bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu berdasarkan pada kesusilaan moral, sebagai panggilan dari hati nuraninya.
Ad.9. Asas Kepatutan
Asas ini dituangkan dalam pasal 1339 KUH Perdata. Asas kepatutan disini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian. Menurut hemat saya asas
kepatutan ini harus dipertahankan, karena melalui asas ini ukuran tentang hubungan
ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam masyarakat. Ad.10. Asas Kebiasaan
Asas ini diatur dalam pasal 1339 jo. 1347 KUH Perdata, yang dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang
secara tegas diatur, akan tetapi juga hal-hal yang dalam keadaan dan kebiasaan yang lazim diikuti.
21
4. Pelaksanaan Perjanjian
Suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu.. Hal ini
adalah merupakan suatu gambaran saja yang nantinya diwujudkan kedua belah pihak secara bersama-sama. Maka dalam pelaksanaan perjanjian tidak jarang timbul
persoalan yang pada saat perjanjian diadakan belum terlihat dengan jelas, atau masing-masing pihak memberikan penafsiran sendiri-sendiri mengenai maksud
perjanjian yang mereka buat. Hal ini tentu saja menimbulkan sengketa diantara para pihak itu. Supaya jangan terjadi perbedaaan pendapat atau pertikaian diantara para
21
Ibid
M Imanullah Rambey : Kedudukan Dan Tanggungjawab Para Pihak Dalam Hukum Perjanjian Keagenan…, 2007 USU e-Repository © 2008
pihak perlu ada ketentuan-ketentuan mengenai bagaimana melaksanakan dan memberikan tafsiran pada pelaksanaan suatu perjanjian.
Untuk melaksanakan suatu perjanjian lebih dahulu harus ditetapkan secara tegas dan cermat apa saja isi perjanjian tersebut, atau dengan kata lain apa saja hak
dan kewajiban masing-masing pihak. Orang-orang yang mengadakan perjanjian tanpa mengatur dan menentukan hak dan kewajiban kedua belah pihak dengan jelas, tentu
akan menemukan kesulitan dalam pelaksanaan perjanjian tersebut. Pasal 1338 KUH Perdata menerangkan bahwa semua perjanjian yang dibuat
secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, artinya ialah bahwa janji tersebut mengikat para pihak. Namun demikian menurut pasal 1339
KUH Perdata, setiap perjanjian tidak hanya mengikat hal-hal yang dengan tegas dinyatakan dalam perjanjian, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifatnya
perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang. Dengan demikian setiap perjanjian harus dilengkapi dengan aturan-aturan yang terdapat
dalam undang-undang. Namun menurut pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata semua perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Pasal ini merupakan salah satu
sendi yang terpenting dalam hukum perjanjian, artinya bahwa dalam pelaksanaan perjanjian itu harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan dan dalam
pelaksanaan tersebut hakim diberi kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan perjanjian berdasarkan undang-undang yang berlaku serta keadilan,
Dari dua ayat terdapat dalam pasal 1338 KUH Perdata yaitu ayat 1 dan ayat 3, dapat kita pandang bahwa ayat 1 merupakan ayat yang menuntut kepastian hukum
M Imanullah Rambey : Kedudukan Dan Tanggungjawab Para Pihak Dalam Hukum Perjanjian Keagenan…, 2007 USU e-Repository © 2008
artinya perjanjian dibuat adalah bebas tetapi sifatnya mengikat, sedangkan ayat 3 adalah ayat yang mengandung tuntutan keadilan.
Tentang bagaimana pelaksanaan dari suatu perjanjian, KUH Perdata memberikan pedoman sebagai berikut:
a. Semua perjanjian yang sah mengikat para pihak yang membuatnya sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya pasal 1338 KUH Perdata. b.
Jika kata-kata dalam suatu perjanjian cukup jelas maka tidak dibenarkan untuk menyimpang dari padanya dengan jalan penafsiran pasal 1342 KUH Perdata.
c. Apabila kata-kata dalam suatu perjanjian dapat memberikan bermacam
penafsiran, harus dipilihnya menyelidiki maksud kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut, dari pada memegang teguh kata-kata menurut
huruf pasal 1343 KUH Perdata. d.
