Pengetahuan Juru Masak di Rumah Makan Jalan Asia, Medan tentang Infeksi Cacing Pita Tahun 2011
PE GETAHUA MEDA TE T
ETAHUA JURU MASAK DI RUMAH MAKA JAL EDA TE TA G I FEKSI CACI G PITA TAHU
Oleh:
UR ADIA MALAYA 080100319
FAKULTAS KEDOKTERA U IVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDA
AKA JALA ASIA, ITA TAHU 2011
(2)
PE GETAHUA MEDA TE T
Diajukan Sebagai S
ETAHUA JURU MASAK DI RUMAH MAKA JAL TE TA G I FEKSI CACI G PITA TAHU
KARYA TULIS ILMIAH
kan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Kelulus Kedokteran
Oleh:
UR ADIA MALAYA 080100319
FAKULTAS KEDOKTERA U IVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDA 2011
AKA JALA ASIA, TAHU 2011
(3)
LEMBAR PE GESAHA
Pengetahuan Juru Masak di Rumah Makan Jalan Asia, Medan tentang Infeksi Cacing Pita Tahun 2011
ama: ur adia Malaya IM: 080100319
Pembimbing Penguji I
(dr. urfida Khairani, M. Kes) (dr. Mutiara Indah Sari, M. Kes)
Penguji II
(dr. Rini Savitri D, Sp. A) IP: 197909282005012004
Medan, Desember 2011 Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
(4)
ABSTRAK
Infeksi cacing pita atau taeniasis ialah penyakit zoonosis parasiter yang disebabkan cacing pita yang tergolong dalam genus . Infeksi cacing pita pada saluran pencernaan manusia dapat terjadi apabila individu memakan daging mentah yang terkontaminasi atau dimasak kurang matang. Prevalensi taeniasis/sistiserkosis di Indonesia bervariasi dari 1,0% hingga 42,7% dan sampai sekarang masih banyak ditemukan di tiga provinsi, yaitu, Bali, Sumatera Utara dan Papua. Taeniasis merupakan aspek penting kesehatan masyarakat di seluruh dunia dan merupakan penyakit parasit yang dapat diberantas, namun pada saat ini insidensinya masih tinggi di Bali dan kabupaten Toba Samosir.
Penelitian ini bersifat deskriptif dan dilaksanakan pada bulan Juni hingga Oktober 2011 di rumah makan sepanjang Jalan Asia. Total keseluruhan sampel dalam penelitian ini sebanyak 41 orang mahasiswa dan pengambilan sampel ini dilakukan dengan metode . Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan juru masak di rumah makan Jalan Asia, Medan tentang infeksi cacing pita.
Hasil penelitian ini mendapatkan pengetahuan responden tentang infeksi cacing pita paling banyak berada dalam kategori sedang. Responden mempunyai pengetahuan yang baik tentang faktor resiko, cara penularan dan gejala umum infeksi cacing pita yaitu dengan persentasi masing1masing sebesar 80,5%, 61,0% dan 53,6%. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah mayoritas tingkat pengetahuan responden tentang infeksi cacing pita adalah pada kategori sedang sebesar 63,4%. Sebaiknya seorang juru masak harus lebih memastikan cara memasak daging yang benar dan matang serta kebersihan diri dan lingkungan agar infeksi cacing pita ini dapat dicegah.
(5)
ABSTRACT
! "
#
$ %
& '
! & ( %
& (
)
) #
* #+ # , # +-#,
. /
,- 0
(6)
KATA PE GA TAR
Assalamualaikum,
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah1Nya dan di atas izin1Nya saya telah dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Pengetahuan Juru Masak di Rumah Makan Jalan Asia, Medan tentang Infeksi Cacing Pita Tahun 2011 ” dengan baik dan tidak ada hambatan suatu apapun.
Terima kasih yang tidak terhingga saya ucapkan kepada dosen pembimbing saya, dr Nurfida Khairina Arrasyid, M.Kes. dan dosen1dosen . )
3 atas bimbingan dan tunjuk ajar mereka. Tidak dilupakan kepada kedua orang tua dan teman1teman yang telah memberikan sokongan dan dukungan.
Kepada semua pihak yang telah membantu dan terlibat secara langsung dan tidak langsung dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini, saya sampaikan ucapan terima kasih yang setulusnya. Semoga bantuan yang telah kalian berikan akan mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Amin
Akhir kata, saya berharap penelitian ini dapat member manfaat kepada semua pihak.
Medan, Desember 2011 Penulis,
(Nur Nadia Malaya) 080100319
(7)
DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN..………... ABSTRAK………... ABSTRACT………. KATA PENGANTAR………. DAFTAR ISI……… DAFTAR TABEL……… DAFTAR GAMBAR……….. DAFTAR SINGKATAN………. DAFTAR LAMPIRAN……… BAB 1 PENDAHULUAN………
1.1 Latar Belakang..………..………. 1.2 Rumusan Masalah..……….. 1.3 Tujuan Penelitian…..……….... 1.3.1 Tujuan Umum…..………. 1.3.2 Tujuan Khusus….………. 1.4 Manfaat Penelitian……….………... BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………
2.1 Infeksi cacing pita…….………. 2.1.1 Definisi………... 2.1.2 Cara Penularan………..………..
i ii iii iv v viii ix x xi 1 1 3 4 4 4 4 5 5 5 5
(8)
2.1.3 Morfologi dan Siklus Hidup % 4………... 2.1.4 Tanda dan Gejala Klinis……..……… 2.1.5 Diagnosa………. 2.1.6 Pencegahan………. 2.2 Pengetahuan………...
2.2.1 Definisi…………..………. BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL…………
3.1 Kerangka Konsep Penelitian………….……….. 3.2 Definisi Operasional………..……….. 3.2.1 Definisi……….... 3.2.2 Cara Ukur………..……….. 3.2.3 Alat Ukur……….……….... 3.2.4 Hasil Ukur……….………... 3.2.5 Skala Pengukuran………..………... BAB 4 METODE PENELITIAN………....
4.1 Rancangan Penelitian……….……….. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian……… 4.3 Populasi dan Sampel……….……… 4.3.1 Populasi………. 4.3.2 Sampel……….. 4.3.3 Besar Sampel……….……… 4.3.4 Metode Pengumpulan Data………... 4.3.5 Metode Analisis Data………
6 7 8 8 9 9 11 11 11 11 12 12 12 13 14 14 14 14 14 14 15 15 17
(9)
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN…..………...……….… 5.1 Hasil Penelitian……… 5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian………... 5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden……….. 5.1.3 Hasil Analisis Data……… 5.2 Pembahasan……… BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN ……..………...……….…
6.1 Simpulan ……… 6.2 Saran……… DAFTAR PUSTAKA………. LAMPIRAN………..
18 18 18 18 20 23 27 27 27 29 34
(10)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 4.1 Tabel 5.1 Tabel 5.2 Tabel 5.3 Tabel 5.4 Tabel 5.5 Tabel 5.6
Data hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner………… Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis
kelamin………... Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur………. Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat
pendidikan………... Pengetahuan juru masak tentang infeksi cacing pita……... Distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan …. Distribusi hasil uji tingkat pengetahuan berdasarkan tingkat pendidikan ………..
16 19 19 20 21 22 22
(11)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian ………... 11
(12)
DAFTAR SI GKATA
CDC Centers for Disease Control WHO World Health Organization
FSIS Food Safety and Infection Service RPH Rumah Potong Hewan
SPSS Statistical Product dan Service Solution SD Sekolah Dasar
SMA Sekolah Menengah Atas SMP Sekolah Menengah Pertama SUMUT Sumatera Utara
(13)
DAFTAR LAMPIRA
Lampiran 1: Riwayat Hidup Lampiran 2: Kuesioner
Lampiran 3: Lembar Penjelasan Pengisian Angket Lampiran 4: Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan Lampiran 5: Hasil Output dan Data Induk
(14)
ABSTRAK
Infeksi cacing pita atau taeniasis ialah penyakit zoonosis parasiter yang disebabkan cacing pita yang tergolong dalam genus . Infeksi cacing pita pada saluran pencernaan manusia dapat terjadi apabila individu memakan daging mentah yang terkontaminasi atau dimasak kurang matang. Prevalensi taeniasis/sistiserkosis di Indonesia bervariasi dari 1,0% hingga 42,7% dan sampai sekarang masih banyak ditemukan di tiga provinsi, yaitu, Bali, Sumatera Utara dan Papua. Taeniasis merupakan aspek penting kesehatan masyarakat di seluruh dunia dan merupakan penyakit parasit yang dapat diberantas, namun pada saat ini insidensinya masih tinggi di Bali dan kabupaten Toba Samosir.
