Pengertian Aktifitas Dakwah Unsur-unsur Dakwah

Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalannya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. Qs. An-Nahl: 125 Ayat di atas menerangkan bahwa dakwah merupakan perbuatan yang sangat penting, karena dalam ayat tersebut terdapat kata serulah, maka umat manusia diperintahkan untuk menyeru, menyebarkan, mengajak, memberikan pengetahuan kepada orang lain tentang ajaran-ajaran Islam, meluruskan perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari ajaran-ajaran Islam. Dakwah juga dapat berarti penyebaran rahmat Allah SWT, sesuai misi Islam sebagai agama Rahmatan Li Al-‘Amin, yaitu penyebaran cinta kasih rahmat pada semua manusia bahkan pada sesama makhluk seluruh alam. Sebab Allah SWT semuanya merupakan wujud cinta kasih rahman dan rahim-nya, agar manusia hidupnya di dunia hasanah dan akhirat hasanah. Sebab jika Islam diikuti manusia, ia akan menjadi baik. Dengan tauhid manusia akan menjadi merdeka, tidak terbelenggu dengan kepercayaan- kepercayaan yang aneh-aneh yang tidak masuk akal. 17

C. Pengertian Aktifitas Dakwah

Dengan penjelasan di atas dapat kita artikan bahwa aktifitas dakwah adalah segala sesuatu yang berbentuk aktifitas atau kegiatan yang dilakukan dengan sadar yang mengajak manusia ke jalan kebaikan yang mulia di sisi 17 Nurul Badruttamam., Dakwah kolaboratif Tarmizi Taher, Jakarta : Grafindo Khazanah Ilmu 2005 Allah Swt. Serta meluruskan perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari ajaran-ajaran Islam. Aktifitas dakwah juga dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan yang mengarah kepada perubahan terhadap sesuatu yang belum baik agar menjadi baik dan kepada sesuatu yang sudah baik agar menjadi lebih baik lagi. Dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali aktifitas, kegiatan atau kesibukan yang dilakukan manusia. Namun, berarti atau tidaknya kegiatan tersebut bergantung pada individu tersebut. Karena menurut Samuel Soeitoe, sebenarnya aktifitas bukan hanya sekedar kegiatan, Tetapi aktifitas dipandang sebagai usaha untuk mencapai atau memenuhi kebutuhan orang yang melakukan aktifitas itu sendiri. 18 Dari definisi di atas menimbulkan beberapa prinsip yang menjadikan substansi aktifitas dakwah sebagai berikut: 1. Dakwah merupakan suatu proses aktifitas yang penyelenggaraannya dilakukan dengan sadar atau sengaja. 2. Usaha yang diselenggarakan itu berupa mengajak seseorang untuk beramal ma’ruf nahi munkar untuk memeluk agama Islam. 3. Proses penyelenggaraan tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu yaitu untuk mendapat kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat yang diridhoi Allah SWT.

D. Unsur-unsur Dakwah

18 Samuel Soeitoe, Psikologi Pendidikan II. Jakarta : FEUI, 1982 Unsur-unsur dakwah haruslah ada dalam proses dakwah, bilamana unsur- unsur itu tidak terpenuhi maka dakwah akan mengalami hambatan bahkan kegagalan. Unsur-nsur dakwah adalah komponen-komponen yang terdapat dalam setiap kegiatan dakwah. Adapun unsur-unsur dakwah itu antara lain : Da’i pelaku dakwah, Mad’u mitra dakwah, Materi Dakwah maddah, Media Dakwah wasilah, Metode Dakwah metode dan Efek Dakwah atsar. Adapun pengertian-pengertiannya adalah sebagai berikut: 1. Da’i pelaku dakwah Da’i adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan, tulisan, maupun perbuatan yang dilakukan baik secara individu, kelompok, atau lewat organisasi atau lembaga. Di tinjau dari segi bahasa kata da’i ini berasal dari kata da’a–yad’u yang bentuk masdarnya adalah da’wah dan kata da’I adalah isim fa’il dari kata tersebut. Yang berarti pemanggil, penyeruh, atau pengajak. 19 Dan sering disebut dengan sebutan muballigh yang berarti orang yang menyampaikan ajaran Islam, namun sebenarnya sebutan ini konotasinya sangat sempit, karena masyarakat cenderung mengartikannya sebagai orang yang menyampaikan ajaran Islam melalui lisan saja, seperti penceramah agama, khatib orang yang berkhotbah, dan sebagainya. Dakwah yang dilakukan seorang da’i tidak terbatas hanya dengan lisan saja. Oleh karena, itu da’i memiliki makna yang lebih luas di bandingkan 19 Drs. Abdul Rosyad Shaleh, Manajemen Dakwah Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1977 dengan muballigh. 