Jika suatu janji dapat memberikan dua macam pengertian, maka harus dipilih pengertian yang dapat sedemikian yang memungkinkan perjanjian itu
dilaksanakan, daripada memberikan pengertian yang tidak memungkinkan pelaksanaan. pasal 1344 KUH Perdata.
e. Jika kata-kata dalam perjanjian dapat menimbulkan dua macam pengertian, maka
harus dipilih pengertian-pengertian yang paling sesuai dengan sifat perjanjian pasal 1345 KUH Perdata.
f. Apabila ada yang meragukan dalam suatu perjanjian, maka harus ditafsirkan
menurut apa yang menjadi kebiasaan tempat dimana perjanjian itu dibuat pasal 1346 KUH Perdata.
M Imanullah Rambey : Kedudukan Dan Tanggungjawab Para Pihak Dalam Hukum Perjanjian Keagenan…, 2007 USU e-Repository © 2008
g. Hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya dijanjikan dianggap secara diam-diam
dimasukkan dalam perjanjian walaupun tidak dengan tegas dinyatakan pasal 1374 KUH Perdata.
h. Semua janji yang dibuat dalam suatu perjanjian harus diartikan dalam hubungan
satu sama lain pasal 1348 KUH Perdata. i.
Jika dalam suatu perjanjian terdapat suatu kerugian, maka perjanjian itu harus ditafsirkan atas kerugian orang lain yang telah meminta dijanjikan atau hal dan
untuk keuntungan orang yang telah mengikatkan dirinya untuk itu pasal 1349 KUH Perdata.
j. Meskipun bagaimana kerasnya kata-kata dalam suatu perjanjian disusun, namun
perjanjian itu hanya meliputi hal-hal nyata dimaksudkan oleh kedua belah pihak itu pasal 1350 KUH Perdata.
k. Jika seseorang dalam suatu perjanjian menyatakan sesuatu hal hendak
menjelaskan perikatan, tidaklah ia dianggap mengurangi atau membatasi kekuatan perjanjian menurut hukum dalam hal-hal yang tidak dinyatakan pasal 1351 KUH
Perdata 5. Berakhirnya Perjanjian Keagenan
Berakhirnya perjanjian adalah hapusnya perjanjian atau bubarnya perikatan yang dibuat oleh para pihak, berakhirnya perjanjian membawa konsekwensi hapusnya
semua pernyataan kehendak yang dicantumkan dalam persetujuan kedua belah pihak. Demikian pula hilangnya hak dan kewajiban yang melekat pada pihak.
M Imanullah Rambey : Kedudukan Dan Tanggungjawab Para Pihak Dalam Hukum Perjanjian Keagenan…, 2007 USU e-Repository © 2008
Pada pasal 1381 KUH Perdata menetapkan cara-cara hapusnya perikatan, yaitu:
1. Karena pembayaran
Yang dimaksud oleh Undang-undang dengan pembayaran adalah “pelaksanaan atau pemenuhan tiap perjanjian secara suka rela artinya tidak
dengan paksaan atau eksekusi.
22
Pembayaran harus ditafsirkan secara luas. Dari sudut juridis teknis pembayaran tidak harus dengan penyerahan
sejumlah uang, tetapi juga dengan pemenuhan jasa, melakukan pekerjaan seperti yang diperjanjikan.
2. Karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan dan
penitipan. Dengan cara ini dapat menghapuskan perikatan karena apabila penawaran
pembayaran yang diikuti dengan penitipan atau konsinasi telah dilakukan sesuai dengan cara yang ditentukan oleh Undang-Undang, maka telah
dianggap melakukan pembayaran. Cara ini hanya dapat dilakukan jika prestasinya penyerahan sejumlah
uangbarang, sementara jika prestasi benda tak bergerak pembuat Undang- undang tidak mengaturnya.
3. Pembaharuan hutang Novasi
22
Prof. Subekti, op.cit, halaman 152
M Imanullah Rambey : Kedudukan Dan Tanggungjawab Para Pihak Dalam Hukum Perjanjian Keagenan…, 2007 USU e-Repository © 2008
“Artinya adalah suatu perjanjian dengan mana perikatan yang sudah ada dihapuskan dengan dan sekaligus diakui suatu perikatan baru”.