Penelitian ini bersifat deskriptif dan dilaksanakan pada bulan Juni hingga Oktober 2011 di rumah makan sepanjang Jalan Asia. Total keseluruhan sampel dalam penelitian ini sebanyak 41 orang mahasiswa dan pengambilan sampel ini dilakukan dengan metode . Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan juru masak di rumah makan Jalan Asia, Medan tentang infeksi cacing pita.
Hasil penelitian ini mendapatkan pengetahuan responden tentang infeksi cacing pita paling banyak berada dalam kategori sedang. Responden mempunyai pengetahuan yang baik tentang faktor resiko, cara penularan dan gejala umum infeksi cacing pita yaitu dengan persentasi masing1masing sebesar 80,5%, 61,0% dan 53,6%. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah mayoritas tingkat pengetahuan responden tentang infeksi cacing pita adalah pada kategori sedang sebesar 63,4%. Sebaiknya seorang juru masak harus lebih memastikan cara memasak daging yang benar dan matang serta kebersihan diri dan lingkungan agar infeksi cacing pita ini dapat dicegah.
(15)
ABSTRACT
! "
#
$ %
& '
! & ( %
& (
)
) #
* #+ # , # +-#,
. /
,- 0
(16)
BAB 1 PE DAHULUA
1.1. Latar belakang
Infeksi cacing pita (taeniasis) pada saluran pencernaan manusia dapat terjadi apabila individu memakan daging mentah yang terkontaminasi atau dimasak kurang matang. Adapun spesies cacing pita yang menyebabkan infeksi pada manusia apabila memakan daging mentah atau dimasak kurang matang berdasarkan inang antaranya
yaitu pada: sapi ( ), babi 5 % # 6.
Kebanyakan penderita dengan infeksi cacing pita adalah asimptomatik atau menunjukkan gejala klinis yang ringan. Walau bagaimanapun, apabila muncul gejala, pasien sering kali mengeluhkan gejala klinis yang sangat bervariasi dan tidak patognomonis (khas) seperti nyeri abdominal, anoreksia, penurunan berat badan dan malaise (Depkes, 2000).
Penderita taeniasis sering mengalami lebih banyak simptom dibanding pada penderita infeksi atau kemungkinan karena
mempunyai ukuran yang lebih besar (bisa mencapai 10 meter) dibanding dua cacing pita lainnya. Tanda yang paling nyata yaitu adanya pergerakan aktif dari proglotid (segmen cacing pita) menuju anus dan proglotid pada tinja yang secara psikologisnya dapat menyebabkan penderita merasa cemas. Pada beberapa kasus, segmen1segmen cacing pita ditemukan di apendiks, kandung empedu dan duktus pankreatikus. Infeksi oleh larva ( ) dapat mengakibatkan sistiserkosis pada manusia yang dapat menyebabkan kejang dan kerusakan pada organ, yang paling sering parasit ditemukan di otak (neurosistiserkosis), mata, otot dan lapisan subkutan (Wandra ., 2006). Larva tidak menyebabkan sisterkosis pada manusia sedangkan masih belum jelas diketahui dapat menyebabkan sisterkosis atau tidak (Depkes, 2000; CDC, 2010).
(17)
Cacing pita yang menyebabkan taeniasis dapat ditemukan di seluruh dunia. sering ditemukan di negara yang penduduknya banyak memakan daging sapi atau kerbau berkaitan dengan cara mereka mengolahnya dan cara memelihara ternak memainkan peranan. Infeksi lebih sering ditemukan dalam masyarakat yang sanitasinya buruk dan mereka yang mengkonsumsi daging babi mentah atau kurang matang. Infeksi terbatas di Asia dan banyak dijumpai di Republik Korea, China, Taiwan, Indonesia dan Thailand (CDC, 2010).
Pada tahun 2003, 7 8 ( mengumumkan bahwa infeksi merupakan aspek penting kesehatan masyarakat di seluruh dunia dan merupakan penyakit parasit yang dapat diberantas (Ito ., 2003). Di Nepal, prevalensinya sebesar 10% hingga 50% di antara grup etnis yang berbeda di kabupaten Syangja dan Tanahun, dan Nepal merupakan antara negara yang mempunyai prevalensi tertinggi taeniasis yang pernah dilaporkan di dunia (Joshi
, 2002, dikutip Rajshekhar ., 2003).
Distribusi 3 spesies cacing pita yang menginfeksi manusia telah dilaporkan di
Indonesia yaitu # dan sangat terkenal di
Sumatera Utara terutamanya di Pulau Samosir, Danau Toba. dan terkenal di Bali. % merupakan isu kesehatan masyarakat yang serius di Papua (Wandra ., 2006). Prevalensi taeniasis/ sistiserkosis di Indonesia bervariasi dari 1,0% hingga 42,7% dan sampai sekarang masih banyak ditemukan di tiga provinsi, yaitu, Bali, Sumatera Utara dan Papua (Purba ., 2003). Beberapa survei di Bali telah melaporkan prevalensi taeniasis 0.4% hingga 23% (Suweta, 1991). Setelah itu, survei yang menggunakan metode koproantigen melaporkan tingkat prevalensi yang lebih rendah yaitu 0,72% (Sutisna ., 1999 dikutip Rajshekhar ., 2003). Hal ini telah diusulkan bahawa prevalensi yang tinggi pada survei terdahulu mungkin disebabkan ketidakmampuan untuk membedakan spesies Taenia dan beberapa kasus mungkin disebabkan oleh yang juga lazim dilaporkan di Bali. Survei epidemiologi ulang taeniasis/sistiserkosis dilakukan pada
(18)
tahun 200312006, 2,5% subyek dilaporkan terinfeksi termasuk 3,4% pada 2003 dan 2,5% pada 2005 (Wandra ., 2006).
Survei terbaru di Bali dan kabupaten Samosir, Sumatera Utara selama tahun 200212005 menunjukkan peningkatan insidensi taeniasis . Sisterkosis pada waktu ini jarang ditemukan dibandingkan dekade satu dua yang lalu di Bali. Taeniasis masih sering ditemukan di kabupaten Samosir. Data dari provinsi1 provinsi lain di Indonesia sangat terbatas dan tidak tersedia (Suroso , 2006).
Walaupun infeksi cacing pita jarang menimbulkan gejala, kita tidak boleh mengabaikannya. Penyakit ini merupakan penyakit yang seharusnya dapat diberantas di dunia tetapi yang menjadi persoalannya pada saat ini insidensinya di Indonesia masih tinggi di Bali dan kabupaten Samosir. Tidak lengkapnya informasi data di provinsi1provinsi lain di Indonesia bukan berarti kawasan tersebut bebas dari infeksi cacing pita. Frekuensi taeniasis sudah berkurang di negara maju seperti Amerika Serikat dimana relatif jarang ditemukan infeksi cacing pita walaupun wisatawan dan imigrans sering terinfeksi (FSIS, 2010). Hal ini karena adanya pemantauaan daging yang ketat, dan hygiene serta fasilitas sanitasi yang lebih baik (WHO, 2005).
Satu1satunya cara untuk mencegah cacing pita menulari manusia adalah dengan memastikan daging dimasak dengan baik dan matang. Juru masak mempunyai peran dalam penularan cacing pita pada manusia, mereka dapat memutuskan rantai penularan ini atau sebaliknya menjadi penyebab infeksi cacing pita pada orang yang mengkonsumsi makanan yang mereka olah.
Berdasarkan kenyataan di atas, maka dianggap perlu untuk mengetahui pengetahuan tentang infeksi cacing pita pada juru masak.
1.2. Rumusan masalah
Bagaimanakah pengetahuan juru masak di rumah makan Jalan Asia, Medan tahun 2011 tentang infeksi cacing pita?
(19)
1.3.Tujuan penelitian 1.3.1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengetahuan juru masak di rumah makan Jalan Asia, Medan tahun 2011 tentang infeksi cacing pita.
1.3.2. Tujuan khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Karakteristik juru masak berdasarkan jenis kelamin, umur dan tingkat
pendidikan.
2. Pengetahuan juru masak tentang definisi dan jenis (spesies) cacing pita yang bentuk dewasanya berada di tubuh manusia.
