Perjanjian dikatakan dibuat tanpa sebab jika tujuan yang dimaksud para pihak pada waktu perjanjian dibuat tidak akan misalnya apabila dibuat perjanjian novasi atas
suatu perjanjian yang tidak ada sebelumnya. Yang dimaksud dengan sebab yang palsu adalah suatu sebab yang dibuat oleh para
pihak untuk menutupi sebab yang sebenarnya dari perjanjian itu. Perjanjian yang dibuat dengan suatu kausa yang tidak halal apabila
dimohonkan pelaksanaanya kepada pengadilan akan tidak berhasil, oleh karena perjanjian itu sejak semula adalah batal demi hukum, contoh perjanjian jual beli
heroin.
2. Jenis-Jenis Perjanjian
Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara, perbedaan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Perjanjian timbal balik;
b. Perjanjian Cuma-Cuma dan perjanjian atas beban;
c. Perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama;
d. Perjanjian campuran;
e. Perjanjian obligatoir;
f. Perjanjian kebendaan;
g. Perjanjian konsensuil dan perjanjian riil;
h. Perjanjian-perjanjian yang istimewa sifatnya;
i. Perjanjian publik.
16
Ad.a. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak, misalnya perjanjian jual beli.
Ad.b. Perjanjian Cuma-Cuma dan perjanjian atas beban
16
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Bandung, Alumni, 1994, halaman 19.
M Imanullah Rambey : Kedudukan Dan Tanggungjawab Para Pihak Dalam Hukum Perjanjian Keagenan…, 2007 USU e-Repository © 2008
Perjanjian dengan Cuma-Cuma adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja misalnya hibah.
Perjanjian atas beban adalah perjanjian terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu ada
hubungannya menurut hukum. Ad,c. Perjanjian bernama dan perjanjian tidak bernama
Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, maksudnya ialah perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh
pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari. Perjanjian bernama terdapat dalam Bab V sampai dengan XVIII KUH Perdata. Diluar
perjanjian bernama tumbuh perjanjian tidak bernama, yaitu perjanjian-perjanjian yang tidak diatur dalam KUH Perdata, tetapi terdapat di masyarakat.
Jumlah perjanjian ini tidak terbatas. Lahirnya perjanjian ini adalah berdasarkan asas kebebasan mengadakan perjanjian atau partij otonomi yang berlaku di dalam
hukum perjanjian. Salah satu contoh dari perjanjian adalah perjanjian sewa beli. Ad.d. Perjanjian campuran.
Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai unsur perjanjian, misalnya pemilik hotel yang menyewakan kamar sewa-menyewa, tetapi
menyajikan makanan jual beli dan juga memberikan pelayanan. Terhadap perjanjian campuran itu ada berbagai paham.
M Imanullah Rambey : Kedudukan Dan Tanggungjawab Para Pihak Dalam Hukum Perjanjian Keagenan…, 2007 USU e-Repository © 2008
1. Paham pertama: mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian khusus diterapkan secara analogis sehingga setiap unsur dari perjanjian khusus tetap
ada. 2. Paham kedua: mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan yang dipakai adalah
ketentuan-ketentuan dari perjanjian yang paling menentukan. 3. Paham ketiga: mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan undang-undang yang
diterapkan terhadap perjanjian campuran itu adalah ketentuan undang-undang yang berlaku untuk itu.
Ad.e. Perjanjian obligatoir Perjanjian obligatoir adalah perjanjian antara pihak-pihak yang mengikatkan
diri untuk melakukan penyerahan kepada pihak lain perjanjian yang menimbulkan perikatan. Menurut KUH Perdata, perjanjian jual beli saja belum mengakibatkan
beralihnya hak milik dari penjual kepad pembeli. Untuk beralihnya hak milik atas bendanya masih diperlukan satu lembaga lain yaitu, yaitu penyerahan. Perjanjian jual
belinya itu dinamakan perjanjian obligatoir karena membebankan kewajiban kepada para pihak untuk melakukan penyerahan. Penyerahannya sendiri merupakan
perjanjian kebendaaan. Ad.f. Perjanjian kebendaan
Perjanjian kebendaan adalah perjanjian hak atas benda dialihkandiserahkan kepada pihak lain.
Ad.g. Perjanjian konsensual dan perjanjian riil
M Imanullah Rambey : Kedudukan Dan Tanggungjawab Para Pihak Dalam Hukum Perjanjian Keagenan…, 2007 USU e-Repository © 2008
Perjanjian konsensual adalah perjanjian di antara kedua belah pihak yang telah mencapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan. Menurut KUH
Perdata, perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat pasal 1338 KUH Perdata. Namun demikian di dalam KUH Perdata ada juga perjanjian-perjanjian
yang hanya berlaku sesudah terjadi penyerahan barang. Misalnya perjanjian penitipan barang pasal 1694 KUH Perdata, pinjam pakai pasal 1740 KUH Perdata.
Perjanjian yang terakhir ini dinamakan perjanjian riil yang merupakan peninggalan hukum Romawi.
Ad.h. Perjanjian-perjanjian yang istimewa sifatnya 1.
Perjanjian liberatoir: yaitu perjanjian perjanjian para pihak yang membebaskan diri dari kewajiban yang ada, misalnya pembebasan hutang
pasal 1438 KUH Perdata; 2.
Perjanjian pembuktian yaitu perjanjian antara para pihak untuk menentukan pembuktian apakah yang berlaku di antara mereka;
3. Perjanjian untung-untungan, misalnya perjanjian asuransi pasal 1774
KUH Perdata; 4.
Perjanjian publik, yaitu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik karena salah satu pihak bertindak sebagai penguasa
pemerintahan, misalnya perjanjian ikatan dinas dan perjanjian pengadaan barang pemerintahan Keppres No.2984.
M Imanullah Rambey : Kedudukan Dan Tanggungjawab Para Pihak Dalam Hukum Perjanjian Keagenan…, 2007 USU e-Repository © 2008
3. Asas-Asas Perjanjian