23
Menurut Pasal 1413 KUH Perdata dengan diperbuatnya perjanjian dengan mana perjanjian lain dihapuskan atau dengan adanya pergantian debitur atau
pergantian kreditur, maka debitur lama dan kreditur lama dibebaskan dari perikatan.
4. Perjumpaan hutang atau konpensasi
Perhitungan hutang timbal balik konpensasi dapat terjadi antara lain pihak yang mempunyai hutang dan piutang antara keduanya kemudian diadakan
perhitungan hutang mereka. Menurut Pasal 1426 KUH Perdata perhitungan ini berlangsung secara otomatis, tanpa para pihak memohon atau menuntut
diadakan perhitungan. 5.
Percampuran hutang “Menurut Pasal 1413 percampuran hutang terjadi apabila kedudukan
kreditur dan debitur itu jadi satu artinya berada dalam satu tangan. Percampuran itu terjadi demi hukum. Dalam hal ini hutang piutang jadi
hapus”.
24
6. Pembebasan hutang
Hal ini terjadi dengan dibuatnya perjanjian baru dimana prinsipal dengan suka rela melepaskanmembebaskan agen untuk memenuhi prestasi, maka
23
Mariam Darus Badrulzaman, op.cit, halaman 176
24
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan Bandung ,Alumni,1982 halaman 68.
M Imanullah Rambey : Kedudukan Dan Tanggungjawab Para Pihak Dalam Hukum Perjanjian Keagenan…, 2007 USU e-Repository © 2008
hilanglah kewajiban agen untuk memenuhi prestasi karena perjanjian telah berakhir.
7. Hapusnya barang yang dimaksudkan dalam perjanjian
Menurut Pasal 1444 KUH Perdata menyebutkan: “Jika suatu barang tertentu yang dimaksudkan dalam perjanjian hapus atau
karena suatu larangan yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak boleh diperdagangkan atau hilang tidak terang keadaanya akibat kesalahan debitur
atau kreditur. Apabila terjadi karena kesalahan, kelalaian debitur, perjanjian tidaklah hapus, debitur tetap berkewajiban memenuhi prestasi”.
Pasal ini juga bisa diterapkan dalam perjanjian keagenan, dimana apabila
prinsipal memberikan barang yang termasuk dilarang oleh pemerintah untuk diperdagangkan oleh agen.
8. Pembatalan
Pembatalan perjanjian biasanya terjadi syarat subjektif yang ditentukan oleh Pasal 1320 tidak dipenuhi. Dengan dimintakannya dan diputuskan batalnya
perjanjian, konsekwensinya adalah dengan beakhirnya perjanjian. Bila para pihak ingin memutuskan perjanjian, tetap harus diperhatikan
ketentuan Pasal 1266 KUH Perdata yang pada dasarnya menyatakan bahwa pembatalan suatu perjanjian hanya dapat dilakukan setelah adanya
keputusan pengadilan. Dengan perkataan lain, prinsipal yang bermaksud memutuskan perjanjian keagenan dengan agennya, tidak cukup hanya
dengan mengirimkan pemberitahuan secara tertulis saja akan maksudnya itu. Prinsipal harus mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri yang
M Imanullah Rambey : Kedudukan Dan Tanggungjawab Para Pihak Dalam Hukum Perjanjian Keagenan…, 2007 USU e-Repository © 2008
berwenang dan menunggu adanya keputusan pengadilan yang membenarkan dilakukannya pemutusan perjanjian keagenan.
Akan tetapi oleh karena sistem hukum perjanjian kita menganut sistem terbuka, maka dalam praktik untuk menghindari prosedur tadi, para pihak
dengan tegas menyatakan di dalam salah satu pasal perjanjiannya bahwa untuk perjanjian keagenan, harus setuju untuk mengenyampingkan
berlakunya ketentuan Pasal 1266 KUH Perdata. Dengan mengenyampingkan Pasal 1266 KUH Perdata secara sepihak dapat
melakukan pemutusan perjanjian sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang mereka sepakati.
9. Berlakunya syarat batal
Hal ini terjadi jika syarat yang dicantumkan dalam isi perjanjian atas persetujuan dua belah pihak. Keadaan ini terjadi pada perikatan bersyarat,
misalnya sewa menyewa rumah dengan syarat tidak boleh dipakai untuk jualan.