3. Pengetahuan juru masak tentang tanda dan gejala infeksi cacing pita. 4. Pengetahuan juru masak tentang cacing pita yang dapat menginfeksi otak. 5. Pengetahuan juru masak tentang cara penularan infeksi cacing pita. 6. Pengetahuan juru masak tentang pencegahan infeksi cacing pita. 7. Tingkat pengetahuan juru masak
1.4. Manfaat penelitian
Data dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:
1. Masukan dalam rangka upaya meningkatkan pengetahuan yang dimiliki masyarakat Indonesia khususnya juru masak tentang infeksi cacing pita. 2. Masukan bagi Dinas Kesehatan untuk meningkatkan usaha dalam
pengendalian infeksi cacing pita.
3. Masukan dalam upaya mencegah dan memberantas infeksi cacing pita di Indonesia khususnya di Medan.
(20)
BAB 2
TI JAUA PUSTAKA
2.1. Infeksi Cacing Pita 2.1.1. Definisi
Infeksi cacing pita atau taeniasis ialah penyakit zoonosis parasiter yang disebabkan cacing pita yang tergolong dalam genus Taenia ( #
dan ). Manusia adalah hospes definitif bagi ., namun untuk dan manusia juga dapat berperan sebagai hospes perantara dimana hospes perantara sebenarnya adalah babi untuk atau
(Depkes, 2000). Infeksi terbatas di Asia dan banyak dijumpai di Republik Korea, China, Taiwan, Indonesia dan Thailand (CDC, 2010). Menurut 9 %
% , taeniasis ialah nama untuk infeksi intestinal yang disebabkan oleh cacing pita dewasa (cacing pita sapi atau babi). Memakan daging babi atau daging yang mentah dan kurang matang merupakan faktor resiko primer untuk mendapat taeniasis. Menurut definisi 7 8 ' (WHO) dari sumber Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Bali, cacing pita adalah parasit sikloozonis yang dapat menular di antara hewan vertebrata dan manusia. Ada juga yang memasukkan pada kelompok cacing anthropozoonosis karena melihat fakta selain sebagai penyebar, manusia juga menjadi inang buntu ( ) dari parasit tersebut (Infovet, 2007).
2.1.2. Cara penularan
Seseorang bisa terkena infeksi cacing pita (taeniasia) melalui makanan yaitu memakan daging yang mengandung larva, baik larva yang terdapat pada daging sapi
(. ) maupun larva % (. ) atau larva
(21)
2.1.3. Morfologi dan Siklus Hidup Taenia sp.
Secara umum bagian tubuh sama seperti dan
yaitu terdiri dari skoleks, leher dan strobila dimana strobila merupakan rangkaian dari proglotid imatur, matur serta yang telah mengandung telur (proglotid gravid). Proglotid gravid memiliki 15130 cabang uterus yang dapat bergerak aktif keluar sendiri dari lubang dubur maupun bersama tinja penderita (Tan, 2006).
Walaupun cacing pita babi ( ) secara morfologinya sama seperti # namun agak lebih pendek dan mempunyai skoleks yang berbeda. Skoleksnya terdiri dari 4 batil isap dengan 2 baris kait1kait. Telur dan
tidak dapat dibedakan karena keduanya berukuran 31143 mikrometer dan berisi embrio ( ) (Tan, 2001).
Manusia merupakan satu1satunya hospes definitif bagi dan . Telur atau proglotid gravid akan terlepas dan ikut keluar bersama1sama tinja penderita, telur dapat bertahan untuk beberapa hari hingga bulan di lingkungan. Sapi dan babi terinfeksi ketika makan tumbuh1tumbuhan yang terkontaminasi dengan telur atau proglotid gravid. Dalam usus ternak, telur tergesek sehingga menetas membentuk larva yang disebut , seterusnya menginvasi dinding usus, dan bermigrasi ke otot1otot lurik, dimana mereka berkembang menjadi sistiserkus. Sistiserkus dapat bertahan hidup untuk beberapa tahun dalam tubuh hewan. Manusia terinfeksi setelah memakan daging yang mentah atau dimasak kurang matang. Di dalam usus manusia, sistiserkus berkembang dalam waktu 2 bulan menjadi cacing pita dewasa yang dapat bertahan hidup untuk beberapa tahun. Cacing pita dewasa melekat pada usus kecil dengan skoleks dan tinggal di dalam usus kecil. Panjang cacing dewasa biasanya 5 meter atau kurang untuk (namun dapat mencapai sehingga 25 meter) dan 2 hingga 7 meter untuk . Cacing dewasa menghasilkan proglotid yang mana akan matang, menjadi gravid, melepaskan diri dari cacing pita dan kemudian bermigrasi ke anus atau keluar bersama tinja (kira1kira
(22)
6 per hari). dewasa umumnya mempunyai 1000 hingga 2000 proglotid, sementara dewasa mempunyai rata1rata 1000 proglotid. Telur1telur yang terdapat di dalam proglotid gravid terlepas setelah keluar bersama tinja penderita.
dapat menghasilkan 100.000 telur dan dapat menghasilkan 50.000 telur per proglotid masing1masing (CDC, 2010).
Untuk dan , manusia juga berperan sebagai hospes perantara di mana manusia terinfeksi melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh telur1telur cacing atau yang menyebabkan sistiserkosis. Penularan dapat juga terjadi karena autoinfeksi, yaitu langsung melalui ano1oral akibat kebersihan tangan yang kurang dari penderita Taeniasis solium, atau autoinfeksi internal akibat adanya gerakan antiperistaltik dari usus maupun pemakaian obat teniacidal. Telur tidak menimbulkan sistiserkosis pada manusia (Depkes, 2000).
2.1.4. Tanda dan Gejala Klinis
Menurut WHO (2005), kebanyakan carrier dan tidak sadar bahawa mereka terinfeksi cacing pita di usus. Namun, carrier mempunyai risiko yang besar untuk mendapat sistiserkosis melalui autoinfeksi fecal1oral dan anggota rumah tanggajuga mempunyai risiko yang tinggi.
Gejala klinis taeniasis sangat bervariasi dan tidak patognomosnis. Sebagian kasus tidak menunjukkan gejala (asimptomatik). Gejala klinis dapat timbul sebagai akibat iritasi mukosa usus atau toksin yang dihasilkan cacing. Gejala tersebut antara lain rasa tidak enak pada lambung, nausea (mual), badan lemah, berat badan menurun, nafsu makan menurun, sakit kepala, konstipasi (sukar buang air besar), pusing, diare dan pruritus ani. Pada pemeriksaan darah tepi (hitung jenis) terjadi peningkatan eosinofil (eosinofilia). Gejala klinis taeniasis solium hampir tidak dapat dibedakan dari gejala klinis taeniasis saginata. Secara psikologis, penderita dapat merasa cemas karena adanya segmen/ proglotid pada tinja dan pada #
(23)
segmen dapat lepas dan bergerak menuju spinchter anal yang merupakan gerakan spontan dari segmen. Segmen/proglotid ini dikenal dengan istilah ampas nangka di Bali, banasan di Toraja dan manisan di Sumatera Utara (Depkes, 2000).
Penderita taeniasis ( ) merupakan sumber utama penularan sistiserkosis pada manusia. Di dalam suatu keluarga, jika salah satu anggota keluarga menderita taeniasis kemungkinan anggota keluarga lainnya akan menderita sistiserkosis. Hal ini telah dilaporkan oleh Sarti , di Mexico yaitu satu anggota keluarga menderita taeniasis, seringkali pada anggota keluarga lainnya didapatkan hasil sero1positif terhadap antigen Sistiserkosis yang disebabkan oleh larva atau metasestoda merupakan salah satu zoonosis yang dapat memberikan gejala1gejala berat khususnya bila larva terdapat pada otak atau mata. Larva menyebabkan gejala yang lebih ringan bilamana ditemukan di jaringan subkutan, otot atau organ lain. Pasien yang menderita sistiserkosis memperlihatkan tanda1tanda dan gejala klinis seperti benjolan di bawah kulit, mengalami serangan kejang1kejang dan sakit kepala. Di samping itu, penderita sistiserkosis otak seringkali mengalami luka bakar (Subahar ., 2005).
2.1.5. Diagnosa
Diagnosa taeniasis dapat ditegakkan melalui dua cara yaitu dengan menanyakan riwayat penyakit dan melakukan anal swab. Di dalam anamnesis perlu ditanyakan antara lain apakah penderita pernah mengeluarkan proglotid (segmen) dari cacing pita baik pada waktu buang air besar maupun secara spontan. Bila memungkinkan sambil memperlihatkan contoh potongan cacing yang diawetkan dalam botol transparan (Depkes, 2000).