20 Siapa saja yang menyatakan sebagai pengikut Nabi Muhammad hendaknya menjadi seorang Da’i dan harus dijalankan sesuai dengan hujjah yang nyata dan kokoh. Da’i juga harus mengetahui cara menyampaikan dakwah tentang Allah, alam semesta, dan kehidupan, serta apa yang dihadirkan dakwah untuk memberikan solusi, terhadap masalah yang dihadapi manusia, juga metode-metode yang dihadirkan untuk menjadikan agar pemikiran dan perilaku manusia tidak salah dan tidak melenceng. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat Ali-Imran : 110 ☺ ⌧ ☺ ☺ ⌧ Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah kepada yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; diantara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.“Qs.Ali-Imran: 110 Dari ayat di atas dapat diketahui bahwa setiap orang yang menyampaikan atau menjalankan aktifitas dakwah haruslah mempunyai kepribadian yang baik sebagai seorang dan Da’i karena semua perilaku, 20 Ibid, hal. 19. sikap dan kepribadian seorang Da’i akan menjadi contoh bagi semua jama’ahnya. 2. Mad’u penerima dakwah Mad’u, yaitu manusia yang menjadi sasaran dakwah, atau manusia penerima dakwah, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok, baik manusia yang beragama Islam maupun tidak atau dengan kata lain manusia secara keseluruhan. Kepada manusia yang belum beragama Islam, dakwah bertujuan untuk mengajak mereka untuk mengikuti agama Islam sedangkan kepada orang-orang yang telah beragama Islam dakwah bertujuan meningkatkan kualitas iman, Islam, dan ihsan. Sesungguhnya iman terkadang bertambah dan kadang berkurang sebagaimana dikatakan oleh mayoritas ahli hadits dan fiqih. Oleh karena itu, semua aktifitas dalam ruang lingkup iman juga bisa naik hingga sampai ke puncaknya, baik dalam aspek i’tiqad ataupun amaliah, dan bisa pula turun sampai lemah pada suatu saat. Orang yang sukses adalah orang yang tidak bersikap berlebihan ketika tingkat imannya naik, dan tidak pula melampui ambang batas ketika imannya turun. Sesuai dengan sabda Nabi Saw: “Setiap amal mempunyai masa semangat syirrah, dan setiap masa semangat terdapat pula masa turun semangat fatrah. Barang siapa yang masa lemah semangatnya masih berada pada sunnahku, maka ia telah mendapat petunjuk”. Pemeriksaan hati harus dilakukan agar seorang mukmin dapat mengetahui keadaan turun-naiknya iman. Di samping agar dapat bersyukur kepada Allah SWT bila imannya bertambah dan menyusuli bila ada kekurangan. 21 Mad’u atau mitra dakwah terdiri dari berbagai macam golongan manusia. Oleh karena itu, menggolongkan mad’u sama dengan menggolongkan manusia itu sendiri dari aspek profesi, ekonomi, dan seterusnya. Muhammad Abduh membagi mad’u menjadi tiga golongan, yaitu : a. Golongan cerdik cendikiawan yang cinta kebenaran, dapat berpikir secara kritis, dan cepat menangkap persoalan b. Golongan awam, yaitu orang yang kebanyakan yang belum dapat berpikir secara kritis dan mendalam serta belum dapat menangkap pengertian-pengertian yang tinggi c. Golongan yang berbeda dengan dua golongan tersebut, mereka senang membahas sesuatu tetapi hanya dalam batas tertentu saja, dan tidak mampu membahasnya secara mendalam. Dari beberapa golongan di atas, dalam melaksanakan dakwah seorang Da’i harus mengetahui terlebih dahulu siapa sasaran dakwahnya, kondisi jama’ahnya sehingga tujuan dakwah akan lebih cepat tercapai. 3. Materi Dakwah maddah Maddah dakwah adalah isi pesan atau materi yang disampaikan kepada mad’u. Dalam hal ini sudah jelas bahwa yang menjadi maddah 21 Muhammad Ahmad Ar-Rasyid, Hambatan-hambatan Dakwah, Jakarta: Robbani Press, 2005 dakwah adalah a jaran Islam itu sendiri. Isi pokok materi dakwah pada dasarnya berpedoman kepada Al-Qur’an dan Hadits. Secara umum materi dakwah dapat diklasifikasikan menjadi empat masalah pokok, yaitu: a. Masalah Akidah keimanan Dari segi bahasa kata aqidah berasal dari bahasa arab yaitu Al- Aqdu yang berarti ikatan, kepastian, penetapan, pengukuhan, dan pengencangan dengan kuat. Sedangkan menurut istilah terdapat dua pengertian umum. Pertama, Aqidah adalah hukum yang Qath’i pasti tanpa keraguan lagi, baik berdasarkan Syar’i maupun pemikiran akal yang sehat. Kedua, bahwa aqidah adalah pokok-pokok ajaran dalam Islam dan hukum-hukum yang Qath’i, seperti keimanan dan mentauhidkan Allah SWT, beriman kepada kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi dan Rasul Nya, kepada hari kiamat, kepada takdir baik dan buruk dari Allah, serta semua yang ghaib yang didasarkan kepada dalil-dalil yang kuat. dengan demikian aqidah itu meliputi Iman, Din, dan Islam dalam segi i’tiqad, serta meliputi syari’at dalam segi pengamalan. 