10. lampau waktu daluwarsa
Dengan lampaunya waktu dan atas syarat yang ditentukan oleh Undang- Undang maka perjanjian berakhir. Daluarsa ini berakibat hilangnya hak
untuk memperoleh prestasi atau dibebaskan dari suatu tuntutan atau dibebaskan dari perikatan. Perihal hapusnya perjanjian salah satu
pengaturannya menurut pasal 1381 KUH Perdata.
M Imanullah Rambey : Kedudukan Dan Tanggungjawab Para Pihak Dalam Hukum Perjanjian Keagenan…, 2007 USU e-Repository © 2008
“Ditinjau dari teoritis hapusnya perikatan sebagai hubungan antar kreditur dan debitur dengan sendirinya akan menghapuskan seluruh perjanjian. Akan tetapi
sebaliknya dengan hapusnya perjanjian belum tentu dengan sendirinya menghapuskan persetujuan”.
25
Selanjutnya dapat diperingatkan pada beberapa cara yang khusus diterapkan terhadap perikatan, misalnya ketentuan bahwa suatu perjanjian maatschap atau
perjanjian last geving hapus dengan meninggalnya salah satu anggota atau orang yang memberikan perintah dan curatile, atau pernyataan pailit yang mengakibatkan juga
hapusnya perjanjian maatschap.
26
Dari penjelasan Pasal 1381 KUH Perdata diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa perjanjian keagenan berakhir apabila:
1. Sudah tercapainya tujuan dari perjanjian keagenan yaitu perjanjian sudah
selesai. 2.
Perjanjian keagenan hapus karena pihak pemberi barang dalam hal ini prinsipal menghentikan perjanjian keagenan dengan memberi ganti rugi
kepada agen sebesar biaya yang dikeluarkan agen atas barang yang dibelinya dari prinsipal.
Menurut Pasal 1611 KUH Perdata penghentian ini sah saja. Undang-Undang memberi kemungkinan untuk mengakhiri perjanjian tersebut secara sepihak
dengan konsekwensinya pihak principalbouwheer membayar ganti rugi
25
M. Yahya Harahap, op.cit, halaman 106.
26
R. Surbekti,op.cit, halaman 152
M Imanullah Rambey : Kedudukan Dan Tanggungjawab Para Pihak Dalam Hukum Perjanjian Keagenan…, 2007 USU e-Repository © 2008
terhadap biaya yang telah dikeluarkan agen untuk membeli barangnya. Demikian juga sebaliknya.
3. Karena adanya kepailitan atau karena adanya penyitaan benda-benda milik
agen sehingga ia tidak dapat melanjutkan usahanya. 4.
Perjanjian keagenan juga berakhir karena adanya pemutusan perjanjian yang disebabkan wanprestasi, dalam arti pemutusan untuk waktu yang akan datang
dan pemenuhan untuk yang telah terjadi. 5.
Dengan meninggalnya agen atau berakhirnya masa perjanjian daluwarsa. Dalam perjanjian, para pihak biasanya akan merumuskan secara jelas
peristiwa apa-apa saja yang menjadi perselisihan events of defauls yang memberi dasar bagi masing-masing pihak untuk memutus perjanjian keagenanprinsipal di
antara mereka. Biasanya yang dikategorikan sebagai events of defauls antara lain adalah:
1. Apabila agenprinsipal lalai melaksanakan kewajibannya sebagaimana tercantum pada perjanjian keagenanprinsipal termasuk kewajiban melakukan pembayaran;
2. Apabila agenprinsipal melaksanakan apa yang sebenarnya tidak boleh dilakukan; 3. Apabila para pihak jatuh pailit;
4. Keadaan-keadaan lain yang menyebabkan para pihak tidak dapat melaksanakan
apa yang menjadi kewajiban-kewajibannya
M Imanullah Rambey : Kedudukan Dan Tanggungjawab Para Pihak Dalam Hukum Perjanjian Keagenan…, 2007 USU e-Repository © 2008
B. PENGERTIAN AGEN PADA UMUMNYA 1. Definisi Agen
Distribusi merupakan salah satu sarana utama yang digunakan perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu meningkatkan penjualan, laba dan
menunjang perkembangan perusahaan.