2.1.6. Pencegahan
Metode utama dalam mencegah infeksi cacing pita adalah dengan memasak daging hingga matang (Kasper , 2008). Menurut Depkes (2000), langkah
(24)
cara mengobati penderita taenasis, pemakaian jamban sehingga tinja manusia tidak dimakan oleh babi/sapi dan tidak mencemari tanah atau rumput, babi atau sapi dikandangkan sehingga tidak dapat berkeliaran, pemeriksaan daging oleh dokter hewan/mantri hewan di Rumah Potong Hewan (RPH), sehingga daging yang mengandung kista tidak sampai dikonsumsi masyarakat.
2.2. Pengetahuan 2.2.1. Definisi
Pengetahuan adalah hasil dari ‘tahu’ dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu: indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Menurut Notoatmodjo (2007), sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam terbentuknya tindakan seseorang. Maka, dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan mempunyai enam tingkat yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisis,sintesis dan evaluasi. Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk mengingat kembali ( ) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Maka, ‘tahu’ merupakan tingkat pengetahuan rendah dan untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari anatara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
Memahami adalah kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat mengintepretasikan secara benar. Orang yang memahami materi yang dipelajarinya harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya.
(25)
Aplikasi merupakan kemampuan seseorang untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya. Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum1hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain, misalnya dalam menggunakan rumus statistik dalam perhitungan1perhitungan hasil penelitian.
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen1komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya antara satu sama lain. Kemampuan ini dapat dinilai melalui dari penggunaan kata1kata kerja: dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan dan sebagainya.
Sintesis merupakan kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian1bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan1rumusan yang telah ada.
Tingkat terakhir menurut Notoatmodjo (2007) adalah evaluasi yaitu kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian1penilaian ini dapat berdasarkan kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria1kriteria yang telah ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan melalui wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Pengetahuan sebagai parameter keadaan sosial dapat menentukan kesehatan masyarakat. Maka, masyarakat dapat terhindar dari penyakit asalkan pengetahuan tentang kesehatan dapat ditingkatkan, sehingga perilaku dan keadaan lingkungan sosial menjadi sehat. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat1tingkat tersebut di atas (Notoatmodjo,2007).
(26)
BAB 3
KERA GKA KO SEP DA DEFI ISI OPERASIO AL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian dan tinjauan teori, maka dapat dirumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut:
Gambar 3.1: Gambar kerangka konsep
3.2. Definisi Operasional 3.2.1 Definisi:
1. Pengetahuan jenis (spesies) adalah pengetahuan juru masak tentang spesies cacing pita yang bentuk dewasanya berada di tubuh manusia. ! Pengetahuan komplikasi adalah pengetahuan juru masak
tentang penderita sebagai sumber utama penularan sistiserkosis yang berbahaya apabila menyerang otak.
3. Pengetahuan tanda dan gejala adalah pengetahuan juru masak tentang manifestasi klinis infeksi cacing pita.
Pengetahuan Jurumasak:
• Jenis (spesies) yang dewasa di manusia
• Komplikasi taeniasis solium dapat menyebabkan infeksi otak
• Tanda dan gejala • Cara penularan • Pencegahan
(27)
4. Pengetahuan cara penularan adalah pengetahuan juru masak tentang cara infeksi dan penularan cacing pita ke manusia.
5. Pengetahuan pencegahan adalah pengetahuan juru masak untuk menghindari penularan infeksi cacing pita.
6. Infeksi cacing pita adalah infeksi parasit #
yang penularannya bila memakan daging yang dimasak kurang matang/mentah.
7. Juru masak adalah orang yang bekerja sebagai pengolah makanan di rumah1rumah makan jalan Asia.
3.2.2 Cara ukur: Angket
3.2.3 Alat ukur:
Alat ukur untuk pengetahuan adalah kuesioner yang dinilai dengan menggunakan jumlah skor. Penilaian dibagikan dalam 3 kategori, yaitu pengetahuan baik, kurang dan buruk. Penilaian terhadap pengetahuan juru masak terhadap infeksi cacing pita telah dilakukan dengan mengajukan 8 pertanyaan tentang pengetahuan kepada responden dengan skor 2 untuk setiap jawaban yang benar, 1 untuk jawaban yang salah dan 0 untuk tidak menjawab maupun tidak tahu, dengan total skor sebanyak 16 dari 8 pertanyaan. Selain itu, terdapat juga 2 pertanyaan tambahan tetapi tidak dimasukkan ke dalam skoring.
3.2.4 Hasil ukur:
Terdapat beberapa pertanyaan yang telah dijawab oleh responden yang merangkumi pertanyaan umum, pengetahuan, dan pertanyaan tambahan. Menurut Pratomo (1986) tingkat pengetahuan dikategorikan atas baik, sedang dan kurang, dengan definisi sebagai berikut:
(28)
2. Sedang, apabila skor jawaban responden 40% 1 75% dari nilai tertinggi. 3. Rendah, apabila skor jawaban responden < 40% dari nilai tertinggi.
(29)
BAB 4
METODE PE ELITIA
4.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan bersifat deskriptif. Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah , dimana penelitian ini menggambarkan tentang gambaran pengetahuan juru masak di rumah makan Jalan Asia, Medan tahun 2011.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada rumah makan di sepanjang Jalan Asia, Medan. Proses penelitian dimulai bulan Juni 2011 hingga Oktober 2011. Pemilihan lokasi dikarenakan menu yang disajikan menyediakan daging sapi dan/atau daging babi.
4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi
Populasi yang digunakan untuk penelitian ini adalah juru masak–juru masak di Jalan Asia dan dihitung berdasarkan jumlah rumah makan di sepanjang jalan Asia tahun 2011 yang berjumlah 54 buah dengan anggapan bahwa 1 rumah makan minimal memiliki 1 orang juru masak.
4.3.2. Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara yaitu dengan mengambil seluruh anggota populasi sebagai responden/sampel. Adapun kriteria inklusi adalah juru masak yang menyediakan menu daging sapi dan/ atau daging babi serta perkejaan utamanya adalah juru masak sedangkan kriteria ekslusi pada sampel ini adalah responden yang tidak bekerja tetap sebagai juru masak dan mempunyai pekerjaan yang lain selain juru masak.
(30)
4.3.3. Besar Sampel
Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi. Oleh karena jumlah populasi di bawah 100, maka sampel penelitian adalah seluruh populasi. Pada penelitian ini, jumlah sampel bersamaan 54 orang. Tetapi, sebanyak 13 orang dieksklusikan karena tidak mahu menjawab kuesioner. Maka, jumlah sampel untuk penelitian ini sebanyak 41 orang.
4.3.4 Metode Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengumpulan data yang diperoleh langsung dari responden dengan metode angket dan berpedomen pada kuesioner.
Untuk mengetahui apakah kuesioner yang digunakan valid yaitu menggambarkan tujuan dari penelitian, maka terlebih dahulu kuesioner perlu dilakukan uji validitas dan realibilitas menggunakan validitas konstrak ( ) dengan menggunakan rumus teknik korelasi :
N (Σ XY) – (Σ X Σ Y) r =
√ { N Σ X² – ( Σ X )² } { NΣY² – (ΣY)² } Keterangan :
r = koefisien korelasi
X = Skor tiap pertanyaan/item Y = Skor total
(31)
Kuesioner yang dipergunakan dalam penelitian ini telah diuji validitas dan reliabilitasnya dengan menggunakan teknik korelasi “ ” dan uji Cronbach (. : ( ) dengan menggunakan program SPSS versi 17. Sampel yang digunakan dalam uji validitas ini memiliki karakter yang hampir sama dengan sampel dalam penelitian ini. Jumlah sampel dalam uji validitas dan reliabilitas dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Data hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner
Variabel o. Total
Pearson Correlation
Status Alpha Status
Pengetahuan 1 0,665 Valid 0,691 Reliabel
2 0,456 Valid Reliabel
3 0,485 Valid Reliabel
4 0,726 Valid Reliabel
5 0,489 Valid Reliabel
6 0,608 Valid Reliabel
7 0,725 Valid Reliabel
8 0,476 Valid Reliabel
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa 8 item diuji validitas dan reliabilitas telah bersumber dari hasil rancangan peneliti sendiri didapatkan jumlah item pertanyaan yang valid dan reliabel sebanyak 8 item untuk pertanyaan pengetahuan.
4.3.5 Metode Analisis Data
Data yang dikumpulkan telah diolah dan dianalisis dengan menggunakan program SPSS (% 3 % % ) dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan diuraikan dalam bentuk narasi.
