3. Asas-Asas Perjanjian
Di dalam hukum perjanjian dikenal beberapa asas-asas perjanjian. Adapun asas- asas dalam hukum perjanjian itu terdiri dari:
1. Asas kebebasan berkontrak;
2. Asas konsensualisme;
3. Asas kepercayaan;
4. Asas kekuatan mengikat;
5. Asas persamaan hukum;
6. Asas keseimbangan;
7. Asas kepastian hukum;
8. Asas Moral;
9. Asas kepatuhan;
10. Asas kebiasaan.
17
Ad.1. Asas kebebasan berkontrak.
Pasal 1338 KUH Perdata berbunyi, semua persetujuan yang dimuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. “Semua”
mengandung arti meliputi seluruh perjanjian baik yang namanya dikenal maupun tidak dikenal di dalam undang-undang, asas ini berhubungan dengan isi perjanjian
yaitu kebebasan menentukan “bagaimana dengan “siapa” perjanjian itu dilakukan atau diadakan.
Dari keterangan di atas berarti hukum perjanjian menganut sistem terbuka artinya ada kebebasan bagi setiap orang yang mengadakan perjanjian mengenai apa
saja. Namun kebebasan ini ada batasnya sebagaimana yang diatur dalam pasal 1337
17
Mariam Darus Badrulzaman, op.cit, KUH Perdata Buku III, Hukum Perikatan Dengan Penjelasannya, halaman 108.
M Imanullah Rambey : Kedudukan Dan Tanggungjawab Para Pihak Dalam Hukum Perjanjian Keagenan…, 2007 USU e-Repository © 2008
KUH Perdata yang berbunyi suatu sebab adalah terlarang apabila dilarang oleh undang-undang atau berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.
Yang dimaksud dengan sebab yang terlarang adalah sebab yang dilarang oleh undang-undang atau berlawanan dengan ketertiban umum atau kesusilaan baik
perjanjian yang dibuat dengan sebab yang demikian tidak mempunyai kekuatan sebagaimana yang diatur dalam pasal 1335 KUH perdata, suatu persetujuan tanpa
sebab atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang tidak mempunyai kekuatan.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pasal uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pasal 1338 KUH Perdata mengandung suatu asas
yang dapat membuat perjanjian yaitu asas kebebasan berkontrak, atau menganut sistem terbuka. Maka pasal ini seolah-olah berisikan suatu pernyataan bagi
masyarakat, bahwa diperkenankan untuk membuat perjanjian apapun asalkan dibuat secara sah, karena perjanjian tersebut mengikat para pihak yang membuatnya sebagai
undang-undang.
Ad.2. Asas Konsensualisme
Pada dasarnya asas konsensualisme terjadi karena adanya persetujuan para pihak. Atas dasar ini maka tanpa persetujuan tidak akan ada perikatan yang akan
melahirkan hak dan kewajiban diantara para pihak. Asas ini ditemukan dalam pasal 1320 dan 1338 ayat 1 KUH Perdata. Pasal
1320 dalam butir pertama, sepakat mereka yang mengikatkan diri adalah asas esensial
M Imanullah Rambey : Kedudukan Dan Tanggungjawab Para Pihak Dalam Hukum Perjanjian Keagenan…, 2007 USU e-Repository © 2008
dalam hukum perjanjian, asas ini dinamakan juga asas otonomi, konsensualisme yang menentukan adanya perjanjian tersebut.
18
Asas konsesualisme dalam pasal 1320 KUH Perdata mengandung arti kemauan para pihak untuk saling mengikatkan diri. Grotius berkata bahwa Pakta Sun
Servanda janji itu mengikat, seterusnya ia berkata lagi kita harus memenuhi janji kita.
Ad.3. Asas kepercayaan.
Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain menumbuhkan kepercayaan diantara kedua belah pihak itu bahwa satu sama lain akan memegang
janjinya, dengan kata lain akan memenuhi prestasinya dibelakang hari. Tanpa adanya kepercayaan itu, maka perjanjian itu tidak mungkin diadakan oleh para pihak.
Dengan kepercayaan ini kedua belah pihak mengikatkan dirinya dan untuk keduanya perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang.
Ad.4. Asas Kekuatan mengikat.
Para pihak terikat dalam perjanjian yang dibuat bukan saja hanya menyangkut apa yang diperjanjikan tapi juga terhadap beberapa unsur lain, sepanjang dikehendaki
oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang, sebagaimana diatur dalam pasal 1339 KUH Perdata.
Ad.5. Asas Persamaan Hukum.
Asas ini menempatkan para pihak didalam kedudukan yang sama derajatnya, tidak ada perbedaan dari segi apapun, masing-masing pihak menghargai satu sama
lain sebagai manusia ciptaan Tuhan
19
.
18
Ibid, halaman 113
M Imanullah Rambey : Kedudukan Dan Tanggungjawab Para Pihak Dalam Hukum Perjanjian Keagenan…, 2007 USU e-Repository © 2008
Ad.6. Asas Keseimbangan
Asas menghendaki kedua pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian itu. Asas keseimbangan ini merupakan kelanjutan dari asas persamaan hukum . Kreditur
mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun kreditur memikul pula beban
untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik. Dapat dilihat di sini bahwa kedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan kewajibanya untuk memperhatikan
itikad baik, sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang.
Ad.7. Asas Kepastian Hukum
Perjanjian sebagai suatu figur hukum harus mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu yaitu sebagai undang-
undang bagi para pihak.
20
Ad.8. Asas Moral.
Asas ini terlihat dalam perikatan wajar, dimana suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak menimbulkan hak baginya untuk menggugat kontra prestasi dari
pihak debitur, juga hal ini terlihat didalam zaakwaarneming, dimana seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan sukarela moral yang bersangkutan mempunyai
kewajiban untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatanya juga asas ini terdapat dalam pasal 1339 KUH Perdata. Faktor-faktor yang memberikan motivasi panda yang
19
Ibid 114
20
Ibid 115
M Imanullah Rambey : Kedudukan Dan Tanggungjawab Para Pihak Dalam Hukum Perjanjian Keagenan…, 2007 USU e-Repository © 2008
bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu berdasarkan pada kesusilaan moral, sebagai panggilan dari hati nuraninya.
Ad.9. Asas Kepatutan
Asas ini dituangkan dalam pasal 1339 KUH Perdata. Asas kepatutan disini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian. Menurut hemat saya asas
kepatutan ini harus dipertahankan, karena melalui asas ini ukuran tentang hubungan
ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam masyarakat. Ad.10. Asas Kebiasaan
Asas ini diatur dalam pasal 1339 jo. 1347 KUH Perdata, yang dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang
secara tegas diatur, akan tetapi juga hal-hal yang dalam keadaan dan kebiasaan yang lazim diikuti.
21
4. Pelaksanaan Perjanjian