27
Dalam hal ini ada berbagai macam bentuk dan ragamnya.
Agen adalah suatu perusahaan yang bertindak atas nama prinsipal, karena agen tidak melakukan pembelian dari prinsipal. Barang-barang tetap menjadi milik
prinsipal sampai diselesaikannya proses penjualan melalui penyaluran atau penyampaian barang kepada pihak konsumen.
28
Sedangkan distributor adalah suatu badan usaha yang membeli barang-barang dari prinsipal atas biaya mereka,
menjualnya kepada konsumen dibawah wilayah pemasaran yang telah disepakati bersama.
Adapun perbedaan fungsi spesifik antara agen dan distributor adalah: a. Agen adalah perusahaan yang menjual barang atau jasa untuk dan atas nama
prinsipal. Pendapatan yang diterima adalah atas hasil dari barang-barang atau jasa yang dijual kepada konsumen yang berupa komisi dari hasil penjualan. Barang
dikirim langsung dari prinsipal kepada konsumen. Pembayaran atas barang yang telah diterima oleh konsumen langsung kepada prinsipal bukan melalui agen.
27
M.Imanullah Rambey, Skripsi, Penerapan Sistem Distribusi Terhadap VolumPenjualan PT.Texindo Medan, MEDAN, Fakultas Ekonomi UMSU, Tahun 2002 halaman 55
28
Mariam Darus Badrulzaman, op.cit, Aneka Hukum Bisnis, halaman 31
M Imanullah Rambey : Kedudukan Dan Tanggungjawab Para Pihak Dalam Hukum Perjanjian Keagenan…, 2007 USU e-Repository © 2008
b. Distributor bertindak dan atas namanya sendiri independen trader. Membeli dari produsen dan menjual kembali kepada konsumen untuk kepentingan sendiri.
Produsen tidak selalu mengetahui konsumen akhir dari produk-produknya. Distributor bertanggung jawab atas keamanan pembayaran barang-barangnya untuk
kepentingan sendiri.
29
Dengan melihat perbedaan antara agen dan distributor terdapat kriteria utama untuk dapat dikatakan adanya suatu keagenan adalah
wewenang yang dipunyai agen tadi untuk bertindak untuk dan atas nama prinsipal.
30
Prinsipal akan bertanggung jawab atas tindakan-tindakan yang dilakukan oleh seorang agen, sepanjang hal tersebut dilakukan dalam batas-batas wewenang yang
diberikan kepadanya, apabila seseorang agen dalam bertindak ternyata melampaui batas wewenangnya, maka ia yang akan bertanggung jawab secara sendiri atas
tindakan-tindakannya tadi.
31
Di pihak lain seorang distributor tidaklah berhak untuk bertindak untuk dan atas nama pihak yang menunjuknya sebagai distributor biasanya supplier, atau
manufacturer. Seorang distributor akan bertindak untuk dan atas nama sendiri, oleh karena itu dalam perjanjian distributor biasanya secara tegas akan dinyatakan
misalnya: “Except as expressly provided for in this agreement, nothing herein shall be deemed
to create an agency, joint venture, partnership or empoyment relationship or employment between the parties hereto, deemed or construed as granting to
distributor any right or authority to assume or to create any abligation or
29
Ibid, halaman 31.
30
Sumantoro, Hukum Ekonomi, Universitas Indonesia, tahun 1986 halaman 244
31
Lihat pasal-pasal 1797, 1801 KUH Perdata.
M Imanullah Rambey : Kedudukan Dan Tanggungjawab Para Pihak Dalam Hukum Perjanjian Keagenan…, 2007 USU e-Repository © 2008
responsibility, express or implied, for on behalf of, or ini the name of x, or to bind x in any way or manner whatoever”.
32
Hubungan bisnis dengan nama keagenan dan dengan nama distributor adalah berbeda, namun dalam praktek bisnis sehari-hari keduanya biasanya digabungkan.
33
Bila seseorangbadan bertindak sebagai agen, berarti ia bertindak untuk dan atas nama prinsipal, sedangkan bila seseorangbadan bertindak sebagai distributor,
berarti ia bertindak untuk dan nama dirinya sendiri.
2. Jenis-Jenis Keagenan Suatu keagenan dapat diklafikasikan kedalam beberapa, yaitu jenis sebagai