(32)
Pengolahan data dilakukan setelah semua data terkumpul melalui beberapa tahap, yaitu tahap pertama , dengan mengecek nama dan kelengkapan identitas maupun data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi sesuai petunjuk, tahap kedua yaitu memberi kode atau angka tertentu pada kuesioner untuk mempermudahkan peneliti dalam melakukan tabulasi dan analisa data, tahap ketiga yaitu memasukkan data dari kuesioner ke dalam program komputer
program SPSS 5% 3 % % 6, tahap keempat melakukan
yaitu mengecek kembali data yang telah di untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak. Untuk mendeskripsikan data demografi, gambaran kontaminasi dan perilaku penduduk menjaga higine sumber air dilakukan perhitungan frekuensi dan presentase. Hasil penelitian ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
(33)
BAB 5
HASIL PE ELITIA DA PEMBAHASA 5.1 Hasil Penelitian
Proses pengambilan data untuk penelitian ini telah dilakukan dengan menggunakan instrument kuesioner yang diisi oleh responden di tempat tanpa dibawa pulang ke rumah. Hasil kuesioner yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis, sehingga dapat disimpulkan hasil penelitian dalam paparan di bawah ini.
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di rumah makan di sepanjang Jalan Asia, Medan. Terdapat kira1kira 54 buah rumah makan di jalan ini. Masyarakat di sini rata1ratanya berbangsa cina. Jalan Asia berhubungan dengan beberapa jalan di Medan yaitu Jalan Arif Rahman Hakim, Jalan Bakaran Batu, Jalan MH Thamrin dan Jalan Sutomo. 5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden
Pada penelitian ini jumlah jenis kelamin laki1laki dan perempuan serta umur tidak dibatasi karena dalam penelitian ini, peneliti hanya ingin melihat tingkat pengetahuan juru masak tentang infeksi cacing pita dan peneliti tidak membandingkan pengetahuan tentang infeksi cacing pita berdasarkan jenis kelamin, umur dan tingkat pendidikan.
Jenis kelamin merupakan karakteristik yang digambarkan peneliti. Di bawah ini, terdapat tabel distribusi responden berdasarkan jenis kelamin.
(34)
Tabel 5.1 Distribusi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persen (%)
Laki1laki Perempuan 24 17 58,5 41,5
Total 41 100
Berdasarkan tabel 5.1. di atas diketahui bahwa laki1laki dan perempuan yang menjadi responden dalam jumlah yang hampir sama dengan laki1laki lebih banyak yaitu sejumlah 24 orang (58.5%).
Pada penelitian ini, umur responden merupakan salah satu karakteristik yang ditampilkan distribusinya. Di bawah ini, terdapat tabel yang menggambarkan distribusi responden berdasarkan kelompok umur.
Tabel 5.2. Distribusi karakteristik responden berdasarkan umur
Umur Frekuensi (n) Persen (%)
20129 30139 40149 50159 60169 70179 80189 13 7 11 6 3 0 1 31,7 17,1 26,8 14,6 7,3 0.0 2,4
Total 41 100
Berdasarkan tabel 5.2. di atas diketahui bahwa umur responden yang paling banyak adalah 20 hingga 29 tahun yaitu sebanyak 13 orang (31.7%), sedangkan tidak ada responden yang berumur 70 hingga 79 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa umur responden pada umumnya masih dalam kategori dewasa muda.
(35)
Tingkat pendidikan merupakan salah satu karakteristik responden yang digambarkan peneliti. Di bawah ini terdapat tabel distribusi berdasarkan tingkat pendidikan.
Tabel 5.3 Distribusi karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan Frekuensi (n) Persen (%)
Sekolah Dasar (SD)
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Sekolah Menengah Atas (SMA) Lain1lain
2 6 33
0
4,9 14,6 80,5 0,0
Total 41 100
Berdasarkan tabel 5.3. di atas diketahui bahwa tingkat pendidikan responden yang paling banyak adalah Sekolah Menengah Atas (SMA) yaitu sebanyak 33 orang (80,5%).
5.1.3. Hasil Analisis Data
Penilaian terhadap pengetahuan juru masak terhadap infeksi cacing pita dilakukan dengan mengajukan 8 pertanyaan tentang pengetahuan kepada responden. Pengetahuan juru masak rumah makan Jalan Asia, Medan tentang definisi taeniasis, jenis cacing pita yang dewasa di manusia, prevalensi di SUMUT, cara penularan serta pertanyaan dan jawaban responden secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel 5.4. di bawah ini.
(36)
Tabel 5.4. Pengetahuan juru masak terhadap infeksi cacing pita
o Pengetahuan
Kategori
Baik Kurang Buruk
n % n % n % 1 Taeniasis 7 17.1 4 9.8 30 73.1 2 Jenis cacing pita yang bentuk
dewasanya di tubuh manusia
14 34.1 7 17.1 20 48.8
3 Prevalensi cacing pita di Sumatera Utara
4 9.8 26 63.4 11 26.8
4 Cara penularan cacing pita 25 61.0 10 24.4 6 14.6 5 Orang yang beresiko terinfeksi
cacing pita
33 80.5 8 19.5 0 0
6 Gejala umum infeksi cacing pita 22 53.6 15 36.6 4 9.8 7 Komplikasi infeksi cacing pita
babi
1 2.4 21 51.2 19 46.3
8 Pencegahan utama infeksi cacing pita
15 36.6 22 53.7 4 9.8
Berdasarkan tabel 5.4. di atas pertanyaan1pertanyaan yang paling banyak dijawab dengan benar adalah pertanyaan pada nomor 4, 5, dan 6 dengan masing1 masing persentase sebesar 61,0%, 80,5% dan 53,6%.
Tingkat pengetahuan dalam penelitian ini dibedakan menjadi 3 kategori yaitu baik, sedang, dan kurang. Seorang responden dikatakan mempunyai pengetahuan baik apabila skor jawaban > 75%, sedang apabila skor jawaban 40% 1 75% dari nilai tertinggi dan rendah apabila skor jawaban < 40% dari nilai tertinggi. Tingkat pengetahuan juru masak rumah makan Jalan Asia, Medan dapat dilihat pada tabel 5.5. di bawah ini.
(37)
Tabel 5.5. Distribusi responden berdasarkan tingkat pengetahuan Tingkat
pengetahuan Frekuensi (n) Persen (%)
Baik 4 9.8
Sedang 26 63.4
Kurang 11 26.8
Total 41 100
Pada tabel 5.5. tampak tingkat pengetahuan responden tentang infeksi cacing pita mayoritas berada dalam kategori sedang yaitu 26 orang dengan persentase 63.4%. Data lengkap hasil uji tingkat pengetahuan responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel 5.6.
Tabel 5.6. Distribusi hasil uji tingkat pengetahuan responden berdasarkan tingkat pendidikan
Pengetahuan Tingkat
Pendidikan
Baik Sedang Kurang Total
N % N % N %
SD 0 0 2 100 0 0 2
SMP 0 0 3 50 3 50 6
SMA 4 12.1 21 63.6 8 24.3 33
Lain<lain 0 0 0 0 0 0 0
4 9.8 26 63.4 11 26.8 41
Berdasarkan tabel 5.6., responden yang mempunyai tingkat pendidikan SD paling banyak memiliki tingkat pengetahuan sedang yaitu sebanyak 2 orang (100%), tingkat pendidikan SMP mempunyai tingkat pengetahuan sedang yaitu 3 orang (50%) dan tingkat pengetahuan kurang yaitu 3 orang (50%), dan tingkat pendidikan SMA,
(38)
mayoritas responden memiliki tingkat pengetahuan sedang yaitu 21 orang (63.6%). Keempat1empat responden yang mempunyai tingkat pengetahuan baik memiliki tingkat pendidikan SMA.
5.2 Pembahasan
Pengetahuan ( ) merupakan hasil dari tahu dan pengalaman
seseorang dalam melakukan penginderaan terhadap suatu rangsangan tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang ( ) (Notoatmodjo, 2003). Dalam penelitian ini, telah dilakukan pembagian kuesioner yang telah valid untuk mengukur pengetahuan responden pada tingkat pengetahuan, yaitu tahu.