22 Masalah pokok yang menjadi materi dakwah adalah aqidah Islamiyah. Aspek aqidah inilah yang akan membentuk moral akhlak 22 Tim Dirasah Islamiyyah Fakultas Dirasah Islamiyah UIN Jakarta, Akhlak Ijtimaiyyah, Jakarta : PT. Plamator, 1998 h.5. manusia. Oleh karena itu, yang pertama kali dijadikan materi dalam dakwah Islam adalah masalah aqidah atau keimanan. b. Masalah Syari’ah Hukum atau syari’ah sering disebut sebagai cermin peradaban dalam pengertian bahwa ketika ia tumbuh matang dan sempurna, maka peradaban mencerminkan dirinya dalam hukum-hukumnya. Pelaksanaan syari’ah merupakan sumber yang melahirkan peradaban Islam, yang melestarikan dan melindunginya dalam sejarah. Syari’ah inilah yang akan selalu menjadi kekuatan peradaban di kalangan kaum muslimin. Materi dakwah ini yang bersifat sangat luas dan mengikuti seluruh umat Islam. Syari’ah dalam Islam berhubungan erat dengan amalan lahir nyata dalam rangka mentaati semua peratuan hukum Allah guna mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan dan mengatur pergaulan hidup antara sesama manusia. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah Surat An-Nur 55 : ☺ ⌧ ☺ ⌧ ⌧ ⌧ Artinya: Dan Allah Telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana dia Telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang Telah diridhai-Nya untuk mereka, dan dia benar-benar akan menukar keadaan mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. dan barangsiapa yang tetap kafir sesudah janji itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik. Ayat tersebut di atas mencerminkan hubungan antara manusia dengan Allah SWT. Artinya masalah-masalah yang berhubungan dengan syari’at bukan saja terbatas pada ibadah kepada Allah, akan tetapi masalah-masalah yang berhubungan antara sesama hidup manusia diperlukan juga. Seperti hukum jual beli, berumah tangga, bertetangga, warisan dan kepemimpinan. Demikian juga larangan- larangan Allah seperti meminum-minuman keras, berzina, mencuri. 23 Syari’ah ini bersifat universal, yang menjelaskan hak-hak umat Muslim dengan non Muslim, bahkan hak seluruh umat manusia. Dengan adanya materi syari’ah ini, maka tatanan sistem dunia akan teratur dan sempurna. Materi dakwah yang menyajikan unsur syari’at harus dapat menggambarkan atau memberikan informasi yang jelas di bidang hukum dalam bentuk status hukum yang bersifat wajib, mubbah dibolehkan, dianjurkan mandub, makruh dianjurkan supaya tidak dilakukan dan haram dilarang. c. Masalah Mu’amalah Islam merupakan agama yang menekankan urusan mu’amalah lebih besar porsinya daripada urusan ibadah. Islam lebih banyak memperhatikan aspek kehidupan sosial dari pada aspek kehidupan 23 Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Islam, Surabaya: Al-Ikhlas: 1983 ritual. Islam adalah agama yang menjadikan seluruh bumi ini masjid, tempat mengabdi kepada Allah. Ibadah dalam mu’amalah di sini, diartikan ibadah yang mencakup hubungan dengan Allah dalam rangka mengabdi kepada Allah SWT. Cakupan aspek mu’amalah jauh lebih luas daripada ibadah. Statement ini dapat dipahami dengan alasan- alasan : 1 Dalam Al-Qur’an dan Hadits mencakup proporsi terbesar sumber hukum yang berkaitan dengan urusan mu’amalah 2 Ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran lebih besar daripada ibadah yang bersifat perorangan. Jika urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal, karena melanggar pantangan tertentu, maka kafaratnya tebusannya adalah melakukan sesuatu yang berhubungan dengan mu’amalah. Sebaliknya, jika orang tidak baik dalam urusan mu’amalah, maka urusan ibadah tidak dapat menutupinya 3 Melakukan amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapatkan ganjaran lebih besar daripada ibadah sunnah. d. Masalah Akhlak Secara etimologis, kata akhlak berasal dari bahasa Arab, jamak dari khuluqum yang berarti budi pekerti, perangai, dan tingkah laku atau tabiat. Kalimat-kalimat tersebut memiliki segi-segi persamaan dengan perkataan khalqun yang berarti kejadian, serta erat hubungannya dengan khaliq yang