut dilahirkan dari seorang perempuan.
196
Sejak tanggal 23 April 1964, untuk Negeri Belanda, berdasarkan Perjanjian Brussel tanggal 12-09-1962, di dalam Pasal 1 disebutkan bahwa antara perempuan,
yang dalam akta kelahiran dicantumkan sebagai ibu dari anak tertentu, dengan anak tersebut, ada hubungan kekeluargaan sebagai akibat dari pencantuman seperti itu
197
. BW baru Nederland juga mengatur hubungan antara anak luar kawin dengan
ayah dan ibunya, yaitu sebagai berikut : Demikian pula Buku 1 BW baru Nederland, yang berlaku sejak tanggal 1 Januari
1970, pasal 221 ayat 1-nya berbunyi sebagai berikut :
Een onwettig kind heft de
staat van natuurlijk kind van de moeder. Het verkrijgt door de erkenning de staa t van natuurlijk kind van de vader
” seorang anak tidak sah mempunyai status sebagai anak wajar daripada ibunya. Ia memperoleh status sebagai anak wajar
dengan adanya pengakuan oleh ayahnya. Pasal 221 ayat 2 berbunyi : “
Onder de vader van een natuurlijk kind wordt verstaan, hij die het kind heft erkend
” yang dimaksud dengan ayah seorang anak wajar, yalah ia yang mengakui anak
tersebut. Dan Pasal 222 berbunyi : “
Een onwettig kind komt met zijn moeder in familierechtelijke betrekking te staat, op het tijdstip van zijn geboorte en met zijn
vader op het tijdstip van erkenning
”
198
Seorang anak tidak sah, mempunyai
196
Gatot Supramono, Segi-Segi Hukum Hubungan Luar Nikah, Djambatan, Jakarta, 1998, hal. 90.
197
J. Satrio, Hukum Keluarga Tentang Kedudukan Anak Dalam Undang-Undang, Op. Cit., hal. 152. Seperti yang dikutip oleh J. Satrio :
“… dat tussen de vrouw, die in de geboorteakte als de moeder staat vermeld en het betreffende king familierechte-lijke betrekking bestaan als gevolg van die
vermelding ”, demikian Delfos-Doek, Vaderschap, Afstamming en Adoptie, Serie Jeugdrecht en
Jeugdbeschermingsrecht Nr. 1, Cetakan pertama, Tjeenk-Willink, Zwolle, 1982, hal.26.
198
Bakels, Burgerlijk Wetboek, 11
o
druk, Kluwer, Deventer, 1980, hal. 66.
Universitas Sumatera Utara
hubungan hukum kekeluargaan dengan ibunya sejak saat kelahirannya, dan dengan ayahnya pada saat dilakukannya pengakuan.
199
Menurut J. Satrio, dalam bukunya Hukum Keluarga Tentang Kedudukan Anak Dalam Undang-undang, mengatakan bahwa :
Mengenai siapa ibu seorang anak, kiranya orang tidak akan keliru, karena perempuan yang melahirkan anak itu pasti ibunya. Dengan demikian, bahwa antara seorang ibu
dengan anaknya otomatis ada hubungan hukum perdata adalah suatu prinsip yang logis. Seorang ibu tidak memperlakukan anak sah dengan anak luar kawin secara
berbeda. Dalam kehidupan sehari-hari, semua anak adalah anak sah bagiterhadap ibunya. Dengan demikian, bunyi Pasal 43 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan adalah cocok dengan realitanya. Hubungan hukum yang terjadi secara otomatis antara anak dengan ibunya tidak perlu ditegaskan lagi.
200
. Pasal 353 KUH Perdata menyebutkan bahwa :
1 seorang anak tak sah bernaung demi hukum di bawah perwalian bapaknya
yang telah dewasa atau ibunya yang telah dewasa pula dan masing-masing telah mengakuinya, kecuali si bapak atau si ibu telah dikecualikan dari
perwalian atau telah kehilangan hak mereka menjadi wali, sekiranya perwalian itu sudah ditugaskan kepada orang lain selama bapak atau ibu
belum dewasa atau, wali ini telah mendapat tugas itu sebelum anak diakui
199
R. Soetojo Prawirohamidjojo, Pluralisme Dalam Perundang-Undangan Perkawinan di Indonesia
, Cet. III, Airlangga University Press, Surabaya, 2002, hal. 106.
200
J. Satrio, Hukum Keluarga Tentang Kedudukan Anak Dalam Undang-Undang, Op. Cit., hal. 153-156.
Universitas Sumatera Utara
2 jika pengakuan itu dilakukan oleh kedua orang tua, maka perwalian terhadap
anak itu dengan kekecualian yang sama harus dilakukan oleh si yang mengakuinya terlebih dahulu, sedangkan, sekiranya pengakuan itu dilakukan
dalam waktu yang sama, si bapaklah yang harus memangku perwalian. Dengan lahirnya UU Perkawinan No.1 tahun 1974, maka anak luar kawin
berada di bawah perwalian ibunya. Pasal 331 a KUH Perdata menyebutkan bahwa perwalian mulai berlaku :
1. Jika seorang wali diangkat oleh hakim dan pengangkatan itu terjadi dalam
kehadirannya, pada saat pengangkatan itu dilakukan, dan jika terjadi tidak dalam kehadirannya, pada saat pengangkatan itu diberitahukan kepadanya.
2. Jika seorang wali diangkat oleh salah satu dari kedua orang tuanya pada saat
pengangkatan itu karena meninggalnya yang mengangkat, memperoleh kekuatan untuk berlaku dari yang diangkat menyatakan kesanggupannya
menerima pengangkatan tersebut. 3.
Jika seorang perempuan bersuami diangkat menjadi wali, baik oleh hakim, maupun salah satu dari kedua orang tua, pada saat ia dengan bantuan atau
dengan kuasa suaminya, atau dengan kuasa dari hakim, menyatakan dengan kesanggupan menerima pengangkatan itu.
4. Jika suatu perhimpunan yayasan atau lembaga sosial tidak atas permintaan
atau kesanggupan sendiri, diangkat menjadi wali pada saat mereka menyatakan sanggup menerima pengangkatan itu.
Universitas Sumatera Utara
5. Jika seorang menjadi wali karena hukum, pada saat terjadinya peristiwa yang
mengakibatkan perwaliannya. Dalam kasus ini, yang menjadi wali dari anak luar kawin Susan Cahya Dewi
adalah neneknya dari pihak ibu, yaitu Ny. Tan Jong Nio berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri Kodya Madiun No. 42Pdt.P1993PN Kd.Mn. tanggal 22
September 1993. Anak tersebut tidak di bawah perwalian ayahnya Jap Hong Tjiang, Jika ditinjau dari Pasal 353 KUH Perdata, yang mengatakan bahwa anak luar kawin
demi hukum berada di bawah perwalian bapak atau ibunya yang telah mengakuinya, maka dapat dikatakan bahwa Susan Cahya Dewi anak luar kawin tersebut belum
diakui oleh ayahnya Jap Hong Tjiang.
B. Wasiat Testamen