Dari hasil kuesioner penelitian, diperoleh sebanyak 7 responden (17,1%) telah memiliki pengetahuan yang baik tentang definisi taeniasis yaitu infeksi yang disebabkan mikroorganisme berupa cacing yang bentuknya seperti cacing pita. Kemudian, sebanyak 14 responden (34,1%) memiliki pengetahuan yang baik bahwa jenis cacing pita yang bentuk dewasanya ada di tubuh manusia adalah cacing pita sapi ( ) dan cacing pita babi ( ). Ini bermakna selebihnya yaitu 27 responden (65.9%) yang masih belum mempunyai pengetahuan yang baik tentang siklus hidup dari cacing pita ini. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan ke atas petani1petani kecil di desa1desa di kabupaten Kilolo tentang pengetahuan dan tindakan terkait sistiserkosis1taeniasis solium, sebanyak 32,5% dari keseluruhan responden yang masih belum mempunyai pengetahuan yang tepat tentang siklus hidup sehingga hal inilah yang menggalakkan penyebaran infeksi cacing pita (Maridadi ., 2011). Hal ini mungkin disebabkan faktor pekerjaan di mana juru masak kurang mendapat pendedahan tentang infeksi ini dibandingkan dengan petani.
Hanya 9,8% dari keseluruhan responden memiliki pengetahuan yang baik tentang prevalensi taeniasis di Sumatera Utara bahwa taeniasis ini masih banyak
(39)
ditemukan di Sumatera Utara terutamanya di Pulau Samosir, Danau Toba seperti yang dikemukakan Wandra dkk (2006). Di sini terdeskripsi bahwasanya pengetahuan responden tentang wujudnya infeksi cacing pita sangat kurang. Daripada survei yang sama yang telah dilakukan oleh Maridadi dkk, hampir sepertiga dari responden (31.2%) tahu adanya masyarakat dalam komunitas tersebut pernah diobati atau dideteksi dengan cacing pita 12 bulan sebelum survei. Perbedaan ini menggambarkan kesadaran masyarakat khususnya terhadap infeksi cacing pita masih rendah.
Secara umum merupakan parasit cestoda yang penting dari aspek medis dan ekonomis, sementara sistiserkus menyebabkan kerugian ekonomi dalam industri daging. Maka, seharusnya ada kesadaran dari masyarakat tentang infeksi cacing pita dengan melihatnya dari aspek kepentingan kesehatan dan ekonomi (Megersa , 2010).
Menurut Depkes (2000), seseorang bisa terinfeksi cacing pita (taeniasis) melalui makanan yaitu memakan daging yang mengandung larva, baik larva yang terdapat pada daging sapi (. ) maupun larva (.
) atau larva yang terdapat pada daging babi, dimana sebanyak 25 responden (61%) yang mempunyai pengetahuan tentang cara penularan cacing pita. Berdasarkan satu penelitian tentang pengetahuan dan tindakan peternak babi di Colombia terkait taeniasis1sistiserkosis, responden mempunyai pengetahuan parsial tentang taeniasis1sistiserkosis. Mereka menganggap taeniasis sebagai satu penyakit yang transmisinya melalui feses dan bukannya terinfeksi sistiserkosis selepas mengkonsumsi daging babi yang terkontaminasi. Perbedaan hasil ini menunjukkan juru masak lebih mengetahui cara penularan taeniasis berbanding peternak babi karena mereka tahu adanya penyakit infeksi yang boleh menyebar melalui makanan yang dimasak kurang matang walaupun mungkin tidak tahu dengan sebenarnya jenis mikroorganisme yang menyebabkannya.
Sebanyak 33 responden (80.5%) mempunyai pengetahuan yang baik bahwa orang yang memakan daging sapi dan babi mentah dan kurang matang mempunyai
(40)
resiko tinggi tertular infeksi cacing pita di mana persentase yang cukup tinggi menunjukkan rata1rata responden tahu bahayanya memakan daging sapi dan daging babi yang mentah dan kurang matang karena dapat menularkan cacing pita. Faktor resiko utama taeniasis pada masyarakat di Sumatera Utara adalah disebabkan pengolahan hidangan tradisional lokal yaitu di rumah, restoran lokal dan pada waktu perayaan tradisional dan agama. Sementara memotong daging babi menjadi potongan1potongan kecil, masyarakat kadang1kadang mencoba untuk memakan jeroan yang mentah (hati) (Wandra et al., 2007). Pengetahuan yang baik ini mungkin dipengaruhi oleh adanya makanan tradisional masyarakat di Sumatera Utara.
Kebanyakan penderita dengan infeksi cacing pita adalah asimptomatik atau menunjukkan gejala klinis yang ringan. Walau bagaimanapun, apabila muncul gejala, pasien sering kali mengeluhkan gejala klinis yang sangat bervariasi dan tidak patognomonis (khas) seperti nyeri abdominal, anoreksia, penurunan berat badan dan malaise, dimana sebanyak 22 responden (53,6%) menjawab dengan benar. Pertanyaan ini menggambarkan pengetahuan responden tentang gejala1gejala taeniasis adalah baik karena lebih daripada separuh responden tahu tentang gejala1 gejala yang timbul. Kemungkinan juga hasil untuk pertanyaan baik oleh karena wujudnya bias informasi disebabkan pekerjaan responden sebagai juru masak, maka hampir separuh daripada responden menjawab gejala1gejala gastrointestinal yang dapat dikaitkan dengan makanan.
Menurut Subahar (2005), sistiserkosis yang disebabkan oleh larva atau metasestoda merupakan salah satu zoonosis yang dapat memberikan gejala1 gejala berat khususnya bila larva terdapat pada otak atau mata. Sistiserkosis pada otak ditandai dengan kejang1kejang dan sakit kepala, di mana responden yang menjawab dengan benar hanya 1 responden (2,4%). Hal ini menunjukkan responden tidak tahu tentang bahayanya infeksi larva dari cacing pita terutamanya Mereka menganggap infeksi dapat mengakibatkan infeksi pada paru yang
(41)
menimbulkan gejala seperti batuk dan sesak nafas. Hasil dari studi Maridadi dkk, sebanyak 20% responden sadar akan masalah epilepsi di area mereka yang dikaitkan dengan infeksi . Pengetahuan responden untuk komplikasi infeksi cacing pita masih minimal.
Metode utama dalam mencegah infeksi cacing pita adalah dengan memasak daging sehingga matang. Sebanyak 15 responden (36,6%) yang tahu tentang pencegahan utama daripada penularan cacing pita ini di mana pengetahuan ini masih sangat minimal. Malah, mayoritas responden menganggap konsumsi obat cacing dan pemilihan daging yang bagus dan segar sebagai pencegahan utama infeksi cacing pita. Penelitian oleh Subahar yaitu di kecamatan Assologaima, Kabupaten Jayawijaya, Propinsi Papua di mana matang atau tidaknya daging tersebut akan beresiko terhadap terjadinya dan selanjutnya menyebabkan sistiserkosis, kemudian tercemarnya daging babi pada proses memasak oleh telur
tidak cukup untuk menyebabkan terjadinya sistiserkosis.
Secara keseluruhan, diperoleh sebanyak 4 responden (9,8%) yang memiliki pengetahuan baik, 26 responden (63,4%) memiliki pengetahuan sedang dan 11 responden (26,8%) memiliki pengetahuan kurang. Pada pertanyaan 1, 2, 3, 7 dan 8 tergambar bahwa pengetahuan responden masih di bawah rata1rata.
(42)
BAB 6
SIMPULA DA SARA
6.1. Simpulan
Berdasarkan penelitian saya mengenai pengetahuan juru masak tentang infeksi cacing pita dapat disimpulkan beberapa hal yaitu:
1. Sebanyak 17,1% responden mengetahui definisi taeniasis, 34,1% mengetahui dengan benar bahwa jenis cacing pita yang bentuk dewasanya ada di tubuh manusia, hanya 9,8% responden yang memiliki pengetahuan yang baik tentang prevalensi taeniasis di Sumatera Utara, 61% yang mengetahui dengan benar tentang cara penularan cacing pita, 80,5% mengetahui bahwa orang yang memakan daging sapi dan babi mentah dan kurang matang mempunyai resiko tinggi tertular infeksi cacing pita, 53,6% mengetahui gejala umum yang timbul pada penderita yang terinfeksi cacing pita dan hanya 1 responden yang mengetahui dengan benar komplikasi taeniasis serta 36,6% tahu cara pencegahan utama penularan cacing pita.
2. Mayoritas tingkat pengetahuan responden tentang infeksi cacing pita adalah pada kategori sedang yaitu sebanyak 26 responden (63,4%).
6.2. Saran
1. Masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan untuk melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang infeksi cacing pita khususnya pencegahannya serta melakukan pemantauan secara berkala ke rumah makan untuk memastikan daging dimasak sehingga matang terutama rumah makan yang menyajikan menu daging sapi atau babi.
(43)
2. Masukan kepada masyarakat agar lebih berhati1hati dalam memilih makanan yang dimasak di rumah makan khususnya menu daging serta mencari informasi yang lengkap tentang infeksi cacing pita.