berarti pencipta, dan makhluk yang berarti yang diciptakan. Sedangkan secara terminologis, pembahasan akhlak berkaitan dengan masalah tabiat atau kondisi temperatur batin yang mempengaruhi perilaku manusia. Akhlak sebagai materi dakwah dan merupakan penyempurnaan keimanan dan keislaman terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 21: ⌧ ☺ ⌧ ⌧ ⌧ Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah SAW itu suri tauladan yang baik bagimu yaitu bagi orang-orang yang mengharapkan rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan tidak banyak menyebut nama Allah. “Qs. Al-Ahzab : 21 Selanjutnya Al-Farabi berpendapat bahwa latihan adalah unsur yang sangat penting untuk memperoleh akhlak yang terpuji dan tercela, dan dengan latihan secara terus-menerus terwujudlah kebiasaan. Berdasarkan pengertian ini, maka ajaran akhlak dalam Islam pada dasarnya meliputi kualitas perbuatan manusia yang merupakan ekspresi dari kondisi kejiwaannya. Semua manusia juga mempunyai tanggung jawab dalam setiap perbuatannya, maka Islam mengajarkan kriteria perbuatan dan kewajiban yang mendatangkan kebahagiaan, bukan siksaan. Dan kebahagiaan dapat dicapai melalui upaya terus- menerus dalam mengamalkan perbuatan terpuji berdasarkan kesadaran dan kemauan. Materi akhlak ini diorientasikan untuk dapat menentukan baik dan buruk, akal, dan kalbu berupaya untuk menemukan standar umum melalui kebiasaan masyarakat. Karena ibadah dalam Islam sangat erat kaitannya dengan akhlak. 4. Media Dakwah Wasilah Media dakwah wasilah adalah alat yang digunakan untuk menyampaikan materi dakwah ajaran Islam kepada Mad’u. Untuk menyampaikan ajaran Islam kepada umat dakwah dapat menggunakan berbagai wasilah. Hamzah Yaqub membagi wasilah dakwah menjadi lima macam, yaitu lisan, tulisan audiovisual, dan akhlak. Adapun pengertiannya sebagai berikut: a. Lisan adalah media dakwah yang paling sederhana yang menggunakan lidah dan suara, dakwah dengan media ini dapat berbentuk pidato, ceramah, kuliah, bimbingan, penyuluhan dan sebagainya b. Tulisan adalah media dakwah melalui tulisan, buku, majalah, surat kabar, surat-menyurat korespondensil, spanduk dan sebagainya c. Lukisan adalah media dakwah melalui gambar, karikatur, dan sebagainya d. Audiovisual adalah media dawah yang dapat merangsang indra pendengaran, penglihatan atau kedua-duanya, seperti televisi, film slide, OHP, Internet, dan sebagainya e. Akhlak yaitu media dakwah melalui perbuatan-perbuatan nyata yang mencerminkan ajaran Islam yang secara langsung dapat dilihat dan didengarkan oleh mad’u Hal tersebut sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an surat Al- Maidah ayat 67: ☺ ☺ Artinya: “Wahai Rasul sampaikanlah apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika kamu tidak kerjakan apa yang diperintahkan itu, berarti kamu tidak menyampaikan amanatnya. Allah memelihara kamu dari gangguan manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir“. Qs. Al- Maidah: 67. 5. Metode Dakwah Dari segi bahasa kata metode berasal dari dua kata yaitu “meta” melalui dan hodos jalan, cara 24 dengan demikian bahwa metode dapat di artikan sebagai cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Sumber yang lain menyebutkan bahwa metode berasal dari bahasa jerman methodica, artinya ajaran tentang metode. Dalam bahasa yunani 24 M.arifin, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara ,1991 metode berasal dari kata methodos artinya jalan yang dalam bahasa arab disebut thariq. Metode berarti cara yang telah diatur dan melalui proses pemikiran untuk mencapai suatu maksud. 25 Kata metode telah menjadi bahasa Indonesia yang memiliki pengertian “suatu cara yang bisa ditempuh atau cara yang ditentukan secara jelas untuk mencapai dan menyelesaikan suatu tujuan, rencana sistem, tata pikir manusia”. Sedangkan dalam metodologi pengajaran ajaran Islam disebutkan bahwa metode adalah “suatu cara yang sistematis dan umum terutama dalam mencari kebenaran ilmiah”. 26 Metode dakwah adalah jalan atau cara yang dipakai juru dakwah untuk menyampaikan ajaran materi dakwah Islam. Dalam menyampaikan suatu pesan dakwah, metode sangat penting peranannya karena suatu pesan walaupun baik, tetapi disampaikannya lewat metode yang tidak benar maka pesan itu bisa saja ditolak oleh si penerima pesan.

E. Tujuan Dakwah