3. Masukan untuk penelitian lain agar membuat penelitian tentang prevalensi taeniasis di kota Medan dan Sumatera Utara kurang lengkapnya informasi data1data di provinsi ini.
4. Masukan untuk penelitian berikutnya agar membuat penelitian tentang sikap dan tindakan dalam usaha mencegah dan memberantas infeksi cacing pita.
(44)
DAFTAR PUSTAKA
Arambulo, P.V., Cagera, B.D., Tongson, M.S., 1976. Studies on the zoonotic cycle of Taenia saginata taeniasis and cysticercosis in the Philippines. : Rajshekhar V., Joshi, D.D., Quoc Doanh, N., Van De, N., Xiaonong, Z., 2003.
% . ( 2 ; #
( 87: 53160.
Agudelo1Flόrez, P., Restrepo, B.N., Palacio, L. G., 2009. Knowledge and practices concerning taeniasis1cysticercosis in Colombian pig1breeders. ) % 3 5$ 6; 11 (2) : 19119.
Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2010. 3 < USA: Centers for Disease Control and Prevention. Available from:
http://www.cdc.gov/parasites/taeniasis/index.html. [Accessed 25 April 2010] Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000. 3 / 3
% = Jakarta: Direktorat Jenderal
Pemberantasan Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan. Available from:
www.depkes.go.id/downloads/Taeniasis.pdf [Accessed 25 April 2011] Eom, K.S., Rim, H1J, 2001. Epidemiological understanding of Taenia tapeworm
infections with special reference to Taenia asiatica in Korea. : Rajshekhar V., Joshi, D.D., Quoc Doanh, N., Van De, N., Xiaonong, Z., 2003.
% ( 2 ; # (
(45)
Food Safety and Infection Service, 2010. 9 = . United States: Department of Agriculture. Available from:
http://www.fsis.usda.gov/factsheets/parasites_and_foodborne_illness/index.as p. [Accessed 25 April 2011]
Infovet, 2007. $ 1 . 3 $ . Jakarta Selatan:
Infovet. Available from:
http://www.majalahinfovet.com/2007/10/bentuk1ketiga1cacing1pita1taenia1 pada.html. [Accessed 25 April 2011]
Ito, A., Nakao, M., Wandra, T., 2003. Human taeniasis and cysticercosis in Asia. : Wandra, T., Margono, S.S., Gafar, M.S., Saragih, J.M., Sutisna, P., Dharmawan, N.S., # 2007. .
% ( & > 3 8 Vol 38 (suppl 1).
Kasper, D.L., Braunwald, E., Fauci A.S., Hauser, S.L., Longo, D.L., Jameson, J.L.,
Loscalzo, J., 2008. 8 ? . 17th ed. New
York: McGraw1Hill Medical Publishing Division.
Kosin, E., Depary, A., Johansyah, A., 1972. Taeniasis di Pulau Samosir. :
Wandra T., Margono, S.S., Gafar, M.S., Saragih, J.M., Sutisna, P.,
Dharmawan, N.S., , 2007. .
% ( & > 3 8 Vol 38 (suppl 1).
Maridadi, A.F., Lwelamira, J., Simime F.G., 2011. Knowledge and Practices Related to Cysticercosis1taeniasis among Smallholder Farmers in Selected Villages in Kilolo District in Iringa Region in Southern Highlands of
(46)
Tanzania. & ( @ ( 3(3): 1961201.
Notoatmojo, S., 2007. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. = 2 1 > Jakarta: Rineka Cipta, 1421149
Notoatmojo, S., 2005. Skala Penilaian. = : > 3 1 . Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta, Hal. 92
> # $ # #E., Regassa, A., Abebe, R., Abunna, F., 2010 Bovine Cysticercosis in Cattle Slaughtered at Jimma. Municipal Abattoir, South Western Ethopia: Prevalence,Cyst Viability and Its Socio1economic Importance. @ 7 3 (6): 2571262
Pathak, K.M., Gaur, S.N., 1989. Prevalence and economic implications of Taenia solium taeniasis and cysticercosis in Uttar Pradesh State of India. : Rajshekhar V., Joshi, D.D., Quoc Doanh, N., Van De, N., Xiaonong, Z.,
2003. % . ( 2 ; #
( 87: 53160.
Pratomo, H., & Sudarti. 1986. 3 A 3 $ 1
> 1 $ Jakarta: Depdikbud.
Purba, W. H., W Miko, T. Y., Ito, A., HS, Widarso., Hamid, A., Subahar, R.,
Margono, S.S., 2003. Faktor 1 Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Sistiserkosis Pada Penduduk Kecamatan Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Propinsi Papua Tahun 2002. > # 1 7 (2).
(47)
Subahar, R., Hamid, A., Purba, W., Widarso, Ito, A., Margono, S.S., 2005.
Taeniasis/Sistiserkosis Di antara Anggota Keluarga di Beberapa Desa, Kabupaten Jayawijaya,Papua. > # 1 , 9 (1): 9114.
Suroso T., Margono S.S., Wandra T., Ito, A., 2006. Challenges for control of taeniasis/ cysticercosis in Indonesia. 3 ;55:S16115.
Sutisna, I.P., Fraser, A., Kapti, I.N., Rodriguez1Canul, R., Puta Widjana, D., Craig, P.S., Allan, J.C., 1999. Community prevalence study of taeniasis and cysticercosis in Bali, Indonesia. : Rajshekhar V., Joshi, D.D., Quoc Doanh, N., Van De, N., Xiaonong, Z., 2003. % .
( 2 ; # ( 87: 53160.
Tan, S., 2004 , Stanford University.Available from:
http://www.stanford.edu/class/humbio103/ParaSites2004/Taeniasis/index.htm
[Accessed 25 April 2011]
Wahyuni, A. S., 2008. % 1 5 %3%%6. Jakarta
Timur: Bamboedoea Communication.
Wandra, T., Depary, A.A., Sutisna, P., Margono, S.S., Suroso, T., Okamoto, M., ., 2006. Taeniasis and cysticercosis in Bali and North Sumatra, Indonesia.
3 ;55:S155160.
World Health Organization (WHO), 2005. B 2
. World Health Organization. Available from:
http://www.who.int/zoonoses/diseases/taeniasis/en/index.html. [Accessed 25 april 2011]
(48)
Yu, S.H., Xu, L.Q., Jiang, Z.X., Xu, S.H., Han, J.J., Zhu, Y.G., , 1994.
Nationwide survey of human parasites in China. : Rajshekhar V., Joshi, D.D., Quoc Doanh, N., Van De, N., Xiaonong, Z., 2003. %
. ( 2 ; # (
(49)
DAFTAR RIWAYAT
Nama Tempat/ Tanggal Lahir Agama Alamat Riwayat Pendidikan
Riwayat Pelatihan Riwayat organisasi
: Nur Nadia Malaya
: Malaysia/ 21 September 1989 : Islam
: Taman Fajar Perdana, Sandakan, Sabah
: Allianze University College of Medical Sciences
MRSM Kota Kinabalu SRK Stella Maris
: Malaysian Students Charity Work 2011 Marelan : Persatuan Kebangsaan Pelajar Malaysia Indonesia (PKPMI)
(50)
DAFTAR PERTA YAA
Pengetahuan Juru Masak di Rumah<Rumah Makan Jalan Asia, Medan tentang Infeksi Cacing Pita Tahun 2011.
Nama responden: Pekerjaan utama:
Pekerjaan lain: Ada Tidak Ada Lama bekerja sebagai juru masak:
Tingkat pendidikan: SD SMP SMA Lainnya, Sebutkan __________ Alamat:
Umur: _______ tahun
Jenis Kelamin: Laki1laki Perempuan
Jawablah pertanyaan berikut:
BERI TANDA CEK ( √ ) PADA JAWABAN YANG ANDA ANGGAP TEPAT. 1. Adakah rumah makan anda menyediakan menu daging sapi dan/atau babi?
Daging sapi saja Daging babi saja
(51)
Keduanya
2. Menurut anda, apakah yang dimaksudkan dengan taeniasis?
Infeksi yang disebabkan mikroorganisme berupa cacing yang bentuknya seperti pita
Infeksi yang disebabkan mikroorganisme berupa cacing yang bentuknya seperti gelang
Infeksi yang disebabkan mikroorganisme berupa cacing yang bentuknya seperti cambuk
Tidak tahu
3. Menurut anda, jenis cacing pita yang bentuk dewasanya ada di tubuh manusia adalah:
Cacing pita babi ( ) Cacing pita sapi ( ) Cacing pita sapi dan cacing pita babi Tidak tahu
4. Menurut anda, di Sumatera Utara, kejadian infeksi cacing pita ini: Tinggi
Sedang
Rendah/ Tidak ada Tidak tahu
5. Menurut anda, bagaimanakah cara penularan cacing pita? Melalui kulit
Meminum air yang terkontaminasi
Memakan daging mentah/dimasak kurang matang yang terkontaminasi
Tidak tahu
(52)
Orang yang memakan daging sapi dan babi mentah dan kurang matang
Orang yang memasak daging sapi dan babi Tidak tahu
7. Menurut anda, apakah gejala umum yang timbul pada penderita yang terinfeksi cacing pita?
Tidak ada gejala sama sekali
Tidak enak pada lambung, mual, berat badan menurun, nafsu makan menurun
Rasa gatal1gatal di seluruh tubuh Tidak tahu
8. Menurut anda, apakah yang paling ditakuti apabila terinfeksi larva cacing pita babi (Cysticercus cellulose) dan gejalanya?
Infeksi pada otak ditandai dengan kejang1kejang dan sakit kepala. Infeksi pada paru ditandai dengan batuk dan sesak nafas.
Tidak tahu
9. Menurut anda, apakah pencegahan utama daripada penularan cacing pita ini? Memakan obat cacing
Memilih daging yang bagus dan segar Memasak daging hingga matang Tidak tahu
Untuk pertanyaan 10, Jawaban anda boleh lebih dari satu:
10. Dimanakah anda mendapat informasi tentang infeksi cacing pita? Buku
(53)
Seminar Teman
(54)
PENJELASAN KUESIONER
Saya Nur Nadia Binti Malaya, mahasiswa kedokteran Universitas Sumatera Utara stambuk 08 ingin melakukan penelitian mengenai ‘Pengetahuan Juru masak di Rumah Makan Jalan Asia Tentang Infeksi Cacing Pita Tahun 2011’. Penelitian ini dilakukan dengan meminta responden mengisi kuesioner yang diedarkan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan juru masak terhadap infeksi cacing pita. Setiap data yang ada di kuesioner ini tidak akan disebarluaskan dan dijamin kerahsiaannya. Data1data tersebut hanya akan digunakan sebagai bahan penelitian.
Jawaban yang saudara/i berikan akan membantu saya melakukan penelitian ini dan seterusnya akan menjadi referensi kepada pihak terkait sebagai dasar memberikan pendidikan dan informasi kepada masyarakat Indonesia dalam pencegahan dan pembasmian infeksi cacing pita khususnya di Medan. Diharap saudara/i menjawab kuesioner ini dengan jujur.
Setelah mengetahui tujuan penelitian di atas, jika saudara/i bersedia mengisi kuesioner ini, mohon tanda tangan di tempat yang disediakan
Medan, ……….. 2011 Peneliti, Responden,
__________________ __________________ (Nur Nadia Malaya)
(55)
LEMBAR PERSETUJUA SETELAH PE JELASA (PSP) (I FORMED CO SE T)
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama :
Umur : Alamat :
Setelah mempelajari dan mendapatkan keterangan dan penjelasan yang sejelas1jelasnya mengenai penelitian yang berjudul “Pengetahuan Juru Masak di Rumah Makan Jalan Asia, Medan Tentang Infeksi Cacing Pita Tahun 2011”, dan setelah mengetahui dan menyadari sepenuhnya risiko yang mungkin terjadi, dengan ini saya menyatakan bahwa saya bersedia dengan sukarela menjadi subjek penelitian tersebut dan patuh akan ketentuan1ketentuan yang dibuat peneliti. Jika sewaktu1waktu ingin berhenti, saya berhak untuk tidak melanjutkan mengikuti penelitian ini tanpa ada sanksi apapun
Demikianlah surat pertanyaan ini untuk dapat dipergunakan seperlunya.
Medan,
(56)
GAMBARAN PENGETAHUAN JURU MASAK DI RUMAH MAKAN JALAN ASIA, MEDAN TENTANG INFEKSI CACING PITA TAHUN 2011 Karakteristik Responden:
!
" # # # #
# #"
" $ $ $
" $ $ $ "
$ $" # # # " $
"
(57)
%& " " "
%' $ $ $ "
%'( ##
!
Pertanyaan Pengetahuan:
% ) # " " "
*
(58)
% ) $ " $ " $ "
* # #
!
% ) # " " "
* " "
!
% ) $ #" #" #"
* $ $
(59)
% ) " " "
* ##
!
% ) " $ # $ # $ #
* # #
!
% ) " $ " $ " $
*
(60)
% ) $ $# $# $#
* #$ $ #$ $
!
* " " "
% + $ $# $# #
, + $ $
(61)
Uji validitas: ! ! # $ ! -! ! !
$". $# .. $ .. $". $$ ..
% + / 0
#$ # " #
1 -! ! !
#". # $.
% + / 0
$ "# #
1
#
-! ! !
#". $# . .
% + / 0
#$ "# " #$ #
1 -! ! !
$". $# # .. $". $..
% + / 0
# $ "# # #
1 -! !
(62)
% + / 0
" "# $ "
1 $ -! ! ! .. .. . $ $ .. % + / 0
" $ $
1 -! ! !
$ .. $". . .. ..
% + / 0 #$ # 1 -! ! !
$". " $ .. $.
% + / 0 # # $ # 1 ! -! ! !
$$ .. $. . $.. ". $ .. .. $.
% + / 0
# # " #
1
. ! ! - - + 2 ) / 0
(63)
Uji Reliabilitas: !" # 1 3 -45 !
- 6 - ! 7 - ! 7 - )
!
$ % # "
! 7
)8-( ) 1 !2 9
-$"
& # "
' % & ! 1
$ " # $#" $ " " $ $ # # $
& ' ! # "
% ' 2
9 &
% 2
9 &
! 9
! ! !
! 7 )8-( ) 2 9
(64)
" " #
# " $ # $$
" #$ $ $ #
" $ $
$ " # $
" $ $
#$ $$
#" # "
' % & ! 1 !2 9
(65)
LEMBAR PERSETUJUA VALIDITY CO TE T
Nama : Nur Nadia Malaya Umur : 080100319
Judul : Pengetahuan Juru Masak di Rumah Makan Jalan Asia, Medan Tentang Infeksi Cacing Pita Tahun 2011
Menyatakan bahawa mahasiswa tersebut di atas telah melakukan validity content oleh dokter Parasitologi untuk kelancaran proses karya tulis ilmiah ini
Medan, 18 Juni 2011
(1)
% ) $ $# $# $#
* #$ $ #$ $
!
* " " "
% + $ $# $# #
, + $ $
(2)
Uji validitas: ! ! # $ ! -! ! !
$". $# .. $ .. $". $$ ..
% + / 0
#$ # " #
1 -! ! !
#". # $.
% + / 0
$ "# #
1
#
-! ! !
#". $# . .
% + / 0
#$ "# " #$ #
1 -! ! !
$". $# # .. $". $..
% + / 0
# $ "# # #
1 -! ! !
(3)
% + / 0
" "# $ "
1 $ -! ! ! .. .. . $ $ .. % + / 0
" $ $
1 -! ! !
$ .. $". . .. ..
% + / 0 #$ # 1 -! ! !
$". " $ .. $.
% + / 0 # # $ # 1 ! -! ! !
$$ .. $. . $.. ". $ .. .. $.
% + / 0
# # " #
1
. ! ! - - + 2 ) / 0
(4)
Uji Reliabilitas:
!" #
1 3
-45 !
- 6 - ! 7 - ! 7 - )
!
$ % # "
! 7
)8-( ) 1 !2 9
-$"
& # "
' % & ! 1
$ "
# $#"
$
" "
$ $
#
# $
& ' ! # "
% ' 2
9 &
% 2
9 &
! 9
! ! !
! 7 )8-( ) 2 9
&
(5)
" " #
# " $ # $$
" #$ $ $ #
" $ $
$ " # $
" $ $
#$ $$
#" # "
' % & ! 1 !2 9
(6)
LEMBAR PERSETUJUA VALIDITY CO TE T
Nama : Nur Nadia Malaya Umur : 080100319
Judul : Pengetahuan Juru Masak di Rumah Makan Jalan Asia, Medan Tentang Infeksi Cacing Pita Tahun 2011
Menyatakan bahawa mahasiswa tersebut di atas telah melakukan validity content oleh dokter Parasitologi untuk kelancaran proses karya tulis ilmiah ini
Medan, 18 Juni 2011